• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA NAMA ORANG DALAM MASYARAKAT BATAK SIMALUNGUN : KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK SKRIPSI OLEH ANITA MANIK NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MAKNA NAMA ORANG DALAM MASYARAKAT BATAK SIMALUNGUN : KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK SKRIPSI OLEH ANITA MANIK NIM"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA NAMA ORANG DALAM MASYARAKAT BATAK SIMALUNGUN : KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK

SKRIPSI

OLEH ANITA MANIK

NIM 150701031

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau digunakan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dan diacuh dalam naskah ini serta disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, April 2019

Penulis,

Anita Manik

NIM. 150701031

(4)

MAKNA NAMA ORANG DALAM MASYARAKAT BATAK SIMALUNGUN : KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK

Oleh Anita Manik ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan proses pemberian nama, makna nama, dan nilai-nilai budaya yang berhubungan dengan nama tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pemberian nama orang di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun. Menunjukkan kategorisasi makna nama orang di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun. Menunjukkan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam makna nama orang Di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Antropolinguistk.

Daerah penelitian yang ditetapkan di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun. Pengumpulan data menggunakan metode cakap dengan teknik pancing, teknik cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam. Kemudian, dalam menganalisis data digunakan metode padan dengan menggunakan alat penentu referen bahasa, organ wicara, bahasa, dan mitra wicara. Alat penentunya berada di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan.

Dari penelitian ini disimpilkan bahwa terdapat 4 tahapan upacara adat Batak Simalungun mulai dari kelahiran sampai penamaan yaitu mangalap parhorasan, mandekkei, manganggapi, dan mambere goran. Masyarakat Batak Simalungun di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun tidak selalu melakukan keempat tahapan tersebut. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dan anak keberpa yang lahir dalam keluarga tersebut. Dan ada tiga makna nama yang ditemukan yaitu makna Futuratif, makna situasional, makna kenangan.

Kata kunci : Antropolinguistik, nama, makna, nila-nilai budaya, Masyarakat Batak Simalungun.

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan Kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan KaruniaNya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini

Skripsi ini merupakan hasil akhir dari kegiatan akademik selama penulis menuntut ilmu di Program studi Sastra Indonesa, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini adalah Makna Nama Orang Dalam Masyarakat Batak Simalungun : Kajian Antropolinguistik. Pemilihan judul skripsi ini bertujuan untuk mengetahui tentang pross pemberian nama, makna nama, dan nila-nilai budaya yang berkaitan dengan nama orang di Desa Bangun, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun.

Dalam penyelesaian skripsi ini penelitian ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik moral maupun material serta secara langsunh maupun tidak langsung. Untuk ini penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Budi Agustono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Mauly Purba, MA, Ph. D selaku Wakil Dekan I, Dra. Heristina Dewi, M. Pd selaku Wakil Dekan II, Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.p selaku Ketua Program Studi Sastra

(6)

4. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Dardanila, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing,memberikan saran dan memberikan semangat yang luar biasa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang membantu penulis menyempurnakan skripsi.

7. Drs. Asrul Siregar, M.Hum., sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan banyak masukan untuk menyempurnakan skripsi penulis.

8. Seluruh pegawai dan dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan berbagai materi perkuliahan.

9. Orangtua penulis, Ayahanda Tercinta Jannes Manik dan Ibunda Tercinta Pasuria Samosir. Kepada Ayahanda yang telah lama pergi bersama Bapa di Surga engkau akan selalu ada dihati dan akan selalu ada dalam setiap Doa. Ibunda tercinta yang selalu memberikan semangat utama bagi penulis, yang selalu mendukung setiap tahap perkuliahan, mendoakan, mengasihi, dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan proses perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

10. Saudara-saudara penulis, Bornok Nilawardani Manik, Erikson Leonardo Manik, Dian Dinawati Manik, Rista Manik, Gempar Edison Manik yang selalu memberikan semangan dan dukungan yang sangat luar biasa dengan

(7)

kata-kata penghiburan dan berupa materi dan desakan-desakan untuk cepat-cepat menyelesaikan proses perkuliahan dan proses skripsi penulis.

11. Abang Ipar dan keponakan penulis, Tunggu Ismail Panjaitan, Mora Martuani Simanjuntak (abang ipar) dan Rayfel Gibson Simanjuntak, Melani Simanjuntak, dan Mawar priciliya Simanjuntak (keponakan), yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian proses perkuliahan penulis.

12. Kekasih penulis, Aleks Jerico Butar-Butar yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang luar biasa dari setiap perjalanan perkuliahan mulai dari awal hingga akhir proses perkuliahan.

13. Sahabat yang terkasih penulis, Mawar I.R Nahampun, Martha Y Simorangkir, Yuliantika Purba, dan Tennike P.M Silalahi (krik-krik), Besar Munthe dan Bobby J Siallagan yang selalu menemani dan mendukung penulis dalam suka maupun duka dari awal hingga akhir perkuliahan termaksut dalam proses penyelesaian skripsi ini.

14. Saudaraku tercinta, Elvis T Pasaribu dan Intan P Pasaribu yang dengan tangan terbuka menerima saya sebagai keluarga di kontrakan dan selalu memberikan saran, dukungan, dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

15. Sahabat-sahabatku laki-laki dari stambuk 2015, Anju M Hutapea, Sevendri Harianja, Immanuel Purba, Andre Fitrah, dan Abdul Wahid yang turut memberikan semangat dang dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

(8)

16. Sahabat-sahabat terkasihku dari Rel, Arga F Sitorus, Hotma F Silalahi, dan Nurlela Purba yang selalu memberikan dukungan dan perhatian dalam penyelesaian skripsi ini.

17. Sahabat-sahabatku dari Simalungun, Vrima Arga Nababan, Demson Saragih, Agus Saragih, Juli Krismando Sinaga, dan Andre Saragih yang selalu membantu penulis dalam menerjemahkan bahasa Simalungun, membantu menyelesaikan tugas dan memberikan dorongan, dukungan dan bantuan dalam penyelesaian perkuliahan hingga tahap skripsi.

18. Sahabat-sahabat penulis, Elisa B Manik, Novita S Siagian, Herindra S Silalahi, Siska Harahap, Yohana Teressya Simajuntak, Rio Kenzo Purba, dan Jamal Tampubolon yang juga memberikan dukungan meskipun mereka jauh dari berbagai tempat namun mereka selalu memberikan dorongan dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

19. Bapak Kepala Desa Bangun Pane yang sudah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Desa Bangun Pane serta membantu penulis untuk mencari bahan referensi sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi ini dengan baik.

20. Kepada semua masyarakat Desa Bangun Paneyang turut berpartisiasi dalam pengerjaan skripsi ini.

(9)

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun penyajiannya, oleh karena itu penulis sangat berharap agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap agar seluruh pihak yang berjasa kepada penulis senantiasa dilimpahkan Berkat yang luar biasa dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Mei 2019

Penulis,

Anita Manik

(10)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

PRAKATA ... iv

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 4

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 4

1.4.2 Manfaat Praktis ... 5

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep... 6

2.1.1 Makna... ... 6

2.1.2 Nama ... . ... 7

2.1.3 Masyarakat Batak Simalungun ... 7

2.2 Landasan Teori ... 8

2.2.1 Antropolinguistik ... 8

2.2.2 Proses pemberian nama... ... 9

2.2.3 Nilai Budaya... 11

2.2.4 Onomastik... 12

(11)

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Metode Penelitian... 20

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

3.3 Sumber Data... ... 22

3.4 Metode dan Teknik Penelitian ... 22

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ... 24

3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data... 26

BAB IV PEMBAHASAN ... 27

4.1 Proses Pemberian Nama Orang Pada Masyarakat Batak Simalungun ... 27

4.1.1 Mangalop Parhorasan (memohon berkat) ... 27

4.1.2 Mandekei (memberi ikan) ... 28

4.1.3 Manganggapi (menjaga)... 28

4.1.4 Mambere Goran (memberi nama).... ... 29

4.2 Makna nama orang pada masyarakat Batak Simalungun di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal ... 32

4.2.1 Makna Nama Futuratif... 32

4.2.2 Makna Nama Situasional ... 45

4.2.3 Makna Nama Kenangan ... 55

4.3 Nilai yang terkandung dalam Makna Nama Orang pada Masyarakat Batak Simalungun... 59

4.3.1 Nilai Kedamaian... ... 59

4.3.2 Nilai Kesejahteraan ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 66

5.1 Simpulan... 66

(12)

5.2 Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN... ... 71

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nama adalah suatu kata atau kelompok kata untuk mengindentifikasi dan menyebut orang, hewan, benda, dan tempat (Robert dan Henry, 1993:8). Memiliki sebuah nama adalah hak istimewa atau kehormatan bagi setiap orang. Odssey (dalam Stephen Ulmann 2007:84-85) menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang rendah maupun tinggi derajatnya yang hidup tanpa nama begitu dia lahir di dunia; tiap orang diberi nama oleh orang tuanya ketika dia lahir. Nama itu dibuat dan diberikan kepada seseorang untuk membedakannya dengan orang lain, anggota keluarga, dan masyarakat untuk panggilan. Nama itu memiliki peranan penting dalam hubungan antarmanusia sehingga nama itu sering dipengaruhi oleh hal magis, gaib, serta tabu.

