• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Nama Orang dalam Masyarakat Pakpak Dairi Kajian Antropolingiustik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna Nama Orang dalam Masyarakat Pakpak Dairi Kajian Antropolingiustik"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Beberapa konsep yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini, yaitu antropolinguistik, makna, nama dan masyarakat Pakpak Dairi.

Chaer (2007) mengatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya.Bahasa adalah aspek pembentuk budaya karena bahasalah yang menjadi syarat utama pempromosian dan pengenalan budaya keluar dari tempat budaya tersebut berkembang. Bahasa sebagai salah satu bagian dari kebudayaan dimanfaatkan penuh oleh masyarakat untuk menjalin interaksi antar kelompoknya.

Ilmu yang mengkaji budaya dan bahasa serta keterkaitannya masing-masing disebut kajian bahasa antropolinguistik. Deskripsi mengenai budaya yang melibatkan bahasa adalah aspek yang menarik, sebaliknya bahasa yang melibatkan budaya akan membekali pemahaman dan pengetahuan tentang kegiatan bahasa khususnya sistem komunikasi dalam lingkungan komuniti bahasa. Kajian khusus mengenai keterkaitan antara bidang (interdisciplinary links), baik teoritis maupun praktis, antara linguistik dan antropologi dinamakan antropo-linguistik (Ridwan 1997.

Makna adalah arti, maksud pembicara atau penulis, dan pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (Alwi dkk, 2005:703). Makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar. Dari pengertian tersebut dapat diketahui adanya unsur pokok yang tercakup didalamnya, yaitu:

a. Makna adalah hasil hubungan bahasa dengan dunia luar,

(2)

c. Perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling mengerti.

Dalam penelitian ini, makna yang menjadi acuan penulis dalam menganalisis makna nama orang ini adalah makna yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi secara langsung kepada orang lain sehingga orang lain dapat mengetahui apa makna nama, serta peristiwa apa yang ada dibalik nama tersebut.

Nama adalah suatu kata atau kelompok kata untuk mengidentifikasikan dan menyebut orang, hewan, benda, dan tempat (Robert dan Henry, 1990:8). Memiliki sebuah nama adalah hak istimewa dan kehormatan bagi setiap orang. Sebagian nama orang di kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe memiliki ciri khas yang menunjukkan identitas orang, misalnya dengan mendengar nama “karina, khotbah, lollo”, kita dapat mengetahui etnik atau agama apa pemilik nama tersebut. Setiap hal, baik orang, hewan, benda, dan tempat pasti memiliki setidaknya satu nama yang disandangnya. Nama begitu dekat dengan pemiliknya sehingga nama itu menggambarkan reputasi baik atau buruk, cerita baik, sedih, maupun bahagia di balik nama itu.

Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (Alwi Hasan dkk, 2005:721). Batak Pakpak adalah salah satu etnik suku Pakpak yang pada umumnya mendiami dua daerah asal yaitu kabupaten Dairi berpusat di Sidikalang dan kabupaten Pakpak Bharat berpusat di Salak.

(3)

2.2Landasan Teori

2.2.1 Antropolinguistik

Antropolinguistik ada cabang linguistik yang menaruh perhataian pada: a) pemakaian bahasa dalam konteks sosial dan budaya yang luas dan b) peran bahasa dalam mengembangkan dan mempertahankan aktifitas budaya serta struktur sosial. Dalam hal ini, antropolinguistik memandang bahasa melalui konsep antropologi yang hakiki dan melalui budaya, menentukan makna di balik penggunaanya, serta menemukan bentuk-bentuk bahasa, register, dan gaya. Dalam kaitan bahsa dengan antropologi, bahasa merupakan bagian dari kebudayaan (Halliday, dalam Suryatna, 1996:59). Antropolinguistik menitik beratkan pada hubungan antara bahasa dengan kebudayaan dalam suatau masyarakat (Sibarani, 2004:50). Kridalaksana menggunakan istilah kajian antropolinguistik ini adalah kajian linguistik kebudayaan. Linguistik kebudayaan adalah cabang ilmu yang mempelajari variasi dan pemakaian bahasa dalam hubungannya dengan pola kebudayaan dan ciri-ciri bahasa yang berhubungan dengan kelompok sosial, agama, pekerjaan dan kekerabatan (Sibarani dan Henry, 1993:128). Linguistik kebudayaan merupakan kajian tentang kedudukan dan fungsi bahasa di dalam konteks sosial dan budaya secara lebih luas yang memiliki peran untuk membentuk dan mempertahankan praktik-praktik kebudayaan dan struktur sosial masyarakat (Beratha 1998:42).

