• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Risiko Pembiayaan Mudharabah

b. Karakteristik Mudharabah (Trustee Profit Sharing)

D. Pengendalian Risiko Pembiayaan Mudharabah

tidak ada kesepakatan bahwa barang yang dibeli dapat ditukar, (f) pegawai outsourcing, dan (g) globalisasi.

Tujuh faktor inilah yang menyebabkan risiko operasional pembiayaan mudharabah. Pembiayaan merupakan bagian terbesar dari sumber penghasilan dan juga merupakan bagian terbesar dari seluruh harta suatu LKS. Pelaksanaan penyaluran pembiayaan oleh Bank Syariah diikuti dengan risiko yang ditimbulkan, yang disebut dengan risiko pembiayaan. Risiko pembiayaan merupakan suatu masalah besar bagi dunia perbankan syariah (LKS) dan lembaga keuangan pada umumnya.

Risiko pembiayaan yaitu debitur secara kredit tidak dapat mem-bayar hutang maupun angsuran serta memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan, atau menurun kan kualitas debitur sehingga persepsi tentang kemungkinan gagal bayar semakin tinggi.

Risiko pembiayaan mudharabah dapat timbul baik dari kinerja nasabah maupun faktor-faktor dari luar nasabah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.2 berkut:

Tabel 5.2 Hubungan Faktor Kinerja Dengan Risiko Pembiayaan Mudharabah

Kebangkrutan nasabah Gagal bayar

Kesulitan keuangan nasabah Potensi gagal bayar Ambang batas kriteria Kesehatan

nasabah

Penurunan peringkat nasabah

Penurunan kinerja nasabah Pelanggaran kontrak Kelemahan kontrak pembiayaan potensi pelanggaran kontrak

Bab 5 Manajemen Risiko Pembiayaan Mudharabah Lembaga Keuangan Syariah 163 Syarat sukses penerapan pembiayaan mudarabah dapat dilakukan baik melalui rekrutmen SDM yang kompeten maupun melalui kerja sama dengan lembaga swasta untuk menilai kelayakan dan progres pembiayaan yang tengah berjalan (Siddiqi, Nejatullah, 1994). Sistem informasi debitur, sistem informasi kredit, dan potensi kredit yang telah dikembangkan Bank Indonesia dapat menjadi salah satu faktor pendukung lainnya.

Financing screening based on business performance yang diterapkan bank-bank syariah di dunia yaitu menilai kinerja pengusaha berdasarkan kompetensi sangat mungkin diterapkan. Pengusaha yang secara kontinyu berkinerja baik dan meningkat, berpeluang mendapat alokasi pembiayaan yang lebih besar ketimbang mereka yang kinerjanya terus menurun.

Langkah-langkah tersebut tidak hanya akan memperbaiki dan meningkatkan hubungannya dengan para pengusaha namun juga mengakomodasi tuntutan depositor rasional agar bank syariah lebih profitable dan profesional. Sementara itu, tuntutan information technology (IT), online system, dan sebagainya banyak diupayakan bank-bank syariah di belahan dunia lain melalui kerja sama operasional baik sesama bank syariah maupun antara unit usaha syariah dari multinational bank dengan perusahaan induknya.

Kendala lain yang membuat bank syariah kurang memahami nasabahnya antara lain kekhawatiran gagal bayar (default), infeasible financing proposal, high risk financing (bagi nasabah pengusaha), dan kurangnya variasi produk, promosi produk, fleksibilitas produk. Di level pasar terdapat risiko likuditas, risiko pasar, risiko operasional, dan yang lain. Masalah default atau infeasible financing proposal pada hakikatnya dapat diatasi asalkan terdapat kejujuran, kepercayaan, dan good will dari pelaku keuangan syariah.

Demikian pula untuk pembiayaan berskala besar dengan risiko tinggi, hal ini memerlukan keterlibatan pemerintah selain bank syariah sebagai intermediator, dengan menerbitkan instrumen sukuk. Ketika landasan hukum sukuk diterbitkan di Tanah Air, diharapkan high risk financing bukan lagi menjadi kendala berarti. Bahkan potensi dana-dana simpanan syariah yang ditanam dalam bentuk sukuk dapat disalurkan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan pemerintah. Di samping memenuhi kebutuhan pembiayaan jangka panjang, sukuk juga dikenal

DUMMY

sebagai instrumen yang likuid sehingga keberadaanya di pasar keuangan syariah diharapkan dapat mengatasi kendala risiko likuiditas, risiko pasar, dan lain-lain.

