• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

C. Hasil Penelitian

1. Partisipan 1

Hari/ tanggal : 15 Juli 2008

Waktu : Pukul 10.00 – 11.57 WIB (1:57:14) Tempat : Rumah partisipan 1 (SV)

Kegiatan : Wawancara latar belakang perolehan status janda. b. Wawancara 2

Hari/ tanggal : 22 Juli 2008

Waktu : Pukul 13.00 – 14.24 WIB (1:24:30) Tempat : Rumah partisipan 1 (SV)

Kegiatan : Wawancara latar belakang perolehan status janda (lanjutan), aspek hasrat seksual (motivasi seksual, fantasi seksual).

c. Wawancara 3

Hari/ tanggal : 27 Juli 2008

Waktu : Pukul 13.00 – 14.30 WIB (1:30:41) Tempat : Rumah partisipan 1 (SV)

Kegiatan : Wawancara aspek hasrat seksual (fantasi seksual, daya tarik seksual, aktivitas seksual).

d. Wawancara 4

Hari/ tanggal : 30 Juli 2008

Waktu : Pukul 11.00 – 12.00 WIB (1 jam) Tempat : Rumah partisipan 1 (SV)

Kegiatan : Crosscheck hasil wawancara.

2. Partisipan 2 (HS) a. Wawancara 1

Hari/ tanggal : 18 Juli 2008

Waktu : Pukul 16.00 – 17.00 WIB (56:48) Tempat : Rumah partisipan 2 (HS)

Kegiatan : Wawancara latar belakang perolehan status janda, aspek hasrat seksual (motivasi seksual, fantasi seksual).

b. Wawancara 2

Hari/ tanggal : 28 Juli 2008

Tempat : Rumah partisipan 2 (HS)

Kegiatan : Wawancara aspek hasrat seksual (daya tarik seksual, aktivitas seksual).

c. Wawancara 3

Hari/ tanggal : 30 Juli 2008

Waktu : Pukul 16.00 – 17.00 WIB (1 jam) Tempat : Rumah partisipan 2 (HS)

Kegiatan : Crosscheck hasil wawancara.

3. Partisipan 3 (YN) a. Wawancara 1

Hari/ tanggal : 25 Juli 2008

Waktu : Pukul 12.00 – 14.37 WIB (2:37:05) Tempat : Rumah makan AFC

Kegiatan : Wawancara latar belakang perolehan status janda, aspek hasrat seksual (motivasi seksual, fantasi seksual, daya tarik seksual, aktivitas seksual).

b. Wawancara 2

Hari/ tanggal : 29 Juli 2008

Waktu : Pukul 15.00 – 16.00 WIB (1 jam) Tempat : Rumah partisipan 3 (YN)

C. Hasil Penelitian 1. Partisipan 1

a. Identitas

Nama : SV

Usia : 47 tahun

Pendidikan : Sekolah Perawat Kesehatan Stella Maris

Agama : Katolik

Pekerjaan : Perawat pada praktek dokter Suku bangsa : Flores

Lokasi tempat tinggal : Samarinda – Kalimantan Timur Jumlah anak : 3 orang

Akibat janda : Kematian suami (sakit) Lama menjanda : 6 tahun

Tabel 4.1.

Batasan Hasrat Seksual SV

Batasan yang diungkap Kode SV + 63 Motivasi kognitif Mkog

- 46 + 99 Motivasi seksual

Motviasi hasil belajar Mhb

- 83 + 9 Pikiran yang disengaja Fpk

- 5 + 9 Frekuensi dan waktu Ffw

- 1 + 18 Gambaran Fg - 7 + 0 Aktivitas Fa - 0 + 6 Perasaan Fpr - 4 + 18 Fantasi seksual Ekspresi Feks - 16 + 47

Daya tarik seksual DT

- 2 + 4 Frekuensi dan waktu Afw

- 0 + 12 Bentuk Abtk - 12 + 2 Perasaan Apr - 1 + 11 Keterlibatan subyek/ obyek Aso

- 0 + 1 Aktivitas seksual

Ekspresi Aeks

- 2 b. Analisis data dan hasil penelitian

1) Motivasi seksual

Berdasarkan hasil wawancara, SV menunjukkan respon positif pada motivasi kognitif mengenai pandangan terhadap pergaualan saat ini.

