• Tidak ada hasil yang ditemukan

Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian

2.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat

2.3 Aspek Pelayanan Umum

2.3.1.19 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian

Desentralisasi telah membuka ruang bagi daerah terutama Kabupaten Aceh Selatan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi dan kekhususannya. Pemerintah Provinsi Aceh memiliki otonomi khusus yang tidak dimiliki oleh provinsi selain Papua dan Papua Barat. Otonomi khusus Aceh dijabarkan secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh dan berdampak langsung terhadap Kabupaten Aceh Selatan, sehingga memberikan peluang sekaligus tantangan bagi Kabupaten Aceh Selatan untuk berkembang dan melaksanakan percepatan pembangunan.

2.3.1.19.1 Praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)

Praktek KKN mengakibatkan tidak efisien dan tidak efektifnya pemanfaatan anggaran pembangunan dan dapat memicu biaya ekonomi tinggi. Di samping itu, praktek KKN juga menyebabkan tidak tepatnya sasaran pembangunan, menimbulkan persaingan yang tidak sehat sekaligus mematikan kreativitas dan produktifitas masyarakat dan hasil pembangunan akan berpihak pada kepentingan kelompok tertentu daripada kepentingan masyarakat umum. Hal ini mengakibatkan sasaran dan kualitas pembangunan tidak terealisasi secara maksimal. Untuk mengatasi berbagai persoalan di atas, pemerintah Kabupaten Aceh Selatan perlu melakukan peningkatan pengawasan secara internal dan eksternal terhadap penyelenggaraan pemerintah yang baik (Good Governance) dan pemerintah yang bersih (Clean Government). Hal ini dilakukan untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan pemerintah. 2.3.1.19.2 Penataan Kelembagaan dan Aparatur Pemerintah

Penataan kelembagaan berkaitan erat dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi), struktur organisasi dan eselonering. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran serta percepatan pembangunan daerah, maka tupoksi beberapa SKPK perlu dipertegas untuk menghindari tumpang tindihnya kewenangan dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu, untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas, Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan perlu

menerapkan pengembangan sistem elektronik pemerintahan (e-government) yang meliputi pengembangan website, e-administrasi umum/manajemen dokumen elektronik (e-arsip) dan administrasi keuangan elektronik/sistem keuangan elektronik.

Dalam rangka memaksimalkan fungsi organisasi pemerintahan perlu dilakukan penataan kembali terhadap struktur organisasi masing-masing SKPK. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, perlu dilakukan reorganisasi beberapa SKPK sesuai dengan beban kerja yang diembannya. Dalam hal ini, reorganisasi lembaga pemerintahan dengan cara penggabungan dan atau pemisahan beberapa SKPK yang didahului dengan suatu kajian. Manajemen aparatur berkaitan erat dengan rekrutmen, distribusi dan penegakan disiplin (reward dan punishment). Proses rekrutmen aparatur pemerintah harus berdasarkan pada indikator kebutuhan riil, latar belakang pendidikan dan keahlian yang dimiliki. Demikian juga penempatan aparatur perlu disesuaikan antara pendidikan dengan tugas dan fungsi dari masing-masing SKPK. Distribusi aparatur pemerintah khususnya guru, tenaga medis dan tenaga non medis khususnya keperawatan serta penyuluh harus ditempatkan secara proposional keseluruh pelosok terutama gampong-gampong tertinggal termasuk pengadaan SDM tenaga teknis. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan kinerja aparatur, perlu diatur suatu mekanisme pemberian penghargaan dan sanksi. Tatacara pemberian penghargaan dilakukan secara efektif dan terukur sesuai dengan kinerja dan produktifitas aparatur dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Disisi lain, pemberian sanksi yang tegas kepada aparatur yang bersangkutan sekaligus menjadi pembelajaran bagi aparatur pemerintah yang tidak disiplin dalam menjalankan tugasnya, sehingga memberi efek jera kepada aparatur yang bersangkutan sekaligus memberi pelajaran bagi aparatur lainnya. Hal ini mengindikasikan tatakelola pemerintahan yang baik dan bersih belum berjalan optimal.

