• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORITIS

D. Paradigma Teoritis

Narapidana Wanita

Mengahadapi situasi eksternal &

situasi internal

Berdampak pada Emosi

Emosi Negatif - Cemas

- Rasa bersalah - Benci

- Sedih - Takut - Marah - dsb

Regulasi emosi

Strategi Regulasi Emosi:

a. Situation Selection b. Situation Modification c. Attentional Deployment d. Cognitive Change e. Response Modulation

Gambaran Strategi Regulasi Emosi pada Narapidana Wanita

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini berfokus pada gambaran strategi regulasi emosi pada narapidana wanita. Oleh karena strategi regulasi emosi yang digunakan oleh setiap individu akan berbeda dipengaruhi oleh faktor yang dialami, maka penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus intrinsik. Menurut Patton dalam Poerwandari (2007), metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk meneliti isu terpilih, kasus-kasus atau kejadian terpilih secara mendalam dan detail. Penelitian studi kasus intrinsik dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk memahami kasus secara menyeluruh, tanpa menghasilkan konsep sebagai upaya untuk menggeneralisasi (Poerwandari, 2007). Pengalaman yang dialami oleh narapidana wanita merupakan fenomena yang unik dan tidak dialami oleh semua orang, dengan menggunakan suatu konteks yang membatasi penelitian ini yaitu gambaran strategi regulasi emosi pada narapidana wanita, penelitian ini akan menjadi khusus.

Menurut Poerwandari (2007), penelitian kualitatif diharapkan dapat memperoleh suatu pemahaman yang menyeluruh mengenai fenomena yang diteliti sehingga dapat melihat permasalahan secara lebih mendalam. Penelitian kualitatif digunakan karena strategi regulasi emosi merupakan hal yang bersifat subjektif pada diri individu sehingga diperlukan suatu pendekatan yang mendalam untuk memperoleh

strategi regulasi emosi yang digunakan oleh narapidana wanita didalam Lapas.

B. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah pengambilan sampel secara aksidental (accidental sampling) yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel. Dalam teknik ini, pengambilan sampel tidak ditetapkan lebih dahulu. Peneliti langsung saja mengumpulkan data dari unit sampling yang ditemui.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah strategi regulasi emosi. Strategi regulasi emosi merupakan suatu proses berpikir yang dilakukan seseorang ketika menghadapi situasi yang emosional (Gross, 2007). Terdapat lima strategi regulasi emosi yang disebut dengan process model of emotional regulation. Kelima strategi regulasi emosi ini terdiri dari situation selection, situation modification, attentional deployment, cognitive change, dan response modulation.

D. Responden Penelitian

1. Karakteristik Responden Penelitian

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan beberapa narapidana wanita yang tercatat berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan.

2. Jumlah Responden Penelitian

Pada penelitian kualitatif, sampel tidak diarahkan pada jumlah yang besar dan tidak ditentukan jumlahnya secara baku namun dapat berubah sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian (Poerwandari, 2007). Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 3 (tiga) orang. Hal ini dikarenakan peneliti menganggap bahwa 3 (tiga) orang telah mampu mewakili penelitian untuk mendalami dan memahami fenomena yang akan diteliti.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Klas IIA Tanjung Gusta Medan, tepatnya di kantor administrasi milik pegawai dan kantin Lapas. Lokasi ini disepakati oleh peneliti, pegawai Lapas dan narapidana. Lokasi ini dipilih karena dapat menghindari keramaian seperti narapidana dan staff Lapas. Lokasi ini juga memiliki setting yang nyaman dan memberikan kesan lebih privasi bagi narapidana. Dengan memberikan kesan aman dan nyaman ini, diharapkan narapidana wanita dapat leluasa untuk menyampaikan jawaban saat wawancara berlangsung.

E. Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara dan observasi. Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Wawancara digunakan oleh peneliti sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan mengenai makna-makna subjektif yang dipahami oleh

responden terkait dengan topik yang diteliti dan bermaksud untuk melakukan melakukan eksplorasi terhadap topik tersebut (Poerwandari, 2007). Wawancara dilakukan dengan menggunakan pertanyaan terbuka (open ended question) yaitu pertanyaan yang memungkinkan responden untuk memberikan jawaban yang luas dan berbicara tanpa diarahkan untuk mendapatkan jawaban yang diinginkan. Pedoman wawancara ini didasarkan pada teori regulasi emosi dari James Gross.

