• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.4 Onomastik

Secara umum kajian mengenai makna adalah semantik. Semantik adalah (1) ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal yang ditandainya, (2) ilmu tentang makna dan arti (Parera, 1991:25). Kajian khusus mengenai nama disebut onomastik. Onomastik dibagi lagi menjadi antroponomastik dan toponimi. Antroponomastik adalah cabang ilmu onomastik yang menyelidiki seluk beluk nama orang, sedangkan toponimi adalah cabang ilmu onomastik yang mempelajari nama tempat (Sibarani dan Hendry 1993:8).

Berdasarkan pemaparan di atas, cabang ilmu onomastik yang mempelajari nama orang adalah teori antroponomastik. Dalam hal ini nama berfungsi untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain, dan bertujuan untuk mengingat nama orang tersebut.

Seluk beluk nama orang yang disebutkan di atas tidak terlepas dari makna yang terdapat pada nama tersebut. Berhubungan dengan hal itu, Sibarani (2004 :114-118) membagi tiga makna nama dalam antropolinguistik yaitu:

1. Makna nama futuratif mengandung pengharapan agar kehidupan pemilik nama seperti makna namanya. Selanjutnya, Sibarani mengemukakan makna nama futuratif banyak terdapat pada nama orang, nama usaha dan nama tempat. Hal ini, mengacu pada makna nama diri pemilik nama yang mengandung pengharapan.

2. Makna nama situasional yang mengandung harapan pada situasi pemberian nama. Selanjutnya, Sibarani mengemukakan makna nama situasional ini diberikan sesuai dengan nama yang mengacu pada situasi pada saat itu. Pada makna nama

situasional, pemaknaan dikaitkan dengan nilai-nilai budaya atau suatu kepercayaan bagi pemilik nama terhadap suatu hal yang dikaitkan dengan situasi dan kondisi. Makna nama situasional ini banyak ditemukan di tengah masyarakat, dan makna situasional mengandung harapan sesuai dengan situasi.

3. Makna nama kenangan yang mengandung kenangan. Selanjutnya Sibarani mengemukakan makna nama kenangan ini diberikan sesuai dengan kenangan yang dialami pemberi nama. Makna nama kenangan memiliki pengharapan di dalamnya sesuai dengan kenangan yang dialaminya.

2.3 Kajian Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki (Alwi dkk, 2005:1198). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi dkk, 2005:912).

Rahmawati (2009), dalam jurnalnya “Pemaknaan Orang Tua Terhadap Pemberian Nama Anak”, mengatakan bahwa identitas digunakan sebagai salah satu sarana maupun simbol aktualisasi diri karena dengan adanya identitas kita dapat dikenal dan diketahui oleh banyak orang. Nama merupakan identitas yang sangat penting karena nama merupakan atribut yang sangat pribadi, yang memiliki fungsi sebagai identifikasi seseorang. Oleh karena itu, bagi orang tua pemberian nama sangatlah penting karena nama merupakan doa orang tua yang diberikan untuk seorang anak. Penelitian ini lebih difokuskan untuk meneliti pemaknaan orang tua terhadap pemberian nama anak. Metode yang dipilih adalah metode penelitian kualitatif. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan dalam penentuan informan adalah menggunakan teknik purposive. Instrumen penelitian

menggunakan pedoman wawancara. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini adalah pemberian nama adalah sebuah proses penting yang memulai babak baru kehidupan seorang bayi. Setiap nama mengandung arti, yang berisi pengharapan orang tua kepada anaknya.

Pengetahuan dan pemahaman dari religiositas akan membentuk dan mempengaruhi keputusan dalam proses memberikan nama kepada anak.

