• Tidak ada hasil yang ditemukan

Thomas Aquinas

Dalam dokumen Perempuan dalam Kuasa Patriarki. (Halaman 42-46)

2.3. Pandangan Para Pemikir yang Patriarkis

2.3.3 Thomas Aquinas

Thom as Aquinas at au Thomas dari Aquino dilahirkan di It alia dan pada usia 18 at au 19 t ahun ia m asuk Ordo Dom inikan. Sesudah st udinya selesai, ia mulai m engajar di Paris (1252-1259). Kem udian sat u kali lagi ia kembali ke Paris unt uk m em angku jabat an profesor t eologi di universit as (t ahun 1269-1272). Selain itu ia m engajar di beberapa t em pat di It alia.

Banyak ahli sejarah filsafat sepakat dalam menyat akan bahw a filsafat Abad Pert engahan memuncak pada Thom as. Tet api hal it u sekali-kali t idak berart i bahw a ia m em bat asi diri pada filsafat saja. Sepert i halnya pada kebanyakan t okoh Abad Pert engahan yang dibicarakan di sini, m aksudnya yang ut ama ia mencipt akann suatu t eologi. Tet api Thomas mengakui ot onomi filsafat dan dalam karya-karyanya (kebanyakan bersifat t eologis) t erdapat suat u sint esa filosofis yang m encolok. Tanpa ragu-ragu Thomas mendasarkan filsafat nya at as prinsip-prinsip Arist ot elenism e (Bert ens, 1995:35-36)

Dalam bukunya yang berjudul Summ a Theologia (bukunya yang lebih kent al dokt rin-dokt rin t eologis), Aquinas m enyinggung sikapnya t erhadap perem puan dengan menggabungkan t radisi Krist iani dan Yunani. Dalam

pemikirannya, kelihat annya ia bersepakat dengan Arist ot eles bahw a perem puan mempunyai kekurangan at au cacat dari laki-laki (defect male), t et api ia juga set uju bahw a perem puan dalam pandangan Krist iani dicipt akan oleh Tuhan. Oleh sebab itu, kekurangan yang t erdapat di dalam diri perem puan bersifat alam iah.

Aquinas menganggap bahw a perempuan t idak dicipt akan sebagai produksi pert ama, t api bergant ung pada laki-laki dan bukan cipt aan yang langsung dari Tuhan. Kelihat annya pem ikiran Aquinas sangat dipengaruhi oleh paham Krist iani Abad Pert engahan sert a pengaruh kuat Aristoteles, t erut am a berkait an dengan soal m akhluk perempuan yang t idak sempurna (cacat ) (Arivia, 2003:36).

2.3.4 Descartes

Rene Descart es sering juga disebut “ bapak filsafat m odern” . Di dilahirkan di Perancis (1596-1650) dan belajar filsafat pada Kolese yang dipimpin Pat er- pat er Yessuit di desa La Fleche (Bert ens, 1995:45).

Keraguan Cart esian dimulai oleh Descart es yang mengant arnya pada penemuan Cogito Ergo Sum “ Saya berpikir maka saya ada” . Dari penem uan ini, Descart es kemudian m enem ukan bahw a m anusia adalah m akhluk dualis yang t erdiri dari pemikiran-pem ikiran spiritual dan t ubuh-tubuh m at erial. Tubuh menurut Descart es adalah layaknya sebuah m esin sedang pem ikiran bersifat

im ort al. Pada akhirnya, yang hendak dicapai adalah sem acam kepast ian penget ahuan. Pembukt ian ini menyum bangkan pemikiran yang luar biasa dalam filsafat , yakni bahw a penget ahuan hanya dapat dicapai lew at akal dan penget ahuan empiris m erupakan penget ahuan yang sekunder. Perdebat an ini t ent unya berjalan t erus hingga ratusan t ahun kem udian (Arivia, 2003:38).

