• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISALAH RAPAT PANJA RUU TENTANG MATA UANG Tahun Sidang : Masa Persidangan : I Rapat Komisi Ke :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RISALAH RAPAT PANJA RUU TENTANG MATA UANG Tahun Sidang : Masa Persidangan : I Rapat Komisi Ke :"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

103 RISALAH RAPAT

PANJA RUU TENTANG MATA UANG Tahun Sidang : 2010 - 2011

Masa Persidangan : I Rapat Komisi Ke :

Jenis Rapat : Rapat Panja

Dengan : Sekjen Depkeu, Dirjen Perbendaharaan Depkeu, Derjen Peraturan Perundang Undangan Kemenkum-HAM, Sesmenneg BUMN Sifat Rapat : Terbuka

Hari/Tanggal : Sabtu, 28 Agustus 2010 Waktu : Pukul 14.00 WIB

Ketua Rapat : DR. H. HARRY AZHAR AZIS, MA

Sekretaris : Urip Soedjarwono/Kabag.Set Komisi XI DPR RI Tempat : Hotel Imperial Arya duta Lippo Karawaci Tangerang Acara : Pembahasan DIM RUU Mata Uang

Anggota hadir : 20 Orang dari 26 Anggota Panja Mata uang DPR RI

Undangan hadir : Jajaran Sekjen, Dirjen Perbendaharaan Depkeu, Derjen Peraturan Perundang Undangan KemenKum HAM, Sesmenneg BUMN

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT FRAKSI PKS

1. ACHSANUL 00SASI 17. DR. KH. SURAHMAN HIDAYAT

2. I WAYAN GUNASTRA 18. IR. MEMED SOSIAWAN

3. HJ. VERA FEBYANTHY 19. H. ANDI RAHMAT, SE

4. HJ. ITI OCTAVIA JAYABAYA, SE., MM FRAKSI PAN

5. ANDI RAHMAT 20. DRS. LAURENS BAHANG DAMA

6. PR. LIM SUI KHIANG, MH 21. MUHAMMAD HATTA (izin) 7. H. DARIZAL BASIR

(2)

104

FRAKSI PARTAI GOLKAR FRAKSI PPP

8. NUSRON WAHID 22. DR. H. MAIYASYAK JOHAN, MH (IZIN)

9. DRS. ADE KOMARUDIN, MH 23. H. MUSTAFA ASSEGAF

10. DR. H. HARRY AZHAR AZIS, MA FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA 11. DRS. KAMARUDDIN SJAM, MM 24. PROF. Drs. H. CECEP SYARIFUDDIN 12. EDISON BETAUBUN, SH., MH. 25. IR. SADAR SUBAGYO

FRAKSI PARTAI PDI PERJUANGAN FRAKSI GERINDRA 13. IR. H. I. EMIR MOEIS, M.Sc -

14. I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, SE., MM FRAKSI HANURA

15. DR. IR. ARIF BUDIMANTA, M.Sc 26. DRS. H. MUCHTAR AMMA 16. IR. DOLFIE OFP

(3)

105

JALANNYA RAPAT:

KETUA RAPAT (Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA. I F-PG):

Akan melanjutkan memimpin Panja ini, Dengan mengucapkan Bismillahirahmanirrahim, maka skorsing rapat saya cabut kembali.

(SKORS D1CABUT PUKUL 14.15 WIB) Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kita tadi sampai pada DIM 58 dan 59. DIM 59 itu nanti terkait dengan beberapa materi pending itu. Apa kita perlu menuntaskan tentang definisi kertas uang dan logam uang tadi. Atau kita endapkan, nanti baru sekalian kita masukkan dalam poin pending untuk kita bahas bersama. Kalau tidak ada pendapat, saya kira kita masukkan pada poin pending saja.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, SE., MM. I F-PDI PERJUANGAN:

Sebentar Pak Ketua.

Kalau yang Pak Ketua sampaikan tadi sebaiknya dibuatkan dulu rumusannya, nanti ditayangkan di depan, baru kita catatan.

KETUA RAPAT:

Sambil menunggu rumusan itu tersedia, saya kira kita lanjutkan ke DIM no. 60 usulan DPR RI itu Bab IV sama dengan Pemerintah babnya. Judulnya berubah Pemerintah; Pengelolaan rupiah, DPR RI; Perencanaan Pencetakan, Pengeluran, Peredaran, Pencabutan, dan. Penarikan, serta Pemusnahan. Memang DPR RI ini maunya diperici satu per sate.

Silakan Pemerintah menjelasan usulan.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Terima kasih Bapak Pimpinan.

Pertama bahwa perubahan judul bab ini adalah dalam rangka penyederhanaan bab gitu pak, jadi itu satu. Kemudian kedua, detil dari judul bab ini kalau versi Pemerintah itu dimuat dalam DIM no.

62 gitu pak, jadi di situ lebih detil karena di situ ada 7 unsur. Jadi untuk rumusan babnya itu sendiri kita memakai rumusan bab sebagai Pengelolaan Rupiah, gitu pak. Batang tubuh pada dasarnya sama pak.

KETUA RAPAT:

Ada pendapat atau kita setujui saja. Ngapain kita selalu berbeda sama Pemerintah.

NUSRON WAHID IF-PG:

Pak Ketua, kalau usulan Pemerintah disetujui, saya mengusulkan bahwa kalimat Pengelolaan Rupiah itu nanti didefinisikan di dalam ketentuan umum pasal 1 bahwa pengelolaan rupiah yang dimaksud pengelolaan adalah meliputi perencanaan, pencetakan, pengeluaran, peredaran, pencabutan, penarikan, serta pemusnahan, supaya nanti tidak menimbukan pertanyaan dan itu dimasukkan di Bab I Pasal I tentang ketentuan umum, tambahan saja.

(4)

106 Hj. VERA FEBYANTY I F-PD:

Pak Ketua, kalau kita melihat ini di dalam halaman berikutnya 62, apa yang diusulkan oleh Pak Nusron tapi diatur dalam pasal tersendiri mengenai pengelolaan rupiah meliputi 7 tahapan yaitu perencanaan, pencetakan, pengeluaran, peredaran, pencabutan, penarikan, dan pemusnahan.

Apakah ini kita sepakati dengan yang sudah ada usulan perubahannya. Kalau definisi nanti dobel karena memang ini di dalam Pasal 11 nya sudah dijelaskan pasal. Apakah itu saya tidak tahu dari peraturan perundang-undangan apa memang ini bisa dimasukkan dalam pasal tersendiri atau memang kita bisa memberikan ke dalam definisi. flu saya minta motion penjelasan juga.

KETUA RAPAT:

Ke saya atau ke Pemerintah?

Hj. VERA FEBYANTY I F-PD:

Sebetulnya ini memang ke Pemerintah, karena saya gini kita tuh saya suka lupa gitu lho karena ini RUU ini adalah usul DPR RI, saya melihatnya ke Pak Heri terus gitu lho. Kalau usulan Pemerintah, saya pasti rengoknya ke Pemerintah.

KETUA RAPAT:

Oke, jadi ada usul ini. prinsipnya kita berbeda dengan Pemerintah ya, cuma Pak Nusron ingin memasukkannya ke dalam supaya ada pengertian umumnya itu dalam ketentuan umum. Saya kira itu nanti kita tugaskan pak Nusron lah untuk menyusunnya itu di ketentuan umum. Kecuali Pemerintah ada pendapat lain.

Silakan.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Terima kasih Bapak Pimpinan.

Bahwa yang dari penjelasan Pak Nusron tadi sebetulnya kita muat di dalam, apa yang diinginkan pemikiran Pak Nusron tadi ada di Pasal 10 ada 7 tahapan dan tahapan-tahapan ini kita diskusi sebetulnya melalui tim teknis ini di Bank Indonesia pak. Dan kemudian apa yang kita rumuskan di dalam DIM 62 Pasal 19 versi Pemerintah itu nanti akan dijelaskan secara berturut-turut di dalam pasal-pasal berikutnya pak. Jadi merupakan satu rangkaian siklus yang tidak terputus nanti pengaturan-pengaturannya di dalam bagianbagian atau pasal-pasal berikutnya. Misalnya saja perencenaan itu di dalam DIM 68 itu diatur tentang perencanaan. Di dalam DIM 71 versi Pemerintah bagian ketiga pencetakan. Yang pada dasarnya kemudian pada bagian-bagian tertentu pernbagian klasifikasi bagian itu sama dengan DPR RI punya. Jadi ini untuk memperbaiki struktur saja sebetulnya pak kalau yang kita ajukan di sini.

Demikian.

KETUA RAPAT:

Artinya isi di definisi pengelolaan itu sama dengan Pasal 10 usulan Pemerintah, cuma pertanyaannya apakah ini kita definisikan dan kita masukkan ke dalam ketentuan umum, itu tadi Pak Hery. Setuju tidak Pemerintah ini?

(5)

107 USRON WAHID IF-PG:

Pak Heri, kalau menurut saya Pasal 10 ini bukan definisi pak. Ini ruang iingkup pak. Definisi pengelolaan itu apa kan harus ada unsur-unsur obyek yang mengelola siapa, yang dikelola itu apa, ini kan ruang lingkup dan tahapan pengelolaan, bukan definisi menurut saya. Karena kan kita ingin kalau kita mengacu Bab. DPR RI ini kan sudah tuntas ada semua di dalam ketentuan umum; perencanaan itu apa, pencetakan itu apa, pengeluaran itu apa, kan itu ada. Tapi dengan diganti pengelolaan ini kan perlu pengertian baru. Sementara yang ini adalah ruang lingkup pengelolaan itu meliputi ini, tapi definisinya itu apa belum ada. Itu yang pertama pak.

Kemudian yang kedua kalau, nasib Pasal 11 punya pemerintah ini kan tidak ditanggapi oleh pemerintah punya DPR RI tapi tidak ada komentar di sini dan kemudian tidak masuk, kita anggap tetap atau bagaimana itu nanti. Yang Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mencetak, mengeluarkan, mengedarkan, mencabut, dan menarik dan/atau memusnahkan uang rupiah. Cuma hanya disandingkan dengan Pasal 10 id tidak aple to aple ini. Mungkin ini jadi pasal sendiri, ini sendiri. Itu Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Jangan dulu masuk ke masalah lain-lain, kita selesaikan dulu masalah ini.

Apakah kita kan cenderung, jadi saya tidak berani mengatakan kita sudah setuju, kita cenderung menyetujui mengganti judul Bab IV dengan usul pemerintah cuma ditambah oleh Pak Nusron, kita definisikan kata pemerintah itu. Karena ini usul pemerintah, kita tugaskan pemerintah saja definisikan itu menjadi bisa saja rangkuman dari tadi seluruh kata-kata itu.