(4)

tersebut. Selain itu, Antropolinguistik juga merupakan ilmu bahasa yang menunjukkan hubungan budaya dan bahasa melalui pemakaiannya.

2.2.2 Proses Pemberian Nama

Proses pemberian nama adalah sesuatu kegiatan pranata yang khusus. Kebudayaan semacam ini disebut kebudayaan suku bangsa, yang lebih dikenal secara umum di Indonesia dengan kebudayaan daerah (Sudikan, 2000: 4). Menurut Thatcher dalam Sugiri (2003: 57) ada tujuh aturan pemberian nama, yaitu :

1. nama harus berharga,

2. nama harus mengandung makna yang baik, 3. nama harus asli,

4. nama harus mudah dilafalkan, 5. nama harus bersifat membedakan,

6. nama harus cocok dengan nama keluarga, 7. nama harus menunjukkan jenis kelamin.

Selain itu, nama harus mempunyai nilai praktis dan magis (Kuntjaraningrat, 1980: 10). Simon Potter (1973) mengatakan bahwa pada tahap awal sejarah bahasa kata-kata pertama yang dikenal adalah nama-nama. Masalah nama sebenarnya erat pula kaitannya dengan bidang linguistik, sosiolinguistik, dan semantik.

(5)

itu ada hal-hal yang tersirat. Misalnya, nama mengandung pengharapan, peristiwa, sifat, kenangan, keindahan, kebanggaan, dan dapat pula menunjukkan tingkat sosial, agama yang dipeluknya, jenis kelamin (seks), asal-usul dan sebagainya Selain nama pribadi, seseorang acapkali menyandang nama keluarga. Nama keluarga akan memudahkan kita mengenal silsilah keluarga seseorang.

Sibarani (2004: 109) menyebutkan dalam budaya Batak, ada lima jenis nama yaitu:

1. Pranama, yaitu julukan yang diberikan kepada si anak sebelum dia diberi nama sebenarnya.

2. Goar sihadakdanahon”nama sebenarnya/jejak lahir”, yaitu nama yang diberikan oleh orang tua kepada si anak sejak kecil.

3. Panggoaran “teknonim atau nama dari anak/cucu sulung”, yaitu nama tambahan yang diberikan masyarakat secara langsung kepada orang tua dengan memanggil nama anak atau cucu sulungnya.

4. Goar-goar “nama julukan”, yaitu nama tambahan yang diberikan orang banyak kepada seseorang yang memiliki pekerjaan, keistimewaan, tabiat atau sifat tertentu.

5. Marga “nama keluarga/kerabat”, yaitu nama yang diberikan kepada seseorang dengan otomatis berdasarkan kekerabatan yang unilinear atau garis keturunan geneologis secara patrilineal dari satu nenek moyang.

Berdasarkan jenis nama tersebut, pemberian nama dalam masyarakat Batak Pakpak Dairi tidak terbatas hanya kepada seorang bayi yang baru lahir, tetapi dapat juga diberikan kepada orang dewasa. Jadi, apabila kita memperhatikan pemberian nama dalam budaya Batak Pakpak Dairi, kita dapat mencatat bahwa nama diberikan:

(6)

akan diberi nama oleh orang tuanya. Jenis nama yang pertama sekali diberikan adalah pranama dan setelah beberapa hari atau beberpa bulan kemudian, diberikanlah nama sebenarnya (proper name) seperti yang diuraikan diatas.

2. Setelah mempunyai anak. Setelah seseorang mempunyai anak, dia dan istrinya diberi nama baru yang diambil dari nama anak sulungnya dengan ditambah kata yang dapat menunjuk pada kata yang bermakna”ayah” (untuk ayahnya) dan yang bermakna “ibu” (untuk ibunya).

