• Tidak ada hasil yang ditemukan

”Hidung” pada ikan teleost merupakan sepasang cekungan penciuman (olfactory) yang biasanya terletak di sisi dorsal bagian kepala dan sedikit agak jauh dari posisi mulut (Hoar dan Randall 1971).

Secara umum organ olfactory ikan serupa dengan organ nasal untuk penciuman manusia, akan tetapi dari struktur bentuk dan sistematika fungsinya ada perbedaan antara manusia dan ikan. Lubang atau cuping hidung pada ikan jarang terbuka ke dalam rongga mulut. Dasar dari lubang hidung dibentuk oleh epitelium penciuman atau mucosa berupa lipatan/lamella berbentuk rosette

(Pitcher 1993). Susunan bentuk dan lipatan perkembangan lamella sangat bervariasi pada setiap spesies (Gambar 3).

15

Epithellium sensori terdiri atas tiga tipe sel utama, yaitu reseptor,

Epithellium sensori terdiri atas tiga tipe sel utama, yaitu reseptor, pendukung dan basal. Dua tipe morfologi sel reseptor adalah cilia dan mikrovilar, umumnya terdapat pada teleostei. Pada elasmobranch dan Australian Lung Fish hanya memiliki sel microvilar sedangkan African Lung Fish hanya memiliki sel reseptor cilia. Sel reseptor adalah neuron primer bipolar dengan dendrit silindris

yang berakhir pada permukaan epitelium dan tidak terlindung dari lingkungan luar. Sel pendukung adalah sel epitel kolumnar yang keluar secara vertikal dari permukaan epitelium ke lomuna dasar, yang berhubungan dengan sel reseptor, sedangkan sel sensori tidak bersilia (Schultz 2004).

Reseptor pembau mendeteksi rangsangan kimia dalam bentuk signal elektrik yang berasal dari gerakan cilia yang disebabkan oleh arus lemah yang melewati lamella. Selanjutnya informasi tersebut diteruskan ke sistem saraf pusat. Sistem saraf olfactory yang menuju ke otak memiliki dua konfigurasi (Schultz 2004) , yaitu:

(1) Pola pertama, cuping olfactory berhubungan dengan otak melalui sistem

olfactory bagian depan dari forebrain yang biasa disebut olfactory lobe. Biasanya batas pemisah dari forebrain tidak jelas.

Keterangan :

(a) Posisi cuping hidung teleostei, (b) epithelium olfactory; (vo) hidung depan; (ho) hidung belakang; (H) kulit yang menahan pergerakan air masuk ke dalam hidung depan; (F) lamella

16 (2) Pola kedua, cuping olfactory dan tangkai olfactory bergabung menuju otak,

kadang-kadang lurus dan kadang-kadang mengalami penyempitan antara cuping dan forebrain.

Umumnya pada bagian rongga hidung ikan jenis elasmobranch mempunyai dua pembukaan, yaitu saluran anterior dan pintu masuk di depan, akan tetapi hal tersebut berbeda pada ikan bertulang belakang, tidak ada kontak antara sistem pencium dan sistem pernapasan.

Menurut Schultz (2004), sistem olfactory pada ikan, apabila air yang masuk melalui nostril (hidung bagian depan) dan keluar melalui anterior naris ketika ikan berenang maka air yang mengandung zat kimia akan diterima oleh sistem saraf olfactory yang berhubungan dengan otak. Pada sistem pernafasan, terdiri atas dua tahap, yaitu tahap pertama, inspirasi, rongga mulut terbuka, rongga mulut terbuka, rongga bukopharin dan rongga insang mengembang, air masuk melalui rongga mulut. Tahap kedua, ekspirasi, yaitu rongga mulut menutup, rongga

bukopharin dan rongga insang menyempit, celah insang terbuka dan air bergerak dari rongga mulut ke rongga insang kemudian keluar melalui celah insang. Dalam beberapa jenis (Zoarces viviparus, Gasterosteus aculentus, Spinnchin spinachin), ada saat naris membuka dan air masuk dengan meninggalkan suatu pergerakan. Secara skematik perbedaan sistem tersebut terdapat pada Gambar 4.

Gambar 4 Sistem penciuman (olfactory)pada ikan (Sumber: Schultz 2004)

Menurut Mitamura et al. (2005), pengaturan, bentuk, dan derajat tingkat pengembangan lamella berbeda-beda antarjenis ikan. Jumlah lamella meningkat

17 sampai taraf tertentu sesuai dengan pertumbuhan dari suatu individu, tetapi secara relatif tetap setelah ikan mencapai pertumbuhan tertentu.