Indonesia merupakan bangsa yang terdiri atas banyak suku. Salah satu suku di Indonesia adalah suku Batak Simalungun. Suku Batak Simalungun merupakan suku yang menggunakan atau menuturkan bahasa Batak Simalungun.

Salah satu daerah yang menggunakan bahasa Batak Simalungun sebagai bahasa sehari-hari ialah masyarakat yang berada di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Penuturnya berjumlah lebih kurang 849.405 orang (sensus 2015). Menurut stalistika Kabupaten Simalungun letak astronomis suku Simalungun di 02˚36‟ - 03˚18‟ LU dan 98˚32‟- 99˚35 BT. Bahasa Simalungun merupakan cabang dari rumpun bahasa Austronesia, yang termasuk menjadi salah satu anggotanya Batak Simalungun.

(14)

Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik dan tiga marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian marga marga (nama keluarga) tersebut menjadi empat marga besar di Simalungun.

Orang Batak menyebut suku ini sebagai suku "Si Balungu" dari legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya “Batak Timur “karena bertempat disebelah timur mereka.

Masyarakat Simalungun memberikan nama kepada anak-anaknya dengan tujuan agar anaknya kelak merupakan anak yang sesuai dengan namanya. Nama- nama tersebut tidak terlepas dari hubungan antara nama dengan antropolinguistik.

Sibarani (2004:50), berpendapat bahwa antropolinguistik adalah cabang ilmu yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etika bahasa, adat istiadat, dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. Salah satu nama yang sering diberikan dalam masyarakat Batak Simalungun yaitu Jonsangap yang artinya merasakan kebahagiaan.

Menurut Plato (dalam Chaer, 1995:43) makna adalah objek yang dihayati dalam dunia nyata berupa rujukan acuan, atau suatu yang ditunjuk oleh suatu lambang. Nama dan bentuk bahasa tidak dapat terlepas dari maknanya.

Berhubungan dengan hal itu, penamaan juga melibatkan harapan, situasi saat penamaan, atau hal-hal yang membuat nama itu terlihat berkesan. Makna nama misalnya pada nama-nama orang di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara dalam bidang antropolinguistik dapat dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu: makna nama

(15)

situasional, makna nama pengharapan dan makna nama kenangan. Misalnya, nama Jonsangap memiliki makna nama situasional. Jonsangap memunyai makna kebahagian dan kemakmuran. Dalam hal ini makna situasional yang berarti adalah makna pengharapan. Makna nama Jonsanggap menjelaskan bahwa orang tua yang membuat nama tersebut berharap anaknya menjadi orang yang bersifat baik hati, jujur, ramah, dan tidak sombong sesuai dengan makna denotatifnya.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat topik tersebut sebagai objek penelitian untuk menambah pengetahuan budaya tentang nama orang dalam masyarakat Simalungun yang semakin lama semakin punah keberadaannya.

Penutur bahasa Simalungun memunyai persepsi dan cara yang berbeda dalam penamaan, termasuk dalam penamaan orang di Kabupaten Simalungun.

Namun, perbedaan bentuk bahasa tersebut tidak menimbulkan ketidaksalingpahaman antarmasyarakat penuturnya. Misalnya, nama Jenges dan Dorma yang memunyai kesamaan arti yaitu bagus dan cantik sering digunakan sebagai nama dalam masyarakat Batak Simalungun. Perbedaan antara keduanya adalah perbedaan bentuk bahasa. Fenomena lingual ini terjadi karena perbedaan persepsi dan latar belakang antar pemilik nama orang tersebut.

Penamaan dan makna nama orang di Kabupaten Simalungun tidak terlepas dari nilai-nilai budaya masyarakat. Pada masyarakat Batak Simalungun, proses penamaan menggunakan ritual adat tertentu. Bahasa dan ritual adat yang digunakan dalam penamaan adalah bagian dari kebudayaan masyrakat Simalungun tersebut. Hal itu juga merupakan salah satu alasan peneliti untuk mengkaji objek nama di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal,

(16)

Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara dengan wilayah yang dianggap masih memiliki konsep adat-istiadat tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses penamaan dalam masyarakat Batak Simalungun?

2. Bagaimana makna nama orang masyarakat Batak Simalungun?

3.Bagaimana nilai-nilai budaya dalam penamaan masyarakat Batak Simalungun?

1.3 Tujuan Penelitian

Suatu penelitian pada dasarnya harus memiliki suatu tujuan sebagai arah dalam pelaksanan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan proses penamaan orang pada masyarakat Batak Simalungun.

2. Untuk mendeskripsikan nama orang pada masyarakat Batak Simalungun.

3. Untuk menunjukkan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam makna nama orang pada masyarakat Batak Simalungun.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian tentang makna nama orang masyarakat Batak Simalungun ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu:

a. Sebagai pengetahuan bagi masyarakat khususnya bagi mahasiswa jurusan Sastra Indonesia agar berminat melakukan penelitian terhadap bahasa-bahasa daerah di nusantara.

b. Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan penelitian mengenai makna nama orang pada waktu yang akan datang pada suku-suku yang ada di nusantara.

(17)

c. Memberikan dan memperdalam pengetahuan serta gagasan mengenai makna nama orang khususnya dalam kajian antropolinguistik.

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini yaitu :

a. Untuk mengembangkan kemampuan berpikir penulis melalui penelitian dan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu dengan teori yang ada.

b. Sebagai sumber pengetahuan mengenai ragam budaya Batak Simalungun khususnya mengenai nama sebagai salah satu wujud ragam budaya Batak Simalungun.

c. Hasil penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi kamus kecil yang bisa di baca sehingga dapat diketahui setiap generasi berikutnya.

(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi dkk, 2005:588).

2.1.1 Makna

Makna adalah arti, maksud pembicara atau penulis, dan pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (Alwi dkk, 2005:703). Makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar. Dari pengertian tersebut dapat diketahui adanya unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yaitu:

a. Makna adalah hasil hubungan bahasa dengan dunia luar,

b. Penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai, serta

c. Perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling mengerti.

Dalam penelitian ini, makna yang menjadi acuan penulis dalam menganalisis makna nama orang adalah makna yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi secara langsung kepada orang lain, sehingga orang lain dapat mengetahui apa makna nama, serta peristiwa apa yang ada dibalik nama tersebut.

(19)

2.1.2 Nama

Nama adalah suatu kata atau kelompok kata untuk mengindentifikasi dan menyebut orang, hewan, benda, dan tempat (Robert dan Henry, 1993:8). Memiliki sebuah nama adalah hak istimewa atau kehormatan bagi setiap orang.

Odissey (dalam Stephen Ulmann, 2007:84-85) dinyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang rendah maupun tinggi derajatnya yang hidup tanpa nama begitu dia lahir di dunia; tiap orang diberi nama oleh orang tuanya ketika dia lahir.

Setiap orang pasti memiliki setidaknya satu nama yang disandangnya.

Nama begitu dekat dengan pemiliknya sehingga nama itu menggambarkan reputasi baik atau buruk, cerita baik, sedih, dan bahagia di balik nama itu.

2.1.3 Masyarakat Batak Simalungun

Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (Alwi Hasan dkk, 2005:721).

Batak Simalungun adalah salah satu Suku Batak yang berada di provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya. Beberapa sumber menyatakan bahwa leluhur suku ini berasal dari daerah India Selatan. Sepanjang sejarah suku ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik, dan tiga marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian marga-marga (nama keluarga) tersebut menjadi empat marga besar di Simalungun.

