• Tidak ada hasil yang ditemukan

Organisasi Lembaga Keuangan Syariah

PEMBIAYAAN PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

B. Organisasi Lembaga Keuangan Syariah

Secara umum lembaga keuangan syariah di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu lembaga perbankan syariah dan lembaga non perbankan syariah. Lembaga perbankan syariah terdiri atas, Bank Umum Syariah (BUS), seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Unit Usaha Syariah (UUS), seperti; Bank Mandiri Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank BRI Syariah dan sejenisnya, serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Sedangkan lembaga non perbankan syariah banyak ragam dan jenisnya, seperti; Asuransi Takaful, Bringin Life Syariah, Baitul Mal Wattamwil (BMT), koperasi syariah, dan sejenisnya. Berikut contoh Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia.

Tabel 3.1 Organisasi Bank Muamalat Indonesia

xxx xxx

XXX x

x x

xxxxx xxxxx xxxxx xxxxx xxxxx

xxx xxx xxx xxx xxx xxx

xxx xxx xxx xxx xxx xxx

xxx xxx xxx xxx xxx xxx

xxx xxx

xxx xxx

xxx

xxx

xxx

Sumber: Laoran Tahun 2009 Bank Muamalat

DUMMY

Bab 3 Proses Pelaksanaan Manajemen Risiko Pembiayaan 81 Terdapat tiga top management yang terdapat pada struktur organisasi Bank Muamalat sebagai Bank Syariah pertama. Pertama, Dewan Pengawas Syariah (Sharia Supervisory Board), kedua, Dewan Komisaris (Board of Commissions), dan ketiga Dewan Direksi (Board of Directors).

Pentingnya Dewan Pengawas Syariah, setidaknya dalam memberikan opini. Misalnya, menurut Laporan Tahunan 2009 Bank Muamalat Indonesia, Opini Dewan Pengawas Syariah Bank (DPS Bank) tanggal 11 Maret 2010 untuk periode semester I dan II tahun 2009 menyatakan bahwa berdasarkan pengawasannya secara umum aspek operasional dan produk Bank telah mengikuti fatwa-fatwa dan ketetapan yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).

Karena itu, dalam bingkai pengembangan perbankan syariah, Lembaga Keuangan Syariah, termasuk Bank Muamalat dibutuhkan pengaturan dan pengawasan dengan tujuan untuk:

1. Menjaga stabilitas sistem keuangan (makro ekonomi) dan keber-langsungan usaha bank (mikro ekonomi);

2. Perlindungan masyarakat (khususnya masyarakat awam dan nasabah kecil);

3. Optimalisasi peran lembaga perbankan dalam menunjang program pembangunan, dan

4. Rawan terhadap penyelewengan (dalam perbankan syariah sangat dibutuhkan adanya trust yang tinggi terutama pada financing).1 Jadi, organisasi lembaga keuangan syariah unsur utamanya adalah pada efektivitasnya peran pengawasan, baik pada lembaga perbankannya maupun non perbankan. Berikut gambaran pengawasan pada LKS:

1Dalam Abdul Aziz dan Mariyah Ulfa, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, Bandung, Alfabeta, 2010, hlm. 181

DUMMY

BANK INDONESIA

BANK SYARIAH/

NON BANK

Produk Bank Syariah/Non Bank

Syariah

Dewan Syariah Nasional (MUI)

Dewan Pengawas Syariah

Gambar 3.2 Pengawasan Lembaga Keuangan Syariah Pengawasan pada lembaga keuangan syariah di Indonesia Regulasi Perbankan Syariah

a. Kelembagaan Bank Syariah Dilakukan dengan cara:

1. Pendirian Bank Umum Syariah,

2. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat Syariah (dalam UU No. 21 tahun 2008 Bank Perkreditan Rakyat Syariah diubah menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah),

3. Perubahan Kegiatan Usaha dan Pembukaan Kantor Cabang Syariah oleh Bank Umum Konvensional.

b. Prinsip kehati-hatian (Prudential)

1. Penilaian Kualitas Asset dan Penyisihan Penghapusan, 2. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum,

3. Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana.

c. Sistem Pembayaran/pasar Keuangan dan Moneter 1. Giro Wajib Minimum Syariah, dan Kliring.

2. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Syariah.

3. SWBI (Sertifikat Wakaf Bank Indonesia), dan; PUAS.

DUMMY

Bab 3 Proses Pelaksanaan Manajemen Risiko Pembiayaan 83 d. Standar Akuntansi/Pelaporan

1. Laporan Bulanan Bank Umum Syariah dan BPRS, 2. Laporan Harian Bank Umum (LHBU),

3. Laporan Berkala Bank Umum Syariah (LHBUS), dan

4. Akuntansi Perbankan Syariah dan Pedoman Akuntansi Syariah.2

Ditinjau dari sistem organisasi pengelolaan Lembaga Keuangan Syariah, Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud33, menyatakan bahwa perbankan syariah menunjukkan sejumlah segi yang menarik karena menjadikan skema partisipasi ekuitas, risiko, dan profit loos sharing (PLS) sebagai basis pembiayaan nya. Semua skema itu memiliki satu aspek penting, yakni semua transaksi yang dilakukan harus bersifat riil, bukan hanya transaksi keuangan, dan semua yang terlibat dalam kontrak harus sama-sama menanggung risiko dengan memakai skema PLS. Jadi, organisasi lembaga keuangan syariah merupakan suatu sistem yang pengelolaannya meliputi suatu budaya masyarakat atau kelompok. Berikut ini beberapa aspek yang terdapat dalam struktur lembaga keuangan.