2.3.1.19.3 Pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM)

Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang telah ditetapkan dimasing-masing bidang merupakan target yang harus dicapai oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini ditujukan untuk terpenuhinya standar pelayanan minimal yang diterima oleh seluruh masyarakat. Pelaksanaan SPM mencakup 15 bidang urusan yaitu Bidang Kesehatan, Bidang Lingkungan Hidup, Bidang Pemerintahan Dalam Negeri, Bidang Sosial Daerah, Bidang Perumahan Rakyat, Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, Bidang Pendidikan Dasar, Bidang Pekerjaan Umum, Bidang Ketenagakerjaan, Bidang Ketahanan pangan, Bidang Komunikasi dan Informasi, Bidang Kesenian, Bidang Perhubungan dan Bidang Penanaman Modal.

2.3.1.19.4 Administrasi Keuangan Daerah

Pengelolaan administrasi keuangan daerah Kabupaten Aceh Selatan sampai saat ini belum profesional. Hal ini tergambar dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap pengelolaan Keuangan Kabupaten Aceh Selatan yang masih dalam kategori

wajar dengan pengecualian (WDP). Dengan kata lain, pengelolaan keuangan Kabupaten Aceh Selatan belum pernah menerima predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Penyebab utama pemerintah daerah belum menerima predikat WTP tersebut disebabkan oleh:

1. Belum profesionalnya pengelolaan aset;

2. Kapasitas sumber daya manusia (SDM) pengelola keuangan daerah belum memadai;

3. Belum transparansinya pengelolaan keuangan dan aset;

4. Belum optimalnya pemanfaatan prosedur standar (standart operation procedure) dalam pengelolaan aset daerah.

Masalah lainnya adalah, rendahnya Pendapatan Asli Daerah dari berbagai sektor termasuk BUMD yang salah satu penyebabnya adalah karena lemahnya mekanisme pemungutan yang menyebabkan rendahnya Indeks Kemandirian Keuangan Daerah (4-5%) atau kemampuan keuangan daerah sehingga devisit anggaran tidak dapat terelakan dalam membiayai pembangunan.

2.3.1.19.5 Syariat Islam

Dinul Islam merupakan suatu rangkaian dari 3 pilar keagamaan yaitu: akidah, syariah dan akhlak. Dalam implementasinya, pilar akidah dan akhlak merupakan sesuatu yang sudah baku dan tidak perlu dipersoalkan lagi seperti rukun iman, rukun Islam, akhlak baik dan akhlak buruk. Namun pilar syariah perlu mendapat pemahaman yang lebih mendalam. Pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Dinul Islam melalui penerapan Syariat Islam dikalangan masyarakat Aceh Selatan masih belum optimal. Hal ini, dapat dilihat dari sikap dan perilaku sehari-hari dalam kehidupan individu, keluarga, lingkungan dan masyarakat yang belum mencerminkan nilai-nilai keislaman. Kehidupan yang dulunya sarat dengan akhlak dan sopan santun telah berubah menjadi suasana yang jauh dari tatakrama tuntunan agama Islam. Hal ini tercermin dari tingkah laku anak yang umumnya mulai kurang menghargai orang tua. Demikian juga sebaliknya, orang tua umumnya mulai kurang peduli terhadap perilaku anak, khususnya yang tidak sesuai dengan norma agama Islam. Disisi lain, tindakan orang tua yang tergolong keras dalam mendidik anak dapat menjadi bumerang karena tergolong ke dalam pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM). Sering terjadinya tindakan kekerasan yang pada hakikatnya dilakukan orang tua untuk tujuan untuk mendidik justru dapat dianggap sebagai pelanggaran HAM yang dilaporkan kepada aparat penegak hukum. Orang tua dan masyarakat harus memahami pola pengasuhan dan pendidikan anak dengan baik, sehingga tidak bertentangan dengan aturan-aturan hukum perlindungan anak. Begitu pula dengan anak yang perlu diberi pendidikan etika (budi pekerti) mulai dari lingkungan terkecil dalam masyarakat. Secara faktual, masih rendahnya kualitas pengamalan agama menuju pelaksanaan Sayariat Islam secara khaffah ditandai dengan masih banyaknya tempat-tempat ibadah (Masjid, TPA, dan lain-lain) yang relatif sedikit jamaahnya pada saat jam shalat tiba. Oleh karena itu sinergitas antara SKPK terkait perlu diintensifkan, baik dengan MPU maupun dengan WH tentunya dengan dukungan

dana, pengawasan bersama dan kesempatan memberikan pendapat kepada SKPK terkait

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian di Kabupaten Aceh Selatan selama periode 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel II-90

Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah,

Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian

No Indikator 2008 2009 Tahun 2010 2011 2012

1. Sistem Informasi Pelayanan Perijinan dan

Administrasi Pemerintah (ada/tidak) Ada ada ada Ada Ada

2. Penegakan PERDA 100 100 100 100 100

3. Rasio Jumlah Polisi Pamong Praja per

10.000 1,33 1,32 2,74 2,72 2,69

4. Cakupan Patroli Petugas Satpol PP Pemantauan dan Penyelesaian

Pelanggaran K3 (ketertiban, keamanan, keindahan) dalam 24 jam

100 100 100 100 100

5. Cakupan Pelayanan Bencana Kebakaran

(%) 0,002 0,003 0,003 0,004 0,002

6. Tingkat Waktu Tanggap (respon time rate) Daerah Layanan Wilayah

Manajemen Kebakaran (WMK)

100 100 100 100 100

7. Jumlah Mobil Kebakaran 5 5 5 5 5

8. Sistem Informasi Manajemen Pemda

(ada/tidak ada) ada ada ada Ada Ada

9. Indeks Kepuasan Layanan Masyarakat/

ada atau tidaknya survey IKM - 3,2 3,3 3,42

Sumber : SetdaKab. Aceh Selatan

2.3.1.20 Sosial

Kinerja Pembangunan pelayanan sosial di Aceh Selatan dalam lima tahun terakhir telah menunjukkan hasil yang positif. Sampai saat ini telah tersedia sarana sosial sebanyak 13 unit berupa panti asuhan, dengan kapasitas daya tampung mencapai 835 orang. Saat ini telah ditampung sebanyak 517 orang anak asuh. Ke depan pemerintah daerah akan terus memperhatikan keberadaan panti asuhan tersebut, terutama dalam hal penataan manajemennya sehingga keberadaan panti asuhan betul-betul bermanfaat bagi pemberdayaan anak yatim, anak telantar dan anak kurang mampu yang diasuhnya.

Tabel II-91

Jumlah Panti Asuhan Pemerintah, Swasta Per Kecamatan pada Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2012

No Kecamatan Jumlah Panti Asuhan Kapasitas Anak Asuh

(1) (2) (3) (4) (5) 1 Labuhanhaji Barat - - - 2 Labuhanhaji 1 30 25 3 Labuhanhaji Timur 3 245 204 4 Meukek 4 230 177 5 Sawang - - - 6 Samadua - - - 7 Tapaktuan 2 190 16 8 Pasie Raja 1 40 26 9 Kluet Utara 1 50 34 10 Kluet Tengah - - - 11 Kluet Timur - - - 12 Kluet Selatan - - - 13 Bakongan - - - 14 Bakongan Timur 1 50 35 15 Kota Bahagia - - - 16 Trumon - - - 17 Trumon Tengah - - - 18 Trumon Timur - - Jumlah 13 835 517

Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja & Transmigrasi Kab. Aceh Selatan

Demikian pula Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) tergambar bahwa sampai tahun 2012 PMKS yang memperoleh bantuan hanya sebesar 10,40 persen atau sebesar 1.050 orang PMKS dari 10.095 orang PMKS. Permasalahan PMKS diprediksi akan terus meningkat ditahun-tahun mendatang seiring dengan persoalan tuntutan kehidupan yang semakin berat, disamping persoalan kemiskinan dan pengangguran. Oleh karena itu, penanganan persoalan sosial harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi. Secara menyeluruh kinerja pembangunan pada pelayanan urusan sosial dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel II-92

Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Sosial

No Indikator 2008 2009 2010 Tahun 2011 2012

1. Sarana sosial seperti panti asuhan, panti

jompo dan panti rehabilitasi 13 13 13 13 11

2. PMKS yang memperoleh bantuan sosial

(%) - - 3,88 47,63 10,40

3. jumlah penyandang masalah

kesejahteraan sosial (orang) - - 7.629 12.447 10.095