Dalam bahasa Batak Simalungun, “Simalungun” memiliki kata dasar

"lungun" yang memiliki makna "sunyi". Nama itu diberikan oleh orang luar karena penduduknya sangat jarang dan tempatnya sangat berjauhan antara yang satu dengan yang lain. Orang Batak Toba menyebutnya Si Balungu dari legenda

(20)

hantu yang menimbulkan wabah penyakit di daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya “Batak Timur” karena bertempat di sebelah timur mereka.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Antropolinguistik

Antropolinguistik ada cabang linguistik yang menaruh perhatian pada: a) pemakaian bahasa dalam konteks sosial dan budaya yang luas dan b) peran bahasa dalam mengembangkan dan mempertahankan aktifitas budaya serta struktur sosial. Dalam hal ini, antropolinguistik memandang bahasa melalui konsep antropologi yang hakiki dan melalui budaya, menentukan makna di balik penggunaanya, serta menemukan bentuk-bentuk bahasa, register, dan gaya.

Antropolinguistik menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dengan kebudayaan dalam suatau masyarakat (Sibarani, 2004:50).

Kridalaksana menggunakan istilah kajian antropolinguistik ini adalah kajian linguistik kebudayaan. Linguistik kebudayaan adalah cabang ilmu yang mempelajari variasi dan pemakaian bahasa dalam hubungannya dengan pola kebudayaan dan ciri-ciri bahasa yang berhubungan dengan kelompok sosial, agama, pekerjaan dan kekerabatan (Sibarani dan Henry, 1993:128).

Linguistik kebudayaan merupakan kajian tentang kedudukan dan fungsi bahasa di dalam konteks sosial dan budaya secara lebih luas yang memiliki peran untuk membentuk dan mempertahankan praktik-praktik kebudayaan dan struktur sosial masyarakat (Beratha 1998:42). Sibarani (2004:50), berpendapat bahwa antropolinguistik adalah cabang ilmu yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etika

(21)

bahasa, adat istiadat, dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. Hal itu akan didapatkan dari kajian antropolinguistik tentang makna nama orang dalam masyarakat Batak Simalungun. Selain itu, antropolinguistik juga merupakan ilmu bahasa yang menunjukkan hubungan budaya dan bahasa melalui pemakaiannya.

2.2.2 Proses Pemberian Nama

Proses pemberian nama adalah sesuatu kegiatan pranata yang khusus.

Kebudayaan semacam ini disebut kebudayaan suku bangsa, yang lebih dikenal secara umum di Indonesia dengan kebudayaan daerah (Sudikan, 2000: 4).

Menurut Thatche (dalam Sibarani dan Henry 1993:10) ada tujuh persyaratan dalam pemberian nama yaitu :

1. nama harus berharga, bernilai dan berfaedah, 2. nama harus mengandung makna yang baik, 3. nama harus asli,

4. nama harus mudah dilafalkan, 5. nama harus bersifat membedakan,

6. nama harus menunjukkan nama keluarga, dan 7. nama harus menunjukkan jenis kelamin.

Selain itu, nama harus memunyai nilai praktis dan magis (Kuntjaraningrat, 1980: 10). Tarigan (dalam Sugiri 2003) nama diberikan kepada seseorang untuk membedakan dengan orang lain; untuk memudahkan anggotakeluarga/masyarakat memanggilnya, menyuruhnya bila perlu. Nama dibuat dan dipakai, untuk disebut, demi kepraktisan dalam hidup sehari-hari. Sugiri (2000: 32) mengatakan bahwa nama memiliki nilai praktis dan nilai magis. Nama tidaklah sekadar nama yang

(22)

tersurat. Misalnya, nama mengandung pengharapan, peristiwa, sifat, kenangan, keindahan, kebanggaan, dan dapat pula menunjukkan tingkat sosial, agama yang dipeluknya, jenis kelamin (seks), asal-usul dan sebagainya. Selain nama pribadi, seseorang acapkali menyandang nama keluarga. Nama keluarga akan memudahkan kita mengenal silsilah keluarga seseorang.

Sibarani (2004: 109) menyebutkan dalam budaya Batak, ada lima jenis nama yaitu:

1. Pranama, yaitu julukan yang diberikan kepada si anak sebelum dia diberi nama sebenarnya.

2.Goar sihadakdanahon”nama sebenarnya/jejak lahir”, yaitu nama yang diberikan oleh orang tua kepada si anak sejak kecil.

3.Panggoaran “teknonim atau nama dari anak/cucu sulung”, yaitu nama tambahan yang diberikan masyarakat secara langsung kepada orang tua dengan memanggil nama anak atau cucu sulungnya.

4. Goar-goar “nama julukan”, yaitu nama tambahan yang diberikan orang banyak kepada seseorang yang memiliki pekerjaan, keistimewaan, tabiat atau sifat tertentu.

5. Marga “nama keluarga/kerabat”, yaitu nama yang diberikan kepada seseorang dengan otomatis berdasarkan kekerabatan yang unilinear atau garis keturunan geneologis secara patrilineal dari satu nenek moyang.

(23)

2.2.3 Nilai Budaya

Dalam antropolinguistik, bahasa digunakan sebagai sarana ekpresi nilai- nilai budaya. Sibarani (2004:59) mengatakan bahwa nilai-nilai budaya yang dapat disampaikan oleh bahasa sebagai jalur penerus kebudayaan terbagi atas tiga bagian kebudayaan yang saling berkaitan yaitu kebudayaan ekspresi, kebudayaan tradisi, dan kebudayaan fisik. Kebudayaan ekpresi mencakup nilai-nilai religi, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan. Kebudayaan fisik mencakup nilai-nilai hasil karya asli yang dimanfaatkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai budaya dipahami sebagai nilai yang mengacu kepada berbagai hal.

Basaria (2012) dalam artikelnya yang berjudul “Hipotesis Sapir-Whorf pada Umpasa Batak Toba” menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara adat dan budaya yang dianut penutur dengan bahasa Batak Toba. Ia menyebutkan bahwa hubungan antara kosakata dan nilai budaya bersifat multidireksional. Bahasa memunyai hubungan erat dengan kebudayaan ditunjukkan dengan sifat dari keduanya. Selain mencerminkan kebudayaan, bahasa dan kebudayaan disebut saling menentukan. Pada artikelnya Basaria mengaitkan hipotesis Sapir-Whorf pada penggunaan Umpasa. Dalam hal penamaan dan makna nama orang pada masyarakat Batak Toba, proses penamaan menggunakan acara adat. Pada umumnya nilai-nilai budaya masyarakat Batak Toba meliputi nilai kekerabatan, religi, hukum, dan konflik. Menurut Sibarani, (2012:133) mengatakan bahwa jenis kearifan lokal mengandung nilai-nilai budaya antara lain: (1) kesejahtraan, (2) kerja keras, (3) displin, (4) pendidikan, (5) kesehatan, (6) gotong royong, (7) pengelolaan gender, (8) pelestarian dan kreativitas budaya, (9) peduli lingkungan, (10) kedamaian, (11) kesopansantunan, (12) kejujuran, (13) kesetiakawanan

(24)

sosial, (14) kerukunan dan penyelesaian konflik, (15) komitmen, dan (16) pikiran positif dan rasa syukur

2.2.4 Onomastik

Secara umum kajian mengenai makna adalah semantik. Semantik adalah (1) ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal yang ditandainya, (2) ilmu tentang makna dan arti (Parera, 1991:25). Kajian khusus mengenai nama disebut onomastik. Onomastik dibagi lagi menjadi antroponomastik dan toponimi. Antroponomastik adalah cabang ilmu onomastik yang menyelidiki seluk beluk nama orang, sedangkan toponimi adalah cabang ilmu onomastik yang mempelajari nama tempat (Sibarani dan Hendry 1993:8).

Berdasarkan pemaparan di atas, cabang ilmu onomastik yang mempelajari nama orang adalah teori antroponomastik. Dalam hal ini nama berfungsi untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain, dan bertujuan untuk mengingat nama orang tersebut.

Seluk beluk nama orang yang disebutkan di atas tidak terlepas dari makna yang terdapat pada nama tersebut. Berhubungan dengan hal itu, Sibarani (2004 :114-118) membagi tiga makna nama dalam antropolinguistik yaitu:

1. Makna nama futuratif mengandung pengharapan agar kehidupan pemilik nama seperti makna namanya. Selanjutnya, Sibarani mengemukakan makna nama futuratif banyak terdapat pada nama orang, nama usaha dan nama tempat. Hal ini, mengacu pada makna nama diri pemilik nama yang mengandung pengharapan.