3. Setelah mempunyai cucu. Setelah pasangan suami-istri mempunyai cucu,dia dan istrinya juga akan diberi nama baru yang diambil dari nama cucu pertama dengan ditambah kata yang dapat menunjuk pada kata yang bermakna”kakek” atau “nenek”.Yang dipentingkan

adalah nama cucu pertama dari putra pertamanya,tetapi jika cucu dari putranya belum ada, nama cucu dari putrinya juga bisa digunakan untuk sementara. Setelah cucu dari putra pertamanya ada, nama itu akan diberikan kepadanya untuk menggantikan nama cucu dari putri pertamanya. Baik pemberian nama dengan memanggil anak pertama maupun cucu pertama disebut dengan teknomini sebagaimana yang diuraikan diatas. 4. Setelah memiliki pekerjaan atau tabiat tertentu. Orang yang pekerjaan atau tabiatnya

sangat menonjol/mencolok sering dijuluki dengan nama yang sesuai dengan keadaan atau tabiatnya. Jenis nama ini disebut nama julukan seperti yang diuraikan diatas.

(7)

yang diinginkannya. Termasuk pada bagian ini, jika seorang pemuda Pakpak Dairi menikahi seorang gadis non Batak, salah satu syarat terpenting untuk bisa diberkati secara adat adalah mengangkat gadis itu menjadi gadis Batak dengan memberi marga. Biasanya, marga yang diberikan sama dengan marga ibu sipemuda karena menurut adat Batak, gadis yang sesuai menjadi istri seorang pria adalah putri saudara laki-laki ibunya (putri pamannya).

Pemberian nama dengan teknomini semu (pseudo-teknonimy) juga berlaku pada masyarakat Batak Pakpak Dairi. Orang yang sudah lama menikah, tetapi belum mempunyai anak biasanya diberi nama baru menunggu mereka mendapatkan anak. Si suami diberi nama Pa Paima, sedangkan si istri diberi nama Nam Paima yang artinya “bapak/ibu yang sedang menunggu”.

2.2.3 Penggantian Nama

Pada masyarakat Batak Pakpak Dairi, ada tradisi penggantian nama. Seseorang diubah karena alasan Si anak sering sakit. Jika seseorang sering sakit, ada mitos pada masyarakat Batak Pakpak Dairi bahwa nama itu tidak cocok disandang Si anak; jiwa anak itu tidak menerima nama itu. Oleh karena itu, namanya harus diubah. Pada umumnya, pergantian nama itu dilakukan dengan upacara tertentu dengan harapan agar nasib Si anak akan semakin baik atau supaya dia semakin sehat.

Upacara penggantian nama ini diadakan dengan melaksanakan nditak ginabur “tepung beras” atau tutuken nditak “menumbuk tepung beras”. Nditak ginabur adalah tepung beras yang

(8)

Dalam proses penggantian nama inilah terjadi pemberian nama baru yang bermakna “jelek” karena ada kepercayaan bahwa jika si anak diberi nama yang bermakna “baik atau

bagus‟, si anak akan sakit. Inilah salah satu alasan sehingga ada nama-nama hewan atau tumbuhan dibuat nama orang di masyarakat Pakpak Dairi seperti Guraba “musang”, Bodik “monyet”, Lengleng “induk monyet”, Biang “anjing”, Cemun “mentimun”, dan Kimang “terong”

2.2.4 Nilai Budaya

Dalam antropolinguistik, bahasa digunakan sebagai sarana ekspresi nilai-nilai budaya. Sibarani (2004:59) mengatakan bahwa nilai-nilai budaya yang dapat disampaikan oleh bahasa sebagai jalur penerus kebudayaan terbagi atas tiga bagian kebudayaan yang saling berkaitan, yaitu kebudayaan ekspresi, kebudayaan tradisi, dan kebudayaan fisik. Kebudayaan ekspresi mencakup perasaan, keyakinan intuisi, ide, dan imajinasi kolektif, kebudayaan tradisi mencakup nilai-nilai religi, adat-istiadat, dan kebiasaan-kabiasaan; kebudayaan fisik mencakup hasil-hasil karya asli yang dimanfaatkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai budaya tersebut akan terdapat pada masing-masing makna nama masyarakat Batak Pakpak Dairi yang akan diperoleh di kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe.

