• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Nama Orang pada Masyarakat Batak Karo Di Kecamatan Juhar Kabupaten Karo: Kajian Antropolinguistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna Nama Orang pada Masyarakat Batak Karo Di Kecamatan Juhar Kabupaten Karo: Kajian Antropolinguistik"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi dkk, 2005:588)

2 .1.1 Makna

Makna adalah arti, maksud pembicara atau penulis, dan pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (Alwi dkk, 2005:703).Makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar. Dari pengertian tersebut dapat diketahui adanya unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yaitu :

a. Makna adalah hasil hubungan bahasa dengan dunia luar

b.Dalam penelitian ini, makna yang menjadi acuan penulis dalam menganalisis makna nama orang adalah makna yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi secara langsung kepada orang lain sehingga orang lain dapat mengetahui apa makna nama, serta peristiwa apa yang ada di balik namatersebut.

2.1.2 Nama

(2)

istimewa atau kehormatan bagi setiap orang. Dalam Odissey (Stephen Ulmann, 2007:84-85) dinyatakan bahwa “Tidak ada seorang pun yang rendah maupun tinggi derajatnya yang hidup tanpa nama begitu dia lahir di dunia; tiap orang diberi nama oleh orang tuanya ketika dia lahir” Setiap orang pasti memiliki setidaknya satu nama yang disandangnya. Nama begitu dekat dengan pemiliknya sehingga nama itu menggambarkan reputasi baik atau buruk, cerita baik, sedih, maupun bahagia di balik nama itu

2.1.3 Masyarakat Batak Karo

Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (Alwi Hasan dkk, 2005:721) Batak Karo adalah salah satu etnik yang pada umumnya mendiami beberapa daerah asal yaitu Kabanjahe, Berastagi, Tiga Binaga, Juhar dan dua puluh daerah lainnya. Dalam penelitian ini, penulis menetapkan masyarakat Batak Karo di kabupaten Karo yang berpusat di Juhar sebagai objek penelitian.

Penelitian ini dilakukan dengan tatacara adat sesuai dengan daerah masing-masing. Tetap masyarakat Batak Karojuga dapat mengadakan pesta adat Batak Karo di daerah yang bukan merupakan daerah suku yang bersangkutan tetapi dengan syarat harus meminta izin kepada pengetua adat atau masyarakat setempat. Dalam hal ini tampak adanya usaha unutk membentuk dan mepertahankan praktik kebudayaan tersebut.

2.2 Landasan Teori

(3)

Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang menaruh perhatian pada apemakaian bahasa dalam konteks sosial dan budaya yang luas dan b) perabahasa dalam mngembangkan dan mempertahankan aktifitas budaya serta struktur sosial. Dalam hal ini, antropolinguistik memandang bahasa melalui konsep antropologi yang hakiki dan melalui budaya, menemukan makna di balik penggunaannya, serta menemukan bentuk-bentuk bahasa, register, dan gaya

Dalam kaitan bahasa dengan antropologi, bahasa merupakan bagian dari kebudayaan (Halliday, dalam Suryanto 1996 : 59) Antropolinguistik menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dengan kebudayaan dalam suatu masyarakat (Sibarani, 2004:50). Selanjutnya, Kridalaksana menggunakan istilah kajian antropolinguistik ini adalah kajian linguistik kebudayaan.Linguistik kebudayaan adalah cabang ilmu lingustik yang mempelajari variasi dan pemakaian bahasa dalam hubungannya dengan pola kebudayaan dan ciri-ciri bahasa yang berhubungan dengan kelompok sosial, agama, pekerjaan dan kekerabatan (Sibarani dan Henry, 1993:128).Linguistik kebudayaan merupakan kajian tentang kedudukan dan fungsi bahasa di dalam konteks sosial dan budaya secara lebih luas yang memiliki peran untuk membentuk dan mempertahankan praktik-praktik kebudayaan dan struktur sosial masyarakat (Beratha 1998:42).

(4)

Nama pada masyarakat Batak Karo memiliki ciri khas yang menunjukkan identitas pemilik nama itu, misalnya dengan mendengar nama “ Tembai”, “ Terkelin”, Lukas”, kita dapat mengetahui arti atau makna dari pemilik nama tersebut. Hal tersebut menjadi salah satu alasan penulis tertarik mengadakan penelitian terhadap nama yang menggunakan bahasa Batak Karo. Kemudian, dalam upacara pemberian nama pada masyarakat Batak Karo tentunya memiliki tata cara adat berupa ritual yang harus disiapkan dan dilaksanakan menurut falsafah “Ertutur” yang sudah dipaparkan sebelumnya. Selanjutnya makna nama orang pada masyarakat Batak Karo memiliki dua ciri khas, yaitu mengandung makna pengharapan dan makna kenangan. Akan tetapi makna pengharapan inilah yang lebih banyak dalam nama yang menggunakan bahasa Batak Toba (Sibarani, 2004:114-115), misalnya nama “Tembai” dan “Terkelin” yang berarti ‘Jalan keluar’dan ‘Orang besar’ bermakna semoga menjadi orang yang selalu mampu menemukan jalan keluar dan menjadi orang besar kedepannya.