2. Makna nama situasional yang mengandung harapan pada situasi pemberian nama. Selanjutnya, Sibarani mengemukakan makna nama situasional ini diberikan sesuai dengan nama yang mengacu pada situasi pada saat itu. Pada makna nama

(25)

situasional, pemaknaan dikaitkan dengan nilai-nilai budaya atau suatu kepercayaan bagi pemilik nama terhadap suatu hal yang dikaitkan dengan situasi dan kondisi. Makna nama situasional ini banyak ditemukan di tengah masyarakat, dan makna situasional mengandung harapan sesuai dengan situasi.

3. Makna nama kenangan yang mengandung kenangan. Selanjutnya Sibarani mengemukakan makna nama kenangan ini diberikan sesuai dengan kenangan yang dialami pemberi nama. Makna nama kenangan memiliki pengharapan di dalamnya sesuai dengan kenangan yang dialaminya.

2.3 Kajian Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki (Alwi dkk, 2005:1198). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi dkk, 2005:912).

Rahmawati (2009), dalam jurnalnya “Pemaknaan Orang Tua Terhadap Pemberian Nama Anak”, mengatakan bahwa identitas digunakan sebagai salah satu sarana maupun simbol aktualisasi diri karena dengan adanya identitas kita dapat dikenal dan diketahui oleh banyak orang. Nama merupakan identitas yang sangat penting karena nama merupakan atribut yang sangat pribadi, yang memiliki fungsi sebagai identifikasi seseorang. Oleh karena itu, bagi orang tua pemberian nama sangatlah penting karena nama merupakan doa orang tua yang diberikan untuk seorang anak. Penelitian ini lebih difokuskan untuk meneliti pemaknaan orang tua terhadap pemberian nama anak. Metode yang dipilih adalah metode penelitian kualitatif. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan dalam penentuan informan adalah menggunakan teknik purposive. Instrumen penelitian

(26)

menggunakan pedoman wawancara. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini adalah pemberian nama adalah sebuah proses penting yang memulai babak baru kehidupan seorang bayi. Setiap nama mengandung arti, yang berisi pengharapan orang tua kepada anaknya.

Pengetahuan dan pemahaman dari religiositas akan membentuk dan mempengaruhi keputusan dalam proses memberikan nama kepada anak.

Lingkungan dan pendidikan dari orang tua juga ikut memengaruhi. Lingkungan juga memengaruhi proses dalam memberikan nama kepada anak. Seseorang yang proses pemberian nama anak yang mencari ide sendiri cenderung lebih variatif terhadap kombinasi nama anak dibandingkan dengan orang tua yang menyerahkan nama anaknya pada seorang ustad. Seseorang yang dalam proses pemberikan nama anaknya menggunakan ustad cenderung lebih pada nama arab murni dibandingkan dengan seseorang yang proses pemberian nama anak dengan ide sendiri dan campuran (kombinasi). Perbedaan penelitian Rahmawati dengan penelitian ini adalah penelitian ini membahas tentang makna nama dalam masyarakat Batak Simalungun, sedangkan penelitian Rismawati membahasa tentang pemaknaan Orang Tua terhadap pemberian nama anak. Persamaan penelitian Rahmawati dengan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan metode kualitatif sedangkan penelitian Rahmawati menggunakan metode kualitatif.

Bandana (2015), dalam jurnalnya “Sistem Nama Orang Bali: Kajian Struktur dan Makna”. mengatakan bahwa pemberian nama pada bayi saat lahir, secara umum, memiliki maksud dan tujuan tertentu. Hal itu dapat dijumpai di Indonesia, termasuk di Bali. Dalam masyarakat Bali pemberian nama pada bayi

(27)

umumnya memiliki harapan-harapan tertentu. Kajian ini termasuk dalam bidang ilmu linguistik antropologi. Sehubungan dengan hal itu, tulisan ini membahas dua masalah: struktur linguistik dan makna, baik makna leksikal/tekstual maupun makna kontekstual. Berdasarkan analisis struktur linguistik, ditemukan nama- nama orang Bali yang tergolong dalam tiga jenis kata: (1) kata sandang, (2) kata sifat, dan (3) kata bilangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara leksikal nama orang Bali memunyai makna pengharapan dan makna kenangan. Di samping itu, secara kontekstual, nama-nama tersebut mengandungmakna tersendiri sesuai dengan interpretasi pemberi nama. Perbedaan penelitian Bandana dengan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan kajian antropolinguistik sedangkan penelitian Bandana menggunakan kajian struktur dan makna.

Persamaan penelitian Bandana dengan penelitian ini adalah penelitian ini memunyai makna pengharapan dan makna kenangan sedangkan penelitian Bandana memunyai makna pengharapan dan makna kenangan.

Amaliana (2016) dalam tesisnya yang berjudul “Akulturasi Budaya dalam Pemberian Nama Anak pada Keluarga Perkawinan Campuran antara Suku Bali dan Non-Bali Di Desa Kalibukbuk dan Desa Gerokgak Kabupaten Buleleng”.

menjelaskan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai struktur-struktur nama diri anak hasil perkawinan campur antara orang suku Bali dengan orang suku non-Bali yang berada di Desa Gerokgak dan Desa Kalibukbuk. Ragam struktur nama diri pada anak keluarga perkawinan campur ditemukan melalui pengaplikasian formulasi nama diri orang Bali. Aturan formulasi tata nama orang Bali dibagi dalam tiga komponen nama, yaitu konten nama depan, konten nama tengah, dan konten nama belakang. Karakteristik struktur nama diri orang Bali

(28)

terletak pada KD yang tersusun atas unsur penanda gender, unsur penanda wangsa, unsur penanda genetik, dan unsur penanda urutan kelahiran. Untuk KT berupa unsur nama hasil kreatifitas orang tua atau keluarga, sedangkan KB disusun oleh nama keluarga yang dimiliki oleh masyarakat Bali dari wangsa Brahmana. Dalam perolehan data penelitian digunakan metode dokumentasi, dan wawancara terstruktur serta mendalam. Proses wawancara didukung oleh tiga teknik wawancara, yakni teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Data nama diri orang Bali dianalisis secara deskriptif-kontekstual dengan berpedoman pada penerapan aturan formulasi nama diri orang Bali, teori kebermarkahan, teori semantik leksikal, dan teori antropologi linguistik. Dalam proses analisisnya, masing-masing data nama diri orang Bali hasil perkawinan campur tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yakni 1) nama hasil perkawinan campur antara laki-laki orang Bali dengan perempuan suku non-Bali, dan 2)nama hasil perkawinan campur antara laki-laki dari suku non-Bali dengan perempuan suku Bali. Kelompok nama perkawinan campur antara laki-laki orang Bali dengan perempuan suku non-Bali menunjukkan bahwa pemertahanan KD bagi anaknya dipengaruhi oleh peran ayah sebagai orang yang berasal dari suku Bali, sedangkan pola akulturasi budaya ditemukan pada pembentukan nama tengah anaknya.

Pada kelompok nama hasil perkawinan campur antara laki-laki dari suku non-Bali dengan perempuan suku Balidiketahui fungsi KD sebagai penanda nama khas orang Bali telah mengalami pergeseran. Pemberian nama diri berdasar aturan formulasi nama orang Bali membuktikan derajat interaksi antarbudaya menunjukkan proses pemertahanan KD ketika perkawinan campur itu hanya dilakukan oleh laki-laki yang berasal dari suku Bali dengan perempuan dari suku

(29)

non-Bali, sedangkan penghilangan KD sebagai nama khas orang Bali muncul pada perkawinan campur antara perempuan suku Bali dengan laki-laki yang berasal dari suku non-Bali. Selain itu, unsur-unsur nama yang berlaku dalam penyusunan nama dalam KD juga digunakan sebagai unsur nama pembentuk KT.