”Kalo saya berpikir saya itu semua orang itu model itu ngetrend ikutin jaman kan; Jaman sekarang ngetrend-ngetrend aja tiap orang. Punya anak lagi kayanya jaman sekarang ndak terlalu repot kaya gitu aja. Pada

orang ngomong-ngomong nggak usah lah ya udah. Berubah; Saya pikir ya ya itu lah manusia. Tidak ada yang sempurna. Kita pintar-pintar sudah menjaga tapi tiba-tiba dia bergaul akhirnya jatuh juga kan” (S1 W1 1288; 1123; 1160, 1161)

Selain itu, SV memandang bahwa perempuan memiliki peran sebagai subyek seksual aktif dalam pergaulan dengan lawan jenis saat ini.

”Pergaulan sekarang itu ya sama-sama aktif baik laki maupun perempuan. Bahkan lebih perempuan lebih dari laki-laki dan mereka kayanya gampang” (S1 W1 1250)

SV memiliki pergaulan yang luas dengan lawan jenis saat ini.

”Memang iya saya sih ya dari dua tahun lebih ini ya tapi itu kan setelah saya aktif ya namanya dan yang ingin berteman dengan saya bergaul dengan orang lain banyak. Yang masuk-masuk itu” (S1 W1 327)

Akan tetapi, perempuan merupakan individu yang lebih lemah dalam menjalani hubungan dengan lawan jenis.

”Kita perempuan yang cari ibaratnya menunggu kan ibaratnya kan. Dengan segala cara namanya orang coba ya. Itu kan proses aja kan kalo saya(S1 W3 425)

Selain itu, SV menanggapi secara positif kasus sex before married yang dialami anaknya.

”Dia kan lagi kuliah semester satu semester aduh saya ini sampe stres. Dia sudah berapa lalu pergaulannya dia ya saya liat memang dia aktif lalu teman dari bubuhan saya tidak tau dia pacar sering di luar; Memang dia aktif berorganisasi sibuk sekolah ya. Saya tidak tau mana yang akhirnya terjadi begitu. Iya mungkin. Ndak bisa ngomong apa-apa; Itu sebenarnya saya percaya menikah tapi itu kembali ke saya karena tanggal begini mereka di sana rencana lain. Anak saya ini menangis-nangis sekarang tinggal saya aja iya apa tidak kan. Tapi kita ambil yang terbaik; Saya hanya sayang cinta dan kasihan pada anak saya; Itu jalan yang diambil otomatis dia mencintai suaminya kan. Dia pingin berkeluarga karena dia mengambil jalan seperti itu lalu

kebijaksanaan dari saya. Otomatis saya harus membuat kebijaksanaan. Kalo saya ego anak saya yang menderita. Itu saya tidak mau. Itu aja alasan karna saya mau anak saya bahagia. Biar sejelek apa pun dia harus mengambil resiko dan harus bertanggung jawab jalan hidup yang dia ambil; Iya. Itu dari saya. Apa yang kamu buat kamu harus bertanggung jawab tidak ada yang sulit; Apa dia berbuat tidak berbuat apa saya melihat kaca mata saya itu sangat bebas mereka. Jadi kalo menurut saya ini peran orang tua. Sangat penting. Cuma kan kita tidak bisa melihat semua secara keseluruhan pergaulan mereka ke mana ke mana” (S1 W1 211, 217; 1177; 1185; 1187; 1205; 1254)

SV memberikan kebebasan kepada anak untuk bergaul dengan siapa saja termasuk lawan jenis.

”Tolong jaga pergaulan mereka. Itu aja saya. Saya saya tidak melarang seperti S berapa teman ceweknya; Ujung-ujungnya kembali ke ke anak itu sendiri. Dan motivasi kita tadi. Ya kalo kita berbuat di rumah sedangkan kalo dia ke mana-mana kan kita tidak tau kan. Ya kita hanya pesan aja jagalah anak orang jagalah baik-baik walaupun jaman sekarang sudah gila. Sekarang bener-bener gila kan” (S1 W1 1260, 1261; 1290)

SV memiliki keinginan untuk menikah lagi.

”Justru saya pinginnya berkeluarga lagi dek. Ya itu saya bingung juga. Saya pingin berkeluarga lagi; He em keyakinan saya mengharapkan tu selalu ada” (S1 W1 334; W3 773)

SV masih mebutuhkan figur seorang ayah dalam rumah tangganya.