F. Alat Bantu Pengumpulan Data

Dalam mempermudah pengumpulan data penelitian, peneliti membutuhkan alat bantu yang memadai dan membantu peneliti.

Peneliti menggunakan alat bantu perekam suara, pedoman wawancara, buku dan pen. Perekam suara akan digunakan atas persetujuam responden penelitian yang akan diminta melalui informed consent.

Pedoman wawancara digunakan untuk membantu mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang akan dibahas. Pedoman wawancara juga akna menjadi daftar pengecekan mengenai aspek yang relevan yang telah dibahas atau ditanyakan (Poerwandari, 2007).

G. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahapan persiapan penelitian, peneliti melakukan beberapa hal yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian, sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data.

Peneliti mengumpulkan informasi-informasi serta teori berkenan dengan topik yang diteliti yaitu strategi regulasi emosi dan narapidana

wanita. Informasi diperoleh melalui buku, jurnal, dan artikel. Peneliti juga melakukan preeliminary research yaitu dengan melakukan wawancara terhadap beberapa narapidana wanita dan pegawai Lapas untuk memperoleh gambaran fenomena yang ada pada narapidana wanita. Informasi dan fenomena ini kemudian menjadi acuan peneliti dalam merumuskan kerangka berpikir serta membuat rumusan masalah yang ingin diteliti.

b. Mempersiapkan acuan teoritis.

Pada tahap ini, peneliti mempersiapkan acuan teoritis yang akan digunakan sebagai acuan penelitian.

c. Proses penulisan.

Setelah merumuskan masalah yang akan diteliti, peneliti menulis latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, rumusan masalah, sistematika penulisan, landasan teoritis, dan metodologi penelitian.

d. Menyusun pedoman wawancara.

Peneliti menyusun pedoman wawancara berdasarkan pada teori regulasi emosi oleh James Gross. Pedoman wawancara ini disusun agar hasil wawancara dapat sesuai dengan pembahasan penelitian dan tidak menjadi pembahasan yang terlalu meluas. Pedoman wawancara dimulai dengan menyusun landasan teori mengenai regulasi emosi yang kemudian memunculkan strategi regulasi emosi. Landasan teori tersebut kemudian disusun menjadi pertanyaan-pertanyaan yang

menjadi pedoman wawancara untuk membantu peneliti mengumpulkan data.

e. Mempersiapkan alat-alat penelitian.

Peneliti mempersiapkan alat-alat bentu pengumpulan data yang memadai dan mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data.

Perlata yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat perekam suara, pedoman wawancara dan alat tulis.

f. Persiapan untuk mengumpulkan data.

Peneliti mengajukan surat untuk melakukan penelitian di Kemenkumham yang kemudian diajukan kepada petugas Lapas agar dapat diberikan izin melakukan penelitian di Lapas. Peneliti kemudian menghubungi petugas Lapas yang berwewenang dalam hal ini ialah pengawas Lapas untuk menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian ini serta meminta izin menemui narapidana wanita yang akan menjadi responden penelitian ini. Setelah memperoleh izin untuk menemui calon responden penelitian, peneliti kemudian menemui calon responden untuk menanyakan kesediaannya untuk mengikuti penelitian dengan memberikan informed consent.

g. Membangun rapport dan menentukan jadwal wawancara.

Setelah responden menyatakan kesediaanny untuk mengikuti penelitian, peneliti dan responden menentukan serta menyepakati waktu untuk melakukan wawancara penelitian. Kesepakatan waktu ini disampaikan kepada penjaga Lapas wanita.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti membuat dan menyepakati waktu wawancara dengan responden serta pengawas Lapas. Sebelum wawancara dilakukan, peneliti memberikan informed consent kepada calon responden untuk ditandatangani sebagai bentuk kesediaan menjadi responden penelitian dan diwawancara. Setelah menandatangi informed consent, peneliti akan membangun rapport agar responden dapat merasa aman dan nyaman dengan peneliti. Setelah rapport telah terbangun dengan baik, peneliti mengambil data dengan melakukan wawancara dan observasi. Wawancara dan observasi akan dilakukan dalam beberapa sesi agar mendapatkan hasil yang maksimal.