Pak Ketua, ang mana yang didefinisikan Ketua.

KETUA RAPAT:

Pengelolaan. Kalau kita setujui Bab IV itu usul DPR RI menjadi usul pemerintah ya kita terima. Kalau tidak ya kita berdebat di 2 usul ini.

Silakan Pak Laurens.

LAURENS BAHANG DAMA 1 F-PD:

Saya rasa saya setuju dengan usulan Pak Nusron, jadi kalau itu masuk di Ketentuan Umum, sehingga di belakang ini kita bisa samakan dengan pemerintah punya usulan pengelolaan rupiah saja.

Karena di Ketentuan Umum di depan sudah dinyatakan, pengelolaan rupiahnya termasuk perencanaan dan sebagainya.

Terima kasih.

Drs. KAMARUDDIN SJAM, MM. I F-PG:

Saya setuju juga pak dengan usulan Pak Nusron. Jadi kita hanya melengkapai yang diusulkan pemerintah. Dengan pendefinisian mengenai pengelolaan itu di ketentuan umum. Karena kalau kita hubungkan nanti dengan usulan pemerintah Pasal 10 itu, itu tahapan-tahapannya. Jadi tidak ada suatu yang bertentangan pak.

Terima kasih,

(6)

108 KETUA RAPAT:

Pak Andi Rahmat.

ANDI RACHMAT/ F-PD:

Terima kasih Pimpinan.

Bagi saya sebenarnya apa yang khususnya mengenai bab ini judul Bab IV termasuk Pasal 10 nya dengar pemerintah punya dan Pasal 10 DPR RI menurut saya ini kan sama, tinggal penempatannya saja apakah di ketentuan umum atau di dalam batang tubuh. Tetapi kalau kita membandingkan usul pemerintah, nampaknya bagus juga ini ada disederhanakan di judul babnya, kemudian nanti di pasalnya baru dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan konteks pengelolaannya. Kalau di kawan-kawan usulkan ini masuk di ketentuan umum terlalu, konteksnya sebenarnya terlalu sederhana kalau dia hanya masuk di ketentuan umum. Padahal ini menjadi pokok bahasan dari RUU ini mengenai perencanaannya, pencetakannya. Jadi saya setuju dengan model usulan pemerintah sebenarnya lebih bagus. Jadi judul babnya sederhana, jelas juga, kemudian nanti dijelaskan diuraikan di Pasal 10 dan Itu kemudlan turunannya seterusnya. Sabanarnya tidak menghilangkan substansi. Ini hanya membantu cara membaca dan mernaHAMi konteksnya. Kecuali mengenai Pasal 11 versi DPR RI ya ini nanti berikut.

Demikian Pimpinan. Saya setuju dengan.

KETUA RAPAT:

Pastinya Pak Andi tidak perlu ada definisi pengelolaan. Tapi yang lain ada definisi perencanaan ada, pencetakan ada, pengelolaan tidak perlu.

ANDI RACHMAT/ F-PD:

Kan sudah, kita anggap sudah pasti kita paham gitu.

KETUA RAPAT:

Kan sudah dijelaskan di Pasal 10. Itu ruang Iingkup menurut Pak Nusron.

ANDI RACHMAT/ F-PD:

Ini kan hanya pengidentifikasian. Mau kita namakan ruang Iingkup atau apa, yang penting kan pemaHAMannya tentang yang dimasksud dengan pengelolaan adalah meliputi 7 bagian. Yang dimaksud dengan perencanaan ya didefinisikan.

KETUA RAPAT:

Itu kita mau definisikan kita masukkan ke ketentuan umum? Tidak ada, maka tidak ada definisinya, semua orang bisa tafsirkan macam-macam.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, SE., MM. I F-PDI PERJUANGAN:

Maka dari itu masuk di ketentuan umum Pak Ketua. Agar tidak didefinisikan macam-macam, saya kira masuk ke ketentuan umum Ketua, karena kalau,

(7)

109 KETUA RAPAT:

Sepakat, kata pengelolaan itu didefinisikan dan dimasukkan dalam ketentuan umum. Lalu kita tugas'an yang membuat permasalahan untuk merumuskannya Saudara Nusron sama pemerintah, setuju?

(RAPAT SETUJU)

Kita lanjutkan ke bagian I. Ini tadi sudah ada pertanyaan, Saudara Nusron juga ini, mudah- mudahan tidak menjadi masalah baru.

Silakan pemerintah sebelum kita bahas, yang Pasal! 11.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Jadi begini pak bahwa Pasal 11 itu dihilangkan pertama karena memang kalau kita melihat rumusan Pasal 11 itu secara eksplisit ini seluruhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia.

Padahal dalam DIM pemerintah itu ada bagian-bagian tertentu sebagaimana didiskusikan dan diperdebatkan pada awal kemarin itu ada segmen-segmen tertentu atau tahapan tertentu di mana pemerintah ada sharing dalam rangka check and balance pak. Jadi oleh karena itu nanti, di dalam pasal-pasal berikutnya perencanaan itu sebenarnya bagaimana sih sharing pemerintah atau bersama- sama dengan pemerintah, bagaimana di pencetakan, bagaimana di pengeluaran, dan seterusnya.

KETUA RAPAT:

Bukan itu Pak Hery.

Pasal 11 naskah usulan DPR RI.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

lya pak. Jadi alasan kenapa tadi saya katakan dihilangkan di dalam DIM yang sama di pemerintah gitu pak. Pasal ini dan kemudian nanti kewenangan-kewenangan Bank Indonesia itu di mana saja dimasukkan di dalam masing-masing tahapan ini gitu pak, diperjelas di sana. Karena kalau di dalam Pasal 11 ini kan semuanya ada di Bank Indonesia, padahal posisi pemerintah adalah ada kepentingan check and balance dalam rangka pengelolaan rupiah ini gitu pak.

KETUA RAPAT:

Oke, jadi artinya Pasal 11 usulan DPR RI itu equivalen dengan Pasal 10 usulan pemerintah ya.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Tidak hanya Pasal 10 pak, nanti ke bawahnya itu pak.

KETUA RAPAT:

Kita bicara satu-satu pak. Mungkin kita bicara sekaligus semuanya atau kita mau biarkan kita longkap ke berikutnya sebelum kita ambil keputusan?

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, SE., MM. I F-PDI PERJUANGAN:

Jangan dulu Pak Ketua. Saya ijin Pak Ketua,

Kalau saya pelajari Pasal 10 atau Pasal 11 yang milik kita dengan usulan yang disampaikan oleh pemerintah ini kan ada banyak kaitannya satu sama lain, Kalau kita membahas satu pasal,

(8)

110

kemudian kita loncat menunda, ini kan satu dan lainnya kan berkait dengan pasal-pasal sebelumnya.

Kalau kita mengambil ke belakang mungkin di sanksi, barangkali kita bisa. Tapi kalau dalam hal permasalahan pengelolaan ini di bab ini tidak bisa kita lepas satu-satu, ngambil satu-satu pasal, Ini akan menyangkut pasal-pasal yang lain gitu Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Oke, kalau begitu kita kembali kepada perdebatan akar. Ini kita pending karena ini ada kaitan dengan soal kewenangan yang kita bicarakan sudah kita pending. Kalau gitu berarti DIM 62.

NUSRON WAHID /F-PG:

Pak Ketua.

Sebelum diambil keputusan, begin' Pak Ketua. Pertama ya saya tidak setuju pasal ini dihapus, cuma kita harus konsekuen juga kalau kita menyetujui kalimat rumusan pemerintah menjadi pengelolaan, maka nanti Pasal 11 ini juga harus kalimatnya menyesuaikan. Jadi nanti mungkin bunyi kalimatnya adalah "Bank Indonesia

KETUA RAPAT:

Pak Nusron,

Kita sudah setuju bukan kalau lagi pengelolaan itu supaya kita tidak berbalik lagi.

NUSRON WAHID IF-PG:

Oke, berarti kalau saya tidak setuju ini dihapus, berarti nanti ini menjadi Pasal 10 masuk, ini menjadi Pasal 11 tersendiri tetapi kalimatnya tidak lagi bunyinya " lembaga yang berwenang mencetak, mengeivarkan, mengedarkan, mencabut, dan menarik, dan/atau memusnahkan uang rupiah" tetapi ada ah "Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk pengelolaan rupiah".

KETUA RAPAT:

Ini dua substansi ini. Pasal 11 DPR RI itu menjelaskan 2 substansi yang sama dengan Pasal 10 usul pemerintah, cuma menjelaskan satu substansi, belum kewenangan yaitu soal pengelolaannya 7 itu. Sementara di DPR RI itu dua-duanya; prosesnya dan siapa yang berwenang. Artinya ini 2 hal yang tadi malam kita sudah bicara, itu kita pending, begitu. Kalau tidak maka ini kita tarik menarik ke sana ke mari ini. Belum ada sorot tv-nya soalnya. Oke, kita pending?

Ir. MEMED SOSIAWAN / F-PKS:KETUA RAPAT:

Pimpinan. Jadi memang sama ini dipending saja. Saya tidak setuju untuk dihapus karena sebenarnya kalau kita cermati semua usulan pemerintah dalam pengelolaan pemerintah itu hanya mengusulkan terlibat pada a dan g, perencanaan dan pemusnahan. Kalau kita refer ke Pasal 11 ini kalaupun perlu dihapus hanya dan/atau memusnahkan ini saja. Karena memang di Pasal 11 tidak ada poin perencanaan, mulai poin b. mencetak, c. mengeluarkan, d. pengedaran, e. mencabut, dan f.

penarikan. Jadi kira-kira teman-teman menyiapkan din kira-kira kita nanti kalau masuk itu usulan pemerintah itu hanya terlibat dalarn perencanaan a dan pemusnahan g. Yang lain itu memang kalau

(9)

111

usulan DPR RI b sampai g itu hak Bank Indonesia tapi kalau usular, pemerintah hak Bank Indonesia itu cuma b sampai f saja. Kira-kira begitu situasinya Pimpinan.

Terims kasih.

KETUA RAPAT:

Coba ketegasan dari pemerintah saja, apakah yang disampaikan oleh Pak Memed itu sama.