Lingkungan dan pendidikan dari orang tua juga ikut memengaruhi. Lingkungan juga memengaruhi proses dalam memberikan nama kepada anak. Seseorang yang proses pemberian nama anak yang mencari ide sendiri cenderung lebih variatif terhadap kombinasi nama anak dibandingkan dengan orang tua yang menyerahkan nama anaknya pada seorang ustad. Seseorang yang dalam proses pemberikan nama anaknya menggunakan ustad cenderung lebih pada nama arab murni dibandingkan dengan seseorang yang proses pemberian nama anak dengan ide sendiri dan campuran (kombinasi). Perbedaan penelitian Rahmawati dengan penelitian ini adalah penelitian ini membahas tentang makna nama dalam masyarakat Batak Simalungun, sedangkan penelitian Rismawati membahasa tentang pemaknaan Orang Tua terhadap pemberian nama anak. Persamaan penelitian Rahmawati dengan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan metode kualitatif sedangkan penelitian Rahmawati menggunakan metode kualitatif.

Bandana (2015), dalam jurnalnya “Sistem Nama Orang Bali: Kajian Struktur dan Makna”. mengatakan bahwa pemberian nama pada bayi saat lahir, secara umum, memiliki maksud dan tujuan tertentu. Hal itu dapat dijumpai di Indonesia, termasuk di Bali. Dalam masyarakat Bali pemberian nama pada bayi

umumnya memiliki harapan-harapan tertentu. Kajian ini termasuk dalam bidang ilmu linguistik antropologi. Sehubungan dengan hal itu, tulisan ini membahas dua masalah: struktur linguistik dan makna, baik makna leksikal/tekstual maupun makna kontekstual. Berdasarkan analisis struktur linguistik, ditemukan nama-nama orang Bali yang tergolong dalam tiga jenis kata: (1) kata sandang, (2) kata sifat, dan (3) kata bilangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara leksikal nama orang Bali memunyai makna pengharapan dan makna kenangan. Di samping itu, secara kontekstual, nama-nama tersebut mengandungmakna tersendiri sesuai dengan interpretasi pemberi nama. Perbedaan penelitian Bandana dengan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan kajian antropolinguistik sedangkan penelitian Bandana menggunakan kajian struktur dan makna.

Persamaan penelitian Bandana dengan penelitian ini adalah penelitian ini memunyai makna pengharapan dan makna kenangan sedangkan penelitian Bandana memunyai makna pengharapan dan makna kenangan.

Amaliana (2016) dalam tesisnya yang berjudul “Akulturasi Budaya dalam Pemberian Nama Anak pada Keluarga Perkawinan Campuran antara Suku Bali dan Non-Bali Di Desa Kalibukbuk dan Desa Gerokgak Kabupaten Buleleng”.

menjelaskan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai struktur-struktur nama diri anak hasil perkawinan campur antara orang suku Bali dengan orang suku non-Bali yang berada di Desa Gerokgak dan Desa Kalibukbuk. Ragam struktur nama diri pada anak keluarga perkawinan campur ditemukan melalui pengaplikasian formulasi nama diri orang Bali. Aturan formulasi tata nama orang Bali dibagi dalam tiga komponen nama, yaitu konten nama depan, konten nama tengah, dan konten nama belakang. Karakteristik struktur nama diri orang Bali

terletak pada KD yang tersusun atas unsur penanda gender, unsur penanda wangsa, unsur penanda genetik, dan unsur penanda urutan kelahiran. Untuk KT berupa unsur nama hasil kreatifitas orang tua atau keluarga, sedangkan KB disusun oleh nama keluarga yang dimiliki oleh masyarakat Bali dari wangsa Brahmana. Dalam perolehan data penelitian digunakan metode dokumentasi, dan wawancara terstruktur serta mendalam. Proses wawancara didukung oleh tiga teknik wawancara, yakni teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Data nama diri orang Bali dianalisis secara deskriptif-kontekstual dengan berpedoman pada penerapan aturan formulasi nama diri orang Bali, teori kebermarkahan, teori semantik leksikal, dan teori antropologi linguistik. Dalam proses analisisnya, masing-masing data nama diri orang Bali hasil perkawinan campur tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yakni 1) nama hasil perkawinan campur antara laki-laki orang Bali dengan perempuan suku non-Bali, dan 2)nama hasil perkawinan campur antara laki-laki dari suku non-Bali dengan perempuan suku Bali. Kelompok nama perkawinan campur antara laki-laki orang Bali dengan perempuan suku non-Bali menunjukkan bahwa pemertahanan KD bagi anaknya dipengaruhi oleh peran ayah sebagai orang yang berasal dari suku Bali, sedangkan pola akulturasi budaya ditemukan pada pembentukan nama tengah anaknya.