Tidak ada korelasi antara banyaknya lamella dengan ketajaman penciuman/bau. Untuk ikan jenis Cyclothone spp pada kelompok jantan daya penciumannya lebih besar dibandingkan dengan betina. Dari penelitian yang pernah dilakukan ada dugaan bahwa ikan bathypelagic biasa menggunakan perasaan daripada menggunakan organ penciuman untuk mencari makanan. Selain itu organ pencium lebih sering digunakan pada ikan jantan untuk mencari pasangannya (Mitamura et al. 2005). Apabila dilihat dari arah dorsal, maka hubungan antara lamella (berbentuk rosette) dengan otak dapat dilihat pada Gambar 5.

Ikan mendeteksi adanya stimuli kimia melalui reseptor pembau. Stimuli tersebut masuk pada lubang hidung (nostril) dan di rubah dalam bentuk signal elektrik yang berasal dari gerakan silia yang kemudian melewati olfactory lamella

yang berbentuk rosette (bunga mawar). Sinyal yang dihasilkan pada olfactory lamella diteruskan pada olfactory bulb dan olfactory tract yang kemudian diterjemahkan pada otak telencephalon.

Gambar 5 Struktur organ penciuman pada ikan mulai dari organ lamella hingga otak bagian telencephalon (dilihat dari posisi dorsal)

(Sumber: Mitamura et al. 2005)

Ikan mendeteksi stimuli kimia melalui sedikitnya dua saluran

chemoreception yang berbeda, yaitu olfaction (bau) dan gustory (rasa). Pembedaan antara dua organ tersebut menurut perkiraan tidaklah selalu pada

Keterangan:

OB : Olfactory Bulb OT : Olfactory Tracts GCL : Granule Cell Layer GL : Glomerular Layer MCL : Mitral Cell Layer MOT : Medial Olfactory Tract MR : Median Raphe OL : Olfactory Lamellae ON : Olfactory Nerve ONL : Olfactory Nerve Layer Tel : Telencephalon

18 semua hewan bertulang belakang, yang sebagian besar menggunakan organ

olfaction dan perasa. Olfaction digambarkan sebagai pendeteksian melalui hidung (air-borne molekul) yang berasal dari suatu jarak, yang memungkinkan ikan untuk menempatkan dan menemukan makanan atau pasangan seksual atau untuk menghindari musuh pada suatu jarak yang lebih jauh (Hansen dan Reutter 2004). Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa banyak penemuan menunjukkan bahwa secara umum olfaction sebagai penengah dari isyarat kimia yang mempengaruhi perilaku berbagai ikan teleostei. Meskipun demikian, teori dasar tentang mekanisme fisiologis ikan masih sedikit.

Secara umum, olfactory serupa dengan organ nasal untuk penciuman manusia. Fungsi organ olfactory (penciuman) pada ikan merupakan salah satu sistem reseptor kimia yang beradaptasi terhadap substansi kimia spesifik lingkungan, baik berupa bahan organik maupun anorganik. Dalam berbagai pola tingkah laku ikan, fungsi tambahan dari olfactory antara lain homing, migrasi, sosial, seksual, dan perilaku yang berkenaan dengan orang tua (Pitcher 1993).

Penciuman ikan sangat sensitif terhadap bahan organik maupun anorganik yang dikenal melalui indera penciuman (Syandri 1988). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa ikan dapat mengenal bau mangsanya, predator, dan spesies sendiri. Bau-bau tersebut melarut dalam air dan merangsang reseptor pada organ penciuman (olfactory organ) ikan, sehingga menimbulkan reaksi terhadap ikan tersebut.

Organ penciuman sebagai alat bantu sensor untuk mengetahui banyaknya makanan yang tersedia di sekitar habitatnya (Wudianto et al. 1993). Lebih lanjut dijelaskan pula oleh Gunarso (1985) bahwa organ penciuman merupakan salah satu organ dari organ-organ penting lainnya pada tubuh ikan yang berhubungan untuk mempelajari natural behaviour.

Kelompok ikan anadromous (ikan salmon) dan black rockfish (Sebastes inermis) sangat mengandalkan organ penciumannya untuk kembali “homing

(pulang)” ke habitat asalnya untuk tumbuh dewasa, spawning atau melakukan

schooling saat melakukan migrasinya (Mana dan Kawamura 2002, Mitamura et al. 2005).

19 Organ penciuman umumnya adalah indera yang paling sensitif bagi ikan, terutama pada ikan hiu karena pada konsentrasi 0,0001 ppm ikan tersebut masih sensitif terhadap bau (Syandri 1988). Pada ikan predator (buas), sistem penciumannya digunakan untuk mendeteksi makanan/umpan mati berdasarkan stimuli asam amino yang dikeluarkan dari makanan tersebut (Hansen dan Reutter 2004).

Dokumen terkait