”Dan saya masih butuh figur seorang teman. Seorang bapak; Sama rumah ini kalo sendiri kan. Butuh laki-laki; Mereka punya pacar masing-masing aku ya G kan kadang-kadang aku ndak tau saya dimanja kan saya mungkin ndak punya bapak barangkali dari kecil ya” (S1 W3 291; 665; 287)

SV memiliki keinginan untuk memiliki pasangan yang dapat menemani di kehidupannya saat ini.

”Itu yang paling menonjol sebenernya saya itu. Butuh teman ngobrol; Bersama sih ibaratnya ada kita ya kita cari lah bersama-sama kebetulan teman saya juga mencari kan kenapa kok ndak mau tak tunggu dia gini-gini aja diam kan. Saya cari teman dulu. Saya janjian sama om kan

keluarga sendiri; Saya melindungi anak saya cucu saya tapi saya yang penting saya punya pendamping hidup itu planning hidup saya. Jika kita tua nantu belum ketemu pendamping kita ya artinya ingin punya punya impian punya impian he eh; Butuh teman. Teman hidup; Terus terang saya masih butuh teman” (S1 W1 368, 370; 520; 593; W3 176; 358)

SV memiliki pandangan bahwa setiap individu memiliki keinginan untuk berpasangan.

”Namanya laki perempuan biar besar kecil tua muda pasti ada keinginan-keinginan ka nada pembicara-pembicara kan di sana itu muncul. Tapi berbarengan dengan itu ada perbedaan-perbedaan sana sini” (S1 W1 449)

SV memiliki keyakinan bahwa pasangannya saat ini akan menjadi suaminya.

”Saya anggap dia dia juga akan jadi suami saya” (S1 W1 902)

SV menuntut kesetiaan dari pasangan dalam hubungannya saat ini.

”Saya paling ndak suka kalo udah punya lalu anu saya ndak mau saya. Kalo dengan saya ya saya(S1 W3 393)

SV mengakui bahwa tidak mengalami perubahan dalam hasrat seksualnya.

”Ya artinya hasrat ini sama aja; He em memang masih tinggi loh. Jadi aku ndak bisa bilang. Ndak tau tapi sama; Yang seperti itu ndak tau apa bilang puber kedua yang saya rasa ndak juga sih biasa aja. Puber yang kaya apa kan dari dulu sampe sekarang biasa aja; Sebenernya sih namanya kita perempuan ya mungkin kalo ada ya ada hasrat ada ingin kan. Ya saya sampe situ aja; Ndak tau saya aku sih sama aja perasaannya ya. Ndak terlalu gimana gitu; Tidak tuh menurut saya tidak. Selagi kita punya ada yang mau ya. Saya rasa tidak” (S1 W1 937; W2 606; 654; W3 8; 935; 36)

Selain itu, status sebagai janda di yang telah memiliki cucu di usianya saat ini tidak membuat perubahan dalam kehidupan SV.

”Untuk ukuran sekarang kalo dulu mungkin ndak anu lagi. Ya maksud saya dari ya muda ya remaja tua biasa aja ndak kaget ndak ada rasa punya cucu biasa aja saya. Ndak merasa yang begimana gimana kan. Punya cucu kan sudah. Saya merasa biasa saja. Ndak ndak biasa saja; Kalo saya kayanya biasa saja tu kan saya bilang waktu masih muda saya sehat saya tua saya punya cucu saya perasaan sama saja” (S1 W3 208, 210; W1 1022)

Selain itu, usia SV saat ini tidak menjadi halangan untuk menikah lagi.

”Ndak. Ndak (usia tidak menjadi masalah); Ndak perlu menikah ndak ndak malah didorong saya. Aneh kan” (S1 W3 923; 21)

SV memandang janda membutuhkan pasangan di masa tuanya.

”Saya rasa kalo untuk tua-tua kenapa orang ndak kasih seandainya ada yang mau. Kasian loh orang tua itu. Mereka tu kadang sepi” (S1 W3 1164)

Hasrat seksual masih dirasakan dalam bentuk ketertarikan kepada reality show remaja tentang cinta.

”Sinetron yang anak-anak itu sama anak remaja yang berbau cinta yang nadanya yang kaya telenovela itu kan cinta sejati kan telenovela itu kan. Sampe dia muter muter muter muter akhirnya balik itu suka. Tantangan-tantangannya itu suka aku; Dengan putus cinta gitu kan melalui tantangan berarti bukan gampang begitu menerima. Tantangan itu sampai di mana kan apa dia balik apa dia buyar ya kan. Ternyata dia balik. Itu senang saya balik di situ dia melalui proses. Jadi pengorbanan cinta itu. Itu cinta sejati menurut saya. Melalui pengorbanan. Tantangan tantangan tantangan; Ada itu kan tapi ndak terlalu sih cuman untuk anak remaja kan. Seperti itu cuman ndak terlalu begitu cuman senang aja sih masang ini nonton aja senang aja” (S1 W2 616; 633; 643)

Seksualitas dipandang sebagai hal yang wajar dan normal untuk dibicarakan.