Pada kelompok nama hasil perkawinan campur antara laki-laki dari suku non-Bali dengan perempuan suku Balidiketahui fungsi KD sebagai penanda nama khas orang Bali telah mengalami pergeseran. Pemberian nama diri berdasar aturan formulasi nama orang Bali membuktikan derajat interaksi antarbudaya menunjukkan proses pemertahanan KD ketika perkawinan campur itu hanya dilakukan oleh laki-laki yang berasal dari suku Bali dengan perempuan dari suku

non-Bali, sedangkan penghilangan KD sebagai nama khas orang Bali muncul pada perkawinan campur antara perempuan suku Bali dengan laki-laki yang berasal dari suku non-Bali. Selain itu, unsur-unsur nama yang berlaku dalam penyusunan nama dalam KD juga digunakan sebagai unsur nama pembentuk KT.

Kondisi ini sebagai wujud pemertahanan unsur nama yang mengandung budaya Bali bagi para pelaku perkawinan campur. Dengan demikian, kajian ini menunjukkan bahwa unsur nama penyusun KD bagi orang Bali diperluas penggunaannya dalam penyusunan KT bagi anak keluarga perkawinan campur antara suku Bali dan non-Bali. Perbedaan penelitian Amaliana dengan penelitian ini adalah penelitian ini membahas tentang makna nama dalam masyarakat Batak Simalungun sedangkan penelitian Amaliana membahasa tentang akulturasi Budaya dalam Pemberian Nama Anak pada Keluarga Perkawinan Campuran antara Suku Bali dan Non-Bali Di Desa Kalibukbuk dan Desa Gerokgak Kabupaten Buleleng. Persamaan penelitian Amaliana dengan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan teknik wawancara sedangkan penelitian Amaliana menggunakan teknik wawancara.

Mangkur (2017), dalam skripsinya “Makna Nama Orang dalam Masyarakat Pakpak Dairi Kajian Antropolinguistik”, mengatakan bahwa proses pemberian nama, dan nilai-nilai budaya yang berhubungan dengan nama tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pemberian nama orang di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jahe, menunjukkan makna nama orang pada masyarakat Pakpak Dairi, dan menunjukkan nila-nilai budaya yang terkandung dalam makna nama orang pada masyarakat Pakpak Dairi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori antropolinguistik. Daerah yang ditetapkan di

Desa Nahollda Kecamatan Sitellu Tali Urang Jahe. Pengumpulan data menggunakan metode cakap dengan teknik pancing, teknik cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam. Kemudian, dalam menganalisis data digunakan metode padan dengan menggunakan alat penentu pertama dan ketiga. Alat yang digunakan bersifat mental yaitu daya pilah referensial. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa makna nama di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jahe dalam bidang antropolinguistik dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu : makna nama situasional, makna pengharapan, dan makna nama kenangan. Banyak sumbangan terhadap penelitian makna nama orang dalam masyarakat Batak Simalungun dari segi makna nama dan analisis makna nama tersebut. Perbedaan penelitian Mangkur dengan penelitian ini adalah penelitian ini membahas tentang makna nama dalam masyarakat Batak Simalungun sedangkan penelitian Mangkur membahasa tentang makna nama orang dalam masyarakat Pakpak Dairi Kajian Antropolinguistik. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Mangkur adalah penelitian ini menggunakan teori antropolinguistik sedangkan penelitian Mangkur menggunakan teori antropolinguistik.

