• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Struktur Pasar ( Market Structure )

6.1.1.2. Pangsa Pasar Perusahaan Gula di Provins

Perhitungan pangsa pasar suatu PG di Provinsi Lampung yaitu rasio antara penjualan gula suatu PG di Provinsi Lampung terhadap total penjualan seluruh PG di Provinsi Lampung. Data penjualan suatu PG di Provinsi Lampung dihitung dengan cara mengurangi total produksi suatu PG dengan realisasi perdagangan gula antar pulau dari Provinsi Lampung. Dengan demikian akan diperoleh jumlah gula tebu yang dijual oleh masing-masing PG di Provinsi Lampung.

Produksi gula total yang dihasilkan oleh enam PG di Provinsi Lampung sebesar 80.4 % diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Lampung sedangkan sisanya diperdagangkan di luar Provinsi Lampung. PTPN VII UU BUMA melakukan realisasi perdagangan antar pulau dari Provinsi Lampung

66 Tahun 2010 sebesar 600 ton (Dinas Koperindag, Provinsi Lampung, 2010) atau 0.82 % dari total produksi yang dihasilkan perusahaan tersebut. Sedangkan sebanyak 72 259 ton atau sekitar 99.19 % gula tebu PTPN VII UU BUMA dipasok ke berbagai daerah di Provinsi Lampung. Hal ini menunjukkan bahwa produksi gula PTPN VII UU BUMA sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Lampung. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Perdagangan Gula di Provinsi Lampung dan Antar Pulau Tahun 2010 (Ton)

No Pabrik Gula Total

Produksi

Perdagangan Gula antar Pulau dari

Prov.Lampung Perdagangan Gula untuk Prov Lampung 1 PTPN VII UU Bungamayang (BUMA) 72 859.20 600 72 259.20 2 PT.Gunung Madu Plantations (GMP) 193 643.95 20 534 173 109.95 3 PT. Gula Putih Mataram

(GPM 129 373.98 4 204 125 169.98 4 PT. Sweet Indo Lampung

(SIL) 126 957.96 45 880 81 077.96 5 PT. Indo Lampung Perkasa

(ILP) 80 112.76 57 800 22 312.76 6 PT Pemuka Sakti Manis

Indah 57 830.00 300 57 530.00

Total 660 777.85 129 318.00 531 459.85

Sumber : Dinas Koperindag, Provinsi Lampung, 2010 (Diolah) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010

Pangsa pasar menunjukkan kemampuan suatu perusahaan yang dapat mempengaruhi pesaing lainnya. Pangsa pasar dapat menunjukkan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan. Pangsa pasar PTPN VII UU BUMA sebesar 13.60 % ( Tabel 23) yang berada pada urutan ke empat. Pangsa pasar perusahaan gula terbesar di Provinsi Lampung yaitu PT. Gunung Madu Plantations (GMP) sebesar 32.57 %. Pangsa pasar yang tinggi mencerminkan kekuatan (market power) suatu perusahaan di pasar dan mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Kompetitor/pesaing merupakan perusahaan yang memiliki pilihan

67 strategi yang secara langsung mempengaruhi satu dan lainnya (Besanko et al, 2010). PTPN VII UU BUMA merupakan satu-satunya perusahaan milik pemerintah sedangkan perusahaan lainnya merupakan milik swasta. Berdasarkan hal tersebut, industri gula di Provinsi Lampung didominasi pihak swasta dengan total pangsa pasar sebesar 86.40 %.

Tabel 23. Pangsa Pasar Gula Tebu Perusahaan Gula di terhadap Provinsi Lampung tahun 2010 (%)

No Pabrik Gula Pangsa Pasar di Prov.Lampung

1 PTPN VII UU Bungamayang (BUMA) 13.60 2 PT. Gunung Madu Plantations (GMP) 32.57

3 PT. Gula Putih Mataram (GPM 23.55

4 PT. Sweet Indo Lampung (SIL) 15.26 5 PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) 4.20

6 PT Pemuka Sakti Manis Indah 10.82

Total 100

Sumber : Dinas Koperindag, Provinsi Lampung, 2010 (Diolah) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010

6.1.2. Konsentrasi Pasar

Metode lainnya yang digunakan untuk menganalisis struktur pasar yaitu dengan melihat konsentrasi pasar. Konsentrasi pasar mengukur berapa jumlah output dalam sebuah industri yang diproduksi dari empat perusahaan terbesar dalam sebuah industri (Baye, 2010). Dalam mengukur konsentrasi rasio dapat menggunakan penerimaan penjualan atau kapasitas produksi (Besanko et al, 2010). Semakin besar keempat perusahaan, maka terdapat kecenderungan kekuatan dalam suatu pasar. Hal ini menimbulkan kecenderungan penentuan harga yang tidak seimbang.

