• Tidak ada hasil yang ditemukan

Objek Pajak berupa arus BKP/JKP yang melintasi batas wilayah negara

PENYERAHAN JASA KENA PAJAK

8. Objek Pajak berupa arus BKP/JKP yang melintasi batas wilayah negara

Objek PPN yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu arus BKP/JKP di dalam Daerah Pabean, dan arus BKP/JKP yang melintasi batas wilayah negara, yaitu:

a. Impor BKP (Ps. 4 ayat (1) huruf b)

Pasal 1 angka 9 UU PPN 1984 mendefinisikan Impor adalah setiap kegiatan memasuk-kan

Pengenaan PPN atas impor BKP merupakan perwujudan karakteristik PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri dan prinsip destinasi (destination principle). Apabila arus BKP melintasi batas wilayah negara, tempat penyerahan bukan faktor yang dominan.

Sebaliknya tempat BKP akan dikonsumsi merupakan faktor dominan yang menimbulkan kewajiban pajak.

b. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud, dan JKP dari luar Daerah Pabean, di dalam Daerah Pabean. (Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf e UU PPN 1984)

Faktor yang membedakan dengan kegiatan impor BKP, ketentuan ini berkaitan dengan objek pajak yang memiliki sifat tidak berwujud. Persamaannya adalah merupakan per-wujudan karakteristik PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri dan prinsip des-tinasi. Redaksional Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf e dengan lugas menyebut bahwa faktor dominan yang menimbulkan kewajiban pajak adalah tempat pemanfaatan, bukan tempat penyerahan.

Contoh: PT Yasa Wisma menggunakan teknologi pembangunan gedung tahan gempa dari pemilik hak cipta yang berkedudukan di Yokohama-Jepang. PT Yasa Wisma meman-faatkan BKP Tidak Berwujud dari Jepang, di Indonesia, memenuhi syarat untuk dikenai PPN berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPN 1984.

c. Ekspor BKP Berwujud, ekspor BKP Tidak Berwujud, dan ekspor JKP oleh PKP.

Pasal 1 angka 11 UU PPN 1984 mendefinisikan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.

Pasal 1 angka 29 UU PPN 1984 mendefinisikan Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean.

Pengenaan PPN atas kegiatan ekspor BKP/JKP sebenarnya merupakan penyimpangan dari prinsip destinasi. Atas kegiatan ekspor BKP/JKP ini berlaku tarif 0%, maka secara ekonomi memiliki makna yang sama dengan tidak dikenai PPN. Tetapi secara yuridis, dengan diberlakukan tarif 0%, ekspor BKP/JKP memiliki makna dikenai PPN yang dam-paknya menyentuh aspek ekonomi yaitu Pajak Masukan yang terkait dengan kegiatan usaha ini dapat dikreditkan sehingga tidak perlu dibebankan sebagai biaya.

Syarat ekspor BKP atau ekspor JKP dapat dikenai PPN adalah pengusaha yang melaku-kan ekspor harus sudah dikukuhmelaku-kan menjadi PKP. Dalam hal yang terjadi adalah seba-liknya yaitu eksportir belum dikukuhkan menjadi PKP, maka atas kegiatan ekspor BKP ini tidak dikenai PPN.

Ekspor BKP Berwujud dikenai PPN sudah sejak 1 Januari 1995 saat mulai berlaku per-ubahan pertama UU PPN 1984 dengan UU Nomor 11 Tahun 1994.

Dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 yang merupakan perubahan ketiga UU PPN 1984, sejak 1 April 2010 ekspor BKP Tidak Berwujud, dan ekspor JKP dikenai PPN, dengan pola pengaturan sebagai berikut:

1) Ekspor BKP Tidak Berwujud

Sebagaimana halnya dengan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1).

a) Yang dimaksud dengan ”Barang Kena Pajak Tidak Berwujud” adalah:

b) penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;

c) penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;

d) pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;

e) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak meng-gunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian penge-tahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:

(1) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;

(2) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/ dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan

(3) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;

f) penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan

g) pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

2) Ekspor JKP

Khusus berkenaan dengan ekspor JKP, dilakukan pengaturan secara khusus. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf h yang secara lugas menentukan bahwa PPN dikenakan atas ekspor JKP oleh PKP, ruang lingkupnya dibatasi dalam Pasal 4 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut: “Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.” Sebagai peraturan pelaksanaan adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 stdd Peraturan Pemteri Keuangan Nomor 30/PMK.03/2011, ditetapkan tiga jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPN yaitu:

a) Jasa maklon yaitu jasa menghasikan barang dengan bahan dan atas petunjuk pemesan.

Atas ekspor Jasa Maklon dikenai PPN dengan tarif 0% sepanjang memenuhi beberata syarat sebagai berikut:

(1) pemesan berada di luar Daerah Pabean dan tidak memiliki BUT di Indonesia;

(2) spesifikasi dan bahan berasal dari pemesan;

(3) bahan adalah bahan baku, barang setengah jadi dan/atau bahan penolong;

(4) kepemilikin barang berasal pada pemesan atau penerima jasa maklon;

(5) pengusaha jasa maklon mengirim barang hasil pekerjaan ke luar Daerah Pabean berdasarkan permintaan pemesan atau penerima jasa maklon di luar Daerah Pabean.

b) Jasa perbaikan dan perawatan yang melekat pada atau untuk barang bergerak yang dimanfaatan di luar Daerah Pabean;

c) Jasa konstruksi meliputi konsultasi, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pengawasan pekerjaan konstruksi, yang melekat pada atau untuk barang tidak bergerak yang terletak di luar Daerah Pabean.

Dokumen terkait