Silaen (2017) dalam skripsinya “Penamaan dan Makna Nama Orang dalam Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Habinsaran Kajian Antropolingistik”. Mengatakan bahwa proses pemberian nama, makna nama, dan nilai-nilai budaya yang berhubungan dengan nama tersebut. Penelitian ini bertunjuan untuk mendeskripsikan proses penamaan orang di Kecamatan Habinsaran. Menunjukkan nila-nilai budaya yang terkandung dalam makna nama di Kecamatan Habinsaran. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Antropolingistik. Daerah penelitian yang ditetapkan meliputi beberapa Desa yang

terdapat di Kecamatan Habinsaran. Pengumpulan data menggunakan metode cakap dengan metode pancing, teknik cakap semuka, teknik catata, dan teknik rekam kemudian, dalam menganalisis data digunakan metode padan dengan menggunakan alat penentu pertama dan ketiga. Alat yang digunakan bersifat mental yaitu daya pilah referensial. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat 5 tahapan upacara adat batak mulai dari kelahiran sampai penamaan yaitu pabosurhon, maranggap/melek-melehan, mangharoan/maresek-esek/ mangallang tubis-tubis, mangalehon ulos parompa, dam manaru aek ni unte. Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Habinsaran tidak selalu melakukan kelima tahapan tersebut. Hal itu disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dan anak keberapa yang lahir dalam keluarga tersebut. Dan ada tiga makna nama yang ditemukan yaitu futuratif, situasional, dan kenangan. Makna nama situasional dalam masyarakat Batak Toba dikenal dengan istilah „Goar turut‟.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, presepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Pada suatu kontek khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2017:6). Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini karena peneliti langsung terjun ke lapangan dengan penelitian pada beberapa orang yang paham dengan makna nama dalam masyarakat Batak Simalungun.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun merupakan salah satu dari 33 Kabupaten yang ada diprovinsi Sumatera Utara.

Secara administratif kecamatan ini memiliki sepuluh desa / kelurahan. Alasan peneliti memilih tempat tersebut adalah peneliti merupakan masyarakat Kabupaten Simalungun dan peneliti merasa unik akan nama-nama orang yang ada di Kabupaten Simalungun sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai makna nama orang di Kabupaten Simalungun dan dapat memberikan masukan tentang pemahaman masyarakat mengenai makna dan nilai budaya yang terdapat dalam nama orang di masyarakat Simalungun.

Pemilihan Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara sebagai lokasi penelitian karena Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara wilayah yang mudah dijangkau dan menjadi wilayah yang lebih didominasi oleh masyarakat Batak Simalungun. Masyarakat Batak Simalungun yang tersebar, sebagian berdomisili di wilayah yang masih mempunyai adat istiadat yang kuat. Hal itu berpengaruh pada bahasa di wilayah sekitarnya termasuk sistem di daerah tersebut. Waktu dalam melakukan penelitian ini direncanakan selama satu bulan setelah proposal di setujui.

Gambar 3.2 Peta Kecamatan Dolog Masagal

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:(Peta_Lokasi)_Kecamatan_Dolog_Masagal,_

Kabupaten_Simalungun.svg

3.3 Sumber Data

Data penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa data utama yang didapatkan dari informan. Sumber data ini diperoleh melalui informan yang berhubungan dengan kepemilikan nama orang yang bersangkutan. Sumber informasi tersebut sekaligus bahasa yang digunakan mewakili kelompok tutur daerah atau desa yang sudah ditetapkan. Sumber data tersebut diperoleh dengan menanyakan beberapa daftar pertanyaan kepada informan di Kecamatan Dolog Masagal . Oleh karena itu, seorang informan harus memunyai kriteria tertentu agar data yang di dapatkan lebih akurat.

Data sekunder adalah data yang berasal dari tangan kedua atau sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan. Data sekunder bisa berupa jurnal ilmiah dan buku-buku Bahasa Simalungun.