Sementara itu, kerja sama antara Dewan Syariah Nasional (DSN), Bank Indonesia, lembaga kajian perbankan syariah dan perbankan syariah sendiri akan berkontribusi dalam melihat kemungkinan pengembangan instrumen (produk) bank syariah. Proses financial engineering yang sedang dan terus dilakukan berbagai bank syariah dunia dapat menjadi salah satu rujukan terkait dengan hal tersebut.

Sumber daya insani (SDI) dalam sistem perbankan syariah tidak hanya menentukan kinerja bank syariah, namun juga alat promosi dan edukasi bagi masyarakat. Menciptakan masyarakat yang cenderung bertransaksi dengan bank syariah mutlak ditentukan oleh sistem pendidikan yang akan mencetak SDI yang beriman dan berilmu, ditambah peran serta para ulama. (Fifqi Ismail, dalam Website Siraji Mandiri, 17 September 2007)

Disamping Sumber Daya Insani (SDI) handal yang dapat menen-tukan kinerja Lembaga Keuangan Syariah dan merupakan bagian tak terpisahkan sebagai pelaku pengendalian risiko dalam menentukan keseluruhan manajemen risiko.

Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Jika pada tahapan sebelumnya lebih banyak bersifat konsep dan perencanaan, maka pada tahap ini sudah merupakan realisasi dari upaya pengelolaan risiko dalam perusahaan. Menurut Sohatman Ramli,30 risiko yang telah diketahui pasar dan potensi akibatnya harus dikelola dengan tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi perusahaan. Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan berbagai pilihan, misalnya dengan dihindarkan, dialihkan kepada pihak lain, atau dikelola dengan baik.

Menurut Standar AS/NZS 4360, pengendalian risiko secara umum dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:

1. Hindarkan risiko dengan mengambil keputusan untuk meng hentikan penggunaan proses, bahan, alat yang berbahaya,

30Soehatman Ramli, Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS Risk Management, Dia Rakyat, Yogyakarta, 2010, hlm. 103.

DUMMY

Bab 5 Manajemen Risiko Pembiayaan Mudharabah Lembaga Keuangan Syariah 165 2. Mengurangi kemungkinan terjadi (reduce likelihood),

3. Mengurangi konsekuensi kejadian (reduce concequence), 4. Pengalihan risiko ke pihak lain (risk transfer),

5. Menanggung risiko yang tersisi. Penanganan risiko tidak mungkin menjamin risiko atau bahaya hilang seratus persen, sehingga masih ada sisa risiko (residual risk) yang harus ditanggung per-usahaan.31

Adapun proses pengendalian risiko menurut AS/NZS 4360, sebagaimana dikutip Soehatman adalah sebagai berikut:

a) Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi risiko dapat ditentu kan apakah suatu risiko dapat diterima atau tidak. Jika risiko dapat diterima, tentunya tidak diperlukan langkah pengendalian lebih lanjut. Cukup dengan melalukan pemantauan dan monitoring berkala dalam pelaksanaan operasi.

b) Dalam peringkat risiko, dikategorikan sebagai risiko sedang (medium) sehingga dapat diterima perusahaan. Karena itu tidak perlu dilakukan tindakan pengendalian lebih lanjut. Perusahaan cukup melakukan pemantauan berkala baik ditempat kerja maupun terhadap tenaga kerja untuk mengetahui apakah ada efek yang tidak diinginkan.

c) Jika risiko berada di atas batas yang dapat diterima maka perlu dilakukan pengendalian lebih lanjut untuk menekan risiko dengan beberapa pilihan, yaitu:

(1) Mengurangi Kemungkinan (reduce likelihood), (2) Mengurangi Keparahan (reduce consequence), (3) Alihkan sebagian atau seluruhnya,

(4) Hindari (avoid)

Pengendalian risiko melalui pengidentifikasian risiko me-rupakan proses analisa untuk menemukan secara sistematis dan berkesinambungan atas risiko (kerugian yang potensial) yang dihadapi perusahaan. Karenanya diperlukan checklist untuk pen-dekatan yang sistematik dalam menentukan kerugian potensial. Salah satu alternatif

31Dalam Soehatman Ramli, Ibid., hlm. 104.

DUMMY

sistem pengklasifikasian kerugian dalam suatu checklist adalah;

kerugian hak milik (property losses), kewajiban mengganti kerugian orang lain (liability losses) dan kerugian personalia (personnel losses). Checklist yang dibangun sebelumnya untuk menemukan risiko dan menjelaskan jenis-jenis kerugian yang dihadapi oleh sesuatu perusahaan.