(5)

sebelumnya sekaligus menjadi inventaris salah satu bahasa daerah yang ada di nusantara iniyaitu, bahasa Batak Karo.

2.2.2 Onomastik

Secara umum kajian mengenai makna adalah semantik. Semantik adalah :

a. ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal yang ditandainya,

b. ilmu tentang makna atau arti (Parera, 1991:25). Namun, semantiktelah berkembang lagi menjadi kajian yang lebih khusus. Kajian khusus mengenai nama disebut onomastik. Onomastik dibagi lagi menjadi antroponomastik dan toponimi. Antroponomastik adalah cabang ilmu onomastik yang menyelidiki seluk-beluk nama orang. Sedangkan toponimi adalah cabang ilmu onomastik yang mempelajari nama tempat (Sibarani dan Henry 1993:8). Dari pengertian tersebut nama itu dibuat dan diberikan kepada seseorang untuk membedakan dengan orang lain, untuk memudahkan anggota keluarga dan masyarakat memanggilnya, menyuruhnya bila perlu. Menurut (Thatcher, dkk. 1970:332 dalam Sibarani dan Henry 1993:10). ada tujuh persyaratan dalam pemberian nama yaitu :

1. Nama harus berharga, bernilai dan berfaedah

2. Nama harus mengandung makna yang baik

3. Nama harus asli

4. Nama harus mudah dilafalkan

(6)

6. Nama harus menunjukkan nama keluarga, dan

7. Nama harus menunjukkan jenis kelamin

Syarat pertama, menyatakan bahwa pemberian nama harus didasarkan pada pertimbangan kasih sayang dan pertimbangan keindahan bunyi. Dengan demikian orangtua sebaiknya memberi nama yang dapat menimbulkan inspirasi dan kebanggaan kepada anaknya. Bunyi nama yang indah dan asosiasi nama yang baik tentu akan member ikan kesan tersendiri atau kebanggaan pada pemilik nama tersebut. Contoh nama dalam bahasa Batak Karo “Tedeh” yang berarti ‘Rindu.’ Dari nama tersebut dapat dilihat bahwa orangtuanya sangat rindu akan kehadiran anak tersebut. Nama yang terlalu panjang, bunyi yang aneh, yang berasosiasi buruk tentu tidak sesuai dengan aturan pertama.

Syarat kedua, menyatakan bahwa nama itu harus memiliki makna yang baik, artinya apabila nama itu sesuai pada bahasa aslinya, sebaiknya nama itu memiliki arti yang baik. Hal ini sangat penting karena ada anggapan bahwa namadapat membawa rejeki dan menandakan nama itu sesuai dengan kepribadian si anak. Contoh nama dalam bahasa Batak Karo “Hamat” artinya ‘Ramah’ mengandung makna yang baik agar anak tersebut menjadi anak yang ramah dan “Pasu” artinya ‘berkat’, mengandung makna agar anak tersebut selalu diberkati Tuhan.

(7)

adalah anak yang sudah lama diharapkan oleh kedua orangtuanya. Contoh lain, sebuah keluarga yang telah memiliki tiga anak perempuan dan orangtua tersebut sangat menginginkan kehadiran anak laki-laki.

Syarat keempat, menyatakan agar nama yang diberikan kepada seseorang mudah dilafalkan, oleh karena itu seharusnya dipilih nama yang susunan bunyinya terdapat dalam bahasa yang bersangkutan. Misalnya “Tuhu” yang artinya ‘Benar’, “Seh” yang artinya ‘Sampai’. Nama tersebut mudah dilafalkan dan tidak bermasalah jika dilafalkan dalam kegiatan sehari-hari.

Syarat kelima, menyatakan agar nama yang diberikan memiliki sifat yang membedakan dengan orang lain. Dalam satu keluarga atau kelompok masyarakat nama-nama anggota keluarga atau masyarakat itu harus berbeda meskipun mereka juga mempunyai nama yang sama pertanda ikatan keluarga atau kemasyarakatan.