”Padahal saya masih normal saya masih bisa apa sih yang gituan sebatas ngomong ya” (S1 W1 953)

SV merupakan individu yang terbuka untuk membicarakan masalah seksualitas.

”Saya sih orangnya open-open aja ndak; Ndak usah munafik kita” (S1 W1 954; W3 983)

Seks merupakan suatu kebutuhan bagi manusia.

”Sebenernya kebutuhan itu ya. Kebutuhan; Tapi terpenuhi terpenuhi apa namanya yang berapa besar tu harus; Penting ya dek ya” (S1 W1 1019; 1197; W3 932)

SV memandang status janda sebagai status yang tidak berbeda dengan perempuan lain berdasarkan pandangan masyarakat.

”Saya sama aja orang bilang ibu itu janda biasa aja tu; Ya namanya ada juga cuma ndak tau di belakang kan. Na makanya sekarang ini wah janda eh ndak masalah itu gitu-gituan. Kalo pun dia ngomong saya tidak pernah dengar dan mereka tau saya suami istri sama adek ini. Tetangga itu kan” (S1 W1 1030; W2 188)

Hubungan cinta dengan lawan jenis harus disertai tanggung jawab.

”Apa yang tidak suka jangan berbuat supaya tidak malu supaya tidak emosi. Jagalah itu pacar itu kan menuntut cinta. Kalo kalian sampe pisah sampe jadi. Itu saja saya buat” (S1 W1 1273)

Kebutuhan seksual harus disertai tanggung jawab di dalamnya.

”Kita kan harus bertanggung jawab harus; Itu aja yang penting betul-betul tanggung jawab urus baik-baik dan keluarganya mau menerima dan ada adat berapa kita punya orang harus bisa dipenuhi; Sebenernya sih kalo anu orang yang bertanggung jawab pasti sebuah jaminan. Tapi kembali ke pribadinya orang itu kembali ke pribadi. Aku ni baru tau sekarang ini loh dulu kalo saya teman sama orang tu orang kalo memang kita dekat tapi udah lah apa pun yang terjadi sudah kan; Sama lah dia berbuat berarti bertanggung jawab kan. Harus menikah kan” (S1 W1 1063; 1165; W3 818; 1005)

SV memiliki pandangan bahwa cinta dijadikan dasar perempuan menyerahkan segala sesuatu kepada laki-laki termasuk kebutuhan seksual.

”Ya maksudnya yang mana lah ya kita sudah cinta kita sudah menyerahkan apa pun yang dari kita” (S1 W1 1140)

Pernikahan merupakan jaminan keberhasilan suatu hubungan antara perempuan dan laki-laki.

”Kalo di luar nikah kan kita bingung antara dua siapa tau datang cewek lain lagi to lepas lah kita. Makanya kita usahakan orang itu kan harus menikah” (S1 W1 1147)

SV memandang bahwa individu yang telah menikah dapat secara layak melakukan hubungan seksual.

”Kalo kita sudah menikah baru kita ya semua lah itu lah surga dunia itu. Ya dua jadi satu. Gitu kan. Ndak ada mikir lagi dua udah menyatu ya udah lah kita semua” (S1 W1 1150)

Hubungan seksual dapat terjadi ketika perempuan dan laki-laki sedang berpacaran.

”Pokoknya kalo kumpul dua ini bohong kalo ndak ndak mungkin; Kalo orang teman berdua itu pasti orang ke seks tu” (S1 W3 960; W1 1047)

Hubungan seksual wajar bagi pasangan perempuan dan laki-lai yang sudah berusia dewasa.

”Itu wajar aja laki perempuannya dewasa” (S1 W1 2368)

SV mengakui bahwa pasangannya saat ini memegang peran memberikan dorongan untuk melakukan hubungan seksual.

