BAB III PEMBAHASAN
A. Pantun Pembukaan
Pantun pada seni budaya palang pintu Betawi merupakan ragam puisi lama yang digunakan untuk acara pernikahan adat Betawi. Selain itu, pantun ini mempunyai tiga bagian, yaitu pantun pembukaan, pantun isi, dan pantun penutup. Setiap bagian dari pantun ini memiliki struktur fisik dan struktur batin. Berikut ini uraian dari bagian-bagian pantun pada seni budaya palang pintu Betawi.
A. Pantun Pembukaan
Pada bagian pantun pembukaan berisi tentang hadangan dari para jawara pihak pengantin perempuan terhadap rombongan pengantin pria yang menanyakan maksud kedatangan rombongan tersebut.
METIK CEREME RAME-RAME SIAPA ITU RAME-RAME TAMU BARU NYAMPE
1. Analisis Struktur Fisik
Susunan tipografi pantun ini terdiri dari satu bait dan tiga baris. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga merupakan isi. Pada baris pertama terdiri atas empat kata dengan jumlah sembilan suku kata, baris kedua terdiri atas empat kata dengan jumlah sembilan suku kata, dan baris ketiga terdiri dari tiga kata dengan jumlah enam suku kata. Hal ini dapat dibuktikan pada pantun berikut.
Me-tik ce-re-me ra-me-ra-me Si-a-pa i-tu- ra-me-ra-me Ta-mu ba-ru nyam-pe
Pada pantun ini penutur pantun menggunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti oleh pendengar. Keserdehanaan itu terlihat ketika penutur pantun memilih kata “metik cereme rame-rame” mempunyai arti bahwa penutur pantun ingin
mengajak semua orang yang hadir untuk menyambut tamunya dengan perasaan senang. Untuk melukiskan perasaan senang, penutur pantun menggunakan imaji penglihatan. Imaji penglihatan ini terlihat pada kalimat “metik cereme rame-rame”, “tamu baru nyampe”. Sedangkan, penutur pantun mengkonkretkan pantun ini dengan ungkapan metik cereme rame-rame.
Adapun gaya bahasa yang terdapat dalam pantun ini adalah gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa percakapan terlihat pada baris pertama terdapat kata “metik”, “cereme”, “rame-rame”, baris kedua terdapat kata “rame-rame”, dan baris ketiga terdapat kata “nyampe”. Kata-kata tersebut merupakan kata-kata yang dapat ditemui dalam bahasa percakapan sehari-hari. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Penggunaan gaya bahasa percakapan bertujuan agar pendengar dapat memahami pantun yang disampaikan oleh penutur pantun. Selain itu, ritma atau irama dalam pantun ini membentuk secara padu karena pemotongan baris pantun menjadi dua frasa yang berfungsi untuk menentukan tekanan dan jeda. Sebagaimana terlihat di bawah ini.
Metik cereme/ rame-rame Siapa itu/ rame-rame Tamu/ baru nyampe
Pada pantun di atas terdapat tanda jeda (/). Di antara penggalan itu, penutur pantun perlu jeda (berhenti) agak lama, dengan intonasi tertentu untuk menghasilkan nada gembira dan terdapat persamaan vokal /e/ di setiap akhir baris pantun. Persamaan bunyi inilah yang disebut rima berangkai. Penggunaan bunyi vokal /e/ sebagai rima berangkai menciptakan perasaan senang, sehingga menimbulkan suasana yang riang.
Jadi, pantun ini menjelaskan bahwa penggunaan imaji penglihatan menggambarkan penyambutan tamu dengan suasana meriah, sehingga pendengar seakan-akan menyaksikan penyambutan tamu dengan suasana menyenangkan. Sedangkan penggunaan kata konkret dalam pantun ini melukiskan ajakan penutur pantun untuk menyambut tamunya.
2. Analisis Struktur Batin
Tema yang diangkat dalam pantun ini menggambarkan penyambutan tamu. Hal ini dapat dilihat pada pantun berikut.