Empat perusahaan terbesar dalam industri gula di Provinsi Lampung tahun 2006 hingga 2010 yaitu PT.Gunung Madu Plantations (GMP), PT. Gula Putih Mataram (GPM), PT. Sweet Indo Lampung (SIL), dan PT. Indo Lampung

68 Perkasa (ILP). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 24. Produksi PTPN VII UU BUMA berada pada posisi kelima dari enam perusahaan gula yang ada di Provinsi Lampung.

Tabel 24 . Produksi Gula Propinsi Lampung Tahun 2008-2009 (Ton)

N0 Perusahaan Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 1 PTPN VII UU BUMA 80 427.60 76 164.18 80 180.19 73 908.30 72 859.20 2 PT.Gunung Madu Plantations (GMP) 189 716.50 191 272.20 218 248.00 201 216.10 193 643.95 3 PT. Gula Putih Mataram 141 285.20 162 086.00 168 385.30 152 286.10 129 373.98 4 PT. Sweet Indo Lampung (SIL) 134 957.45 150 186.50 162 321.60 153 357.30 126 957.96 5 PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) 122 446.45 115 834.65 135 259.35 129 052.79 80 112.76 6 PT Pemuka Sakti Manis Indah 24 716.90 22 131.37 17 528.75 40 000.00 57 830.00 Total 693 550.10 717 674.90 781 923.19 749 820.59 660 777.85

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010

Pengukuran tingkat konsentrasi perusahaan dalam suatu industri menurut Baye (2010) dapat dengan menggunakan Four Firm Concentration Ratio (C4) atau Herfindahl-Hirschman Index (HHI). C4 merupakan penjumlahan penjualan keempat perusahaan gula terbesar di Provinsi Lampung dibagi dengan total penjualan gula seluruh perusahaan di Provinsi Lampung. Pengertian lainnya C4 merupakan penjumlahan pangsa pasar keempat perusahaan terbesar dalam suatu industri. Sedangkan HHI merupakan penjumlahan kuadrat dari pangsa pasar perusahaan-perusahaan dalam suatu industri dikalikan dengan 10,000.

Berdasarkan hasil analisis konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar di Provinsi Lampung tahun 2010 (Tabel 25) menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu 0.85. Artinya, empat perusahaan terbesar dalam industri gula di Provinsi Lampung memiliki nilai 85 % dari output total industri. Perusahaan tersebut yaitu

69 PT. Gunung Madu Plantations (GMP), PT. Gula Putih Mataram (GPM), PT. Sweet Indo Lampung (SIL), dan PTPN VII UU Bungamayang (BUMA). Nilai C4 yang mendekati nol maka diindikasikan berada pada pasar yang memiliki banyak penjual, yang memberikan peningkatan banyak persaingan antara produsen untuk menjualnya ke konsumen. Jika nilai C4 mendekati satu maka diindikasikan pasar terkonsentrasi dan mengalami persaingan yang kecil antar produsen untuk menjualnya ke konsumen (Baye, 2010). Maka, berdasarkan perhitungan C4 dapat disimpulkan bahwa pasar gula di Provinsi Lampung menghadapi pasar yang terkonsentrasi dengan tingkat persaingan yang kecil.

Tabel 25. Konsentrasi Rasio Empat Perusahaan Terbesar di Provinsi Lampung Tahun 2010 (%)

No Nama Perusahaan Penjualan di Provinsi Lampung 1 PT. Gunung Madu Plantations (GMP) 173 109.95

2 PT. Gula Putih Mataram (GPM) 125 169.98 3 PT. Sweet Indo Lampung (SIL) 81 077.96 4 PTPN VII UU Bungamayang (BUMA) 72 259.20

Total Penjualan di Prov.Lampung 531 459.85

C4 0.85

Sumber : Dinas Koperindag Provinsi Lampung, 2010 (Diolah) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010

Berdasarkan Tabel 26, nilai HHI industri gula di Provinsi Lampung

bernilai 2 202. Baye (2010) mengemukakan bahwa nilai HHI berada diantara 0 - 10 000. Jika nilai HHI 0, maka terdapat perusahaan-perusahaan dalam industri

yang sangat kecil. Namun, jika nilai diatas 0 hingga 10 000 mengindikasikan bahwa pangsa pasarnya bernilai 1. Artinya C4 berada pada sedikit persaingan antara produsen dan konsumen (pasar terkonsentrasi). Hal ini sesuai dengan kesimpulan pada analisis C4 bahwa pasar gula di Provinsi Lampung menghadapi pasar dengan tingkat persaingan yang kecil dengan sangat terkonsentrasi.