Pada masyarakat tertentu, nama yang dimiliki bersama sebagai pertanda ikatan kelompok kekerabatan baik secara matrilineal dan patrilineal yang disebut dengan marga. Bisa dibayangkan betapa sulitnya menceritakan seseorang seandainya tidak memiliki nama. Komunikasi dalam keluarga akan terhambat. Jika dalam sebuah keluarga memiliki nama yang sama, pasti akan membingungkan. Oleh karena itu, nama yang diberikan tidak sama. Contoh nama dalam bahasa Batak Karo, Jernih, Tuhu, Reh, Sangap yang sama-sama bermarga Ginting

(8)

nenek moyangnya, sehingga akan berusahamenjaganya dengan baik. Misalnya pada masyarakat Batak Karo, nama keluarga atau marga juga dapat memperlihatkan silsilah pemilik keluarga tersebut

Syarat ketujuh, menyatakan agar nama yang diberikan kepada seseorang dapat membedakan jenis kelamin. Hal ini sangat penting karena melalui namanya dapat menandakan bahwa seseorang itu berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Jika nama tidak menunjukkan jenis kelamin, maka akan mengalami kesulitan untuk menyapa seseorang. Contoh nama dalam bahasa Batak Karo“Bunga Ncari” yang atinya Mata pencarian perempuan, untuk laki-laki biasanya diberikan nama “Rehmanto” karena “anto” menunjukkan makna pragmatis jenis kelamin lakilaki sedangkan untuk perempuan diberi nama “Rehanti” karena “anti” menunjukkan makna pragmatis perempuan.

Berdasarkan hasil penelitian Sibarani (2004:114) menyatakan bahwa;

“ Makna nama berbahasa Batak Toba mengandung dua makna yaitu :

1) Makna pengharapan

Makna pengharapan terdiri dari dua jenis yaitu: a) makna pengharapan futurati yang artinya mengandung pengharapan agar kehidupan pemilik nama seperti makna namanya, sedangkan,b) makna pengharapan situsional yangartinya mengandung pemberitahuan situasi sekarang kehidupan keluarga pemilik nama dengan pengharapan agar kehidupannya dan keluarga lebih baik daripada sekarang.

(9)

Selanjutnya, menurut Sibarani (dalam antropolinguistik 2004:109110) tiga jenis pemberian nama kepada seorang anak dalam budaya Batak Karo, yaitu :

1. Pranama, yaitu julukan yang diberikan kepada si anak sebelum diberi nama sebenarnya. Anak laki-laki diberi nama “si Tongat”, dan anak perempuan diberi nama “si Butet”

2. Gelar Kitik, “nama sebenarnya/ sejak lahir”, yaitu nama yang diberikan oleh orang tua kepada si anak sejak kecil seperti “Nampe, Mbelin .Inilah yang disebut dengan “proper name” ‘nama pribadi.

3. Marga, “nama keluarga/ kerabat”, yaitu nama yang diberikan kepada seseorang dengan otomatis berdasarkan kekerabatan yang unilinear atau garis keturunan yang patrilineal. Pada mulanya, marga ini berasal dari nama pribadi nenek moyang. Kemudian keturunannya akan menggunakan nama ini sebagai nama keluarga (marga) untuk menandakan bahwa mereka keturunan nenek moyang itu.

2.2.3 Kategorisasi Nama Orang

(10)

Lebih lanjut Van Buren menyatakan bahwa nama-nama singkatan seperti “Bob, Bill, dan Tom” cenderung berkonotasi kelaki-lakian dan hal ini dapat diterima oleh pemakai bahasa. Adapun untuk nama-nama singkatan bagi seorang anak perempuan di akhir kata ditambah dengan –ie/-y seperti “Debby atau Cindy sedangkan singkatan nama-nama seperti “Pam, Jill, Kate, dan Sue”, sepintas singkatan-singkatan itu cocok untuk panggilan perempuan namun hampir semua penutur asli bahasa Inggris setuju bahwa bentuk singkatan tersebut tidak sentimental dan kekanak-kanakan seperti nama “Debby atau Cindy” dan mereka tidak setuju bahwa nama-nama tersebut kedengarannya kelaki-lakian.

Nama-nama seperti “Robert, William”, James sangat terkesan tekanan kelaki-lakiannya demikian pula nama-nama seperti “Pamela, Katherine, dan Susan” sangat tinggi penekanan kewanitaannya.

