• Tidak ada hasil yang ditemukan

M oralitas sebagai M odel Pendisiplinan

Dalam dokumen Perempuan dalam Kuasa Patriarki. (Halaman 97-102)

KONSTRUKSI RELASI LAKI-LAKI DAN PEREM PUAN DALAM SISTEM PATRIARKI PADA KARYA DJENAR M AESA AYU

3.4 M oralitas sebagai M odel Pendisiplinan

Persoalan moralit as juga m enjadi t ema yang t erm uat dalam dua buah kumpulan cerpen Djenar. M oralit as sejauh ini menjadi cara m asyarakat m enilai individu. Dengan cara itu, m asyarakat dapat menentukan m ana yang baik dan mana yang buruk.

Pendisiplinan t ubuh ini, at as nama moralitas, t elah dibongkar habis- habisan oleh Foucault . Bagi Foucault , moralit as yang berlaku saat ini tidak ubahnya sepert i m oralit as Victorian pada abad ke-17, di mana segala sesuat u yang berhubungan dengan tubuh dan seksualitas disam arkan, bahkan dit arik dalam -dalam ke dunia privat . Hubungan seks hanyalah sebat as untuk memperoleh ket urunan. Karena itu, segala sesuatu yang t idak diatur untuk membangun ket urunan t idak boleh disuarakan (Foucalt. 1997:1-2). Dari sini, seksualit as m enjadi norm a. Berangkat dari analisis Foucault itu pula, feminism e bersuara cukup keras pada moralit as, yang dicurigai sebagai nilai-nilai yang disodorkan oleh sist em pat riarki agar perempuan t et ap dapat dikont rol dengan baik.

Persoalan m oralit as cukup banyak diungkap Djenar pada beberapa karyanya. M oralit as, bagi Djenar, berjalan sangat paradoks. Paradoksal moral sangat lant ang diungkapkan Djenar pada cerpen “ M ereka Bilang Saya M onyet !” (selanjut nya disingkat “ M BSY” ). Pada kalimat -kalimat pembuka cerpen di at as, Djenar sangat m enghent akkan pembaca dengan kalim at -kalim at yang provokat if.

Sepanjang hidup saya melihat manusia berkaki empat . Ber ekor anjing, babi, at au kerbau. Berbulu serigala, landak, at au harimau. Dan berkepala ular, bant eng, at au keledai.

Namun t et ap saja m er eka bukan binat ang. Cara m er eka menyant ap hidangan di depan meja makan sangat benar. Cara mer eka berbicara selalu menggunakan bahasa dan sikap yang sopan. Dan mereka m embaca buku-buku bermut u. M er eka m enulis cat at an-cat at an pent ing. M er eka bergaun indah dan berdasi. Bahkan konon mer eka m empunyai hat i (“ M BSY” , hlm.1).

Dua paragraf di at as begit u m enghentak karena m et afor-m et afor yang digunakan Djenar agak keluar dari konvensi. Djenar m elakukan perbandingan ant ara manusia dan binat ang hadir dalam satu wujud. Perilaku m ereka manusia, t api wujud yang t ampak adalah binat ang. Inilah suatu bentuk krit ik t erhadap moralit as yang t erus didengung-dengungkan oleh m asyarakat . M oralit as yang ada t ak ubahnya sebuah bentuk hipokrit as yang dibungkus oleh keindahan bentuk, tutur kat a yang sant un, dan et ika pergaulan yang m enjunjung tinggi kesopanan. Namun, di balik itu, mereka adalah manusia dengan wujud binat ang.

Saya memperhat ikan bayangan diri saya di dalam cer min dengan cermat . Saya berkaki dua, berkepala manusia, t api menurut m ereka saya adalah seekor binat ang. Kat a mer eka saya adalah seekor monyet (“ M BSY” , hlm.3).

Inilah sebuah bent uk krit ik Djenar t erhadap moralit as. Jika ada yang berbeda, maka orang tersebut dianggap menyim pang, dan berart i di luar dari norm a-norma yang berlaku. Ada usaha unt uk m e-liyan-kan sesuat u yang di luar norm a yang berlaku.

Saya m engint ip lew at lubang kunci bersamaan pint u dibuka dari dalam. Sepasang laki-laki dan perempuan keluar dari kamar mandi. Yang laki-laki lant ang m emaki, “ Dasar binat ang! Dasar monyet ! Gak punya ot ak ngint ip- ngint ip orang! ’ (“ M BSY” , hlm.3)

Paradoksal pada kut ipan di at as t erlihat dari pem balikan cara pandang. Siapakah yang berm oral di at as? Tokoh aku yang mengintip? At au laki-laki yang melakukan hubungan seksual di t am pat umum dan mengeluarkan kat a-kat a kasar karena merasa dipergoki?

Krit ik Djenar t idak hanya pada t okoh laki-laki, t et api juga pada tokoh perem puan. Untuk lebih jelas, penulis kut ip beberapa kalim at sepert i di bawah ini.