Nilai budaya dipahami sebagai nilai yang mengacu kepada berbagai hal. Ida Basaria dalam artikelnya yang berjudul „Hipotesis Sapir-Whorf pada umpasa Batak Toba‟ menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara adat dan budaya yang dianut

(9)

kebudayaan ditunjukkan dengan sifat dari keduanya. Selain mencerminkan kebudayaan, bahasa dan kebudayaan disebut saling menentukan. Pada artikelnya Basaria mengaitkan hipotesis Sapir-Whorf pada penggunaan umpasa. Dalam hal penamaan dan makna nama orang pada masyarakat Batak Toba, Proses penamaan menggunakan acara adat. Pada umumnya nilai-nilai budaya masyarakat Batak Toba meliputi nilai kekerabatan, Religi, hukum, dan konflik

Menurut Sibarani, (2012:133) jenis kearifan lokal mengandung nilai-nilai budaya antara lain: (1) kesejahtraan, (2) kerja keras, (3) displin, (4) pendidikan, (5) kesehatan, (6) gotong royong, (7) pengelolaan gender, (8) pelestarian dan kreativitas budaya, (9) peduli lingkungan, (10) kedamaian, (11) kesopansantunan, (12) kejujuran, (13) kesetiakawanan sosial, (14) kerukunan dan penyelesaian konflik, (15) komitmen, (16) pikiran positif dan rasa syukur.

2.2.5 Onomastik

Secara umum kajian mengenai makna adalah semantik. Kajian khusus mengenai nama disebut onomastik. Onomastik dibagi lagi menjadi antroponomastik dan toponimi. Antroponomastik adalah cabang ilmu onomastik yang menyelidiki seluk beluk nama orang, sedangkan toponimi adalah cabang ilmu onomastik yang mempelajari nama tempat (Sibarani dan Hendry 1993:8).

(10)

Seluk beluk nama orang yang disebutkan di atas tidak terlepas dari makna yang terdapat pada nama tersebut. Berhubungan dengan hal itu, Sibarani (2004 :114-118) membagi tiga makna nama dalam antropolinguistik yaitu:

1. Makna Nama Futuratif mengandung pengharapan agar kehidupan pemilik nama seperti makna namanya. Selanjutnya, Sibarani mengemukakan makna nama futuratif banyak terdapat pada nama orang, nama usaha dan nama tempat. Hal ini, mengacu pada makna nama diri pemilik nama yang mengandung pengharapan.

2. Makna Nama Situasional yang mengandung harapan pada situasi pemberian nama. Selanjutnya, Sibarani mengemukakan makna nama situasional ini diberikan sesuai dengan nama yang mengacu pada situasi pada saat itu. Pada makna nama situasional, pemaknaan dikaitkan dengan nilai-nilai budaya atau suatu kepercayaan bagi pemilik nama terhadap suatu hal yang dikaitkan dengan situasi dan kondisi. Makna nama situasional ini banyak ditemukan di tengah masyarakat, dan makna situasional mengandung harapan sesuai dengan situasi.

3. Makna Nama Kenangan yang mengandung kenangan. Selanjutnya Sibarani mengemukakan makna nama kenangan ini diberikan sesuai dengan kenangan yang dialami pemberi nama. Makna nama kenangan memiliki pengharapan di dalamnya sesuai dengan kenangan yang dialaminya.

2.3Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penamaan dan maknanya dapat disampaikan sebagai berikut :

Sihombing (2008) dalam skripsinya yang berjudul ”Makna Nama Orang Pada Masyarakat

(11)

suatu nama, dan mendeskripsikan bagaimana pemberian nama pada masyarakat Batak Toba. Penelitian ini menggunakan pendekatan kognitif, yaitu untuk mengungkapkan makna suatu nama yang terkandung di dalam nama seseorang. Penelitian ini juga menjelaskan bagaimana proses perubahan dalam pemberian nama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dilakukan dengan cara wawancara dan observasi (pengamatan). Penelitian Sihombing memberikan wawasan bagi peneliti untuk mengkaji makna nama orang pada masyarakat batak Pakpak dairi. Penelitian ini juga menjadi sumber referensi tentang mendeskripsikan pemberian nama masyrakat Pakpak.