Kondisi ini sebagai wujud pemertahanan unsur nama yang mengandung budaya Bali bagi para pelaku perkawinan campur. Dengan demikian, kajian ini menunjukkan bahwa unsur nama penyusun KD bagi orang Bali diperluas penggunaannya dalam penyusunan KT bagi anak keluarga perkawinan campur antara suku Bali dan non-Bali. Perbedaan penelitian Amaliana dengan penelitian ini adalah penelitian ini membahas tentang makna nama dalam masyarakat Batak Simalungun sedangkan penelitian Amaliana membahasa tentang akulturasi Budaya dalam Pemberian Nama Anak pada Keluarga Perkawinan Campuran antara Suku Bali dan Non-Bali Di Desa Kalibukbuk dan Desa Gerokgak Kabupaten Buleleng. Persamaan penelitian Amaliana dengan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan teknik wawancara sedangkan penelitian Amaliana menggunakan teknik wawancara.

Mangkur (2017), dalam skripsinya “Makna Nama Orang dalam Masyarakat Pakpak Dairi Kajian Antropolinguistik”, mengatakan bahwa proses pemberian nama, dan nilai-nilai budaya yang berhubungan dengan nama tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pemberian nama orang di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jahe, menunjukkan makna nama orang pada masyarakat Pakpak Dairi, dan menunjukkan nila-nilai budaya yang terkandung dalam makna nama orang pada masyarakat Pakpak Dairi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori antropolinguistik. Daerah yang ditetapkan di

(30)

Desa Nahollda Kecamatan Sitellu Tali Urang Jahe. Pengumpulan data menggunakan metode cakap dengan teknik pancing, teknik cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam. Kemudian, dalam menganalisis data digunakan metode padan dengan menggunakan alat penentu pertama dan ketiga. Alat yang digunakan bersifat mental yaitu daya pilah referensial. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa makna nama di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jahe dalam bidang antropolinguistik dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu : makna nama situasional, makna pengharapan, dan makna nama kenangan. Banyak sumbangan terhadap penelitian makna nama orang dalam masyarakat Batak Simalungun dari segi makna nama dan analisis makna nama tersebut. Perbedaan penelitian Mangkur dengan penelitian ini adalah penelitian ini membahas tentang makna nama dalam masyarakat Batak Simalungun sedangkan penelitian Mangkur membahasa tentang makna nama orang dalam masyarakat Pakpak Dairi Kajian Antropolinguistik. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Mangkur adalah penelitian ini menggunakan teori antropolinguistik sedangkan penelitian Mangkur menggunakan teori antropolinguistik.

Silaen (2017) dalam skripsinya “Penamaan dan Makna Nama Orang dalam Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Habinsaran Kajian Antropolingistik”. Mengatakan bahwa proses pemberian nama, makna nama, dan nilai-nilai budaya yang berhubungan dengan nama tersebut. Penelitian ini bertunjuan untuk mendeskripsikan proses penamaan orang di Kecamatan Habinsaran. Menunjukkan nila-nilai budaya yang terkandung dalam makna nama di Kecamatan Habinsaran. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Antropolingistik. Daerah penelitian yang ditetapkan meliputi beberapa Desa yang

(31)

terdapat di Kecamatan Habinsaran. Pengumpulan data menggunakan metode cakap dengan metode pancing, teknik cakap semuka, teknik catata, dan teknik rekam kemudian, dalam menganalisis data digunakan metode padan dengan menggunakan alat penentu pertama dan ketiga. Alat yang digunakan bersifat mental yaitu daya pilah referensial. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat 5 tahapan upacara adat batak mulai dari kelahiran sampai penamaan yaitu pabosurhon, maranggap/melek-melehan, mangharoan/maresek-esek/ mangallang tubis-tubis, mangalehon ulos parompa, dam manaru aek ni unte. Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Habinsaran tidak selalu melakukan kelima tahapan tersebut. Hal itu disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dan anak keberapa yang lahir dalam keluarga tersebut. Dan ada tiga makna nama yang ditemukan yaitu futuratif, situasional, dan kenangan. Makna nama situasional dalam masyarakat Batak Toba dikenal dengan istilah „Goar turut‟.

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, presepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Pada suatu kontek khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2017:6). Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini karena peneliti langsung terjun ke lapangan dengan penelitian pada beberapa orang yang paham dengan makna nama dalam masyarakat Batak Simalungun.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun merupakan salah satu dari 33 Kabupaten yang ada diprovinsi Sumatera Utara.

Secara administratif kecamatan ini memiliki sepuluh desa / kelurahan. Alasan peneliti memilih tempat tersebut adalah peneliti merupakan masyarakat Kabupaten Simalungun dan peneliti merasa unik akan nama-nama orang yang ada di Kabupaten Simalungun sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai makna nama orang di Kabupaten Simalungun dan dapat memberikan masukan tentang pemahaman masyarakat mengenai makna dan nilai budaya yang terdapat dalam nama orang di masyarakat Simalungun.

(33)

Pemilihan Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara sebagai lokasi penelitian karena Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara wilayah yang mudah dijangkau dan menjadi wilayah yang lebih didominasi oleh masyarakat Batak Simalungun. Masyarakat Batak Simalungun yang tersebar, sebagian berdomisili di wilayah yang masih mempunyai adat istiadat yang kuat. Hal itu berpengaruh pada bahasa di wilayah sekitarnya termasuk sistem di daerah tersebut. Waktu dalam melakukan penelitian ini direncanakan selama satu bulan setelah proposal di setujui.

Gambar 3.2 Peta Kecamatan Dolog Masagal

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:(Peta_Lokasi)_Kecamatan_Dolog_Masagal,_

Kabupaten_Simalungun.svg

(34)

3.3 Sumber Data

Data penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa data utama yang didapatkan dari informan. Sumber data ini diperoleh melalui informan yang berhubungan dengan kepemilikan nama orang yang bersangkutan. Sumber informasi tersebut sekaligus bahasa yang digunakan mewakili kelompok tutur daerah atau desa yang sudah ditetapkan. Sumber data tersebut diperoleh dengan menanyakan beberapa daftar pertanyaan kepada informan di Kecamatan Dolog Masagal . Oleh karena itu, seorang informan harus memunyai kriteria tertentu agar data yang di dapatkan lebih akurat.

Data sekunder adalah data yang berasal dari tangan kedua atau sumber- sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan. Data sekunder bisa berupa jurnal ilmiah dan buku-buku Bahasa Simalungun.

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cakap atau lebih dikenal dengan wawancara, serta mencatat hal-hal yang perlu untuk penelitian ini. Adanya percakapan antara peneliti dengan informan menimbulkan terjadinya kontak antarmereka. Dalam penelitian antropolinguistik, kontak tersebut dimaksudkan sebagai kontak antara peneliti dengan informan di setiap daerah pengamatan.

Agar keterangan dan data terkumpul, kita harus memilih informan yang baik untuk mendapatkan hasil yang baik pula. Adapun syarat-syarat sebagai informan menurut Mahsun, (2005:134-135) adalah :

a. Berjenis kelamin pria atau wanita

b. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun)

(35)

c. Orang tua, istri, dan suami informasi lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak memiliki mobilitas yang tinggi.

d. Berstatus sosial menengah ke atas.

e. Dapat berbahasa Indonesia.

f. Sehat jesmani dan rohani.

g. Berpendidikan minimal tamat SD atau sederajat.

h. Pekerjaan bertani atau buruh.

i. Menguasai dialek atau bahasa yang diteliti dan mampu mempergunakannya dengan baik.

Pada pelaksanaan teknik cakap semuka peneliti langsung melakukan percakapan dengan pengguna bahasa sebagai informan dengan bersumber pada pancingan yang sudah disiapkan (berupa daftar tanya) atau secara spontanitas (pancingan dapat muncul di tengah-tengah percakapan). Dalam penelitian ini wawancara dilakukan minimal kepada tiga informan. Pertanyaan yang dilakukan pada waktu wawancara:

1. Apa yang diketahui tentang proses pemberian nama pada masyarakat tersebut?

2. Apa makna nama-nama orang dalam masyarakat tersebut?

3. Apa saja nilai-nilai budaya yang terdapat pada nama orang dalam masyarakat tersebut?

Penelitian ini menggunakan teknik lanjutan berupa teknik tatap semuka.

Peneliti langsung mendatangi setiap orang yang menjadi target penelitian dan melakukan percakapan melalui daftar pertanyaan yang telah disediakan kepada informan.

(36)

Teknik lanjutan cakap semuka juga didukung oleh teknik catat dan teknik rekam. Kedua teknik ini berguna untuk melengkapi data dan memperkuat data dalam pengumpulannya. Teknik catat digunakan untuk membantu dan mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data, kemudian digabungkan dengan teknik rekam untuk memperkuat data pada teknik catat dengan memeriksa data pada teknik rekam.