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cakap atau lebih dikenal dengan wawancara, serta mencatat hal-hal yang perlu untuk penelitian ini. Adanya percakapan antara peneliti dengan informan menimbulkan terjadinya kontak antarmereka. Dalam penelitian antropolinguistik, kontak tersebut dimaksudkan sebagai kontak antara peneliti dengan informan di setiap daerah pengamatan.

Agar keterangan dan data terkumpul, kita harus memilih informan yang baik untuk mendapatkan hasil yang baik pula. Adapun syarat-syarat sebagai informan menurut Mahsun, (2005:134-135) adalah :

a. Berjenis kelamin pria atau wanita

b. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun)

c. Orang tua, istri, dan suami informasi lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak memiliki mobilitas yang tinggi.

d. Berstatus sosial menengah ke atas.

e. Dapat berbahasa Indonesia.

f. Sehat jesmani dan rohani.

g. Berpendidikan minimal tamat SD atau sederajat.

h. Pekerjaan bertani atau buruh.

i. Menguasai dialek atau bahasa yang diteliti dan mampu mempergunakannya dengan baik.

Pada pelaksanaan teknik cakap semuka peneliti langsung melakukan percakapan dengan pengguna bahasa sebagai informan dengan bersumber pada pancingan yang sudah disiapkan (berupa daftar tanya) atau secara spontanitas (pancingan dapat muncul di tengah-tengah percakapan). Dalam penelitian ini wawancara dilakukan minimal kepada tiga informan. Pertanyaan yang dilakukan pada waktu wawancara:

1. Apa yang diketahui tentang proses pemberian nama pada masyarakat tersebut?

2. Apa makna nama-nama orang dalam masyarakat tersebut?

3. Apa saja nilai-nilai budaya yang terdapat pada nama orang dalam masyarakat tersebut?

Penelitian ini menggunakan teknik lanjutan berupa teknik tatap semuka.

Peneliti langsung mendatangi setiap orang yang menjadi target penelitian dan melakukan percakapan melalui daftar pertanyaan yang telah disediakan kepada informan.

Teknik lanjutan cakap semuka juga didukung oleh teknik catat dan teknik rekam. Kedua teknik ini berguna untuk melengkapi data dan memperkuat data dalam pengumpulannya. Teknik catat digunakan untuk membantu dan mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data, kemudian digabungkan dengan teknik rekam untuk memperkuat data pada teknik catat dengan memeriksa data pada teknik rekam.

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode dalam pengkajian data dalam penelitian “Makna Nama Orang pada Masyarakat Batak Simalungun” ini adalah metode padan. Disebut metode padan karena metode ini menggunakan alat penentu referen bahasa, organ wicara, bahasa, dan mitra wicara (Sudaryanto,1993:13). Alat penentunya berada di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Metode padan ini dapat dilakukan dengan teknik dasar yang dimaksud disebut teknik pilah unsur penentunya (PUP). Makna nama orang pada masyarakat Batak Simalungun akan diketahui berkat daya pilah yang digunakan oleh peneliti.

Analisis data masalah pertama berdasarkan jenis nama orang pada masyarakat Batak Simalungun, Adat Mangalop parhorasan merupakan memohon berkat sebelum pemberian nama oleh kedua orang tua bayi tersebut. Berupa doa yang dierikan orangtua agar sehat sampai melahirkan. Seorang anak laki-laki yang baru lahir dalam sebuah keluarga langsung diberi nama “si ucok”, kemudian setelah beberapa hari keluarga tersebut mengadakan acara adat pemberian nama kepada anak laki-laki tersebut. Berdasarkan acara adat yang telah dilaksanakan, maka anak laki-laki tersebut diberi nama “Hamonangan” dan diikuti dengan pemberian marga secara patrilineal (garis keturunan ayah) yaitu bermarga “Damanik”.

Dengan demikian nama lengkap anak tersebut adalah “Hamonangan Damanik”.