Berdasarkan contoh di atas penambahan –ie/-y dilakukan untuk panggilan kekanak-kanakan seperti contoh singkatan nama laki-laki untuk “Billy, Eddie atau Frankie”. Hanya saja, pelafalan singkatan singkatan nama anak perempuan biasa menggunakan – ie/-y. hal yang diperhatikan dalam penggunaan nama singkatan adalah aspek pragmatiknya yaitu serasi tidaknya singkatan-singkatan tersebut dipakai pada penutur bahasanya.

(11)

dapat mengetahui pemilik nama yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Nama-nama seperti: “Mberngap, Tertib” sangat kental dengan konotasi kelaki-lakiannya sedangkan nama-nama seperti: “Bunga Ncari, Likasna” sangat kental dengan konotasi kewanitaannya.

2.3 Nilai-nilai budaya Perspektif Antropolinguistik

Kebudayaan meruapakan seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang kalo dilaksanakan oleh para anggotanya, melahirkan prilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh seluruh anggota masyarakat tersebut ( Haviland, 1999 : 333). Dengan demikian, kebudayaan terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagad raya yang berada di balik dan tercermin dalam prilaku manusia ( Mahsun, 2001 :2)

Sibarani (2004: 59) bahasa digunakan sebagai sarana ekspresi nilai-nilai budaya.Nilai-nilai budaya yang dapat disampaikan oleh bahasa sebagai jalur penerus kebudayaan terbagi menjadi tiga bagian kebudayaan yang saling berkaitan, yaitu kebudayaan ekspresi, kebudayaan tradisi, dan kebudayaan fisik.

(12)

Koentjaningrat, 2004 : 25). Nilai-nilai budaya yang merupakan nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan, symbol-simbol, dengan kateristik yang dapat dibedakan satu dengan yang lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang terjadi atau yang sedang terjadi.

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau pandangan, pendapat sesudah menyelidiki (Alwi dkk, 2005:1198). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi dkk, 2005:912).Sebelumnya penelitian tentang namaorang sudah dikaji oleh beberapa orang diantaranya oleh Ahmad Husein Harahap (2000). Ia menganalisis nama orang suku Mandailing dengan menggunakan pendekatan linguistik kebudayaan Diuraikannya bahwa nama masyarakatMandailing mengandung makna pragmatis formal, non-formal, konotasi kelaki-lakian, konotasi kewanitaan dan konotasi kekanak-kanakan. Dan seluruh konotasi ini tidak menimbulkan perubahan yang mendasar kecuali pada sebagian kecil nama (laki-laki) yangbergeser nilai pragmatisnya karena nama tersebut mempergunakan nama yang lazim digunakan oleh wanita.

Selain itu, penelitian makna nama pada masyarakat Batak Karo juga telah dikaji oleh Ginting (1996). Iamenguraikan nama pada masyarakat Karo mengandung sejarah dan mengandung nilai spontanitas maksudnya nama seseorang sering dikaitkan dengan kejadian yang terjadi pada saat si bayi lahir.

(13)

arti nama seseorang, misalnya nama “Abdul Salam” yang berarti ‘hamba selamat’ mengandung suatu pengharapan suatu pengharapan semoga selalu terhindar dari bencana.

Referensi

Dokumen terkait

istrinya diberi nama “Nai Horas” ‘Ibu si Horas’. Nama tersebut akan berubah.. juga apabila si anak tersebut telah memiliki cucu. Hal demikian disebut jenis nama

Debora Hilderia Marbun, Nim: 308322010, Pemanfaatan Tanaman Rempah Tuba (Andaliman) Secara Tradisional Pada Masyarakat Etnik Batak Simalungun Di Dusun Gotting,

Secara geografis masyarakat karo terbagi berdasarkan dua wilayah,yaitu antaranya, karo gugung dan karo jahe.Namun dalam kontekss upacara kedua suku karo ini tetap juga

Makna futuratif yang terkandung dalam nama di atas adalah agar anak tersebut menjadi seorang perempuan yang disenangi dan ia dapat berdampak baik kepada orang

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, mengingat selama ini muncul adanya anggapan bahwa setiap perkawinan adat Batak harus dilakukan dengan perbedaan marga,

kematian cawir metua pada masyarakat Batak Karo di Kabupaten Langkat ini dari segi semiotik, karena penulis merasa tertarik untuk mengetahui arti atau makna dari tanda

1) Pelaksanaan Nganting manuk (membawa ayam). 2) Besar mahar bagi pihak keluarga perempuan. Pada umumnya masyarakat Karo mengenal 3 jenis ritual pesta perkawinan adat Karo

Karena itulah sistem pewarisan masyarakat Karo ada benarnya menurut hukum Islam akan tetapi karena anak laki-laki masyarakat batak Karo mewarisi keseluruhan harta