Artinya pemerintah ingin terlibat di perencanaan dan pemusnahan saja atau di yang lain juga. lni kita belum ambil keputusan, sekedar penjelasan saja supaya kits paham.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Ya, saya kira memang kita perlu memberikan latar belakang masing-masing pak. Saya sependapat pak ya. Jadi yang DPR RI tadi kan mengatakan bahwa satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengelola rupiah, Nah, kemudian kita di dalam DIM pemerintah itu menyempurnakan rumusan. Sebenarnya tidak sama sekali menghilangkan Pasal 11 tapi kita menyempurnakan rumusan yaitu dengan membagi pertama segmentasi tahapan pengelolaan itu apa sehingga dimasukkan dalam Pasal 10 ayat (1). Itu segmentasi yang disusun oleh pemerintah dan kita referensinya jugs dari Bank Indonesia bahwa dalam pengelolaan rupiah itu ada perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan, penarikan, dan pemusnahan.

Kemudian nanti siapa yang memiliki kewenangan untuk masing-masing segmen dijelaskan di dalam, item-item nanti di dalam. Kemudian pada dasarnya memang dalam rangka check and balance itu sendiri sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pemerintah sama sekali tidak ingin mengganggu kebijakan moneter which is oleh Pak Nusron kemarin bahwa perencanaan pun dan pemusnahan pun itu sebetulnya masih kebijakan moneter. Dalam hal ini tentu pemerintah mempunyai pandangan yang berbeda bahwa perencanaan dan pemusnahan karena ini hanya menyangkut fisik uang, itu pemerintah ingin masuk ke dalam tahap perencanaan dan pemusnahan dalam rangka check and balance gitu pak.

Jadi saya kira sependapat dengan apa yang secara global diungkapkan oleh Pak Memed tadi pak bahwa segmen pemerintah itu ada di perencanaan dan pemusnahan.

Terima kasih pak, KETUA RAPAT:

Oke, ini tidak kita ambil keputusan sekarang. Kita sudah putuskan pending kan. Artinya ini jadi bahan renungan sebelum buka puasa gitu.

NUSRON WAHID /F-PG:

Pak Ketua, kalau seandainya meskipun renungan tapi saya mau tanya boleh tidak Pak Ketua, dalam rangka perenungan itu. Pak Hery, Bapak tadi mengatakan kepentingannya adalah untuk check and balance, mohon maaf kalau saya salah terutama pada Pak Heri Azhar Azis ini senior kits ini senior kita, yang namanya check and balance Ili] kan yang sifatnya hubungannya itu adalah prinspal agen pak kalau ada check and balances itu. Jadi check and balances antara DPR RI dengan pemerintah, DPR RI principal, pemerintah agen. Check and balances antara DPR RI dengan rakyat,

(10)

112

rakyatnya principal, DPR RI agennya rakyat. Nah, kalau check and balances antara Bank Indonesia dan Kementerlan Keuangan ini kan hubungan antara Bank Indonesia dan HEM itu kan bukan hubungan principal agen pak, Sama-sama agen itu. Bank Indonesia dengan Pemerintah itu kan sama- sama agen. Memang kalau kita lihat hubungan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah itu kan harusnya koordinasi, wong dia sama-sama agen. Kalau alasannya check and balances. Karena saya mengenal istilah check and balances itu sangat terminologi politik dan terminologi demokrasi ya prinsipal agen itu pak yang hubungannya itu. Saya pikir hanya mau tanya mempertegas itu pak. Kalau alasannya untuk check and balances itu berarti selama ini memang Bank Indonesia mau dijadikan sebagai agennya. Pemerintah, sebagai atau bagaimana. Di balik ini apa gitu lho pak.

KETUA RAPAT:

Pak Emir dulu sebelum Pak Hery.

Ir. H. I EMIR MOEIS, M.Sc./ F-PDIP:

Sedikit saja Pak Hery.

Itu kan cukup banyak itu poin dalam perencanaan, pencetakan, pengeluaran dan sebagainya, apakah di Departemen Keuangan sudah ada instrumennya untuk melawan kita gitu, mengingat Bank Indonesia sampai bisa begin' saja puluhan tahun Iho. Apakah sehari, sebulan atau setahun bisa jadi atau hanya ya iseng saja mau lihat. lni yang saya mau tahu sebab tidak mudah bikin itu pak, termasuk pengedaran, dan sebagainya, itu kan perlu studi-studi statistik dan sebagainya pak.

Terima kasih.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Jadi ada 2 tadi ya Pak Nusron ya. Jadi pertama dari Pak Nusron, yang kedua dari Pak Almukharam Emir Moeis. Kalau Emir kan pak dari sana, dari Arab gitu ya, pantas pakai gamis.

Jadi yang pertama terkait dengan tadi. Sebetulnya check and balance ini kan ada semacam keinginan Pemerintah bahwa ada kemandirian Bank Indonesia sebetulnya tidak bisa mandiri sepenuhnya begitu pak ya, seperti misalnya yang terkait dengan masalah neraca gitu pak ya. Jadi kalau neracanya itu minus ada kewajiban Pemerintah untuk mem-bail out gitu pak ke sana untuk menambah. Kemudian dari rencana sendiri berdasarkan penjelasan Bank Indonesia dan kalau kita melihat juga mempelajari neraca Bank Indonesia, ini yang reasoning practical-nya gitu pak ya, itu untuk pengelolaan uang itu merupakan segmen kedua yang terbesar.

Yang pertama itu biaya-biaya untuk pengeluaran moneter, satu lagi biayabiaya yang harus disediakan oleh Bank Indonesia untuk mengelola rupiah. Pendukung moneter dan itu juga instrumen nantinya setelah menjadi barang itu kan menjadi instrumen. Oleh karena itu, di sini salah satu argumennya adalah bahwa di dalam perencanaan inilah Pemerintah ingin bersama-sama tentu dengan Bank Indonesia untuk melihat pak, bagaimana sih dari sisi perencanaan mereka itu, terutama juga masalah efisiensinya karena akan berpengaruh langsung kepada neraca.

Kemudian juga terkait dengan misalnya pemusnahan ini pak ya. Check and balance di sini adalah dalam rangka ini terkait juga dengan fenomena atau terkait dengan pengalaman bahwa terkait

(11)

113

dengan masalah uang palsu gitu pak di sini. Bagaimana Pemerintah itu bisa ikut menjamin bahwa keamanan uang yang beredar itu bisa lebih dijamin dengan tadi Pemerintah juga ikut di dalam rangka pemusnahan itu. Jadi berapa yang dicetak, direncanakan pada waktu dicetak, kemudian dibandingkan nanti berapa yang dimusnahkan, sehingga akan bisa terdeteksi atau tercatat kira-kira untuk sesuatu seri itu masih yang beredar itu berapa atau kemudian juga yang ditarik dari peredaran itu berapa dibandingkan dengan perencanaannya. Jadi ini saya kira salah satu contoh hal yang sedikit teknis mungkin atau operasional, bagaimana Pernerintah itu ikut berperan dalam rangka governance yang mungkin diterjemahkan juga bisa check and balance ya.

Terminolonya mungkin kurmg tepat, saya mungkin juga perlu mendalaml apakah Int terminologl polltlk atau terminologi hubungan antara dua kelembagaan.

Kemudian terkait dengan pertanyaan dari Pak Emir bahwa, ini kan sudah jalan bagaimana instrumennya begitu pak. Saya kira dalam segmen perencanaan dan pemusnahan yang akan dilakukan ikut Pemerintah, saya kira ini perlu diciptakan satu mekanisme baru karena selama ini memang misalnya untuk tahap perencanaan Pemerintah belum pernah ikut itu pak. Mungkin nanti kalau istilah Bank Indonesia kalau tidak salah itu pakai istilah koordinasi pak yang dalam DIM DPR RI koordinasi, kalau Pemerintah itu bersamasama. Nah, mungkin instrumennya nanti ada satu mekanisme pertemuan dengan Bank Indonesia, apakah di situ nanti ada semacam catatan atau ada semacam proses gitu, saling memberikan informasi membangun database dalam rangka nanti kaitannya dengan pemusnahan misalnya di sini. Sedangkan pemusnahan sendiri di sini sebetulnya kalau tidak salah Bank Indonesia sudah bekerja sama dengan pihak Pemerintah dalam hal ini Kepolisian, Ini yang kemudian akan kita lakukan kelembagaan dan tentu nanti polisi sebagai unsur Pemerintah mungkin bisa saja dimasukkan di dalam proses pemusnahan dalam rangka check and balance juga di sini. Gitu pak.

Jadi itu kira-kira pandangan atau sedikit background terkait dengan masalah kenapa Pemerintah memasukkan unsur perencanaan dan pemusnahan di dalam kebersamaan dengan Bank Indonesia. Demikian Bapak.

KETUA RAPAT:

Itu sudah kita pending, ini Cuma eksplorasi saja, bahan perenungan sebelum buka puasa.

Saya kira perlu dicatat juga itu beberapa kata-kata seperti bersama-sama istilah Pemerintah, koordinasi, check and balance. Kalau kita mau gunakan istilah itu, kita harus definisikan juga. Kata bersamasama pun kalau kita mau gunakan kita definisikan juga. Apakah bersama-sama itu artinya ada kemungkinan berpisah juga gitu. Berkoordinasi apakah ada kemungkinan coordination failure juga, kegagalan koordinasi, apa indikasinya, apa indikatornya. Kalau tidak terjadi koordinasi akiabat apa yang terjadi. Ini harus kita juga perhatikan juga di situ. Saya kira itu mohon dicatat ini oleh Sekretariat ini bukan cukup pending begitu saja itu dicatatannya. Semua pokok-pokok pikirannya ditulis di situ supaya kita tidak mengulang lagi materi pembicaraannya. Masa yang begin' mesti kita perintahkan sih Hery. Ini yang Sekretariat ini yang begini masa kita mesti ajakan sih, tolong pokok-

(12)

114

pokok pikiran itu dicatat di situ. Siapa bertanggung jawab. Saya akan perintahkan kalau tidak jalan, diganti orangnya pak. Saya tidak main-main ini. Kita bicara tentang bagaimana mengurus negara lebih baik ini.

Oke, kita lanjutkan.

NUSRON WAHID IF-PG:

Bisa ditambah sedikit Pak Ketua atau masih dipending.

Begini Pak Ketua. Kalau kekhawatiran Pak Hery Purnomo terutama tadi berkaitan dengan keinginan bersama-sama itu dalam rangka kepentingan neraca, karena kalau dalam keadaan modalnya Bank Indonesia itu defisit pada hajatnya juga nanti Pemerintah yang akan mem-back off, kalau kita lihat semangatnya Pasal 62 pak yang mem-bail out itu bukan Pemerintah kalau defisit itu tapi DPR RI. Karena yang ngasih duit DPR RI kepada Bank Indonesia, Ini kan perdebatan mungkin Pak Hery Purnomo ingat ketika kita membahas Panja baik di Panitia Anggaran dulu Pak Heri Azhar Azis maupun di Komisi XI DPR RI ketika kita membahas SU-004 sama SU-007 yang itu kemudian jadi beban Pemerintah tiap tahun, jadi hutang Pemerintah tapi oleh Bank Indonesia menjadi piutang Bank Indonesia kepada Pemerintah, ingin kita write off Bank Indonesia nya keberatan karena kalau ini di- write off cadangan modalnya itu di bawah 10% dari cadangan umum, sehingga mewajibkan Pemerintah menginjeksi sekitar Rp.1,8 Trilyun. Tapi kalau kita setujui yang semangat di sini, sebetulnya injeksi itu adalah DPR RI yang menginjeksi. Pemerintah di sini menginjeksi karena memang fungsi Pemerintah sebagai bendaharawan negara. Jadi kalau DPR RI nya tidak setuju ya tidak jadi.

