• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERIKSAAN operasional PT Bank DKI (Bank DKI) bertujuan untuk menguji dan menyimpulkan apakah pengelolaan kredit, pelaksanaan belanja operasional, kegiatan investasi, pengelolaan aset tetap serta pengamanan teknologi informasi (TI) telah sesuai dengan ketentuan.

Cakupan pemeriksaan sebesar Rp3,34 triliun yang terdiri atas penyaluran kredit Rp3,23 triliun, dan beban operasional, nonoperasional serta beban modal sebesar Rp115,35 miliar.

Hasil pemeriksaan atas kegiatan operasional, investasi, dan pengelolaan aset tetap pada Bank DKI tahun buku 2012, 2013 dan 2014 menyimpulkan kegiatan operasional pengelolaan kredit dan belanja operasional, investasi, serta pengelolaan aset tetap pada Bank DKI secara umum telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Namun demikian, dalam beberapa hal masih ditemukan adanya pelanggaran ketentuan dan kelemahan pengendalian intern dalam pengelolaan kredit serta TI.

Hasil pemeriksaan mengungkapkan sebanyak 15 temuan yang memuat 20 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 9

kelemahan SPI dan 11 ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp150,78 miliar.

Permasalahan tersebut antara lain:

● Kelemahan pengendalian risiko dalam pemberian kredit modal kerja mengakibatkan kredit macet senilai Rp107,25 miliar.

Dari hasil pemeriksaan dijumpai adanya kelemahan dalam melakukan analisis kredit modal kerja kepada debitur PT LH, seperti:

Sesuai dengan hasil analisis, rasio-rasio keuangan PT LH telah memenuhi ketentuan. Namun, PT LH tidak menangani proyek secara langsung, karena hanya bertindak sebagai penyedia modal kerja.

Proyek yang diakui dikerjakan oleh PT LH tersebut dilaksanakan oleh beberapa rekanan yang diakui sebagai mitra kerja dan anak perusahaan PT LH.

Dalam pelaksanaannya, beberapa pemda menghentikan dan atau memutuskan kontrak proyek. Hal ini memengaruhi pembayaran kredit PT LH kepada Bank DKI.

Laporan keuangan (audited) PT LH yang digunakan sebagai dasar informasi dan analisis keuangan debitur tidak akuntabel. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya kesalahan dan kurang lengkapnya informasi yang disajikan, seperti piutang tidak didukung dengan penjelasan perincian debitur, umur piutang dan penyisihan piutang.

Besarnya agunan tidak sebanding dengan plafon kredit.

● Keputusan direksi tentang pemberian penghasilan dan fasilitas kepada direksi dan dewan komisaris Bank DKI belum sesuai dengan ketentuan dalam peraturan gubernur.

Dari hasil pemeriksaan dijumpai adanya perbedaan dalam Keputusan Direksi No.354 dengan Pergub No.97 Tahun 2011, sehingga mengakibatkan pemborosan yang berpotensi merugikan keuangan perusahaan sebesar Rp26,96 miliar. Perbedaan tersebut antara lain: Sesuai dengan Pergub No.97 Tahun 2011, batas maksimum

besaran biaya representasi bagi direksi sebesar 75% dari total penghasilan tetap direksi selama satu tahun. Namun, SK Direksi No.354 tidak memberlakukan biaya representasi bagi direksi.

Sesuai dengan Pergub No.97 Tahun 2011, pajak penghasilan jasa produksi/ tantiem ditanggung dan menjadi beban direksi dan dewan komisaris yang bersangkutan. Namun, menurut SK Direksi No.354 menjadi beban Bank DKI.

Menurut Pergub No.97 Tahun 2011, honorarium per bulan untuk komisaris utama (komut) dan komisaris masing-masing sebesar 40% dan 35% dari gaji direktur utama. Namun, menurut SK Direksi No.354 adalah sebesar 45% dari penghasilan dirut dan 90% dari honorarium komut.