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode dalam pengkajian data dalam penelitian “Makna Nama Orang pada Masyarakat Batak Simalungun” ini adalah metode padan. Disebut metode padan karena metode ini menggunakan alat penentu referen bahasa, organ wicara, bahasa, dan mitra wicara (Sudaryanto,1993:13). Alat penentunya berada di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Metode padan ini dapat dilakukan dengan teknik dasar yang dimaksud disebut teknik pilah unsur penentunya (PUP). Makna nama orang pada masyarakat Batak Simalungun akan diketahui berkat daya pilah yang digunakan oleh peneliti.

Analisis data masalah pertama berdasarkan jenis nama orang pada masyarakat Batak Simalungun, Adat Mangalop parhorasan merupakan memohon berkat sebelum pemberian nama oleh kedua orang tua bayi tersebut. Berupa doa yang dierikan orangtua agar sehat sampai melahirkan. Seorang anak laki-laki yang baru lahir dalam sebuah keluarga langsung diberi nama “si ucok”, kemudian setelah beberapa hari keluarga tersebut mengadakan acara adat pemberian nama kepada anak laki-laki tersebut. Berdasarkan acara adat yang telah dilaksanakan, maka anak laki-laki tersebut diberi nama “Hamonangan” dan diikuti dengan pemberian marga secara patrilineal (garis keturunan ayah) yaitu bermarga “Damanik”.

(37)

Dengan demikian nama lengkap anak tersebut adalah “Hamonangan Damanik”.

Kemudian anak tersebut menikah dan memunyai anak, maka dia dan istrinya diberi nama baru yang diambil dari nama anak sulungnya dengan ditambah kata yang dapat menunjuk pada kata yang bermakna “ayah”, dan “ibu”. Misalnya, anak sulungnya bernama “Tuahsen”, maka dia akan diberi nama Pa Tuahsen, Bapak

“si Tuahsen” dan istrinya diberi nama Na Tuahsen, Ibu “si Tuahsen”. Nama tersebut akan berubah juga apabila si anak tersebut telah memiliki cucu. Hal demikian disebut jenis nama Pandiloon “panggilan”. Tetapi pada pelaksanaannya nama yang telah diberi kepada seorang anak dapat diganti atau diubah dengan alasan tertentu, misalnya jika anak tersebut sering sakit. maka, untuk mengatasinya dapat dilakukan acara untuk mengganti nama anak tersebut.

Demikian juga dengan makna nama orang pada masyarakat Batak Simalungun memiliki ciri khas sebagai penanda kebudayaan tersebut, karena ada mitos pada masyarakat Batak Simalungun bahwa nama itu tidak cocok disandang si anak. Berikut adalah contoh data nama dalam bahasa Batak Simalungun.

Misalnya, 1) Tuahsen, “Berkat”,2) Hamonangan, “Kemenangan”, 3) Rohdearni,

“Makin lebih baik”, 4) Lihar, “Terang”. Dari data tersebut dapat dilakukan analisis makna berdasarkan makna-makna nama berdasarkan Sibarani. Hal ini masuk ke dalam rumusan masalah data kedua. 1) Tuahsen, “Berkat” bermakna semoga menjadi berkat ditengah-tengah keluarga, 2)Hamonangan “Kemenangan‟

bermakna semoga selalu mendapat kemenangan di dalam hidup, 3) Rohdearni

“makin lebih baik” bermakna semoga menjadi anak yang lebih baik kepada orang tua, 4) Lihar “Terang” bermakna semoga menjadi penerang bagi keluarga. Dari analisis tersebut dapat simpulkan bahwa semua data tersebut dikelompokkan ke

(38)

dalam makna nama jenis pengharapan. Dari data masalah ketiga, Nilai budaya yang terdapat pada analisis data rumusan masalah ketiga. 1) Tuahsen, “Berkat”

nilai budaya dari nama tersebut adalah kedamaian. (2) Hamonangan

“Kemenangan” memiliki nilai kesejahteraan. (3) Rohdearni “makin lebih baik”

memiliki nilai kedamaian, (4) Lihar “Terang” memiliki nilai kesejahteraan.

3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian hasil analisis data yang digunakan biasanya mendeskripsikan secara mendalam apa yang menjadi inti permasalahan dalam suatu penelitian sehingga siap untuk disajikan dan dinikmati oleh para pembacanya. Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik penyajian informal. Sudaryanto mendefenisikan metode penyajian informal ini sebagai hasil analisis yang disajikan dilakukan dengan kata-kata biasa (a natural language) (Sudaryanto, 2015:240).

(39)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Proses Pemberian Nama Orang Pada Masyarakat Batak Simalungun Dalam masyarakat Batak Simalungun, Nama merupakan sebuah doa yang disematkan oleh orang tua kepada anak-anaknya dan merupakan elemen terpenting dalam masyarakat. Pada masyarakat Batak Simalungun memiliki tatacara yang khas dalam memberikan nama kepada seorang anak. Nama merupakan pertanyaan kedua yang umumnya dinyatakan dalam perkenalan masyarakat Batak Simalungun selain marga. Sebelum memasuki masa mengandung, pasangan suami istri umumnya dipanggil dengan panggilan „Pa Paima‟ untuk laki-laki dan „Na paima‟ untuk panggilan perempuan. Tata cara tersebut dimulai dari proses penyambutan kelahiran sampai pemberian nama.

Tahapan upacara yang dilakukan di masyarakat Batak Simalungun adalah : 4.1.4 Mangalop parhorasan (memohon berkat)

Mangalop Parhorasan merupakan adat Batak Simalungun yaitu memohon berkat. Dalam hal ini pihak orangtua calon bayi yang datang ke rumah orangtua (orangtua suami) untuk memohon berkat dari orangtua tersebut. upacara ini bisa dilakukan di rumah tepatnya di ruang tamu. Dalam upacara ini tidak terlalu banyak mengundang masyarakat karena upacara memohon berkat ini tidak terlalu besar bagi masyarakat Batak Simalungun. Upacara ini dilakukan untuk memohon berkat kepada orangtua dan mengucakapkan terimah kasih kepada Tuhan dengan meneguhkan pikiran Ibu dari sang bayi saat melahirkan nanti. Inti dari upacara Mangalop Parhorasan dalam adat simalungun ini adalah Orangtua calon bayi

(40)

yang menjemput berkat kerumah orangtuanya, bukan orangtua yang mengantarkan berkat ke rumah orangtua calon bayi.

4.1.2 Mandekkei (Memberi ikan)

Adat Mandekkei merupakan tradisi yang ada dimasyarakat Batak Simalungun. Dalam adat ini pihak tondong(orangtua istri) memberikan makanan khas Batak Simalungun yang disebut mandekkei kepada calon ibu serta berkat

“pasu-pasu” dan membawa makanan berupa dayok nabinatur(ayam yang sudah dimasak dan disusun rapi), pisang, jeruk purut, buah semangka, rudang (bunga pisang) dll serta hiou bittang maratur yang diberikan kepada orangtua calon bayi.

Tujuan diberikan nya hiou ini untuk mengatur anak, boru, dan bayi agar menjadi keluarga yang baik dikemudian hari. Dalam acara ini pemberian makanan dari orangtua perempuan (orangtua istri) menjadi inti utama dari upacara. Upacara ini dilakukan pada saat umur kandungan sudah memasuki tujuh bulan. Istilah ini, dikenal dalam masyarakat umum dengan istilah tujuh bulanan. Panggilan kepada calon ayah adalah Pa Paima dan calon ini Na Paima.

4.1.3 Manganggapi (Menjaga)

Manganggapi adalah tahap yang dilakukan mulai dari hari pertama kelahiran sampai hari ketujuh. Tahap ini dilakukan untuk menjaga dan mengawasi ibu dan bayinya dari gangguan makhluk halus atau roh jahat yang mungkin saja membahayakan keselamatan keduanya terutama bayinya. Menjaga dilakukan dengan mengumumkan berita kelahiran kepada masyarakat dan keluarga, sehingga mereka datang secara serentak untuk menjaga ibu dan bayinya.

Masyarakat yang menjaga ibu dan bayi kebanyakan bapak-bapak. Masyarakat yang menjaga biasanya melakukan kegiatan agar tidak merasa bosan dan ngantuk.