Keseluruhan isi dari wawancara akan direkam menggunakan perekam suara. Selama wawancara berlangsung, peneliti membuat beberapa catatan tambahan.

3. Tahap Pencatatan Data

Peneliti menggunakan alat perekam suara dan alat tulis untuk melakukan pencatatan data sehingga data diperoleh secara lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Hasil rekaman dari wawancara akan ditranskrip kedalam bentuk verbatim dan kemudian dianalisa. Setelah selesai melakukan transkrip data, peneliti membuat koding berdasarkan teori yang digunakan dalam penelitian.

H. Kredibilitas Penelitian

Menurut Poerwandari (2007), kredibilitas merupakan konsep yang membahas mengenai kualitas dari suatu penelitian kualitatif.

Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud eksplorasi masalah atau mendeskripsikan masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validasi komunikatif, dimana peneliti mengkonfirmasikannya kembali data dan analisanya pada responden penelitian.

Hal yang akan dilakukan oleh peneliti dalam rangka meningkatkan kredibilitas penelitian ialah :

a. Mencatat hal yang penting selama wawancara serinci mungkin. Hal ini dapat memudahkan peneliti dalam melakukan pengembangan analisis dari penelitian. Tidak hanya itu, pencatatan yang rinci ini juga akan memudahkan penulis ketika melakukan interpretasi.

b. Mendokumentasi data secara lengkap dan terstruktur.

c. Melakukan langkah serta proses dari peneliti sebelumnya sebagai masukan didalm penelitian.

d. Melakukan re-checking kembali kepada responden mengenai pernyataannya didalam wawancara. Hal ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan konfirmasi atas yang dinyatakan oleh subjek serta memungkinkan untuk memperoleh jawaban atau penjelasan tambahan mengenai pernyataan subjek sebelumnya sehingga dapat memperdalam hasil wawancara untuk mendukung isi penelitian.

Peneliti juga membuat pedoman wawancara untuk ditanyakan kepada beberapa orang sebelum melakukan pengambilan data. Hal ini dilakukan peneliti agar dapat memastikan bahwa pertanyaan mudah

dimengerti. Pertanyaan yang mudah dimengerti nantinya akan mempermudah peneliti dalam proses wawancara.

I. Prosedur Analisa Data

Menurut Poerwandari (2007), terdapat beberapa tahapan dalam menganalisa data dalam penelitian kualitatif, yaitu sebagai berikut:

1. Organisasi Data

Tahapan awal yang dilakukan oleh peneliti dalam analisa data ialah dengan mengorganisasikan data. Data kualitatif bersifat banyak dan beragam sehingga perlu untuk diorganisasikan menjadi lebih rapi dan sistematis. Sebelum melakukan organisasi data, peneliti mengumpulkan seluruh data yang diperoleh. Peneliti kemudian menuliskan seluruh hasil wawancara kedalam bentuk verbatim sesuai dengan isi suara dalam hasil rekaman dan diurutkan dengan rapi.

Setelah menulis verbatim, peneliti membuat catatan terhadap jawaban yang kurang jelas atau kurang tepat, catatan ini kemudian disampaikan oleh peneliti dalam wawancara lanjutan dengan responden penelitian.

Hasil observasi yang diperoleh selama proses wawancara dijabarkan dalam bentuk narasi untuk mendukung hasil wawancara.

2. Koding

Tahapan selanjutnya dalam melakukan analisa data ialah membuat koding pada verbatim yang telah terorganisir. Koding ini bertujuan untuk mensistemasi data secara lengkap dan terperinci sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari. Koding data diharapkan dapat mempermudah peneliti dalam

menganalisa dan menginterpretasi data yang diperoleh. Berikut contoh koding yang digunakan: R1.W1.0x0x19.A.B01. R1 berarti Responden 1; W1 berarti wawancara pertama; 0x0x19 berarti tanggal pelaksanaan wawancara; A berarti kode untuk tema berdasarkan teori penelitian;

B01 berarti kutipan pada baris ke-1. Setelah melakukan koding, peneliti menganalisa data dengan menemukan tema sehingga dapat mendeskripsikan fenomena penelitian dengan memahami hasil traskrip data.