Manajemen

Kreditur Pemegang Rek. Lancar Pemegang

Saham

Mitra Dana

Musyarakah Pemegang Rek.

Inves Mudarabah

Karyawan Komunitas Islam

Gambar 3.3 Para Stakeholder Lembaga Keuangan Syariah

Sumber: Mervyn K. Lewis & Latifa M. Algoud

2Ibid., hlm. 182

3Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syariah; Prinsip, Praktik, dan Prospek, Serambi, Jakarta, 2001, hlm. 211

DUMMY

Lembaga keuangan syariah memikul tanggung jawab besar, seluruh staf dan nasabah yang berurusan dengannya harus diatur dan bertindak secara islami sehingga setiap orang yang mendatangi sebuah lembaga keuangan syariah mendapat kesan bahwa ia sedang memasuki sebuah tempat suci untuk melakukan ritual keagamaan, yaitu penggunaan modal dalam aktivitas yang diterima dan diridhai Allah Yang Maha Kuasa44. Namun demikian, faktor utama dalam pengorganisasian lembaga keuangan syariah adalah Dewan Syariah nasional (DSN) dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) serta kontrol-kontrol internal lainnya, seperti Dewan Direksi dan lainnya. Tetapi peran pengawasan dari DPS ini sangat penting dalam mengkontrol operasional LKS itu.

Hal ini dikarenakan:

1) mereka yang berurusan dengan LKS memerlukan jaminan bahwa bank atau non bank syariah itu beroperasi sesuai dengan hukum Islam. Seandainya DPS melaporkan bahwa manajemen LKS melanggar syariah, maka LKS akan ke-hilangan kepercayaan dari masyarakat.

2) prinsip-prinsip Islam yang tegas akan meminimalisasi problem insentif (sebenarnya mekanisme insentif mampu mengurangi inefisiensi akibat risiko moral hazard dan informasi asimetris).5 Dengan demikian, organisasi kelembagaan keuangan syariah sangat berbeda dengan kelembagaan konvensional, terutama adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasi dan adanya sistem bagi hasil. Menurut Muhammad, bahwa manajemen bank syariah merupakan pengembangan dari manajemen bank konvensional6. Berikut gambar mekanisme sistem LKS.

4Mervyn, Ibid., hlm. 217

5Haque dan Mirakhor dalam Mervyn, Ibid., hlm. 222

6Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, UII Press, Yogyakarta, 2000, hlm. 161

DUMMY

Bab 3 Proses Pelaksanaan Manajemen Risiko Pembiayaan 85 Sistem pengaturan eksternal

Pemegang saham Auditor eksternal Bursa Saham

Undang-Undang tentang Perusahaan Regulasi bank/

keuangan

Dewan Standard Akuntansi Islam

Sistem pengaturan internal Dewan Direksi

Direktur noneksekutif Komisi Audit Audit Internal

Dewan Pengawas Syariah Pengawas Syariah Penasihat Hukum Sistem kontrol internal

Kontrol keuangan Kontrol operasional Tinjauan audit Pemenuhan standar Laporan keuangan Pemenuhan syariah

Gambar 3.4 Mekanisme Sistem LKS

Sumber: Mervyn K. Lewis

Dalam rangka pengembangan manajemen risiko yang sesuai dengan standar perbankan nasional, Perbankan secara kontinu dan berkelanjutan, terus mengembangkan dan meningkatkan kerangka sistem pengelolaan risiko dan struktur pengendalian internal yang terpadu dan komprehensif, sehingga dapat memberikan informasi adanya potensi risiko secara lebih dini dan selanjutnya mengambil langkah-langkah yang memadai untuk meminimalkan dampak risiko.

Kerangka manajemen risiko ini dituangkan dalam kebijakan, prosedur, limit-limit transaksi, kewenangan dan ketentuan lain serta berbagai perangkat manajemen risiko, yang berlaku di seluruh lingkup aktivitas usaha. Untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur ter-sebut sesuai dengan perkembangan bisnis yang ada, maka evaluasi selalu dilakukan secara berkala sesuai dengan perubahan parameter risikonya.

(http://dhycana.wordpress.com/2009/12/04/pengelolaan-risiko-treasury)

Dalam hal ini, peranan manajemen risiko semakin penting karena bank dan pengawas bank di seluruh dunia semakin menyadari bahwa praktik manajemen risiko yang baik memegang peranan penting bagi keberhasilan bank dan juga sistem perbankan secara keseluruhan. Untuk

DUMMY

itu Bank Muamalat menerapkan manajemen risiko dengan membentuk Satuan Kerja Manajemen Risiko yang mengelola risiko pembiayaan, risiko operasional, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko stratejik, risiko hukum, risiko reputasi dan risiko kepatuhan. Proses pengelolaan manajemen risiko, misalnya dapat kita lihat pada struktur manajemen Bank Muamalat dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian terhadap risiko sebagaimana di atas.

Dengan ditetapkannya struktur organisasi Bank Muamalat yang baru pada Oktober 2010, fungsi dan proses manajemen risiko dijalankan oleh Divisi Manajemen Risiko yang berada dibawah supervisi Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko. Penyusunan struktur organisasi dilakukan dengan pendekatan jenis risiko yang ditangani (risk handled approach). Sebagaimana diketahui Bank Indonesia mempersyaratkan bank-bank di Indonesia untuk melakukan proses manajemen dengan 8 jenis risiko, yakni: risiko pembiayaan, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko strategis, risiko hukum, risiko reputasi, dan risiko kepatuhan.