Filsafat Descart es m em punyai pengaruh yang besar t erhadap konsep perem puan pada zam an m odern. Descart es sebagai “ bapak” dari filsafat M odern memang berhasil m em baw a filsafat keluar dari t embok paradigma Abad Pert engahan ke t embok skolast ik. Descart es m enaw arkan sebuah fondasi yang didasarkan pada rasio, m engubah pandangan t eologgi pada kebebasan manusia unt uk bert indak dan bert anggung jaw ab secara m oral sert a pada pasangan ilmiahnya yang compat ible dengan Tuhan. Pandangannya m engenai subst ansi mind dan mat t er t elah m em buka j endela dunia pada perbedaan ilmu penget ahuan dan t eologi sert a segala “ rekonsiliasinya” . Akan t et api, dualism e ini yang juga membaw a asosiasi dan oposisi yang tajam dalam perbedaan seksual (Arivia, 2003:40).

Pandangan dikotom ik - dimana perem puan dihubungkan dengan alam sedangkan laki-laki diasosiasikan sebagai manusia – m em baw a hubungan laki- laki dan perem puan sebagai subjek-objek. Laki-laki sebagai subjek yang it u berart i menguasai dan perem puan sebagai objek yang dikuasai.

Posisi Sigmund Freud sangat ambigu dalam kajian-kajian perempuan, t erut am a dalam hubungannya dengan fem inisme. Di sisi lain, pem ikirannya t ent ang seksualit as m embuka t elah m embuka jalan bagi feminis dalam membongkar lebih dalam hubungan laki-laki dan perempuan t erut am a dalam kait annya dengan seks dan seksualit as. Namun, di sisi lain, Freud diangggap melanggengkan pemikiran pat riarkis yang m enem pat kan posisi laki-laki lebih segala-galanya dibandingkan dengan perempuan.

Freud lahir dalam sebuah keluarga Yahudi pada t ahun 1856 di Freiburg. Pada tahun 1881 ia m endapat kan gelar dokt ernya dari Universit as W ina, dan pada t ahun 1885 m emenangkan beasisw a untuk m elanjut kan studinya di Paris. Di sana ia belajar di baw ah pengawasan Jean M art in Charcot yang membukakannya jalan untuk belajar t ent ang sakit jiw a secara serius (Lecht e, 2001:44-45).

Teori Freud t ent ang posisi laki-laki dan perempuan berpusat pada perhat ian adanya kecem buruan perempuan t erhadap penis laki-laki (penis envy). Ia m engat akan, pada saat perkembangan t ahap falik berlangsung, anak perem puan segera m engalihkan perhat iannya dari klitorisnya ket ika ia sadar bahw a alat kelam in laki-laki lebih superior dibandingkan perempuan. Pada saat itu, ia beralih dari pengidolaan ibu ke pengidolaan ayah. Di sini t erjadi apa yang disebut Oedipus Complex, ket ergant ungan pada ayahnya. M enurut dokt rin psikoanalisis, bahw a laki-laki m em punyai penis dan perem puan tidak m em punyai penis, m em pengaruhi cara laki-laki dan perempuan meneruskan penyelesaian

kompleks pada t ahapan falik. Freud m engajarkan bahw a perjalanan anak perem puan melalui Oedipus dan kat rasi, menciderai perempuan dangn beberapa sifat gender yang t idak disukai, bersam aan dengan perkem bangannya m enjadi perem puan dew asa (Tong, 2004:190). Sem ua penjelasan ini, m enurut Freud, memberi kan pemahaman baru m engapa perem puan adalah m akhluk inferior karena ia sebenarnya ada makhluk yang t erkat rasi (Arivia, 2003:58).

Pada t it ik inilah Freud banyak m endapat kan krit ik, t erut am a dari kalangan fem inis. Dalam pandangan kaum fem inis, alih-alih m em berikan sebuah pemahaman baru, Freud dianggap malah m elanggengkan ket impangan hubungan ant ara laki-laki dan perem puan. Penjelasan Freud di at as sam a saja memberi kan jalan bagi laki-laki untuk m ensubirdinasi perempuan.

Beberapa feminis angkat bicara m engenai t eori Freud ini. M ereka berargum ent asi bahw a posisi sert a ket idakberdayaan sosial perem puan t erhadap laki-laki kecil hubungannya dengan biologi perem puan, dan sangat berhubungan dengan konst ruksi sosial at as fem ininitas (Tong, 2004:196).

Dalam dokumen Perempuan dalam Kuasa Patriarki. (Halaman 42-46)