3. Analisa Tematik

Menurut Poerwandari (2007), analisa tematik adalah suatu proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikatoryang kompleks, kualifikasi terkait dengan tema tersebut atau hal-hal di antara atau gabungan dari yang telah disebutkan. Peneliti melakukan analisa tematik untuk memungkinkan peneliti menemukan pola yang tidak dapat dilihat oleh pihak lain secara jelas. pola atau tema tersebut ditampilkan secara acak dalam kumpulan informasi.

Analisa dalam penelitian ini yaitu strategi regulasi emosi pada narapidana wanita. Tema-tema yang mendukung penelitian ini yaitu : S1 : Situation Selection

S2 : Situation Modification At : Attentional Deployment Ap : Cognitive Change Rp : Response Modulation

Bg : Latar Belakang Menjadi Narapidana

Ef : Kehidupannya selama berada di dalam Lapas Fc : Familial Context (pengaruh faktor keluarga) Ss : Social Support

4. Tahapan Interpretasi

Pada tahap interpretasi, peneliti memaknai penelitian berdasarkan hasil data yaitu pernyataan yang sebenarnya dari responden penelitian dengan landasan teori strategi regulasi emosi oleh James Gross. Interpretasi dilakukan untuk memaknai setiap pernyataan yang disampaikan oleh responden penelitian dan kemudian menyusun pernyataan yang memiliki makna yang sama pada konsep yang telah ditentukan, yaitu strategi regulasi emosi.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi untuk memberikan gambaran pada pembaca dalam memahami “Gambaran Strategi Regulasi Emosi Narapidana Wanita”. Hasil data yang diperoleh akan dijabarkan, dianalisa, dan diinterpretasikan per-responden oleh peneliti, kemudian disesuaikan dengan teori yang telah dijabarkan dalam Bab II Landasan Teoritis.

Tabel 4.1. Gambaran Umum Responden Penelitian

Keterangan Responden I Responden II Responden III

Nama P F E

Jenis Kejahatan Narkoba Pencurian Perampokan

Usia 31 tahun 48 tahun 21 tahun

Masa Hukuman 10 tahun 2 tahun 6 tahun

Telah Menjalani Masa Hukuman

Selama

2, 8 tahun 1,1 tahun 2 tahun

Remisi (Pengurangan

Masa Hukuman) - 2 bulan -

Sisa Masa Hukuman 7,4 tahun 9 bulan 4 tahun

A. Hasil

1. Responden I

a. Hasil Observasi

1) Wawancara I (Rabu, 28 Agustus 2019 pukul 10.30-11.32)

Wawancara pertama dilakukan di kantor administrasi Lapas Tanjung Gusta Medan. Ruangan administrasi tersebut cukup nyaman untuk melakukan wawancara, tidak banyak orang yang berlalu lalang dan suhu udara di ruang juga lebih sejuk dari pada diluar. Cahaya ruang juga bukan masalah yang perlu diperhatikan karena wawancara dilakukan pada siang hari. Suasana yang cukup tenang dalam ruangan tersebut membuat responden dan peneliti nyaman untuk berbicara satu sama lain dengan lancar tanpa mengeluarkan suara yang cukup keras.

Peneliti membawa dua botol air mineral dan sebuah roti sebagai cemilan responden selama wawancara. Hal ini dilakukan agar responden merasa lebih nyaman selama wawancara berlangung.

Pertemuan dengan responden diatur oleh peneliti dan pegawai Lapas, pegawai memanggil responden penelitian untuk datang keruangan sesuai dengan waktu yang telah disepakati dengan peneliti sebelumnya. Responden memiliki kulit berwarna sawo matang, dengan tinggi sekitar 160cm. Responden memiliki fisik yang cukup berisi dan badan yang tegap mengisyaratkan ia sering berolahraga. Responden memiliki rambut yang panjangnya sekitar sebahu dan ia menggunakan baju kaus bergaris dan celana yang panjangnya tepat dibawah lutut.

Saat datang ke ruangan, responden tidak membawa apa-apa. Saat

masuk ke dalam ruangan ia terlihat sedikit berkeringat seperti baru saja mengerjakan sesuatu.