Metik cereme rame-rame Siapa itu rame-rame Tamu baru nyampe
Pada pantun di atas menjelaskan bahwa tamu harus disambut dengan baik dan ramah oleh tuan rumahnya. Bahkan, penyambutan tamu juga harus diiringi dengan rasa senang karena penyambutan tamu merupakan hal yang dimuliakan, sehingga penutur pantun menggunakan nada gembira untuk mengajak pendengarnya bergembira bersama-sama. Penggunaan nada gembira itu menciptakan suasana riang bagi pendengar. Amanat yang disampaikan pantun ini adalah ajaran untuk menyambut tamu dengan baik karena menyambut tamu dengan baik merupakan perbuatan yang mulia.
UDEH TERSANGKUT PAKU MALAH TERTIMPA DURI KALAU AYE BOLEH TAU
APE TUJUAN ABANG DATENG KEMARI?
1. Analisis Struktur Fisik
Susunan tipografi pada pantun ini terdiri dari satu bait dan empat baris. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi. Pada baris pertama terdiri atas tiga kata dengan jumlah tujuh suku kata, baris kedua terdiri atas tiga kata dengan jumlah tujuh suku kata, baris ketiga terdiri atas empat kata dengan jumlah tujuh suku kata, dan baris keempat terdiri atas enam kata dengan jumlah dua belas suku kata. Hal ini dapat dibuktikan pada pantun berikut.
U-deh ter-sang-kut pa-ku Ma-lah ter-tim-pa du-ri Ka-lau a-ye bo-leh tau-
A-pe tu-ju-an a-bang da-teng ke-ma-ri
Pada pantun ini penutur pantun menggunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti oleh pendengar. Untuk mengibaratkan kedatangan tamunya, penutur pantun memilih kata “udeh tersangkut paku, malah tertimpa duri”. Kata-kata tersebut dipilih oleh penutur pantun sebagai sampiran. Penutur pantun menggambarkan pantun ini dengan menggunakan imaji penglihatan. Imaji penglihatan terlihat pada kalimat “udeh tersangkut paku”, “malah tertimpa duri”. Sedangkan, penutur pantun mengkonkretkan pantun ini dengan ungkapan udeh tersangkut paku/ malah tertimpa duri.
Adapun gaya bahasa yang terdapat dalam pantun ini adalah gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa percakapan terlihat pada baris pertama terdapat kata “udeh”, baris kedua terdapat kata “malah”, baris ketiga terdapat kata “aye”, “tau”, dan baris keempat terdapat kata “ape”, “dateng”. Kata-kata tersebut merupakan kata-kata yang dapat ditemui dalam bahasa percakapan sehari-hari. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Penggunaan gaya bahasa percakapan bertujuan agar pendengar dapat memahami pantun yang disampaikan oleh penutur pantun. Selain itu, ritma atau irama dalam pantun ini membentuk secara padu karena pemotongan baris pantun menjadi dua frasa yang berfungsi untuk menentukan tekanan dan jeda. Sebagaimana terlihat di bawah ini.
Udeh/ tersangkut paku Malah/ tertimpa duri Kalau/ aye boleh tau
Ape/ tujuan abang dateng kemari
Pada pantun di atas terdapat tanda jeda (/). Di antara penggalan itu, penutur pantun perlu jeda (berhenti) agak lama, dengan intonasi tertentu untuk menghasilkan nada bertanya dan terdapat persamaan vokal /u/ di akhir baris pertama dan ketiga. Kemudian terdapat juga persamaan vokal /i/ terdapat di akhir baris kedua dan keempat. Persamaan bunyi inilah yang disebut rima berselang. Penggunaan vokal u dan i sebagai rima berselang menciptakan rasa penasaran, sehingga menimbulkan suasana tanda tanya.
Jadi, pantun ini menjelaskan bahwa penggunaan imaji penglihatan menggambarkan tujuan dari kedatangan mempelai pria, sehingga pendengar seakan-akan ikut menyaksikan tujuan kedatangan mempelai pria tersebut. Sedangkan penggunaan kata konkret dalam pantun ini melukiskan keingintahuan tuan rumah atas kedatangan tamunya.