Jadi kalau kita lihat dalam Undang-undang Bank Indonesia di sini Pak Heri Azhar Azis, bahwa kekhawatiran check and balances kalau alasan neraca rasio modal itu yang ujungnya akan dianggap membebani APBN, saya pikir ini tidak relevan. Karena persetujuan itu tidak mutlak punya Pemerintah tapi mutlak punya DPR RI dalam posisi seperti itu, Terbukti ketika kita mau meminta restrukturisasi bahkan me-write off SU-002, SU-004, dan SU-007 kemarin begitu dijelaskan bahwa ini kita harus menginjeksi atau membail out dana Rp.1,8 Trilyun tetap kesadaran rasional kits meminta ini dipending terlebih dahulu tidak masalah, Jadi saya pikir itu menambah perenungan menjelang buka puasa sambil mencari titik temu nanti. Gitu Pak Ketua.

ANDI RACHMAT/ F-PD:

Pimpinan, terima kasih.

Mohon maaf, saya belum memiliki ragam terminologi istilah apa yang politik maupun yang selengkap Pak Nusron. Tapi saya menjadi agak berpikir yang pertama semangat dari teman-teman yang rnenginginkan independensi Bank Indonesia yang seperti yang di dalam Ketentuan Undang- undang Bank Indonesia No. 23 itu yang faktanya juga memberikan hasil yang mengecawakan kepada bangsa ini. Apa yang menjadi alasan sehingga yang kedua terlampau mengkhawatirkan kalau Pemerintah ikut dalam bagian-bagian tertentu di dalam proses masalah Bank Indonesia ini. Saya pikir juga keterkaitan yang disampaikan Pak Hery dari Pemerintah yang dibantah dengan baik oleh Pak

(13)

115

Nusron bahwa itu bukan, mungkin juga perlu disamakan pemahaman kita. Tapi saat ini pemahaman saya tidak berlebihan kalau Pemerintah turut serta di dalam bagian-bagian tertentu. Benar bahwa keputusan akhir terhadap bail out Bank Indonesia apabila mengalami defisit neraca adalah di DPR RI tetapi itu bukan bagian tunggal tersendiri daripada DPR RI. Bagaimana halnya kalau kita mengkaitkan dengan upaya pencarian pendapatan negara yang itu dilakukan oleh Pemerintah, pekerjaan pajak itu kan dikerjakan oleh Pemerintah.

Jadi maksud saya ini yang saya maksudkan bahwa saya belum cukup memiliki terminologi tentang istilah-istilah dan beberapa lainnya di dalam politik ini. Tetapi menurut saya adalah sah-sah saja kalau di dalam bagian tertentu ada keterlibatan Pemerintah karena faktanya juga terlampau memberikan kemandirian yang full powered kepada Bank Indonesia ini juga tidak memberikan hasil yang sesuai yang kita bangsa ini harapkan. Buktinya laporan Bank Indonesia saya tidak tahu kalau periode yang lalu tapi periode kita ini belum saya melihat ada suatu semangat kinerja Bank Indonesia yang bisa kita berharap. Hanya kesimpulan saya bahwa Bank Indonesia ini bekerja seolah-olah dengan independensi yang berdasarkan Undang-undang Bank Indonesia no. 23 itu, dia bekerja seolah-olah negara dalam suatu negara, negara sendiri dalam suatu negara sendiri, republik Indonesia ini.

Saya setuju sekali kalau ada suatu atau bagian ada satu lembaga apakah itu Pemerintah atau DPR RI itu bisa terlibat di dalam satu mekanisme kontrol. Coba bayangkan Pak Nusron, pada saat kita merribahas HTBI 2010, waktu itu masalah perencanaan keuangannya kan agak alot. Tapi akhirnya nanti pada triwulan pertama katanya akan dilaporkan dan akan ada evaluasi. Nah, ini juga pertanyaannya triwulan ke berapa Pak Nusron. Itulah janji Bank Indonesia dan itulah perilaku Bank Indonesia. Kalau ini terus dibiarkan dilepaskan, dia mandiri terus tanpa dikontrol, kita tidak tahu nanti.

Padahal pada saat kita sudah dikirimi laporan dari Bank Indonesia.

KETUA RAPAT:

Pak Andi. Itu nanti waktu kita membahas itu waktu Pak Olly dulu ya.

OLLY DONDOKAMBEY, SE. I F-PDI PERJUANGAN:

Pak Ketua, Saya punya pengalaman dulu tentang independensinya Bank Indonesia, kira-kira bulan September 2008 Bank Indonesia mengirimkan surat kepada Komisi XI DPR RI. Kebetulan saya salah satu pimpinan tentang meminta bail out Indofer Bank karena dengan undang-undang independensi Bank Indonesia pada saat terjadi krisis Indofer Bank ini dia harus minta ijin kepada DPR RI, bukan kepada Pemerintah. Alhasil terjadi perdebatan panjang DPR RI tidak menyetujui sehingga Rp.7 Trilyun kita selamat, kira-kira begitu. Menjelang akhir 2008 kita ada Perpu tentang Century, alhasil Rp.6,7 Trilyun juga bias. Ini menyangkut renungan. Jadi kira-kira itulah gambarannya, setelah ada perpu sehingga Pemerintah juga ikut bersamasama dengan Bank Indonesia malah jadi persoalan. Pada saat Bank Indonesia hanya datang ke DPR RI terjadi perdebatan panjang, persoalannya tidak muncul. Ini renungan kita bersama supaya apa yang kita ambil. Gitu saja Ketua,

(14)

116 Ir. H. I EMIR MOEIS, M.Sc./ F-PDIP:

Memang konsekuensi dari independen, dia merupakan lembaga sendiri dalam negara, bukan dalam pemerintahan dan yang bisa mengontrol Bank Indonesia sampai sekarang kan cuma DPR RI.

Kita punya BSBI itu aparat DPR RI. Sayangnya BSBI kita ini belum bisa kita manfaatin penuh, sehingga barangkali ya ini lamunan ya, mesti ada satu tim khusus di Komisi XI DPR RI itu yang memang melulu mengawasi Bank Indonesia termasuk pekerjaan tadi yang mau diusulkan dikerjakan oleh Pemerintah. Cuma masalahnya kan di sini tinggal kapasitas kita, waktu kita dan sebagainya. Tapi mestinya BSBI nya itu betulbetul bisa kita manfaatkan, itu berguna sebenarnya.

Terima kasih pak.

EDISON BETAUBUN, SH., MH. / F-PG:

Sedikit Pak Ketua. Terima kasih Ketua.

Saya mengikuti pendapat-pendapat dari tadi ada sebuah pertanyaan yang mau disampaikan apakah kalau keterlibatan Pemerintah itu lalu merusak sistem. Itu pertanyaan mendasar, apakah kalau Pemerintah terlibat merusak sistem. Kalau tidak merusak sistem kenapa kita tidak melibatkan, itu satu.

Yang kedua, daripada kita tidak memformalkan keterlibatan Pemerintah dalam undang- undang de facto, siapa bilang Bank Indonesia itu independen, dari dulu tidak ada itu. De facto dia bisa diintervensi oleh Pemerintah, itu de facto. Jadi belum bisa kita menjamin sebuah institusi yang benar- benar independen, daripada kita bilang independen tetapi materiil bisa diintervensi ya kita formalkan saja biar jelas bahwa Pemerintah bisa masuk ke situ. Biar kita DPR RI awasi Bank Indonesia, awasi Pemerintah sekaligus kan. Daripada kalau tidak diformalkan intervensi Pemerintah, DPR RI ngotot, kita kan tidak campur itu, itu kan independensi Bank Indonesia. Padahal de facto nya sudah masuk gitu. Ya mending kita formalkan. Itu realitas yang terjadi.

Itu saja Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Memang kalau kita bed kewenangan Pemerintah untuk mengkoordinasi, artinya yang satu dan lain hal juga mengawasi Bank Indonesia, tugas DPR RI menjadi berkurang? Jadi kita tinggal marahin saja Pemerintah, kalau sudah diawasi oleh Pemerintah kok masih jebol juga. Berarti Pemerintah nya salah mengawasinya, begitu.

Ir. H. I EMIR MOEIS, M.Sc./ F-PDIP:

Mungkin begini. Kalau kita lihat kenapa Bank Indonesia dibikin independen, ini kan pengalaman 1997-1998 terlalu banyak intervensi Pemerintah pada saat itu. Mungkin hari ini kelihatannya sudah tidak apaapa lagi kita lidatkan. Tapi eksesnya bisa jauh, ini Pemerintah bukan hanya sekarang. Pemerintah untuk panjang, ganti-gantian ini, bukan hanya berarti kita oposisi. Kita di sini bicara panjang ke depan, siapa tahun 2014 nanti Pak 011y kan yang jadi presiden. Mau melibat semua ke Bank Indonesia.

(15)

117 KETUA RAPAT:

Baik, saya kira kita cukupkan ya renungan ini. Ibu Vera.

Hj. VERA FEBYANTY I F-PD:

Cuma sedikit saja.

Tadi kan wacana independensi Bank Indonesia. Ini kan ada 2 pemikiran yang berbeda yang satu menginginkan Pemerintah dan Bank Indonesia paling tidak ada wacana, itu satu. Namun perlu dipikirkan kalau ini saya sih tidak masalah bagi saya siapa pun yang ini keputusan, karena ini kan forum bersama. Apakah Pemerintah ikut masuk dalam koordinasi, check and balances terhadap Bank Indonesia. Karena memang juga Pemerintah mengetahui tadi juga sudah disampaikan Pak Andi, kita ada rasa bagaimana terhadap Bank Indonesia ya, saking independensinya itu jadi untouchable, saking independennya itu kita tidak bisa pegang, sulit sekali. Itu satu. Dan ini juga permasalahan yang sudah mengkristal dan ini bukan hanya periode yang sekarang ini, periode yang lalu juga same permasslaheh inl terjadl, Artlnyil kite harus ada semangat untuk melakukan amandemen Undang- undang Bank Indonesia 3 / 2004. Seperti itu,

Sribenarnya Undang-undeng I86rik 'Indonesia 3/2004 Ini adalah acuan kepada UUD di mana Bank Indonesia itu sebagal Iembaga independen, seperti itu. Jadi juga perlu dipikirkan. Kalau ini nanti kita masukkan semangatnya kita harus merubah karena ini nanti bentrok dengan Undang-undang Bank Indonesia, Kita rubah juga itu revisi menjadi Usulan inisiatif DPR RI yang dari periode 2004-2009 sudah ada semangat untuk melakukan amandemen inisiatif DPR RI, sampai detik ini kita juga belum ke arah. Sebaiknya kalau memang itu dipikirkan bersama-sama untuk melakukan wacana tersebut.