Ruangan yang cukup luas memungkinkan peneliti untuk dapat melakukan wawancara secara lebih santai. Ruangan terasa sedikit ramai karena terdapat suara televisi dan obrolan dari pegawai Lapas yang berada di dalam ruangan, namun hal tersebut tidak mengganggu proses wawancara. Selama proses wawancara tersebut peneliti dan responden duduk saling berhadapan di lantai (lesehan). Peneliti juga mengatur jarak duduk yang tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat dengan responden agar ia merasa lebih nyaman dan leluasa untuk bercerita.

Sebelum wawancara dimulai, peneliti memperkenalkan diri dan penelitian yang dilakukan. Peneliti kemudian meminta persetujuan responden penelitian untuk menjadi subjek penelitian melalui pengisian informed consent. Setelah pengisian informed consent, peneliti mengaktifkan tape recorder dan melanjutkan wawancara. Peneliti juga tidak langsung bertanya terkait hal yang ingin diketahui, melainkan terlebih dahulu membangun rapport dengan menanyakan kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan oleh responden, dan kesehariannya selama berada didalam lapas. Awalnya responden menjawab dengan jawaban yang singkat yaitu hanya 2-3 kata. Peneliti membutuhkan waktu sekitar 15 menit agar responden lebih merasa nyaman untuk bercerita yang ia tunjukkan melalui munculnya ekspresi saat bercerita (tertawa kecil, tersenyum), setelah beberapa menit responden juga tidak

lagi duduk kaku seperti saat awal pertama dimulai, ia terlihat lebih santai dan lebih leluasa untuk bergerak.

Setelah membangun rapport, peneliti mencoba secara bertahap bertanya mengenai kehidupan responden sebelum masuk Lapas.

Wawancara tersebut mengalir layaknya pembicaraan dengan teman sebaya sehingga responden merasa nyaman untuk membagikan informasi. Setelah merasa bahwa responden lebih terbuka terhadap peneliti, peneliti mencoba menanyakan latar belakang kasus responden, bagaimana ia bisa sampai tertangkap dan proses emosi yang dirasakan oleh responden.

Ketika responden menceritakan proses penangkapan dirinya, responden terlihat menggeser duduknya seperti merasa tidak nyaman, ia juga tampak sering melihat ke atas layaknya orang yang sedang berpikir. Responden terlihat beberapa kali mengeluarkan air mata saat mencoba menceritakan proses penangkapan dirinya. Tidak jarang juga ia terhenti tiba-tiba seperti sedang berusaha menahan isak tangisnya selama bercerita. Melihat hal itu peneliti kemudian memberikan air kepada responden untuk diminum dan menenangkan dirinya.

Responden kemudian melanjutkan ceritanya sambil terkadang terlihat mengelap air matanya dengan jari telunjuknya. Saat menceritakan tentang kematian suaminya, responden sering memandang jauh ke arah depan lalu meneteskan air mata. Terlihat pula ekspresi marahnya saat menceritakan kematian suaminya yang ia tunjukkan melalui tempo bicaranya yang cepat namun keras, sesekali responden mengernyitkan

alis dan memukul ringan kakinya yang sedang bersila saat itu.

Responden juga sesekali menunjukkan senyum tipis saat membicarakan ketidakberdayaannya menghadapi keadaan. Ia juga meneteskan air matanya saat membicarakan tentang anak dan sanak keluarganya.

Setiap responden berkata ingin pulang ia selalu menangis dan bahunya terlihat semakin menurun. Responden terlihat tertawa sesekali saat menceritakan hal lucu yang ia temui didalam lapas.

Perilaku yang cukup konsisten ditunjukkan oleh responden dari awal hingga akhir wawancara adalah tangis, amarah, senyum tipis yang seakan-akan ia telah pasrah dengan keadaannya serta tawa yang muncul saat menceritakan hal lucu selama di Lapas.