(41)

Dalam hal ini goran-goran “ nama kecil” yang disandang anak yang baru lahir sesuai dengan jenis kelaminnya. Jika anaknya laki-laki maka dipanggilan dengan sebutan “si ucok” atau jika perempuan maka dipanggil dengan sebutan “si butet”. Begitu pula dengan panggilan orangtua nya, sesuai dengan jenis kelamin anak tersebut. Pa ucok dan Ma ucok untuk panggilan kepada kedua orangtua yang memiliki anak lakilaki atau Pa butet dan Ma butet untuk panggilan kedua orangtua yang memiliki anak perempuan.

4.1.4 Mambere goran (Memberi nama)

Membere goran adalah sistem pemilihan nama yang dilakukan oleh keluarga. Nama tersebut bisa diberikan orangtua bayi, orangtua dari suami, orangtua dari istri, dan keluarga. Nama –nama yang diberikan kepada sang bayi harus memiliki makna-makna yang baik. Ketika akan memilih nama sang bayi, calon nama-nama sang bayi ditulis di dalam kertas, dimasukkan ke dalam balbahul yakni semacam kantongan yang terbuat dari ayaman pandan yang berisi beras. Kemudian kantong itu diguncang-guncang sehingga calon nama-nama yang sudah dimasukkan itu teracak secara random. Setelah itu, salah satu calon nama diambil. Nama yang muncul, itulah yang disematkan kepada sang bayi. Dalam Upacara adat Batak Simalungun ada 2 adat dalam pemberian nama:

1. Nitak Siang-Siang (penenang hati)

Nitak siang-siang ini merupakan upacara adat Batak Simalungun yang diberikan saat pemberian nama, Upacara adat ini berupa nitak (tepung beras) berisi telur ditengah-tengah nitak dan dayok naminatur . Upacara ini diberikan saat di rumah, tepatnya berada diruang tamu. Orang yang menyampaikan nitak siang-siang kepada orangtua bayi adalah orangtua beserta keluarga dan

(42)

masyarakat yang turut serta mengikuti upacara tersebut. Dalam hal menyampakan itak siang-siang ini orangtua laki-laki mengarah ke bayi mengatakan :

On ma nitak siang-siang

(Inilah makanan penenang hati)

Ase siang ma paruhuran

(agar terang suasana hati)

Ase gabur pasarian

( agar mudah rejeki)

On ma tamperan goranmu

(inilah diberi namamu)

Ase tampe ma pasu-pasu hubam

(agar diberi anugrah padamu)

Ase hubam marhite pasu-pasu ni Tuhan

( agar diberikan kepadamu berkat yang dari Tuhan)

Dalam hal ini orangtua (orangtua suami) memberikan doa agar selalu diberkati Tuhan dan memberikan ucapan syukur kepada orangtua bayi.

2. paabinghon pahompu (menggendong cucu)

Dalam masyarakat Batak Simalungun paabingkon merupakan adat istiadat dalam pemberian nama di masyarakat Batak Simalungun. Orangtua (orangtua istri) memberi dayok nabinatur kepada orangtua bayi dan juga

(43)

memberikan parombah (kain panjang) kepada bayi, lalu ibu dari bayi menggendong anak tersebut dengan parombah (kain panjang) yang diberikan orangtua (orangtua istri). Lalu ibu bayi tersebut diberikan kepada orangtua (orangtua istri) agar diabing (digendong). Orangtua yang menggendong menghadap wajah bayi dan mengatakan :

On ma parombah (inilah kain panjang)

Panjang umur ma janah murah rejeki

(panjang umurlah dan murah rejeki)

Setelah orangtua (orangtua istri)selesai mengatakan hal tersebut orangtua pun membuat beras berupa pasu-pasu (berkat) kekepala bayi. Setelah melakukan hal tersebut orangtua mengembalikan bayi kepada ibunya beserta kain panjang dan beras . hal ini dilakukan berupa doa agar bayi sehat selalu dan mendapatkan umur yang panjang .

(44)

4.2 Makna Nama Orang pada Mayarakat Batak Simalungun di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun

4.2.1 Makna Futuratif

Makn futuratif adalah makna nama yang mengandung pengharapan agar kehidupan pemilik nama seperti makna namanya. makna nama yang mengandung pengharapan agar kehidupan pemilik nama seperti makna namanya. Dalam kehidupan bermasyarakat khususnya pada suku Batak Simalungun, makna nama futuratif banyak ditemukan dalam nama, karena pada umumnya sebuah nama mengandung makna pengharapan yang menyangkut masa depan sipemilik nama.

Harapan setiap orang akan selalu baik, walaupun harapan itu tidak terpenuhi sesuai dengan harapan-harapan yang tedapat dalam nama-nama tersebut. Paling sedikit anakanak itu yang menyandang nama itu akan diingatkan bahwa mereka memiliki nama yang mengandung arti yang baik. Jadi, bila mereka akan berbuat hal-hal yang tidak baik, paling sedikit mereka akan berpikir dengan menyandang nama tersebut mereka akan malu untuk melakukan hal-hal yang tidak baik. Dari analisis penelitian tersebut, ada beberapa nama yang mengandung makna nama futuratif dalam masyarakat Batak Simalungun, di Desa Bangun Pane, Kecamatan Dolog Masagal.

1. Dear „Baik‟

Nama Dear merupakan kata adjektiva. Nama Dear ini digunakan sebagai nama orang di masyarakat Batak Simalungun. Nama tersebut bermakan bahwa orangtua memberikan nama Dear kepada anaknya berharapan supaya dia nantinya menjadi orang yang baik, baik terhadap keluarga maupun sesama. Makna futuratif

(45)

yang terdapat pada nama tersebut adalah semoga menjadi anak yang baik dan bisa menjadi panutan bagi saudara dan keluarganya.

2. Sahman „Pasti

Nama Sahman adalah kata nomina yang menunjukkan hal keyakinan kepada seorang anak yang menjadikan keyakinan sebagai hal utama untuk kedepannya. Orangtua memberikan nama Sahman mengharapkan supaya anaknya bisa selalu mendapat kepastian. Makna nama futuratif yang terdapat pada nama Sahman semoga menjadi anak yang berhasil dan sukses dalam dunia pekerjaan.

3. Andohar „Semoga‟

Nama Andohar merupakan kelas adverbia yang digunakan sebagai nama orang di Desa Bangun Pane. Orangtua memberikan nama Andohar mengharapkan supaya anaknya bisa menjadi anak yang lebih baik. Makna nama Futuratif yang terdapat pada nama Andohar semoga menjadi anak yang selalu mendapat jalan keluar dari setiap permasalahan yang ada di dalam kehidupan.

4. Rohma „Datanglah‟

Nama Rohma merupakan kelas verba yang digunakan dalam masyrakat Batak Simalungun. Orangtua yang memerikan nama tersebut berharap anaknya nantinya selalu mendatangkan hal-hal yang baik. Makna futuratif yang terkandung pada nama Rohma semoga menjadi anak yang selalu mendatangkan kebaikan bagi masyarakat yang membutuhkan.

5. Hamonangan „Kemenangan‟

Nama Hamonangan merupakan kata nomina yang menunjukkan hal tentang kemenangan. Orangtua yang memberikan nama tersebut berharap anaknya mendapatkan kemenangan. Makna futuratif yang terkandung pada nama

(46)

Hamonangan semoga selalu mendapat kemenangan di dalam persaingan pekerjaan.

6. Rossi Magina „selamanya‟

Nama Rossi Magina merupakan kata nomina yang digunakan sebagai nama di masyarakat Batak Simalungun. Orangtua yang memberikan nama tersebut berharap anaknya kelak menjadi orang yang baik. Makna futuratif yang terkandung pada nama Rossi Magina semoga selamanya kelak menjadi anak yang selalu membanggakan orang tua dalam meraih prestasi.

7. Hasiholan „Kerinduan‟

Nama Hasiholan merupakan kata nomina yang menunjukan kerinduan.

Nama ini digunakan sebagai nama orang di desa bangun pane. Orangtua yang memberikan nama tersebut berharap anaknya kelak menjadi seseorang yang selalu dirindukan. Makna futuratif yang terkandung dalam nama Hasiholan semoga kelak menjadi anak yang selalu dirindukan karena selalu memberikan dampak yang baik nantinya bagi masyarakat.

8. Tuahsen „Berkat‟

Nama Tuahsen merupakan kata nomina yang menunjukkan kebaikan dalam hidup. Nama Tuahsen diberikan Orangtuanya agar kelak anaknya selalu mendapat kebaikan. Makna futuratif dalam nama Tuahsen adalah semoga anaknya selalu mendapat berkat atau kebaikan dikemuadian hari.