”Selalu dia. Pasti dong kalo aku mo ngapain; Namanya laki-laki mana mau kalo sudah begitu pasti sudah” (S1 W3 964; 957)

SV memiliki pengetahuan tentang aktivitas masturbasi. ”Gimana ya kita cara natural toh cara alami toh. Mainin alat kelamin ya; Ndak tau kalo sudah begitu harus meliat teori lagi. Sudah mana ada sudah” (S1 W3 98; 997)

Hasil wawancara juga menunjukkan respon negatif pada motivasi kognitif dimana perempuan memiliki peran yang lebih lemah dibanding laki-laki.

”Makanya kita ini perempuan ini kan dalam posisi lemah ya. Kalo memang dia kita tidak mengatakan kalo dia berani apapun yang terjadi; Kalo emang saling kekurangan mungkin nanti diberitau gitu. Kalo perempuan tidak sempurna kan; Ya kalo memang mereka anu ya lemah kan kadang-kadang kita perempuan gitu ya” (S1 W1 679; W2 515; W1 934)

Kegagalan hubungan dengan lawan jenis membentuk persepsi negatif pada laki-laki.

”Kenapa kamu menyakiti saya. Semua laki-laki tu sama; Saya balas sambil nangis. Saya sakit hati. Semua laki-laki hampir sama. Mo menang sendiri; Saya ndak tau kita mau menang sih laki-laki mana mau kan. Laki-laki kan ego” (S1 W1 1397; 1399, 1400; W3 946)

Perempuan dipandang sebagai subyek seksual yang dikendalikan oleh pihak laki-laki.

”Ini laki-laki kita ini kan kadang perempuan itu. Kita mau kalo dia ndak mau ibaratnya kan; Kita perempuan duluan saya ndak terlalu gitu; Saya yang kaya gitu misalnya seringnya apalagi kalo yang lain kan laki-laki duluan kalo kita megang dulu pernikahan kita saya bilang mo ke mana-mana. Jadi kita enak; Artinya harus ada yang bener-bener jadi suami lah kita ndak mungkin laki-laki pasti dia meminta itu; Misalnya kita ada ya iya lah kita ndak mungkin kan kita perempuan cari kan” (S1 W1 683; 992; 966; 1044; W3 1156)

SV memandang perempuan yang memiliki pasangan tidak mampu mempertahankan komitmen untuk tidak melakukan hubungan seksual di luar pernikahan sah.

”Mempertahankan sampe di mana kan. Pasti nanti. Ndak mungkin. Pasti kebablasan juga” (S1 W3 972)

SV mengakui pernikahan adat sebagai alasan gaya hidup ”hidup bersama” dengan pasangannya saat ini.

”Tanggung jawab ya dia semua lah sebagai suami kan hanya tinggal mengatakan ya sampe itu aja ya sudah nikah adat ibarat saya kan karna udah tinggal bersama kan; He eh walaupun dalam adat itu artinya kita dalam pengawasan mereka. Mereka melindungi kita tapi kita kan masih tinggal itu harus di gereja” (S1 W1 851; W3 66)

Aktivitas masturbasi hanya diketahui sebagai aktivitas seksual yang dilakukan laki-laki.

”Onani trus seperti laki-laki ke itu ndak ndak saya ndak saya ngomong; Perempuan tu jarang ya saya tau onani itu aja laki-laki itu kalo perempuan ndak tau ndak ngerti aku. Memang kalo onani itu banyak laki-laki pada umumnya kalo perempuan kayanya ndak tau ya saya itu tadi ndak pernah mengalami itu. Ndak pernah he eh” (S1 W1 977; W3 101)

SV mengakui tidak melakukan aktivitas masturbasi untuk mengekspresikan hasrat seksual yang muncul.

”Aku ndak pernah gini gini gini trus biasa aja; Dan saya hasrat ndak berkelebihan tu ndak ndak yang wajar-wajar aja. Paling kalo anu apa ya tidak juga masing-masing ndak ada. Untuk saya ndak ada tuh. Mungkin

kalo teori itu orang yang hyper-hyper aja itu hypersex aja” (S1 W1 987; W3 82)

Seksualitas adalah hal yang sensitif untuk dibagikan kepada orang lain.

”Sangat sensitif loh itu” (S1 W3 153)

Seksualitas dianggap tabu jika diceritakan kepada pasangan.

”Seperti ke pacar kacau kita ngobrol sembarang kan. Sama temen” (S1 W1 981)

Seksualitas dianggap tabu ketika tidak dapat mengekspresikan hal tersebut secara benar.

”Mungkin katakan tabu mungkin sendiri lalu kita pergi cari di mana-mana kan ya” (S1 W3 39)

Hubungan seksual hanya menjadi kebutuhan pelengkap dari suatu hubungan dengan lawan jenis.