70

Tabel 26. Herfindahl-Hirschman Index (HHI) Industri Gula di lampung Tahun 2010

No Pabrik Gula Penjualan di

Prov.Lampung (Si)

Pangsa Pasar (wi) 1 PTPN VII UU Bungamayang (BUMA) 72 259.20 0.14 2 PT.Gunung Madu Plantations (GMP) 173 109.95 0.33 3 PT. Gula Putih Mataram (GPM 125 169.98 0.24 4 PT. Sweet Indo Lampung (SIL) 81 077.96 0.15 5 PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) 22 312.76 0.04 6 PT Pemuka Sakti Manis Indah 57 530.00 0.10

Total Penjualan (ST) 531 459.85

HHI = 10 000 ∑wi2 2 202

6.1.3. Hambatan Masuk Pasar

Hambatan masuk pasar dapat dilihat dengan banyak pesaing bermunculan untuk berpacu dalam mencapai target keuntungan yang diinginkan. Hambatan masuk pasar dianalisis untuk melihat banyaknya lembaga pemasaran yang dapat masuk untuk bersaing merebut pangsa pasar. Persaingan yang terjadi merupakan persaingan yang potensial dimana perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Adanya kesempatan dan peluang dalam melakukan bisnis memungkinkan banyak

perusahaan baru yang masuk untuk menguasai pasar. Hambatan masuk pasar hal yang

dimungkinkan terjadi dalam suatu struktur pasar. Hal tersebut dapat berupa

penurunan kesempatan atau cepat masuknya pesaing baru. Masuknya lembaga

pemasaran baru akan menimbulkan pesaing sekaligus ancaman bagi lembaga

pemasaran yang sudah ada.

Hambatan masuk pasar dihitung dengan menggunakan Minimum Efficiency Scale (MES). MES diperoleh dari output/produksi perusahaan gula terbesar di Provinsi Lampung terhadap total output/produksi gula di Provinsi Lampung. Jika nilai MES > 10 % mengindikasikan terdapat hambatan masuk (Jaya, 2001). Berdasarkan hasil analisis, tahun 2006 hingga 2010 nilai skala

71 efisiensi maksimum industri gula di Provinsi Lampung lebih dari 10 % (Tabel 27). Hal ini mengindikasikan adanya hambatan masuk dalam perdagangan gula di Provinsi Lampung. Nilai MES cenderung berfluktuatif selama lima tahun tersebut. PT.Gunung Madu Plantations (GMP) sebagai perusahaan terbesar di Provinsi Lampung tahun 2006 hingga 2010 menghasilkan produksi gula yang fluktuatif sehingga menghasilkan MES yang fluktuatif pula. Hambatan masuk terbesar yaitu 29.31 % pada tahun 2010 dikarenakan total produksi di Provinsi Lampung paling rendah bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (Tabel 27).

Nilai rata-rata MES dari tahun 2006 hingga 2010 mencapai 27.61 % (Tabel 27). Angka tersebut merupakan patokan output minimal bagi pesaing baru untuk bersaing dalam industri gula di Provinsi Lampung. Jika pesaing baru memasuki industri gula di Provinsi Lampung dengan nilai dibawah rata-rata tersebut maka pesaing tersebut tidak dapat bersaing dengan perusahaan- perusahaan yang telah ada. Jika pesaing baru tersebut tetap masuk, maka perusahaan tersebut harus menanggung biaya yang lebih tinggi untuk dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya.

Tabel 27. Skala Efisiensi Maksimum (MES) Industri Gula di Provinsi Lampung Tahun 2006-2010 (%)

No Tahun MES (%) Keterangan

1 2006 27.35 Ada Hambatan Masuk

2 2007 26.65 Ada Hambatan Masuk

3 2008 27.91 Ada Hambatan Masuk

4 2009 26.84 Ada Hambatan Masuk

5 2010 29.31 Ada Hambatan Masuk

Rata-Rata 27.61 Ada Hambatan Masuk

72 Berdasarkan analisis struktur pasar, industri gula tebu di Provinsi Lampung didominasi oleh perusahaan swasta dengan jumlah PG yang cenderung sedikit dan tingkat persaingan yang kecil serta terkonsentrasi. Selain itu, terdapat hambatan masuk bagi pesaing baru di industri gula tebu Provinsi Lampung. Berdasarkan hal tersebut, maka struktur pasar industri gula tebu di Provinsi Lampung cenderung membentuk pasar oligopoli.

Dokumen terkait