9. Haporsayaan „Kepercayaan‟

Nama Haporsayaan merupakan kata nomina yang menunjukkan anggapan atau keyakinan. Nama ini juga digunakan di masyarakat Batak Simalungun.

Makna futuratif yang terkadung dalam nama Haporsayaan adalah orangtua

(47)

berharap anaknya menjadi orang yang dapat dipercayai oleh keluarga, teman, sahabat, dan masyarakat.

10. Dorma „ Pengasih pada sesama‟

Nama Dorma merupakan kata nomina yang menunjukkan orang yang mengasihi. Nama Dorma sering sekali digunakan masyarakat karena memiliki makna yang baik. Nama Dorma merupakan nama yang mempunya makna yang sangat bagus. Makna futuratif yang ada pada nama Dorma yaitu semoga selalu menjadi pengasih pada sesama terutama bagi keluarga.

11. Rohmainim „Anak kesayangan‟

Nama Rohmainim merupakan kata yang dapat digunakan sebagai nomina.

Makna nama yang terdapat dalam nama Rohmainim atau makna futuratif yang terdapat pada nama tersebut adalah semoga anak tersebut menjadi anak kesayangan ditengah-tengah keluarga ataupun masyarakat karena merupakan anak pertama dan cucu pertama bagi keluarganya.

12. Holong „Kasih‟

Nama Holong merupakan kelas kata nomina yang digunakan sebagai nama masyarakat Batak Simalungun di Desa Bangun Pane. Kata Holong dalam penggunaannya pada bahasa Batak Simalungun, sering dijumpai pada saat seseorang mengungkapkan perasaannya kepada pasangannya. Nama Holong mengandung makna pengharapan atau makna futuratif yaitu semoga anak bernama Holong selalu mendapat kasih.

13. Risdo „penuh‟

Nama Risdo merupakan nama yang memiliki makna pengharapan berupa makna futuratif. Nama Risdo merupakan kelas kata adjektiva yang digunakan

(48)

sebagai nama orang di Desa Bangun Pane. Nama tersebut menyiratkan makna harapan atau futuratif. Makna futuratif yang terkandung pada nama Risdo adalah adanya harapan semoga anak tersebut menjadi orang yang selalu penuh dengan harapan atau impian untuk menjadi kebanggan bagi keluarga.

14. Horas „makmur‟

Nama Horas merupakan bagian dari kelas kata adjektiva yang digunakan sebagai nama masyarakat Batak Simalungun. Kata Horas dalam penggunaannya pada Batak Simalungun, sering dijumpai pada upacara salam sejahtera untuk masyarakat Batak Simalungun. Kata Horas dalam masyarakat Batak Simalungun sama dengan penggunaan kata salam Menjuah-juah pada pada bahasa Batak Karo, njuah-juah pada Batak Pakpak, atau hai atau helo dalam bahasa Indonesia pada umumnya. Nama Horas mengandung makna pengharapan atau futuratif yaitu semoga anak bernama Horas hidup dengan makmur.

15. Binsar „bangkit‟

Nama Binsar merupakan kelas kata verba yang artinya bangkit. Nama tersebut mengandung harapan tersendiri yang diberikan orangtuanya kepada anaknya. Harapan atau makna futuratif yang terdapat pada nama Binsar ditunjukkan dengan tersiratnya harapan semoga anak yang bernama Binsar kelak menjadi anak yang selalu bangkit dari setiap keterpurukan dan masalah yang dihadapi anak tersebut dikemudian hari karena pada saat mengandung orangtua dari calon bayi mendapat keterpurukan dan mencoba bangkit kembali .

16. Basar „ramah‟

Nama Basar merupakan nama dalam bahasa Batak Simalungun yang digunakan sebagai nama masyarakat Batak Simalungun yang menunjukkan

(49)

pengharapan. Nama Basar merupakan kelas kata adjektiva yang artinya ramah.

Nama tersebut mengandung makna pengharapan supaya anak yang diberikan nama Basar memiliki sifat yang ramah sesuai dengan orangtuanya yang selalu ramah kepada masyarakat sekitar. Makna pengharapan tersebut merupakan makna futuratif yang terkandung dalam nama Basar.

17. Ajar „nasib‟

Ajar merupakan sesuatu yang sudah ditentukan oleh Tuhan atas diri seseorang. Nama Ajar merupakan kelas kata nomina yang digunakan sebagai nama orang masyarakat Batak Simalungun di Desa Bangun Pane. Harapan atau makna futuratif yang terdapat pada nama Ajar adalah orangtua berharap semoga anaknya kelak memiliki nasib yang baik. Tidak seperti nasip yang dihadapi otangtuanya saat ini.

18. Lihar „terang‟

Nama Lihar juga digunakan di dalam masyarakat Batak Simalungun di Bangun Pane. Nama Lihar ini diberikan orangtua kepada anaknya bertujuan agar anaknya tersebut kelak menjadi anak yang selalu menjadi penerang atau menjadi penuntun kebaikan bagi keluarga atau masyarakat. Harapan tersebut merupakan futuratif yang tersirat dalam nama Lihar.

19. Tongon „benar‟

Nama Tongon merupakan nama yang digunakan di masyarakat Batak Simalungun di Desa Bangun Pane. Nama Tongon mempunyai arti benar, betul, dan perihal lainnya. Harapan tentang kebenaran disangkut-pautkan kepada karakter anak yang memiliki nama Tongon di masa depan. Makna yang terkandung dalam nama Tongon adalah makna futuratif yang terkandung dalam

(50)

nama Tongon adalah harapan semoga anak yang selalu memberikan kebenaran di dalam berbagai hal.

20. Damei „ damai‟

Nama Damei merupakan kelas kata nomina yaitu tenteram, tenang. Makna nama yang terdapat dalam nama Damei atau makna futuratif yang terdapat pada nama Damei yaitu semoga anak yang memiliki nama tersebut selalu mendapat kedamaian atau ketenangan bagi masyarakat dengan turut membantu masyarakat yang membutuhkannya.

21. Anju „ sabar,bujuk‟

Nama Anju merupakan kelas kata nomina yang digunakan dalam masyarakat Batak Simalungun di Desa Bangun Pane. Makna pengharapan atau futuratif yang terkandung dalam nama Anju adalah semoga anak tersebut menjadi anak yang selalu memiliki kesabaran dan selalu pintar dalam membujuk.

22. Ringgas „rajin‟

Nama Ringgas merupakan bagian kelas kata adjektiva yang mengandung makna pengharapan. Harapan tersebut diberikan kepada anaknya melalui namanya. Nama Ringgas diberikan orangtuanya berkeinginan anaknya menjadi orang yang rajin karena rajin merupakan pangkal kaya. Harapan tersebut merupakan futuratif yang tersirat dalam nama Ringgas.

23. Sura „cita-cita‟

Nama Sura merupakan jenis kelas kata nomina yang mempunyai harapan sesuai dengan makna kata yang sebenarnya. Makna futuratif yang terdapat pada nama Sura adalah semoga anak tersebut memuyai cita-cita yang tinggi yang bisa

Gambar

Gambar 3.2 Peta Kecamatan Dolog Masagal

Referensi

Dokumen terkait

Hal itu juga sangat bisa ia rasakan karena kehidupannya sekarang yang sudah sangat berubah dari sebelumnya ia hanya seorang Ibu Rumah Tangga yang merawat anak-anak dan

Sinaga 2010.Makna Nama Orang Pada Masyarakat Batak Toba di

Berdasarkan jenis nama tersebut, pemberian nama dalam masyarakat Batak Pakpak Dairi tidak terbatas hanya kepada seorang bayi yang baru lahir, tetapi dapat juga

Penamaan dan makna nama orang di Kecamatan Sitellu Tali urang Jehe tidak terlepas dari. nilai-nilai budaya

Kata kunci : Antropolinguistik, Nama, Makna, Nilai budaya, Masyarakat Batak

4.4 Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam makna nama orang pada masyarakat Pakpak

Setiap daerah memiliki nama, pemberian nama pada tiap daerah bukan hanya sebutan saja. Daerah-daerah diberi nama oleh masyarakatnya berdasarkan situasi dan kondisi tiap-tiap

Apabila seseorang sudah gabe yang artinya dari segi usia sudah memiliki keturunan baik anak dan cucu bahkan cicit akan menjadi kebanggan bagi orang tersebut,