Menurut Herman Darmawi (2008) dalam tulisan berjudul Manajemen Risiko, perusahaan yang sifat operasinya kompleks, berdiversifikasi dan dinamis, maka diperlukan metode yang lebih sistematis untuk mengeksplorasi semua segi. Metode yang dian-jurkan adalah;

1. Questioner analisis risiko (risk analysis questionnaire).

2. Metode laporan Keuangan (financial statement method).

3. Metode peta-aliran (flow-chart).

4. Inspeksi langsung pada objek.

5. Interaksi yang terencana dengan bagian-bagian perusahaan.

6. Catatan statistik dari kerugian masa lalu.

7. Analisis lingkungan.

Dengan mengamati langsung jalannya operasi, bekerjanya mesin, peralatan, lingkungan kerja, kebiasaan pegawai dan seterusnya, manajer risiko dapat mempelajari kemungkinan tentang hazard. Untuk itu keberhasilannya dalam mengidentifikasi risiko tergantung pada kerjasama yang erat dengan bagian-bagian lain yang terkait dalam perusahaan.

Manajer risiko dapat menggunakan tenaga pihak luar untuk proses meng-identifikasikan risiko, yaitu agen asuransi, broker, atau konsultan manajemen risiko. Hal ini tentunya punya kelemahan, di mana mereka membatasi proses hanya pada risiko yang diasuransikan saja. Dalam hal ini diperlukan strategi manajemen untuk menentukan metode atau kombinasi metode yang cocok dengan situasi yang dihadapi. Berikut ilustrasi proses pengendalian risiko secara umum

setelah dapat teridentifikasi.

DUMMY

Bab 5 Manajemen Risiko Pembiayaan Mudharabah Lembaga Keuangan Syariah 167

Sebagian di tahan-sebagian di alihkan Tentukan

Opsi Pengendalian

Kaji pilihan Pengendalian

Siapkan rencana Pengendalian

Laksanankan Rencana Pengendalian

ya Tidak

Konunikasi dan Konsultasi Konunikasi dan Konsultasi

Evaluasi dan Peringkat Risiko

Risiko

Dterima Diterima

Avoid Kurangi

Likelihood Alihkan

Semua/bag.

Kurangi Konsekuensi

Pertimbangan biaya yang wajar dan manfaat Strategi pengendalian Risiko

Pilih Strategi pengendalian Siapkan rencana pengelolaan risiko

Kurangi

likelihood Kurangi

Konsekuensi Alihkan

Seluru/Bag Hindari

Risiko

Diterima Tahan

Risiko

Sumber: Soehatman Ramli, 2010: 106

DUMMY

Lampiran: Akad Pembiayaan Mudharabah

AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH Nomor: ...

BISMILAAHIRRAHMAANIRRAHIIM

“Hai orang-orang yang beriman, sempurnakanlah segala janji……..”

(Surat Al-Maaidah 5: 1)

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan jalan bathil, kecuali melalui perniagaan yang berlaku

suka sama suka di antara kamu”

(Surat an-Nisaa’ 4: 29)

“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu”

(Surat al-Baqarah 2: 198)

AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH ini dibuat dan ditandatangani pada hari ini, hari ...tanggal...., bulan..., tahun ...Pukul ... Wib oleh dan antara pihak-pihak:

1. PT BANK SYARIAH XYZ, di ... yang dalam hal ini diwakili oleh ... Selanjutnya disebut “BANK”.

2. ... dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama ..., selanjutnya disebut “MUDHARIB” atau

“NASABAH”.

DUMMY

Bab 5 Manajemen Risiko Pembiayaan Mudharabah Lembaga Keuangan Syariah 169 Para pihak terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa, dalam rangka menjalankan dan memperluas kegiatan usahanya, NASABAH memerlukan sejumlah dana, dan untuk memenuhi hal tersebut NASABAH telah mengajukan per-mohonan kepada BANK untuk menyediakan Pembiayaannya, yang dari pendapatan/keuntungan usaha itu kelak akan dibagi di antara NASABAH dan BANK berdasarkan prinsip bagi hasil (syirkah) 2. Bahwa, terhadap permohonan NASABAH tersebut BANK telah

menyatakan persetujuannya, baik terhadap kegiatan usaha yang akan dijalankan NASABAH maupun terhadap pembagian pendapatan/keuntungan berdasarkan prinsip bagi hasilnya (Syirkah)

Selanjutnya kedua belah pihak sepakat menuangkan Akad ini dalam Akad Pembiayaan Mudharabah (selanjutnya disebut “Akad”) dengan syarat-syarat serta ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Pasal 1