Ir. H. I EMIR MOEIS, M.Sc./ F-PDIP:

Mungkin sedikit juga kita bisa lamunkan di sini, bahwa bukan kita tidak mau kasih Pemerintah di sini. OJK itu sebetulnya kan tank dari Bank Indonesia kita serahkan ke Pemerintah, itu salah satu sudah ada, Tapi maksud saya ya bagian-bagian yang dia sudah biasa, ya sudah lah kita tidak usah terlalu kutik. OJK pindah saja itu Bank Indonesia juga sudah `celeng'itu sebetulnya, itu pindah. Dan saya termasuk orang yang akan mempertahankan OJK HAMs ada gitu. Sekarang kan kelihatan ini sudah usaha-usaha untuk mengeliminir tapi tidak ini, ini yang mesti ,ada dan kita juga di Komisi XI DPR RI, di Pansus sudah sepakat bahas ini kan. Tinggal revisi di kiri-kanan mungkin. Tetapi salah satu bentuk kalau untuk tank, intervensi atau untuk check and balances dengan Bank Indonesia atau apa, paling bagus ya kita cut saja dia keluar. Jadi tetap kita bisa bikin Bank Indonesia lindependen.

Tetapi kalau memang ada bagian-bagian yang bisa ada akses gimana-gimana, cut saja. Seperti juga OJK tadi.

KETUA RAPAT:

Tadi Pak Sjam itu. Pak Sjam dulu, Pak Nusron, baru Pak Andi.

Drs. KAMARUDDIN SAM, M.M. / F-PG:

Terima kasih Pak Ketua.

(16)

118

Jadi menyimak dari diskusi kita ini pak. Saya ingin mengatakan bahwa independensi Bank Indonesia dengan penguatan fungsi kontrol itu kan dua hal yang berbeda, Kita sudah ada wacanakan ingin memperkuat fungsi kontrol yang dilakukan oleh DPR RI dan BSBI itu dengan mengamandemen undang-undang. Sedangkan independensi betul kata Bu Vera, itu adalah turunan dari UUD. Jadi tidak gampang. Nah, sekarang kaitannya, jadi kalau kita mau kita amandemennya mulai dari UUD, tetapi kan substansi yang kita bicarakan ini mengenai pencetakan dan pemusnahan, oleh yang mana Pemerintah ingin terlibat sebagai check and balance tadi. Nah, kalau menurut pendapat saya Pak, independensi yang di Undang-undang Bank Indonesia itu yang mengenai kebijakan moneter dan nilai rupiah, itu independensi. Lalu pengawasan dan pengaturan bank yang akan ditetapkan dalam OJK, menurut pendapat saya apa yang diusulkan pemerintah itu tidak menyangkut indepedensi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Undaing-undang Dasar Pak.

Saya kira itu saja pak. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Memang kalau kita perhatikan Undang-undang Bank Indonesia itu independen selain yang ditetapkan oleh undang-undang, Itu ada satu kata bahasa di situ. Kalau tidak ada ketetapan artinya independennya independen betul

NUSRON WAHID IF-PG:

Pak Ketua, Saya paham yang diinginkan oleh Pemerintah itu saya paham, bahwa keinginan Pemerintah masuk ke wilayah perencanaan menentukan jumlah uang yang beredar secara fisik, bukan ikut mengedarkan itu saya paham adalah dalam rangka mencari magic antara target pertumbuhan Pemerintah dengan uang yang harus dibutuhkan beredar di masyarakat. Saya paham itu karena memang saat ini kalau kita lihat bahwa rezim uang itu tersendiri dengan hukum mekanisme supplay and demand-nya, sementara pertumbuhan itu tidak bisa, pertumbuhannya itu tersendiri gitu.

Tetapi persoalannya di sini yang kita tanyakan adalah apa kurang dengan kalimat koordinasi, kenapa harus nuntut dengan bersama-sama. Apa kurang kalau yang dimaksud hanya keinginan untuk tahu itu dengan koordinasi, kenapa dengan bersama-sama. Itu pertanyaan pertama.

Pertanyaan kedua adalah pengertian kebijakan moneter itu bukan berarti pengertian semata- mata sekedar mengedarkan uang itu tidak. Mengedarkan uang itu sudah ada sistem tersendiri. Jadi pengertian ikut terlibat jumlah uang yang dibutuhkan, itu sudah moneter. Karena dia akan tahu jumlah yang beredar, yang ada itu berapa. Kalau soal peredaran itu tinggal dengan suku bunga, dengan apa sudah pasti otomatis uang itu jalan sendiri, Tapi dengan jumlah uang yang diketahui itu pasti akan bias dan moral hazard bagi Pemerintah, saya yakin itu, Moral hazard dari Pemerintah pasti Pemerintah dalam rangka mengejar pertumbuhan ekonominya tidak dengan effort kerja keras tapi cukup dengan melirik dan melihat jumlah uang yang beredar. Itu dampak yang pasti akan dilakukan. Nah, keinginan spirit dulu memisahkan dimensi fiskal dan dimensi moneter adalah ingin memacu fiskal.

Cuma kalau kekhawatiran Pemerintah bahwa selama ini tidak bisa ikut langsung menekan inflasi, ini pasti larinya mohon maaf Pak Hery karena saya agak sedikit melompat. Saya sudah bisa

(17)

119

mereka-reka keinginan di balik ini, kemungkinan kalau saya tidak salah menangkap. Itu adalah kita mau introspeksi mungkin Pak Heri mohon kalau saya salah, inflasi kita yang sampai hari'ini masih tinggi itu bukan disebabkan oleh dimensi uang ini. Sedikit variabel uang ini. Tapi saya melihat dimensi inflasi kita yang menciptakan tinggi ini per hari ini adalah lebih banyak pada cost push inflation yaitu masalah nasional distribursi, nasional connectivity kepulauan kita, bagaimana problem transportasi kita, bagaimana masalah problem stok pangan kita, dan sebabnya ini tidak matching management itu yang itu semua adalah sebetulnya tanggung jawab Pemerintah dalam konteks fiskal yang berpengaruh terhadap inflasi. Jadi saya masih punya pendapat bahwa ikut terlibat merencanakan jumlah uang yang akan beredar meskipun secara fisik itu masih bagian dari moneter.

Jadi perdebatan kita ini ada 2. Apa beda koordinasi dengan bersama-sama, apa yang kurang dari koordinasi, itu yang pertama. Yang kedua adalah tafsir mengenai kebijakan moneter apakah merencanakan fisik maupun mencetak maupun memusnahkan secara fisik itu termasuk moneter atau tidak. Kalau memang perdebatan ini belum ditengahi oleh ahli yaitu ahli ekonomi maupun ahli hukum yang betul-betul tahu masalah ini, saya yakin kok mohon maaf kata itu kasarannya orang Jawa bilang kiamat kurang 2 hari, juga tidak bakal selesai perdebatan kita ini. Orang Jawa bilang begitu pak. Gitu Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Kalau joke di kalangan ekonomi itu kalau pertumbuhan ekonomi tinggi itu pasti mengangkat inflasi dan itu pasti kegagalan Bank Indonesia. Keberhasilan Bank Indonesia menekan inflasi berarti menurunkan angka pertumbuhan ekonomi berarti kegagalan Pemerintah. Lucu memang.

Silakan Pak Andi Rahman.

ANDI RACHMATI F-PD:

Terima kasih Pimpinan.

Pertama saya hanya ingin menarribahkan tadi menjelaskan apa yang disampaikan tadi Bu Vera mengenai akibat kalau ada keinginan untuk mengubah/mengamandemen Undang-undang. Bank Indonesia. Jadi pada Rapat Konsultasi DPR RI dengan Presiden beberapa waktu lalu itu 3 agenda yang dibicarakan, jadi disepakati. Yang pertama mengenai pidato kenegaraan, yang kedua mengenai OJK, dan yang ketiga mengenai Amandemen Undang-undang Bank Indonesia Nomor 23. Jadi ini sudah disepakati Pemerintah dan DPR RI bahwa Undang-undang Bank Indonesia No. 23 itu akan segera diamandemen, seharusnya dalam tahun ini juga. Tapi karena waktu mungkin akhirnya melompat ke tahun berikut.

Dan yang kedua mengamandemen undang-undang bukan lagi hal yang sakral, bukan Al- Quran, begitu ditemukan ada kelemahan maka saat itu juga bisa segera dibuat kesepakatan untuk diperbaiki. Pengarnandemen itu bukan berarti bahwa untuk memenuhi ambisi satu pihak tapi dalam rangka semangat memperbaiki atas kelemahan.

Yang berikut, saya terkesan dengan jalan pikiran beliau Pak Nusron yang terkesan terlampau apriori terhadap Pemerintah. Ini juga kita harus hati-hati karena di kita ini kan tidak dalam konteks

(18)

120

memberikan penilaian, sebab kalau kita mau jujur masalah yang terjadi tahun 1998.1999 yang menyelesaikan juga kan karena kerja sama Pemerintah dan semua pihak. Jadi apalagi terus terang mengidentikkan keinginan Pemerintah di dalam perencanaan ini dengan moral hazard, saya kira ini satu pemikiran yang berlebihan menurut saya Ini terlalu apriori, ini menurut saya harus diluruskan kembali oleh beliau. Karena toh juga apalagi kita belum mendengarkan dari Pemerintah. Saya tidak setuju kalau kita membiasakan mendugaduga. Ini harus kita bekerja berdasarkan fakta-fakta dan yang obyektif. Saya pikir ini hanya tambahan saja dari saya.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Ya, ini memperkaya kita semua. Saya rasa kita tutup ya, cukup?

Baik, kalau begitu DIM 63, 64, 65, atau begin' Cuma ini kan kita belum mengambil keputusan apakah kita setuju dengan pikiran Pemerintah tentang perencanaan dan pemusnahan itu. Sebab di DIM 63 dan 64 itu menyangkut pengawasan, 64 itu pengedaran, apa kita masuk? Artinya itu tidak ada perbedaan berarti di luar perencanaan dan pemusnahan.