2. Analisis Struktur Batin
Tema yang diangkat dalam pantun ini menggambarkan keingintahuan penutur pantun. Hal ini dapat dilihat pada pantun berikut.
Udeh tersangkut paku Malah tertimpa duri Kalau aye boleh tau
Ape tujuan abang dateng kemari
Pada pantun di atas menjelaskan bahwa setiap kedatangan tamu pasti mempunyai maksud dan tujuan, sehingga penutur pantun mencurigai kedatangan tamunya tersebut. Kecurigaan penutur pantun disebabkan oleh kedatangan dari mempelai pria beserta keluarganya. Hal tersebut membuat penutur pantun berfikir negatif tentang kedatangan tamunya tersebut, sehingga penutur pantun menggunakan sampiran negatif pada pantun ini. Oleh karena itu, penutur pantun menanyakan maksud kedatangan tamunya karena ia ingin mengetahui secara jelas maksud kedatangan tamunya tersebut. Hal tersebut menimbulkan rasa penasaran penutur pantun, sehingga penutur pantun menggunakan nada bertanya untuk mengetahui secara jelas mengenai maksud kedatangan tamunya. Penggunaan nada bertanya itu menciptakan suasana tanda tanya bagi pendengar. Amanat yang terdapat dalam pantun ini bahwa mengetahui maksud dan tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam sirahturrahmi.
BURUNG ANIS TERBANGNYE MALEM
BURUNG KENARI TERBANG DI SIANG HARI
KALAU BUKAN LANTARAN PERAWAN MANIS YANG ADE DI DALEM BELUM TENTUNYA AYE DATENG KEMARI
1. Analisis Struktur Fisik
Susunan tipografi pada pantun ini terdiri dari satu bait dan empat baris. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi. Pada baris pertama terdiri atas empat kata dengan jumlah sembilan suku kata, baris kedua terdiri atas enam kata dengan jumlah dua belas suku kata, baris ketiga terdiri atas sembilan kata dengan jumlah delapan belas suku kata, dan baris keempat terdiri atas lima kata dengan jumlah dua belas suku kata. Hal ini dapat dibuktikan pada pantun berikut.
Bu-rung a-nis ter-bang-nye ma-lem Bu-rung ke-na-ri ter-bang di- si-ang ha-ri
Ka-lau bu-kan lan-tar-an pe-ra-wan ma-nis yang- a-da di- da-lem Be-lum ten-tu-nya a-ye da-teng ke-ma-ri
Pada pantun di atas penutur pantun menggunakan kata-kata yang puitis dan sederhana. Kepuitisan itu terlihat saat penutur pantun menggunakan sampiran yang kontradiksi dengan mengibaratkan seorang gadis yang berada dalam rumahnya, dengan menggunakan kalimat “burung anis terbangnye malem”. Penutur pantun menggunakan kata “malem”, karena kata “malem” mempunyai arti khas seorang gadis tidak boleh keluar pada malam hari. Sedangkan kalimat “burung kenari terbang disiang hari” diibaratkan sebagai tamu yang datang berkunjung. Penutur pantun menggunakan kata “di siang hari”, karena kata “di siang hari” merupakan waktu yang biasa untuk berkunjung ke rumah seseorang. Penutur pantun menggambarkan hal tersebut dengan menggunakan imaji penglihatan. Imaji penglihatan terlihat pada kalimat “burung anis terbangnye malem”, “burung kenari terbang disiang hari”. Sedangkan, penutur pantun mengkonkretkan pantun ini dengan ungkapan burung anis terbangnye malem/ burung kenari terbang disiang hari.