Penyelesaian tunggakan kredit atas restrukturisasi joint financing dengan PT PMF berpotensi merugikan Bank DKI sebesar Rp14,26 miliar.

Bank DKI dan PT PMF melaksanakan kerja sama pembayaran atas leasing kendaraan jenis compactor, kendaraan tersebut digunakan oleh rekanan (end user) pemenang lelang pekerjaan sewa pengangkutan sampah pada Dinas Kebersihan Pemda DKI. Pada 2013, dua dari empat perusahaan end user tidak mampu melunasi kewajiban kepada PT PMF. Meskipun PT PMF telah menerima pembayaran dari end user, tetapi tidak melaksanakan angsuran kepada Bank DKI. Karena tidak ada kepastian pelunasan dari end user, Bank DKI berpotensi mengalami kerugian minimal Rp14,26 miliar.

● Penyaluran kredit multi guna (KMG) pegawai Pemprov DKI dan pensiunan berpotensi tidak tertagih dan berindikasi merugikan Bank DKI sebesar Rp1,87 miliar.

KMG merupakan kredit tanpa agunan yang diberikan Bank DKI kepada pegawai Pemprov DKI dan pensiunan. Jumlah rekening KMG dengan kualitas non performing loan adalah 230 rekening dengan baki debet per Agustus 2014 sebesar Rp12,53 miliar dan berpotensi tidak tertagih sebesar Rp1,87 miliar. Hal ini disebabkan antara lain:

Debitur meninggal dunia, sehingga tidak mendapatkan gaji dan tidak dilaporkan ke Bank DKI.

Gaji/ tunjangan debitur tidak masuk ke Bank DKI.

Debitur pensiun sebelum kredit lunas, sedangkan uang pensiun dikelola oleh bank lain.

● Kelemahan pengendalian internal TI. Permasalahan dalam temuan ini meliputi:

Bank DKI belum memiliki instrumen untuk memantau jaringan yang bisa mengidentifikasi downtime dengan cepat, tingkat keandalan layanan provider. Hal ini mengakibatkan pemantauan terhadap bandwidth traffic lemah, sehingga pengelolaan kapasitas bandwidth belum dapat dilakukan secara efektif.

Sistem aplikasi kredit khusus modul loan system (LNS) pada aplikasi core banking system (CBS) Bank DKI belum memadai. Permasalahan yang terjadi antara lain adanya perbedaan nilai tagihan antara jadwal amortisasi kredit dengan riwayat transaksi atas rekening kredit debitur, fungsi autodebet tidak dapat menarik dana rekening tabungan milik debitur sesuai dengan jadwal amortisasi, dan terdapat rekening kredit yang dianggap lunas meskipun masih ada saldo baki debet. Hal ini mengakibatkan informasi yang disajikan oleh sebagian modul LNS berpotensi tidak tepat dan dapat menyesatkan manajemen dalam mengambil keputusan.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Direksi Bank DKI agar:

● Mengambil langkah-langkah strategis dan hukum untuk mencegah terjadinya kerugian lebih lanjut akibat dari ketidakmampuan debitur untuk menyelesaikan kewajibannya.

● Melakukan upaya penagihan untuk mengantisipasi terjadinya kredit macet.

● Melaksanakan koordinasi dengan penyedia aplikasi dalam

● Memerintahkan Pemimpin Grup Teknologi Informasi (GTI) untuk melakukan pemantauan penggunaan bandwidth traffic dengan menggunakan instrumen yang memadai.

Memerintahkan Pemimpin GTI dan users modul LNS untuk

meningkatkan pengawasan/ monitoring pada ketepatan transaksi database debitur serta melakukan kajian atas penggunaan logic untuk pembuatan fungsi baru pada CBS dengan memastikan bahwa output telah sesuai.

Selama proses pemeriksaan berlangsung telah dilakukan penyetoran ke kas daerah/perusahaan senilai Rp177,53 juta.

Hasil Pemeriksaan