ANDI RACHMAT/ F-PD:

Sebenarnya ini Pimpinan, ini kalau kita sepakati dari awal tadi malam bahwa yang berkaitan dengan keterlibatan Pemerintah dipending, maka ini pun dipending.

KETUA RAPAT:

Kalau begitu tidak ada pilihan.

NUSRON WAHID /F-PG:

Begini Pak Ketua, khusus mengenai DIM 63 yang oleh Pemerintah diusulkan dihapus kalau, kita kan tadi sudah setuju dengan definisi pengelolaan masalahnya di atas, saya setuju ini dihapus DIM 63, cuma poin pengawasan dimasukkan dalam poin ayat (1) pentahapan itu nanti. Jadi dari a, b, c, d, e, f, g, h itu pengawasan, itu masuk bagian dari pengelolaan keuangan. Siapa yang mengawasi ya itu kan kesepakatan kita tadi akan dijelaskan dalam item per item siapa yang melakukan itu.

Hj. VERA FEBYANTY / F-PD:

Pak Ketua. lni usulan Pak 011y tadi malam sudah baik itu. Kita minta ditayangkan DIM-DIM mana saja yang ada kalimat Pemerintah, artinya koordinasi dengan Pemerintah. Supaya nanti kalau kita tahu DIM ini tidak usah dibaca, itu tidak usah ada kita bahas karena ini bisa 1 jam iebih. Jadi untuk menyingkat waktu, apabila DIM-DIM itu langsung kita lewatkan saja karena otomatis kan itu akan terpending. Jadi langsung saja Pak Ketua, kita bahas DIM lain yang substansinya berbeda.

Mungkin itu usulan dari saya.

KETUA RAPAT:

Oke, ini DIM yang sudah dirumuskan itu 69, 70, 88, 93, 119, dan 112. Ada 11 DIM, berarti kita masuk kepada yang DIM 63 ini kalau kita sepakat kita memasukan kata "pengawasan" seperti usul Saudara Nusron itu ke dalam penerapan. Artinya pengawasan terhadap yang mana, pengawasan

(19)

121

terhadap perencanaan atau juga pengawasan terhadap pemusnahan dimana di situ ada keterlibatan pemerintah,

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Pak Ketua, karena ini substansi sekali sebaiknya dipending saja dulu. Ini substansi sekali.

KETUA RAPAT:

Artinya ini rumusan Sekretariat juga yang 63 harus dimasukan itu yang kita pending itu.

NUSRON WAHID/ F-PG:

Kalau DIM 63 itukan yang dimaksud adalah pengawasan rupiah yang beredar terhadap rupiah yang beredar. Jadi kalau kita ingin taruh di dalam pentahapan adalah tahapan pengawasan rupiah yang beredar. Jadi bukan pengawasan perencanaan, bukan pengawasan pencetakan, tapi hanya pengawasan rupiah yang beredar. Atau kalau dalam kesepakatan ini ada kesepakatan lain bahwa pengawasan yang whole semua, itu lain cerita,

KETUA RAPAT:

Rupiah yang beredar ini bisa rupiah palsu bisa juga rupiah yang sah. Rupiah palsu masuk pengawasan Bank Indonesia juga? Tidak kan?

Ir. MEMED SOSIAWAN/ F•PKS:

Terima kasih Pimpinan.

Jadi usulan DPR RI nya ada dua hal tentang pengawasan dan pengarnanan. Untuk pengedaran uang, uang yang beredar itu masuk dalam. DIM 64 tapi untuk pengamanan seluruh tahapan pengelolaan rupiah ini masuk dalam Pasal 12 DIM nomor 67. Seluruh proses perencanaan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan, keseluruhan proses pengelolaan itu mengikuti prosedur pengamanan, security system. Jadi ada dua pengawasan, untuk pengelolaannya melalui prosedur security sarnpai kemungkinan bobol uang palsu itu atau pencurian atau apa itu bisa dieliminir. Tapi yang, pengawasan di DIM 64 ini pengawasan pengedaran saja. Pirnpinan. Ada dua metode pengawasan yang dilakukan melalui legislatif.

Terima kasih, KETUA RAPAT:

Ini untuk DIM 63 kan? Jadi usulnya ada dua model pengawasan. Tapi itu menjadi berubah kalau kita membahas yang mana. Pasal 11 DPR RI atau Pasal 10 pemerintah. Kita kembali lagi mengalami kerumitan karena kita pending itu masalah itu. Kebanyakan pending kita jadinya. Kecuali kita mereview pending kita yang mana saja, sehingga kita tidak mengalami kesulitan di sini. Atau kita pending dulu saja semuanya. Terkait dengan itu kita coba cek mana yang bisa kita selesaikan sehingga tidak ada pending, Iebih bagus begitu. Begitu ya pemerintah?

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Kami sependapat Pak, dan mungkin juga kalau saya boleh usul. Ini kitakan parsial ya, chipmill, pismill, kita ketemu ini, kita ketemu ini. Kalau memang bisa kita bikin struktur dulu bahwa misalnya pemerintah itu sebelum di awal juga sudah didiskusikan itu sebelum perencanaan bahwa itu

(20)

122

pemerintah beranggapan itu bagian dari perencanaan. Kalau tidak salah kemarin masalah apa ya kita design, kombinasi. Mungkin nanti kita bikinkan dulu petanya bahwa di pemerintah itu maksudnya seperti masuknya di sini-sini. Kemudian nanti kita sepakati bersama besarannya dulu yang mana sebenarnya, apa maksudnya pemerintah itu. Baru nanti kita bisa secara komprehensif menilai kembali oh kalau di sini pemerintah sebaiknya begini. Jadi tidak pendekatannya.

KETUA RAPAT:

Bagaimana, kalau begitu usul pemerintah artinya kita tidak bisa meneruskan rapat ini berarti.

HJ. VERA FEBYANTHYI F-PD:

Tidak, coba saja kita lihat dulu ada mungkin DIM-DIM yang sifatnya tidak ada kaitan dengan itu. Makanya kita minta klasifikasi dari Sekretariat. Kalau kita masih bisa ya tidak apa jalan terus Pak.

KETUA RAPAT:

Sudah diklasifikasi ternyata belum pas juga.

HJ. VERA FEBYANTHYI F-PD:

Jadl semua ada kaftan. Masih bisa, saya lihat beberapa DIM masih bisa untuk dibahas.

KETUA RAPAT:

Atau kita bahas satu-satu lagi begitu?

HJ. VERA FEBYANTHYI F-PD:

Ya, nanti kalau ada pemerintahnya tinggal kita skip saja.

ANDI RACHMAT/ F-PD:

Kalau saya Pimpinan sepakat dengan pertimbangan pemerintah tadi dibuat peta dulu. Inikan berkaitan antar pass!. Nanti menyulitkan kite sendiri mengidentifikasi detail. Jadi saya pikir saya sepakat.

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Pak Ketua, ini DIM 67masih bisa kita diskusikan. Paling tidak kita di sini sifatnya brainstorming dululah. Jadi memperkaya supaya pemerintah memberikan atau membuat perencanaan tersebut.

Saya kira ini tidak ada masalah kok, sudah tanggung. Daripada kita awal-awal. Belum ada keputusan tapi DIM 67 bisa langsung kita putuskan Pak Ketua. Ada beberapa DIM, kita baca saja dulu satu-satu.

Kalau tadi ada bahasa yang berkaitan dengan pemerintah kits skip tapi kalau tidak ya kita diskusikan untuk yang tidak ada kaitannya.

MUSTOFA ASSEGAF, M.Si./ F-PPP:

Pimpinan, saya sangat setuju dengan usulan pemerintah agar kita tidak selalu kembali- kembali lagi, benturan satu dengan yang lain, kita tunggu saja pemetaan dari pemerintah sehingga semuanya bisa terbaca secara lengkap, komprehensif. Dari situ pembahasan kita bisa sistematik, lebih mudah, dan lebih enak. Rumusannya jugs lebih simple nantinya Pimpinan. Saya kira itu Pimpinan.

Terima kasih.

(21)

123 EDISON BETAUBUN, S.H., M.H./ F-PG:

Ketua, sederhana saja. Supaya itu kalau mau dikasih pemetaan tentu kita tidak butuh waktu 1 minggu. Kita butuh waktu paling 2 jam. Malam sebentar pemetaan itu sudah harus disampaikan pemerintah. Jadi tidak boleh mengulur waktu, jadi jangan sampai teman-teman bilang tunggu pemetaan itu dengan target untuk ditunda rapat yang akan datang, tidak. Pemetaan tetap malam rapat jalan. Tidak ada yang pulang, tetap rapat jalan. Jadi intinya di situ, jadi kalau malam rapat tetap jalan.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F-PDIP:

Saya kira apa yang disampaikan Pak Edison ini ada benarnya. Kita berikan waktu kepada pemerintah beberapa jam untuk membuat itu.

Ir. H. I EMIR MOEIS, M.Sc./ F-PDIP:

Kita tanya saja pemerintah kapan bisa, apa jam 8 nanti.

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Begini Pak Ketua. Saya kira pemerintah kan expert, tenaga ahlinya luar biasa lebih banyak daripada DPR. Kita serahkan saja nanti setelah buka puasa kita diskusikan lagi.

KETUA RAPAT:

Atau kita serahkan saja ke pemerintah untuk menyetujui semuanya.

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Maksudnya nanti kita minta setelah buka puasa setengah 8 baru kita melakukan pendalaman.

Ir. H. I EMIR MOEIS, M.Sc./ F-PDIP:

Saya kira ini memang secepatnya harus kita skors karena dari Bank Indonesia sudah datang ini. Kita bisa tanya beberapa dari mereka poin-poin yang kita lakukan tadi kita bisa tanya.

KETUA RAPAT:

Pak Hery bagaimana kira-kira soal itu?

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Baik, dari dinamika yang terakhir ini kami mencoba menyusun dulu ya Pak dengan tim-tim kami di sini. Dan tentu kami perlu konsolidasi dulu, nanti kami beritahukan. Itu yang pertama. Kedua, saya kira tahap nanti setelah kita mernpunyai peta kemudian kita diskusi lalu nanti kalau ada masalah yang krusial yang memang belum bisa ketemu saya kira mohon rninta waktu tersendiri supaya tim pemerintah lengkap Pak. Supaya bisa langsung soft nanti diputuskan oleh tim yang lengkap, dicari waktunya.

