2. LANDASAN TEORI
2.1 Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
2.1.4 Organisasi yang Berperan dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Di Indonesia, terdapat beberapa organisasi yang berperan dalam kegiatan usaha hulu migas, di antaranya adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, SKK Migas, Kontraktor Kontrak Kerja Sama, Kementerian Keuangan, Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah Daerah, dan asosiasi-asosiasi dalam industri migas. Masing-masing organisasi tersebut memiliki peran dan fungsinya masing-masing dalam kegiatan usaha hulu migas di Indonesia.
2.1.4.1 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Dalam industri migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bertugas untuk menciptakan dan menerapkan kebijakan energi Indonesia, memastikan bahwa kegiatan usaha terkait sesuai dengan hukum dan peraturan, dan melakukan pemberian kontrak. Kementerian ESDM berwenang untuk mengeluarkan aturan turunan dan aturan pelaksanaan yang dimaksudkan untuk memperinci Undang-Undang lebih lanjut sehingga dapat dilaksanakan secara konsisten sesuai maksud dan tujuan dari aturan tersebut.
Sesuai dengan PP No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM bertugas untuk merencanakan, menyiapkan, dan menawarkan wilayah kerja kepada perusahaan yang akan berperan sebagai kontraktor hulu migas. Menteri ESDM akan menetapkan perusahaan yang akan diberikan wewenang untuk melakukan kegiatan hulu migas migas pada wilayah kerja tersebut, dengan berkoordinasi dengan Badan Pelaksana, yakni SKK Migas.
Tanggung jawab atas pengaturan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dilakukan oleh Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi memiliki beberapa tanggung jawab, antara lain adalah menentukan perhitungan lifting dan pembagian antara pemerintah daerah dan pusat, melakukan penawaran eksplorasi baru dan blok produksi, dan menyiapkan kebijakan pada industri migas.
2.1.4.2 SKK Migas
Fungsi SKK Migas adalah melakukan pengawasan atas kegiatan usaha Hulu yang mencakup eksplorasi dan eskploitasi agar pengambilan sumber daya alam migas milik Negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi Negara untuk kemakmuran rakyat. Fungsi pengawasan ini dilakukan oleh SKK Migas dengan melaksanakan pengendalian dan pengawasan atas ketentuan-ketentuan Kontrak Kerja Sama yang dilakukan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. Penjelasan mengenai SKK Migas akan dibahas secara dalam pada BAB 3.
2.1.4.3 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)
Dalam PP No. 79 Tahun 2010, Kontraktor didefinisikan sebagai badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan Badan Pelaksana. Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2001, kegiatan usaha hulu migas dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja sama. Untuk itulah, segala aktivitas bisnis hulu migas yang dilakukan oleh kontraktor yang beroperasi di Indonesia harus sesuai dengan kontrak kerja sama atau Production Sharing Contract (PSC) dengan Badan Pelaksana, yaitu SKK Migas. Dalam hal ini, kontraktor dapat disebut juga dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
PSC merupakan kontrak kerja sama antara KKKS dengan pemerintah yang spesifik mengatur kegiatan dalam wilayah kerja tertentu. Dalam praktiknya, untuk membagi risiko, umumnya dalam satu wilayah kerja sering kali dikerjakan oleh lebih dari satu kontraktor (Pudyantoro, 2012). Untuk mempermudah dalam melakukan pengendalian, SKK Migas akan meminta para kontraktor untuk wilayah kerja tersebut agar menunjuk salah satu kontraktor sebagai operator
wilayah kerja yang akan mewakili seluruh kontraktor dan berkoordinasi dengan SKK Migas (Pudyantoro, 2012; PP No. 35, 2004). Antar kontraktor dalam wilayah kerja tersebut akan melakukan perjanjian operasi bersama (Joint Operation Agreement/ JOA) yang mengatur tata kerja antar para kontraktor mengenai pelaksanaan PSC secara bersama-sama, termasuk hak dan kewajiban masing-masing pihak (Lubiantara, 2012; PricewaterhouseCoopers, 2012; Pudyantoro, 2012)
2.1.4.4 Kementerian Keuangan
Dalam kegiatan bisnis hulu migas, segala penerimaan untuk negara, termasuk pajak, akan dikelola oleh Kementerian Keuangan. Menteri Keuangan memiliki wewenang untuk menetapkan dan melakukan pengesahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta rencana kerja tahunan SKK Migas, setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri ESDM, dalam melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu migas. Selain itu, kewenangan Menteri Keuangan adalah menetepkan besarnya penerimaan SKK Migas berupa imbalan atas pelaksanaan fungsi dan tugasnya, sebagai suatu persentase dari penerimaan negara dari setiap kegiatan usaha hulu, memberikan persetujuan pengalihan kepemilikan dan penghapusan kekayaan SKK Migas, serta memberikan pedoman mengenai pengelolaan kekayaan dan penyusunan anggaran dan rencana tahunan SKK Migas.
2.1.4.5 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah Daerah
Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah Komisi yang menangani permasalahan menyangkut energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, dan lingkungan. Hal ini termasuk pengawasan untuk seluruh kegiatan minyak dan gas bumi. DPR bertanggung jawab untuk menyusun undang-undang terkait minyak dan gas bumi beserta pengendaliannya, dan pengendalian atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah terkait, dan memberikan saran kepada Pemerintah sehubungan dengan kontribusi sektor minyak dan gas bumi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PricewaterhouseCoopers, 2012).
Sementara itu, pemerintah daerah terlibat dalam persetujuan rencana pengembangan (Plan of Development/ POD) melalui penerbitan perizinan lokal dan hak atas tanah (PricewaterhouseCoopers, 2012).
2.1.4.6 Asosiasi-Asosiasi dalam Industri Migas
Dua asosiasi migas terkuat yang berperan dalam industri migas Indonesia adalah:
A) Indonesian Petroleum Association (IPA)
IPA didirikan pada tahun 1971 sebagai respon terhadap meningkatnya minat asing dalam sektor minyak dan gas Indonesia. Tujuan IPA adalah untuk menggunakan informasi publik dalam mempromosikan eksplorasi, produksi, pengolahan dan aspek pemasaran industri perminyakan Indonesia.
B) Indonesian Gas Association (IGA)
IGA didirikan pada tahun 1980 sebagai forum bagi para anggotanya untuk membahas masalah-masalah kepentingan bersama yang terkait dengan gas alam mulai dari eksplorasi hingga pengguna akhir, termasuk pemasaran, pengembangan, produksi, transportasi, distribusi dan pengolahan. Awalnya, IGA berfokus pada LNG, namun IGA mulai meningkatkan fokus pada industri gas domestik, serta terus berperan aktif dalam forum-forum internasional.