”Saya sebenarnya itu nomer dua yang penting saya teman ngobrol. Jalan menemani diri saya lalu nanti kan pasti arahnya kan itu; Pelengkap o sangat pelengkap. Pelengkap” (S1 W1 1037; 1040)

SV memiliki keyakinan bahwa hubungan seksual boleh dilakukan dalam ikatan pernikahan resmi.

”Mereka kalo sudah lama pengennya anu dulu resmi dulu. O iya kan mereka ibaratnya udah lama kan. Ndak pernah; Orang hubungan kaya gitu tu kan sudah resmi artinya orang hubungan kan harus suami istri kan; Sebenernya sudah ada kan kita dulu kita memang ya artinya dalam batas-batas tertentu ya; Susah di jaman sekarang ini. Bagusnya kita pacaran lalu nikah cepat. Kalo orang bilang gini-gini boong” (S1 W1 1055, 1057; 1138; W3 60; 1115)

Selain itu, hubungan seksual yang dilakukan di luar pernikahan resmi dipandang sebagai hal yang buruk.

”Kalo di luar pernikahan itu kadang-kadang itu hanya sekedar nafsu. Dia menyayangi kita kita kan masalahnya belum ada status” (S1 W1 1143)

SV menolak untuk memenuhi kebutuhan seksual mantan pasanganya dengan alasan belum terikat pernikahan sah.

”A aku udah lama ndak begini begini begini. Ngapain. Saya datang nanti rusak” (S1 W1 1004)

SV membutuhkan waktu untuk berkabung sebelum memutuskan untuk menikah lagi dengan pasangannya saat ini.

”Kalo aku sih udah sih kalo aku kita perempuan ni kan. Kalo dulu saya ndak mau sama sekali. Saya doa saya marah” (S1 W3 829)

Status janda membuat SV lebih memperhatikan perilakunya dalam masyarakat.

”Itu berdua makanya kalo kita janda kalo kita ini kita harus jaga orang anu ke kita kita harus serius; Aku juga ndak bisa dong ke sana kan saya janda kan. Terus terang kan saya bilang” (S1 W1 1049; W2 430)

SV mengakui tidak mampu menjalani hidup sebagai janda di kehidupannya saat ini.

”E suamiku masih ada saya bilang memang bapak saya bilang ndak kuat sendirian; Saya ndak mau sendirian. Beban hidup sendirian” (S1 W3 295; 805)

SV memiliki ketakutan akan gagalnya hubungan dengan pasangan di usianya saat ini.

”Iya kayanya sih. Ndak tau lagi kan. Umur semakin bertambah” (S1 W3 910)

SV memandang negatif pergaulan bebas remaja saat ini. ”Anak jaman sekarang ya; Mungkin kan bilang bilang sudah biasa barangkali. Kalo anak sekarang tidak dianggap baik. Kalo ada masalah harus bertanggung jawab. Jadi seks dan pergaulan sekarang kayanya sudah ya sudah lah dan kayanya ya lu lu gua gua biasa aja kayanya begitu” (S1 W1 1264; 1298)

Pada motivasi hasil belajar, SV menunjukkan respon positif berkaitan dengan keinginan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis yang ingin serius dengannya.

”Ada beberapa orang satu sampe banyak dekati. Aneh memang ada berapa orang tapi ndak perlu anu ya artinya mereka tu mau. Mau serius dengan saya; Supaya kamu tau ada orang serius mau tandanya orang mo serius kan” (S1 W1 339; W2 415)

Calon pasangan harus memiliki perhatian dan dapat menjalin hubungan yang dekat dengan anak-anak SV.

”Lebih bagus begitu kan kalo ke anak-anak itu ini teman mama supaya anak-anak itu tau mamanya gini gini gini. Nanti mereka dekat sama anak-anak. Malah mereka ada yang kasih uang ada yang dikasih HP kadang-kadang. Pertemanan itu ya” (S1 W2 597, 600)

SV tertarik dengan lawan jenis yang dapat memberikan stimulus seksual verbal padanya.

”Kalo orangnya saya suka bawa becanda mau saya balas. Walaupun punya istri; Saya senang ke ini apa ngomong-ngomong aja. Misalnya cara apa kabar apa ya kangen ya peluk tante kuat-kuat kadang-kadang gitu-gitu aja ndak terlalu berkelebihan sih orang ndak kepingin lalu

Dokumen terkait