Dan satu lagi Pak mungkin kalau memang masih mau dilanjutkan saya kira masih ada bagian-bagian lain yang kalau ini kita pending, kita carikan way outnya, kemudian nanti timenya jelas mungkin bisa dilanjutkan dengan bab berikutnya misalnya bab penggunaan, bab pemberantasan, kernudian tindak pidana hokum misalnya, itu juga di belakang masih banyak.

(22)

124 KETUA RAPAT:

Oke, ini pilihannya dua. Kita skors sekarang malam kita lanjutkan atau kita selesaikan malam selesai.

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Tidak, begini Pak Ketua, usulan tadi pemerintah sudah baik. Nanti rumusannya malam tapi kita juga bisa diskusi bab-bab yang lain.

KETUA RAPAT:

Ini ada permintaan selesai sore ini. Ada juga yang menginginkari malam dilanjutkan.

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Kalau malam dilanjutkan artinya sekarang kita skors. Baru kita kembali lagi jam 4.

KETUA RAPAT:

lni yang saya mau tawarkan kita mau pilih yang mana.

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Kenapa kita tidak selesaikan saja dulu yang ada di sini, sambil kita nunggu buka puasa.

EDISON BETAUBUN, S.H., M.H.1 F-PG:

Intinya kita serahkan kepada pertimbangan Ketua bagaimana, tetapi dengan Bank Indonesia nanti. Jadi skorsing ini tidak berarti bahwa kita akan bikin pertemuan informal dengan Bank Indonesia.

Silakan Bank Indonesia datang suruh pulang saja tunggu nanti. Kita perlu bikin yang lain.

KETUA RAPAT:

Ada usul kita sampai jam 5 setelah itu selesai. Kita tidak ada lagi acara malam.

MUSTOFA ASSEGAF, M.Si.I F-PPP:

Kita skorsing saja kasih kesempatan beliau ini untuk mengerjakan apa yang tadi dijanjikan.

KETUA RAPAT:

Tidak, itu soal lain lagi. Ini ada yang tadi diusulkan bab penggunaan tidak ada.

Bukan, ini pertanyaan saya ada permintaan kepada saya kita selesaikan sore ini jam 5. Ada juga permintaan yang lain tadi kita skors kita lanjutkan malam. Mana yang kita mau pilih. Itu

pertanyaan saya.

Ir. H. I EMIR MOEIS, M.Sc./ F-PDIP:

Kita pilih sampai malam, kasihari Pak Ara baru datang masa langsung skors selesai jam 5, NUSRON WAHID/ F-PG:

Kalau sampai malam dengan catatan BI bisa memberikan itu skemanya tadi.

Ir. H. I EMIR MOEIS, M.Sc./ F-PDIP:

Jadi ini oleh pemerintah diskorsing, BI masuk kasih penjelasan brainstorming dengan kita nanti malam dilanjutkan pemerintah.

KETUA RAPAT:

(23)

125

Tapi saya belum setuju BI masuk sekarang. Pemerintah slap tidak untuk berikan ini nanti malam?

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Mohon pertimbangan ya Pak bahwa ini juga kita harus memetakan dengan teliti. Jadi kalau nanti agak terlalu cepat juga nanti khawatir hasilnya kurang ini juga. Jadi kalau boieh usul Bapak Pimpinan, sampai jam 5 tadi ya kemudian nanti malam kami internal pemerintah menyelesaikan untuk DIM nya kalau ada waktu.

KETUA RAPAT:

Oke, saya putuskan saja mudah-mudahan tidak ada yang protes ini. Jadi usul pemerintah tetap kita lanjutkan sarnpai jam 5 sesudah itu kita selesai Panjanya. Kita bed kesempatan kepada pemerintah untuk meremisi renungannya. Nanti baru kita tentukan kapan kita ketemu lagi.

EDISON BETAUBUN, S.H., M.H.I F-PG:

Ketua, saya setuju dengan itu dengan catatan bahwa kita nanti bisa ketemu dengan BI untuk mendengar pikiran mereka setelah kita mendengar apa yang disampaikan oleh pemerintah.

KETUA RAPAT:

Kita pertemuan dengan BI pun bukan formal.

EDISON BETAUBUN, S.H., M.H./ F-PG:

Ya betul, tetapi setelah kita mendengar apa yang disampaikan oleh pemerintah yang pikiran itu sehingga kita bisa diskusi lebih dalam.

Drs. KAMARUDDIN SJAM, M.M./F-PG:

Sedikit Pak, saya saran kepada pemerintah. Saya setuju apa yang telah diputuskan oleh Pimpinan rapat. Jadi tentu pemerintah juga kart harus punya waktu yang cukup. Dan mungkin ada narasumbernya dan sebagainya. Tetapi Pak supaya pembahasannya ke belakangnya nanti tidak seperti ini lagi satu-satu. Di dalam menyusun pemetaan itu harus ada besararinya Pak, latar belakangnya, semuanya, sehingga kita ada satu bahan diskusi kita untuk memutuskan secara politis besaran itu di kita peranan pemerintah itu sampai dimana yang bisa kita sepakati, baru pasal per pasal. Saran saya itu Pak.

NUSRON WAHID/ F-PG:

Pak Ketua, jadi begini Pak Ketua. Kalau boleh kita overview sedikit kita ini masuk Panja ini terus terang tidak punya bekal, tidak punya peluru. Yang punya bekal dan punya peluru itu hanya beberapa orang salah satunya Pak Agung Rai. Yang dulu jadi Pimpinan Pansus waktu itu. Undang- undang ini memang pernah dibahas pada tahun lalu, periode lalu. Tapi kan di dalam Undang-Undang Nomor 10 tidak ada istilah carring over undang-undang. Begitu Anggota baru, proses baru. Kita ini belum pernah di dalam Pansus ini atau pun Komisi XI ini membuat RDPU kepada stakeholder tentang masalah ini di Anggota baru ini. Kalau yang Anggota Pansus yang lama dulu mungkin sudah, Dengan BI, dengan pakar, dengan apa, sudah. Tapi yang khusus baru ini belum sama sekali. Padahal yang ikut tahu tentang sejarah ini hanya beberapa orang.

(24)

126

Saya masuk dari hulunya waktu masih di Baleg, begitu Pansus saya tidak ikut. Pak Rai tidak ikut di Baleg tapi begitu Pansus terlibat. Andi Rachmat ikut dari Baleg sampai Pansus. lni yang membuat kita berdebat panjang mengenai dimensi-dimensi perencanaan, pencetakan, pemusnahan, dan sebagainya tadi yang oleh BI diatur physicly yang dianggap tidak bagian dari moneter oleh teman- teman, oleh saya pribadi minimal saya anggap bagian dari moneter. Saya usul karena ini berlanjut tetap mengagendakan adanya narasumber resmi tidak informal dengan stakeholder. Apakah itu BI, apakah itu Peruri nanti khusus mengenai masalah pencetakannya atau pun pihak-pihak lain tentang masalah ini. Itu Pak Ketua.

Ir. H. I EMIR MOEIS, M.Sc./ F-PDIP:

Saya menambahkan sedikit Pak. Kalau kita bicara dalam BI secara informal dan dengan stakeholder kita tidak membuat keputusan. Hanya sekedar mau tahu supaya waktu kita bicara kita sudah lebih banyak argumentasinya. Saya sendiri masih tidak punya bayangan atau perencanaan mulainya seperti apa yang dilakukan disana, pengedarannya. Kalau kita bisa dengar kita bicara dengan pemerintah kita juga sudah lebih tahu, saya tidak ikut terus terang walaupun saya di periode lalu juga di Komisi XI tapi saya tidak ikut di pembahasan di Pansus di undang-undang ini.

KETUA RAPAT:

Oke, kita sudah putuskan ini sarnpai jam 5. Jangan diubah-ubah lagi pikiran saya. Malam kita kasih kesempatan pemerintah untuk memetakan itu. Kita sudah tidak ada lagi kegiatan.

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Begini Pak Ketua, inikan pihak BI sudah kita undang untuk narasumber.

KETUA RAPAT:

Siapa yang undang? Hari ini tidak ada undangan itu, Itu hangs dibicarakan bersama, tidak ada undangan itu.

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Tidak ada salahnya stakeholder itu kan perlu juga kita dengar.

EDISON BETAUBUN, S.H., M.H./ F-PG:

Kita dengar dulu apa yang disampaikan oleh pemerintah. Pembahasan kita dengan pemerintah kita dengar dulu baru kita dengar narasumber.

KETUA RAPAT:

Jadi dengan BI itu tidak formal, kalau formal memang saya setuju. Kita belum pernah membitarakan secara internal ini agendanya bagaimana. Jadi dengan Bank Indonesia itu silakan mau ikut, tidak ikut juga tidak apa.

ANDI RACHMAT/ F-PD:

Sebaiknya menurut saya Pimpinan, informal pun sebaiknya tidak karena ini akhirnya hanya akan parsial berapa orang saja karena ada yang mau dan tidak mau. Kalau resmi itu kan otomatis

(25)

127

semua walaupun dia tidak ikut tidak boleti lagi dinyatakan tidak ikut, Tapi kalau informal akhirnya melegitimasi orang yang tidak ikut.

NUSRON WAHID/ F-PG:

Pak Ketua, kita inikan mau tanya, Mau tanya apakah perencanaan, menentukan jumlah yang yang beredar, pemusnahan, mencetak secara fisik, yang oleh pemerintah itu dianggap bukan bagian dari kebijakan moneter. Itu bagian dari kebijakan moneter atau tidak. Kalau kita tanya tentang moneter yang alamatnya kepada monetary authority dong, pada oritas moneter. Masa kita tanya sama penjaga hotel tidak mungkin kita tanya tentang moneter, Oleh karena itu saya mohon maaf mengusulkan memang seandainya Pansus ini dari awal ada RDPU tidak shortcut, kan ini asumsinya semua teman sudah tahu karena ini sudah pernah dibahas pada awalnya.

KETUA RAPAT:

Kita tidak berlanjut di situ, itu kita akan membuat internal atau sendiri Pansus ini. Tapi ini tetap kita tidak membuang waktu kita tanyakan sampai jam 5.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F-PDIP:

Pak Ketua, saya rasa kita bisa masuk ke dalam tindak pidana saja kalau yang lain kan itu masih terkait satu sama lain bab tidak tindak pidana. Nanti masalah strukturnya itu kan yang diperencanaan, pengelolaan itu, strukturnya yang buat nanti pemerintah, Ini ketentuan pidana di DIM 137, maaf DIM 130.

KETUA RAPAT:

Tapi bagaimana kita mau membahas tindak pidana kalau kita belum mengetahui larangannya apa, yang dipalsukan apa, dan pemberantasannya bagaimana.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F•PDIP:

Kalau begitu Ketua, inikan menyangkut tindak pidana dengan hukum acara pidana. Ini terkait dengan hukum acara pidananya. Kalau bisa saya usul inikan hukum pidananya itukan sudah disusun dengan baik dan kita lakukan perubahan dengan DPR RI.