Adapun gaya bahasa yang terdapat penutur pantun dalam pantun ini adalah gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa percakapan terlihat pada baris pertama terdapat kata “malem”, baris ketiga terdapat “ade”, “di dalem”, dan baris keempat terdapat kata “dateng”. Kata-kata tersebut merupakan kata-kata yang dapat ditemui dalam bahasa percakapan sehari-hari. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Penggunaan gaya bahasa percakapan bertujuan agar pendengar dapat memahami pantun yang disampaikan oleh penutur pantun. Selain itu, ritma atau irama dalam pantun ini membentuk secara padu karena pemotongan baris pantun menjadi dua frasa yang berfungsi untuk menentukan tekanan dan jeda. Sebagaimana terlihat di bawah ini.
Burung anis/ terbangnye malem Burung kenari/ terbang di siang hari
Kalau bukan lantaran perawan manis/ yang ade di dalem Belum tentunya/ aye dateng kemari
Pada pantun di atas terdapat tanda jeda (/). Di antara penggalan itu, penutur pantun perlu jeda (berhenti) agak lama, dengan intonasi tertentu untuk menghasilkan nada tegas dan terdapat persamaan bunyi konsonan /m/ di akhir baris pertama dan ketiga. Kemudian terdapat juga persamaan bunyi vokal /i/ juga dapat ditemui di akhir baris kedua dan keempat. Persamaan bunyi inilah disebut dengan rima berselang. Penggunaan konsonan /m/ dan vokal /i/ sebagai rima berselang menciptakan rasa percaya diri sehingga menimbulkan suasana takjub.
Jadi, pantun ini menjelaskan bahwa penggunaan imaji penglihatan menggambarkan alasan kedatangan dari mempelai pria untuk meminang mempelai wanita, sehingga pendengar seakan-akan ikut menyaksikan ketegasan mempelai pria dalam menjawab pertanyaan dari tuan rumah. Sedangkan penggunaan kata konkret dalam pantun ini melukiskan keberanian penutur pantun dalam menyampaikan maksud kedatangannya.
2. Analisis Stuktur Batin
Tema yang diangkat dalam pantun ini menggambarkan tujuan kedatangan tamu. Hal ini dapat dilihat pada pantun berikut.
Burung anis terbangnye malem Burung kenari terbang di siang hari
Kalau bukan lantaran perawan manis yang ade di dalem Belum tentunya aye dateng kemari
Pada pantun di atas menjelaskan bahwa penutur pantun datang berkunjung untuk meminang gadis tersebut. Oleh karena itu, penutur pantun menyampaikan maksud kunjungannya dengan rasa percaya diri. Pada baris ketiga dan keempat penutur pantun menggunakan nada tegas sebagai tanda keseriusannya meminang gadis tersebut. Penggunaan nada tegas itu menciptakan suasana takjub bagi para pendengar. Pesan yang terkandung dalam pantun ini menyampaikan kepada pendengar agar mengejar suatu impian dan tujuan harus didasari dengan keinginan yang kuat.
TERBANG KE AWAN SI BURUNG ANIS MENTOK DI KARANG MASUK KE KAMAR PERAWAN AYE EMANG MANIS
TAPI BUKAN SEMBARANG PERJAKE YANG BISA NGELAMAR
1. Analisis Struktur Fisik
Susunan tipografi pada pantun ini terdiri dari satu bait dan empat baris. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi. Pada baris pertama terdiri atas enam kata dengan jumlah sepuluh suku kata, baris kedua terdiri atas enam kata dengan jumlah sepuluh suku kata, baris ketiga terdiri atas empat kata dengan jumlah sembilan suku kata, dan baris keempat terdiri atas tujuh kata dengan jumlah enam belas suku kata. Hal tersebut dapat dibuktikan pada pantun berikut.
Ter-bang ke- a-wan si- bu-rung a-nis Men-tok di- ka-rang ma-suk ke- ka-mar Pe-ra-wan a-ye e-mang ma-nis
Pada pantun ini penutur pantun menggunakan kata-kata yang unik dan sederhana. Keunikkannya itu terlihat dari penutur pantun memilih kata “mentok”, “perawan”, dan “perjaka”. Kata-kata tersebut dapat dilukiskan penutur pantun dengan menggunakan imaji penglihatan. Imaji penglihatan terlihat pada kalimat “terbang ke awan si burung anis” “mentok di karang masuk ke kamar”. Sedangkan, penutur pantun mengkonkretkan pantun ini dengan ungkapan terbang ke awan si burung anis/ mentok di karang masuk ke kamar.