Saya t ahu persis siapa dirinya. Saya t ahu persis Si Kepala Anjing berhubungan dengan banyak laki-laki padahal ia sudah bersuami. Saya t ahu persis Si Kepala Anjing sering mengendus-endus kemaluan Si Kepala Serigala. Bahkan Si Kepala Anjing juga pernah mengendus-endus kemaluan saya w alaupun kami berkelamin sama, t api t idak di depan umum.

Di depan umum ia hanyalah w anit a berkepala anjing dan berbunt ut babi yang kerap m enyembunyikan bunt ut nya di kedua belah paha singanya (“ M BSY” , hlm.8).

Dari t eks di at as dapat dilihat moralit as yang ada pada sistem pat riarki t idak hanya diresapi oleh laki-laki, t et api juga oleh perempuan. Art inya, sist em pat riarki berhasil m enet apkan mana nilai yang baik dan m ana yang buruk di dalam m asyarakat , baik pada laki-laki dan perempuan.

Persoalan moralit as juga diangkat Djenar dalam cerpen yang berjudul M oral. Dalam cerpen ini, moral m enjadi topik pem bicaraan. Akan t etapi, moral yang diperbincangkan Djenar bukanlah suat u sistem nilai yang ada di masyarakat , m elainkan sebuah benda, sebuah barang. Di sini moral bukan dianggap sebuah hal yang begitu penting, t api ia hanyalah barang sehari-hari, yang dibeli kalau dianggap berart i dan ditinggalkan kalau mem ang t idak t erpakai.

Kemar in saya melihat m oral di et alase t oko. Harganya seribu rupiah. Tapi karena saya t ert arik dengan r ok mini sehraga sat u jut a sembilan r atus sembilan puluh delapan ribu delapan rat us rupiah, akhirnya saya m emut uskan unt uk m enunda membeli moral (“ M BSY” , hlm.25).

Dari kut ipan t eks di at as, moral disandingkan dengan rok mini. Art inya moral berasosiasi dengan rok mini: sam a-sama sebagai produk yang dijual.

Dibandingkan dengan moral yang berharga seribu, tokoh ut am a lebih m em ilih membeli rok m ini yang harganya hampir dua jut a. M eskipun harganya jauh lebih murah dibandingkan rok m ini, tokoh ut am a m erasa perlu untuk berpikir ulang membeli moral. Tampaknya tokoh ut am a tidak t erlalu t ert arik unt uk m em beli moral.

Tidak dijelaskan sepert i apakah bent uk moral itu. Ia hanyalah sebent uk benda, yang t idak begit u berharga dibandingkan dengan rok m ini, yang jika disimak harganya merupakan barang konsum tif. Namun, jika disim ak pada paragraf berikut , asosiasi pem baca akan m enghubungkannya pada moral sebagai sist em nilai. Hal ini t am pak dari kut ipan di akhir tulisan yang dihubungkan dengan realit as.

Kami saling berpandang-pandangan, t idak ada dari kami yang m emakai moral. Bet apa kecew anya saya yang t idak jadi membeli moral kemarin hingga pagi t adi. Apalagi ket ika pasangan saya berbisik, “ M oral diobral lima ribu t iga di gedung DPR hari ini.” (“ M BSY” , hlm.33)

M eskipun moralit as sudah diobral m urah, namun t et ap saja masyarakat menjadikannya sebagai pat okan nilai. Untuk lebih jelas, penulis kut ip bagian sebelumnya.

Rok kulit mini yang saya kenakan dengan paduan t ank t op merah m enyala membuat keper cayaan diri m em uncak seket ika. Namun set ibanya kami di mulut t angga, begit u t erhenyaknya kami m elihat pemandangan yang ada. Semua t amu di ruangan it u memakai moral. Ada yang dipasang sebagai hiasan kepala. Ada yang m emakai sebagai penghias dada. Ada yang memakai sebagai manset . Bahkan ada yang m enghiasi seluruh bajunya (“ M BSY” , hlm.32-33).

M engapa moral diperlaw ankan dengan rok m ini? Hal ini akan t ampak kont ekst ual dengan kondisi yang ada saat ini. Rok ini ident ik dengan sensualitas, identik dengan porno. M aka rok mini juga identik dengan t idak berm oral.

Djenar m em iliki kecurigaan t erhadap moral. Karena itu, ia mengasosiasikan m oral sepert i layaknya barang, yang bisa diperjual-belikan dan berharga m urah. Nam un, bet apa pun murahnya m oral, masyarakat t et ap senang unt uk menjadikannya sebagai t am eng. Dapat dilihat dalam cerpen di at as bahw a moralit as t idaklah bersifat net ral dan t et ap. Harga m oral yang dinyat akan turun- naik m engisyarat kan bahwa m oral bukanlah sesuatu yang “ given” . Jika dalam cerpen ini moral dihubungkan dengan logika pasar, m aka sangat w ajar jika moral t ersebut bersifat flukt uatif. Ini untuk menyat akan bahw a m oral t idak t erlepas dari kepent ingan: siapa yang menet apkan dan kepent ingan apa yang melat arbelakanginya.

BAB IV

Dalam dokumen Perempuan dalam Kuasa Patriarki. (Halaman 97-102)