KETUA RAPAT:

Bisa disetujui usulnya Pak Agung?

MUSTOFA ASSEGAF, M.Si./ F-PPP:

Pimpinan, tapi kita sudah setuju pembahasan itu nanti dilanjutkan lagi setelah ada permintaan yang past'. Jangan-jangan ini ada keterkaitannya lagi. Nanti kita muter-muter, terulang lagi, ramai lagi.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F-PD1P:

Pak Ketua, ini pengalaman saya waktu tahun lalu. Kita langsung ke tindak pidana dan itu karena terkait dengan Undang-Undang Hukum Pidana. Maka dari itu, ini tidak terlalu ruwet masalah pidana ini karena kita tinggal mengadopsi bagaimana hukum pidana. Di DIM 130.

KETUA RAPAT:

Kita coba ya, kalau ini mengalami kesulitan kita pending saja lagi saja semuanya.

(26)

128 HJ. VERA FEBYANTHY1 F-PD:

Kalau memang ada yang bisa kita diskusikan sekarang ya kita langsung saja.

KETUA RAPAT:

Memang mau didiskusikan Bu sekarang. Kalau masih ada interupsi kita tidak akan diskusikan.

Kalau masih ada interupsi sana sini kita tidak akan diskusikan. Kita diskusi interupsi saja. Kita mulai ya kita coba dengan usulnya Pak Agung di halaman 29 di DIM 130 Bab IX. Mungkin bab ini nanti akan kita sesuaikan dengan pembahasan yang lainnya, itu sinkronisasi nanti. Usul DPR Republik Indonesia

"Pemeriksanaan tindak pidana terhadap uang rupiah". Pemerintah mengusulkan babnya sama

"Pemeriksaaan tindak pidana terhadap rupiah". Kita tidak usah minta penjelasan pemerintah ya soal uang saja kan. Setuju ya?

(RAPAT :SETUJU)

DIM 131 Pasal 30 saya persilakan saya pemerintah untuk menghemat waktu untuk menjelaskan.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Kalau DIM 131 itu penyempurnaan, kalau dari pemerintah itu penyesuaian urutan pasal, tapi subtansi sama, hanya kata-kata uang saja diubah ini Pak.

KETUA RAPAT:

Oke, setuju?

(RAPAT : SETUJU) DIM 132. Silakan pemerintah.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

DIM 132 ini substansi sama namun di sini hanya menyangkut penyempurnaan rumusan agar pemahamannya lebih mudah.

KETUA RAPAT:

Saya bacakan ya. Pasal 30 ini usulnya pemerintah "Alat bukti dalam perkara tindak pidana terhadap rupiah meliputi (a) alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (b) alat bukti yang diatur dalam undang-undang ini yaitu 1. barang yang menyimpan gambar, suara, dan film baik dalam bentuk elektronik, maupun optik, dan semua bentuk penyimpangan data dan atau 2. data yang tersimpan dalam jaringan Internet atau penyedia saluran korrunikasi lainnya". Penjelasan cukup jelas. Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU) DIM 133. Silakan pemerintah.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

DIM 133 tetap, penyesuain urutan pasal saja.

KETUA RAPAT:

Oke, setuju ya?

(RAPAT SETUJU)

(27)

129

DIM 134. Ini sudah diputus ini Raker kemarin kan. Berarti 137 sudah selesai, DIM 138 sekarang.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F-PDIP:

Saya usul Pak Ketua, ini kalau menyangkut sudah ada kalimat "uang", kita sudah sepakati bersama rupiah. Ini tidak perlu kita bahas lagi, kita tinggal lanjut saja yang lainnya.

Terima kasih Pak Ketua. Karena itu redundan dengan keputusan yang sebelumnya.

KETUA RAPAT:

Tetap saja kita bacakan biar nanti pertanggungjawabannya. Kedua itu menjadi ayat (1)

"Setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang dan atau transaksi keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 6 bulan dan paling lama 1 tahun, denda paling sedikit 5 juta dan paling banyak 200 juta". Ini tidak terlalu ringan ini.

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Keringanan ini Panitia Anggaran Ketua.

Pak Ketua, saya melihat ini terlalu ringan karena kenapa, ini pemberlakuan juga terhadap travel agent hotel yang memakai uang dolar ini sudah tidak boleh lagi. Tadi kan banyak sekali contoh- contoh yang disampaikan Pak Habib tadi malam perbatasan itu yang dolar. Itu terlalu ringan. Inikan usulan DPR RI tapi kan bisa kita ubah. Bukari harga mati kok ini, kan bisa diubah.

EDISON BETAUBUN, S.H., M.H.I F-PG:

Kita jangan berpikir soal di daerah perbatasan, kita berpikir menurut pandangan kita yang sesederhana itu. Orang yang berpraktek langsung tentu tidak akan berpikir sesederhana itu. Saya kira rumusan hukuman jangan kita ikut-ikutan LSM lalu hukumannya harus tinggi terus. Hukuman itu harus diletakan rasional dalam kaitannya dengan perbuatan. Masa orang cuma menggunakan uang lain saja harus dihukum berat. Kekeliruan itu kan tidak terlalu besar kesalahannya. Mungkin saja dia belum mengerti dan segala macam, masih dia harus diancam dengan hukuman berat. Saya kira rumusan ini sudah sangat-sangat rasional yang diajukan oleh DPR RI.

KETUA RAPAT:

Oke, kita setujui?

(RAPAT : SETUJU)

Ayat (2) nya "Setiap orang yang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah dan atau transaksi keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dipidana dengan pidana kurangan pidana paling singkat 6 bulan dan paling lama 1 tahun dan denda paling sedikit 5 juta dan paling banyak 200 juta". Setuju ya?

(28)

130 ANDI RACHMAT/ F-PD:

Pimpinah Inl pertImbangkan di daerah-daerah tertentu masyarakatnya sangat resisten dengan kondisi fiSik uang. Uang kusut atau agak cacat sedikit mereka tidak mau. Kalau ini kejadiannya apakah juga akan dikenakan pasal ini? Judi ada kondisi yang sedikit, kalau ini ditolak oleh kelompok masyarakat tertentu. Ini ada di kampung saya di Sulawesi Tenggara itu Pulau Muna, itu cacat sedikit saja mereka tidak mau terima. Apakah ini juga akan dipersoalkan. Saya mengusulkan kalau perlu ini kita menambahkan pasal atau penjelasan dalam, pegelolaan uang ini mengenai perlakukan. Sebab ini kelewatan juga kita punya bangsa ini. Kalau menerima uang langsung dikucek begini. Itu beds perlakuan bangsabangsa lain terhadap uangnya. lni hanya pemikiran saya, tapi terkait dengan ini saya usul ini dipertirnbangkan sebaik-baiknya. Banyak kelompok masyarakat yang menolak penerimaan uang dengan kondisi tertentu atas uang tersebut.

KETUA RAPAT:

Itu tinggal dirumuskan saja, saya kira itu kita ada baiknya belum tentu kita setujui ya.

Rumusannya nanti kita tekankan, Pak Andi Rachmat coba merumuskan ini. Saya titip Pak Andi Rachmat, kalau Bapak bikin rumusan tadi saya titip juga kadang-kadang masyarakat suka barter- barter Iho, abu gosok ditukar botol kosong, itu betul ada kok, baju tua ditukar ayam, itu masih ada di daerah. Itu alat pembayaran atau barter namanya.

HJ. VERA FEBYANTHYI F-PD:

Pak Ketua, ini contoh kasus mungkin daerah Pak Heri ya. Itu satu toko yang mau tidak mau mereka menerima rupiah maunya Singapura Dolar. Itu yang HAMs dihukum berat. Masih dalam wilayah NKRI maunya Singapura Dolar, itu tidak boleh seperti itu. Maksudnya tujuannya pasal ini memberi efek jera terhadap orang-orang atau pelaku bisnis yang tidak mau menerima rupiah. Masih di dalam wilayah NKRI, itu sudah harga mati bagi saya. Jadi kalau 5 juta, 200 juta, itu kecil. Penerimaan mereka bisa semakin berapa ratus miliar tiba-tiba dibayar dengan 5 juta.

KETUA RAPAT:

Ini pun kita harus tugaskan siapa yang mengatur ini apakah Bank Indonesia ataukah pemerintah atau. Bukan merumuskan, maksudnya nanti kalau belum ada di daerah kita siapa yang bertugas itu, artinya inspeksi atau namanya kita rumuskan saja itu.

HJ. VERA FEBYANTHYI F-PD:

Kita minta bantuan dari mungkin dari aparat hukum atau kepolisian untuk merumuskan ini bagaimana kiasifikasi memberikan tadi Pak Edison mengatakan jangan serta merta kita memberikan hukuman sekian berat. Jadi perlu ada pengaturan mungkin kita minta bantuan dari pihak kepolisian bagaimana caranyalah. Tapi kalau ini menurut saya ini terlalu ringan bagi pelaku bisnis yang menolak rupiah.

Drs. KAMARUDDIN SJAM, M.M./F-PG:

Tambahan sedikit Pak.

Referensi

Dokumen terkait

Klasifikasi dilakukan dengan algoritma KNN dengan fungsi jarak yang digunakan adalah Euclidean Distance, dimana nilai k yang digunakan adalah sebagaimana yang telah

Dengan keunggulan yang dimiliki Android maka muncul gagasan untuk membuat aplikasi mobile e-commerce penjualan pakaian pada Violet Fashion Jepara guna menyelesaikan

a) Bareskrim polri mencari alat bukti dan barang bukti untuk mempercepat penyidikan perkara Tipidkor yang dilakukan oleh Gayus Tambunan Dkk, dan melakukan penelitian

Hadirin yang kami hormati, Berdasarkan berbagai pertimbangan yang telah disampaikan, dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, dengan mengharapkan ridha Allah SWT, Tuhan Yang

Dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak atau terdapat hubungan yang bermakna diantara kedua variabel “prematur merupakan faktor risiko gangguan fungsi pendengaran pada

Saudara Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Anggota Dewan serta hadirin yang berbahagia. Rancangan Undang-undang tentang Keperawatan ini adalah merupakan Rancangan

sanksi pidana yang diatur. Misalnya terkait dengan corporate crime liability, hal ini dimungkinkan pula dalam praktek mengingat konvensi mengatur dan mengakui bahwa

14.00-Selesai Komisi L Rapat Panja Komisi VIII DPR RI mengenai RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Panja Pemerintah Acara : Membahas DIM RUU..