2) Wawancara II (Kamis, 19 September 2019 pukul 10.56 – 11.57) Wawancara kedua dilakukan ditempat yang sama ketika wawancara pertama, yaitu di ruang administrasi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Medan. Hal ini dikarenakan hanya ruangan ini yang diperbolehkan petugas/pegawai Lapas yang untuk dipergunakan selama wawancara. Awalnya kami duduk berhadapan di kursi, kemudian kami memilih untuk duduk di lantai dengan alasan kenyamanan. Ruang administrasi terasa lebih tenang daripada sebelumnya, tanpa gangguan suara televisi dan obrolan dari pegawai lain yang berada di dalam ruangan. Karena kami bertemu di pagi menjelang siang, ruangan terasa lebih terang karena ada bantuan dari cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan. Diluar ruang terasa sedikit lebih panas karena menjelang siang hari, namun dikarenakan

terdapat AC (pendingin ruangan), suhu panas yang terdapat diluar tidak sampai masuk kedalam ruangan. Kami memutuskan untuk bertemu di hari ini karena minggu sebelumnya responden mengalami demam dan batuk yang tidak memungkinkan dirinya untuk melakukan wawancara.

Saat proses wawancara berlangsung masih sesekali terdengar suara batuk dari responden, namun responden memilih untuk melanjutkan wawancara karena ia merasa baik-baik saja. Peneliti dan responden duduk berhadapan dengan jarak kurang lebih sekitar 50 cm. Sebelum wawancara dilakukan, peneliti menyediakan 2 botol air minum dan roti sebagai cemilan untuk menemani selama berlangsungnya proses wawancara.

Pada wawancara kedua kali ini, responden memakai celana ponggol biru dan baju kaus berlengan pendek dengan motif garis warna-warni yang terlihat pas badan. Responden mengikat rambutnya rendah dan terlihat lebih pucat daripada saat wawancara sebelumnya.

Saat bersalaman dengan responden, tangan responden terasa dingin dan berkeringat, ia megakui masih sedikit namun ingin tetap melanjutkan wawancara.

Berbeda pada wawancara pertama, peneliti melakukan perjanjian dengan pegawai administrasi untuk melakukan wawancara saat para pegawai sedang beristirahat sehingga tidak terdapat pegawai didalam ruangan selama proses wawancara. Dengan perjanjian ini, selama proses wawancara, yang terdapat di dalam ruangan hanyalah peneliti dan responden. Hal ini dilakukan oleh peneliti agar responden

merasa lebih nyaman saat menceritakan kehidupannya selama di dalam Lapas tanpa takut didengarkan oleh pegawai. Berbeda dengan wawancara pertama pula, responden terlihat lebih tenang, dimana saat ia mengingat kembali masa lalunya ia tidak sering terisak seperti pada saat wawancara sebelumnya. Responden juga lebih bersemangat dalam menjawab pertanyaan dari peneliti, hal ini terlihat dari jawaban responden yang sesekali diiringi dengan tawa kecil. Dikarenakan proses wawancara dilakukan mendekati jam apel, peneliti pun langsung memberikan pertanyaan terkait dengan wawancara sebelumnya.

Responden menjawab dengan tenang setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Hal ini terlihat dari cara berbicara responden yang lebih santai namun tegas. Tampak gesture tubuh dari responden yang terlihat lebih santai dan lebih banyak bergerak, seperti tangan yang lebih leluasa untuk bergerak ke segala arah, mata yang terlihat fokus ke arah peneliti saat berbicara karena posisi responden serta peneliti yang berhadapan juga membantu memudahkan kami untuk berinteraksi dengan lebih santai.

Hampir sama dengan wawancara pertama, responden masih terlihat sedikit terisak saat menceritakan kerinduannya terhadap keluarganya. Namun, pada wawancara kedua ini ia terlihat lebih sering mengeluarkan tawa yang tidak berlebihan ketika menceritakan hal yang ia rasakan selama berada di dalam Lapas.

b. Hasil Wawancara 1) Peristiwa Penangkapan

P (nama inisial) adalah wanita berusia 32 tahun. P merupakan ibu dari 1 orang anak yang saat ini berusia 9 tahun atau sekitar kelas 3 SD. P awalnya mengikuti orangtuanya ke Malaysia untuk bekerja

P (nama inisial) adalah wanita berusia 32 tahun. P merupakan ibu dari 1 orang anak yang saat ini berusia 9 tahun atau sekitar kelas 3 SD. P awalnya mengikuti orangtuanya ke Malaysia untuk bekerja

Dokumen terkait