Kemudian anak tersebut menikah dan memunyai anak, maka dia dan istrinya diberi nama baru yang diambil dari nama anak sulungnya dengan ditambah kata yang dapat menunjuk pada kata yang bermakna “ayah”, dan “ibu”. Misalnya, anak sulungnya bernama “Tuahsen”, maka dia akan diberi nama Pa Tuahsen, Bapak

“si Tuahsen” dan istrinya diberi nama Na Tuahsen, Ibu “si Tuahsen”. Nama tersebut akan berubah juga apabila si anak tersebut telah memiliki cucu. Hal demikian disebut jenis nama Pandiloon “panggilan”. Tetapi pada pelaksanaannya nama yang telah diberi kepada seorang anak dapat diganti atau diubah dengan alasan tertentu, misalnya jika anak tersebut sering sakit. maka, untuk mengatasinya dapat dilakukan acara untuk mengganti nama anak tersebut.

Demikian juga dengan makna nama orang pada masyarakat Batak Simalungun memiliki ciri khas sebagai penanda kebudayaan tersebut, karena ada mitos pada masyarakat Batak Simalungun bahwa nama itu tidak cocok disandang si anak. Berikut adalah contoh data nama dalam bahasa Batak Simalungun.

Misalnya, 1) Tuahsen, “Berkat”,2) Hamonangan, “Kemenangan”, 3) Rohdearni,

“Makin lebih baik”, 4) Lihar, “Terang”. Dari data tersebut dapat dilakukan analisis makna berdasarkan makna-makna nama berdasarkan Sibarani. Hal ini masuk ke dalam rumusan masalah data kedua. 1) Tuahsen, “Berkat” bermakna semoga menjadi berkat ditengah-tengah keluarga, 2)Hamonangan “Kemenangan‟

bermakna semoga selalu mendapat kemenangan di dalam hidup, 3) Rohdearni

“makin lebih baik” bermakna semoga menjadi anak yang lebih baik kepada orang tua, 4) Lihar “Terang” bermakna semoga menjadi penerang bagi keluarga. Dari analisis tersebut dapat simpulkan bahwa semua data tersebut dikelompokkan ke

dalam makna nama jenis pengharapan. Dari data masalah ketiga, Nilai budaya yang terdapat pada analisis data rumusan masalah ketiga. 1) Tuahsen, “Berkat”

nilai budaya dari nama tersebut adalah kedamaian. (2) Hamonangan

“Kemenangan” memiliki nilai kesejahteraan. (3) Rohdearni “makin lebih baik”

memiliki nilai kedamaian, (4) Lihar “Terang” memiliki nilai kesejahteraan.

3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian hasil analisis data yang digunakan biasanya mendeskripsikan secara mendalam apa yang menjadi inti permasalahan dalam suatu penelitian sehingga siap untuk disajikan dan dinikmati oleh para pembacanya. Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik penyajian informal. Sudaryanto mendefenisikan metode penyajian informal ini sebagai hasil analisis yang disajikan dilakukan dengan kata-kata biasa (a natural language) (Sudaryanto, 2015:240).

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Proses Pemberian Nama Orang Pada Masyarakat Batak Simalungun Dalam masyarakat Batak Simalungun, Nama merupakan sebuah doa yang disematkan oleh orang tua kepada anak-anaknya dan merupakan elemen terpenting dalam masyarakat. Pada masyarakat Batak Simalungun memiliki tatacara yang khas dalam memberikan nama kepada seorang anak. Nama merupakan pertanyaan kedua yang umumnya dinyatakan dalam perkenalan masyarakat Batak Simalungun selain marga. Sebelum memasuki masa mengandung, pasangan suami istri umumnya dipanggil dengan panggilan „Pa Paima‟ untuk laki-laki dan „Na paima‟ untuk panggilan perempuan. Tata cara tersebut dimulai dari proses penyambutan kelahiran sampai pemberian nama.

Tahapan upacara yang dilakukan di masyarakat Batak Simalungun adalah : 4.1.4 Mangalop parhorasan (memohon berkat)

Mangalop Parhorasan merupakan adat Batak Simalungun yaitu memohon

Mangalop Parhorasan merupakan adat Batak Simalungun yaitu memohon

Dokumen terkait