Adapun gaya bahasa yang digunakan penutur pantun adalah gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa percakapan terlihat pada baris ketiga terdapat kata “aye”, “emang”, dan baris keempat terdapat kata “perjake”, “ngelamar”. Kata-kata tersebut merupakan kata-kata yang ditemui dalam bahasa percakapan sehari-hari. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Penggunaan gaya bahasa percakapan bertujuan agar pendengar dapat memahami yang disampaikan oleh penutur pantun. Selain itu, ritma atau irama dalam pantun ini membentuk secara padu karena pemotongan baris pantun menjadi dua frasa yang berfungsi untuk menentukan tekanan dan jeda. Sebagaimana terlihat di bawah ini.
Terbang ke awan/ si burung anis Mentok di karang/ masuk ke kamar Perawan aye/ emang manis
Tapi bukan sembarang perjake/ yang bisa ngelamar
Pada pantun di atas terdapat tanda jeda (/). Di antara penggalan itu, penutur pantun perlu jeda (berhenti) agak lama, dengan intonasi tertentu untuk menghasilkan nada kehati-hatian dan terdapat persamaan bunyi konsonan /s/ di akhir baris pertama dan ketiga. Kemudian terdapat juga persamaan bunyi konsonan /r/ di akhir baris kedua dan keempat. Persamaan bunyi inilah yang disebut rima berselang. Penggunaan bunyi konsonan /s/ dan /r/ sebagai rima berselang menciptakan rasa sombong sehingga menimbulkan suasana yang benci dan kesal.
Jadi, pantun ini menjelaskan bahwa penggunaan imaji penglihatan menggambarkan kehati-hatian penutur pantun dalam memilih calon menantu,
sehingga pendengar seakan-akan ikut menyaksikan kepemilihan penutur pantun dalam memilih calon menantu. Sedangkan kata konkret dalam pantun ini melukiskan kepemilihan penutur pantun terhadap memilih calon menantunya.
2. Analisis Struktur Batin
Tema yang diangkat dalam pantun ini menggambarkan kepemilihan penutur pantun untuk mencari calon menantu. Hal itu dapat dilihat pada pantun berikut.
Terbang ke awan si burung anis Mentok di karang masuk ke kamar Perawan aye emang manis
Tapi bukan sembarang perjake yang bisa ngelamar
Pada pantun di atas menjelaskan bahwa penutur pantun masih memilah-milih calon menantu yang sesuai dengan keinginannya. Terlalu banyak memilih calon menantu menimbulkan rasa sombong karena penutur pantun merasa anak gadisnya itu sangat berharga bagi dirinya. Oleh karena itu, penutur pantun menggunakan nada kehati-hatiannya dalam memilih mempelai pria. Penggunaan nada hati-hati itu menciptakan suasana kesal dan benci pada pendengar. Pesan yang disampaikan pada pantun ini adalah ajaran untuk tidak sombong dan hati-hati dalm memilih pasangan.
DARI SEWAN KE SAWANGAN ADE PERJAKE LAGI DIMANDIIN
BIAR KATE PERAWAN ABANG BUKAN SEMBARANG PERAWAN TETEP AJE NI PERJAKE BAKAL JADIIN
1. Analisis Struktur Fisik
Susunan tipografi pada pantun ini terdiri dari satu bait dan empat baris. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi. Pada baris pertama terdiri atas empat kata dengan jumlah delapan suku kata, baris kedua terdiri atas lima kata dengan jumlah sebelas suku kata, baris ketiga terdiri atas tujuh kata dengan jumlah tujuh belas suku kata, dan baris keempat
terdiri atas enam kata dengan jumlah tiga belas suku kata. Hal tersebut dapat dibuktikan pada pantun berikut.