Sinaga (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Makna Nama Orang pada Masyarakat

Batak Toba di Kecamatan Balige” membahas tentang makna nama dan proses penamaan dalam

masyarakat Batak Toba yang menjadi masyarakat dominan di Habinsaran. Penelitian yang menggunakan pendekatan antropolinguistik ini menggunakan teori onomastik yang menyatakan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal yang ditandainya. Pengumpulan data didukung oleh metode cakap yaitu percakapan dengan penutur sebagai narasumber dan teknik yang digunakan adalah teknik dasar, teknik lanjutan I, teknik lanjutan II, teknik lanjutan III, dan teknik lanjutan IV. Dari hasil pengkajian data dapat disimpulkan bahwa pemberian nama orang pada masyarakat Batak Toba di kecamatan Habinsaran dilakukan dengan cara adat istiadat (proses) berupa upacara penyambutan sampai kelahiran hingga pemberian nama. Penelitian Sinaga memberikan banyak sumbangan terhadap penelitian makna nama dalam masyarakat Batak Pakpak Dairi dari segi makna nama dan model analisis makna nama tersebut.

Sandi (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Nama Diri Tokoh Bima: Analisis Semantik

(12)

makna Ogden & Richards. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik catat dalam pengumpulan datanya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, antara makna nama diri dan ciri referensial menunjukkan konsistensi. Nama-nama dalam penelitian memiliki makna yang referen dalam penggunaan teori semantik leksikal. Makna nama tersebut pun sesuai dengan penggambaran tokoh. Penelitian Sandi memberikan sumbangan terhadap Makna Nama masyarakat Batak Pakpak Dairi.

Astri (2014) dalam artikelnya yang berjudul “Makna Nama Anak Masyarakat Jawa di

Kecamatan Bandar Khalipah Kabupaten Serdang Bedagai” meneliti makna semiotik nama

masyarakat jawa di Kecamatan Bandar Kholipah Kabupaten Serdang Bedagai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data primer dalampenelitian adalah hasil wawancara dengan informan, sedangkan datasekunder berupa nama masyarakat Jawa. Dalam pengumpulan datadigunakan pencatatan data, penganalisisan data, dan penyimpulan. Padapengkajian data menggunakan model analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna semiotik nama anak masyarakat Jawa Kecamatan Bandar Kholipah KabupatenSerdang Bedagai lazimnya mengutarakan harapan orangtua. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian Astri memberi sumbangan terhadap makna nama masyrakat Batak Pakpak Dairi.

Siregar (2014) dalam artikelnya yang berjudul “Penanaman Dan Kesantunan Masyarakat

(13)

Referensi

Dokumen terkait

istrinya diberi nama “Nai Horas” ‘Ibu si Horas’. Nama tersebut akan berubah.. juga apabila si anak tersebut telah memiliki cucu. Hal demikian disebut jenis nama

Nama meskipun kedengaran aneh bagi orang lain, tetapi makna yang terkandung di dalam nama tersebut sangat baik bagi mereka, begitu juga halnya orang tua pada masyarakat pada

“si Tuahsen” dan istrinya diberi nama Na Tuahsen, Ibu “si Tuahsen”. Nama tersebut akan berubah juga apabila si anak tersebut telah memiliki cucu. Hal

Makna futuratif yang terkandung dalam nama di atas adalah agar anak tersebut menjadi seorang perempuan yang disenangi dan ia dapat berdampak baik kepada orang

Adanya kepercayaan masyarakat Amarasi Barat bahwa anak yang baru lahir dan telah diberikan nama, kemudian mengalami sakit maka anak tersebut harus diganti namanya dengan

b.Penelitian difokuskan pada jenis nama dalam masyarakat Batak Karo yang terdapat di Kecamatan Juhar.a. c.Penelitian ini difokuskan pada kategorisasi makna nama orang yang

Setelah kelahiran pada masyarakat Jepang dan Batak Toba, setelah si bayi lahir maka diberikan nama, penambalan nama dilakukan setelah si bayi dimandikan, yaitu pada hari ke-3

Pemberian nama Abdul Asis diharapkan agar menjadi hamba Allah yang gagah dan nama tersebut pemberian dari seorang ustad yang memang diminta untuk memberikan