Da-ri Se-wan ke- Sa-wa-ngan A-de per-ja-ke la-gi di-man-di-in
Bi-ar ka-te pe-ra-wan a-bang bu-kan sem-ba-rang pe-ra-wan Te-tep a-je ni- per-ja-ke ba-kal ja-di-in
Pada pantun ini penutur pantun menggunakan kata-kata yang unik sebagai bentuk mempertahankan keinginannya untuk meminang mempelai wanita. Keunikkan tersebut terlihat pada kalimat “ade perjake lagi dimandiin”. Kalimat itu dipilih oleh penutur pantun bertujuan untuk menghibur pendengar. Penutur pantun menambah keunikkannya tersebut dengan menggunakan imaji penglihatan. Imaji penglihatan terlihat pada kalimat “dari Sewan ke Sawangan”, “ade perjaka lagi dimandiin”. Sedangkan, penutur pantun mengkonkretkan pantun ini dengan ungkapan dari Sewan ke Sawangan/ ade perjaka lagi dimandiin.
Adapun gaya bahasa yang terdapat dalam pantun ini adalah gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa percakapan dapat dilihat pada baris kedua terdapat kata “ade”, “perjake”, “dimandiin”, baris ketiga terdapat kata “kate”, “abang”, dan baris keempat terdapat kata “tetep”, “aje”, “ni”, “perjake”, “jadiin”. Kata-kata tersebut merupakan kata-kata yang ditemui dalam bahasa percakapan sehari-hari. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Penggunaan gaya bahasa percakapan bertujuan agar pendengar dapat memahami yang disampaikan oleh penutur pantun. Selain itu, ritma atau irama dalam pantun ini membentuk secara padu karena pemotongan baris pantun menjadi dua frasa yang berfungsi untuk menentukan tekanan dan jeda. Sebagaimana terlihat di bawah ini.
Dari Sewan/ ke Sawangan Ade/ perjake lagi dimandiin
Biar kate/ perawan abang bukan sembarang perawan Tetep aje/ ni perjake bakal jadiin
Pada pantun di atas terdapat tanda jeda (/). Di antara penggalan itu, penutur pantun perlu jeda (berhenti) agak lama, dengan intonasi tertentu untuk menghasilkan nada tegas dan terdapat persamaan bunyi konsonan /n/ di setiap akhir baris pantun.
Persamaan bunyi inilah yang disebut rima berangkai. Penggunaan bunyi konsonan /n/ sebagai rima berangkai menciptakan rasa optimis sehingga menimbulkan suasana yang takjub.
Jadi, pantun ini menjelaskan bahwa penggunaan imaji penglihatan menggambarkan perjuangan mempelai pria untuk meminang mempelai wanita, sehingga pendengar seakan-akan meyaksikan perjuangan mempelai pria tersebut. Sedangkan penggunaan kata konkret dalam pantun ini melukiskan perjuangan penutur pantun agar mendapatkan mempelai wanita.
2. Analisis Struktur Batin
Tema yang diangkat dalam pantun ini menggambarkan ketetapan pilihan dari penutur pantun. Hal itu dapat dilihat pada pantun berikut.
Dari sewan ke sawangan Ade perjake lagi dimandiin
Biar kate perawan abang bukan sembarang perawan Tetep aje ni perjake bakal jadiin
Pada pantun di atas menjelaskan bahwa penutur pantun tetap mempertahankan pilihannya untuk mendapatkan mempelai wanita. Hal tersebut membuat penutur pantun merasa optimis, sehingga ia menggunakan nada tegas untuk menyampaikan keinginannya. Penggunaan nada tegas yang diciptakan penutur pantun menimbulkan suasana takjub bagi pendengar. Amanat yang terdapat pada pantun ini mengajarkan agar bersikap optimis dan berusaha keras agar sesuatu yang diharapkan akan segera tercapai.
MENDING ABANG PERGI KE CIKINI DARI PADA KESENAYAN
MENDING ABANG ANGKAT KAKI DARI SINI DARI PADA HAJAT ABANG KAGA KESAMPEAN
1. Analisis Struktur Fisik
Susunan tipografi pantun ini terdiri dari satu bait dan empat baris. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi.