• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasrat seksual janda usia produktif - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hasrat seksual janda usia produktif - USD Repository"

Copied!
346
0
0

Teks penuh

(1)

HASRAT SEKSUAL JANDA USIA PRODUKTIF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)

Program Studi Psikologi

Oleh:

R. R. Rani Meita Pratiwi

049114119

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

”aku sakit ketika keperawananku kau renggut”

”aku sakit melahirkan anakku sendiri”

”aku sakit ketika menyadari kau meninggalkan tubuh ini”

Sebuah tulisan yang kuharap bisa mengangkatmu

menjadi perempuan yang tidak tertindas lagi.

Seorang perempuan yang mengaku bertahan dalam kesendiriannya.

Seorang perempuan berairmata menanti pengharapan.

Skripsi ini aku persembahkan dengan senyum

untuk mamah yang telah memberikan inspirasi terindahnya secara tulus

(5)

v

Hatiku terlalu pilu untuk memikirkan apa yang orang lain harapkan aku ceritakan pada mereka

Mungkin mereka tidak tahu atau sengaja mengorek kebenaran tentang kehidupanku yang

berbeda dari harapan dunia

Aku terenggut rasa perih ketika omongan-omongan tak bernyawa dan seenaknya menghampiri

telingaku yang tidak lagi dibelai hangat dan penuh nafsu dari lelakiku

Seolah rambut panjang dan rontok ini ingin melindungi dengan buasnya dan membunuh mereka

agar tidak lagi kudengar suara aneh yang membuat hidupku semakin berantakan

Aku mencintainya yang meninggalkanku

Ingin kupeluk dia erat dan berharap sayapnya sampai di pundakku sehingga aku terangkat

dengan hebat

Merasakan sekali lagi kenikmatan di malam pertama saat aku tahu aku telah berdarah oleh

sebuah nafsu yang dingin

Menjadi sangat liar ketika hal itu datang menghampiri dadaku yang mulai kendur ini

Ah… siapa yang mau dengan perempuan telanjang sepertiku?

Kulitku telah keriput sejelek gumpalan awan mendung yang selalu dihindari orang banyak

Tapi aku menarik bagi diriku sendiri saat ku bercermin menatap keruhnya kenyataan hidup

sebagai seorang pejuang tanpa senjata di tangannya

Jatuh terkulai berharap aku dibuka lagi dan merasakan surga dunia

Usiaku mulai tertutup oleh angkuhnya kebesaran gadis-gadis muda yang masih segar

Tersenyum menahan gejolak ini memampukan menyeimbangkan posisi seperti mereka

Aku juga haus akan hal itu

Membayangkan lembut kulitku tersentuh hingga hanya aliran keringat yang menyapanya

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah dituliskan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Maret 2009 Penulis

(7)

vii ABSTRAK

R. R. Rani Meita Pratiwi. (2009). Hasrat Seksual Janda Usia Produktif. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana hasrat seksual janda dalam kehidupan seksualnya. Penelitian ini ingin melihat apakah janda yang tidak melakukan aktivitas seksual akan kehilangan hasrat seksual dan dalam bentuk seperti apa hasrat seksual tersebut muncul. Hasrat seksual terdiri atas motivasi seksual, fantasi seksual, daya tarik seksual, dan aktivitas seksual.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Partisipan berjumlah tiga perempuan berstatus janda akibat kematian suami dan perceraian serta termasuk dalam usia produktif. Data diperoleh dengan wawancara terhadap partisipan dan observasi lingkungan sebagai data pelengkap. Data dianalisis menurut isinya melalui pengorganisasian data secara sistematis, melakukan pengkodean dan interpretasi sehingga memperoleh data yang dapat dipahami secara mendalam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tarik seksual merupakan aspek yang dominan muncul di ketiga partisipan yang dipengaruhi keinginan untuk mendapatkan pasangan yang memiliki kriteria sama dengan mantan pasangan yang dicintai. Aspek lain seperti motivasi seksual, fantasi seksual, dan aktivitas seksual dipengaruhi faktor budaya dan agama yang mengatur kehidupan seksual subyek penelitian. Kemunculan hasrat seksual juga dipengaruhi oleh kepuasan dan pengalaman kehidupan pernikahan sebelumnya serta ada atau tidaknya pasangan saat ini. Peran ganda dalam rumah tangga partisipan menyebabkan pikiran terfokus pada urusan rumah tangga dan anak sehingga mengurangi kemunculan hasrat seksual.

(8)

viii ABSTRACT

R. R. Rani Meita Pratiwi. (2009). Sexual Desire of Widow on Productive Age. Yogyakarta: Faculty of Psychology, Department of Psychology, Study Program of Psychology, Sanata Dharma University.

The primary objective of the research was to describe sexual desire of a widow in sexual life. The research intended to see whether a widow who did not do a sexual activity would lose her sexual desire and in what form it was manifested. The sexual desire consists of sexual motivation, sexual fantasy, sexual appeal, and sexual activity.

The research was descriptive research. The participant were three females in productive age with widow status resulted from spouse death and divorce. Data was collected by using an interview technique and by observing the environment in terms of supporting data. The data was then analyzed based on the content through sistematical data arrangment. Finally, the data was coded and interpretated to get result in a high depth of understanding.

The results show that sexual appeal (merupakan aspek yang muncul di three participants yang dipengaruhi) expectation to have a similar partner type compared to the past. Sexual motivation, sexual fantasy, and sexual activity were affected by cultural factor and religious factor as (pasrtisipan)’s sexual activity control. Satisfaction, previous marriage experiences, and the existency of sexual partner also influence the need. A double function in household results in a decrease in sexual motivation due to segregation of participan primary focus in to children and family matter.

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : R. R. Rani Meita Pratiwi

Nomor Mahasiswa : 049114119

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Hasrat Seksual Janda Usia Produktif

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 28 Agustus 2009 Yang menyatakan,

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.) di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa selama penulisan karya tulis ini, penulis telah mendapat bantuan berupa bimbingan, dorongan, dan pengarahan dari berbagai pihak yang berarti bagi penulis. Untuk itu, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang tidak pernah lupa menemani setiap langkah dan proses skripsi ini terjadi. Jezz, kenangan indah di skripsi ini adalah sebagian kecil dari hidupku namun membuatku belajar banyak. Makasih banyak yah atas kesempatan berharga ini. Aku ternyata belajar bahwa segala yang menyedihkan dan butuh pengorbanan itu pasti membawa suatu kebahagiaan tak terkira besarnya.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi yang telah membimbing dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penulisan ini.

(11)

xi

4. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang sangat membantu penyelesaian skripsi ini. Ibu, makasi buat semua yang sudah ibu kasih ke saya. Pengetahuan dan ilmu yang saya dapat sangat berharga sekali, ibu. Ibu TOP banget deh.

5. Ibu P. Henrietta P. D. A. D. S., S. Psi., M. Si. selaku dosen pembimbing akademik yang setia membimbing dari awal semester hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, M. Si untuk pengalaman dan pengetahuan baru. Makasih ya bu atas titik cerah atas pengetahuan yang selama ini saya pelajari. 7. Ibu Agnes Indar Etikawati, S. Psi., Psi., M. Si. Ibu, makasi ya sudah mau

dengerin keluhan-keluhan terutama kalo kita kumpul bareng. Semangat ibu selalu menginspirasi saya untuk terus bangkit walaupun itu berat banget bu. Tapi senyum dan support ibu bikin saya ”melek” terus.

8. Pak Silverio Aji Sampurna, M. Hum. Pak, makasih banyak ya pak. Semua ini berkat kerendahan hati dan ketulusan pada saya untuk memberi semua bahan dan teori serta pengetahuan yang mungkin orang lain gak punya. Sangat membantu dan membuka wawasan saya tentunya. Bapak TOP banget deh. 9. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Psikologi yang telah mengajarkan dan mendidik

(12)

xii

10.Mbak Nanik, Mas Gandung, Mas Doni, dan terutama Pak Gik yang dengan sabar memudahkan fasilitas dan pelayan selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi dan kelancaran skripsi ini.

11.Mas Mujie selaku Laboran Fakultas Psikologi yang selalu ramah dan baik hati. Mas, makasi banyak yah. Maaf kalo selama aku jadi asisten praktikum suka nyebelin atau bawel. Tapi mas Mujie oke banget deh.

12.Bapak di surga, FX Marcellus Subagyono yang jadi malaikat penjagaku sampai hari ini. Halo pak, ternyata aku bisa jadi sarjana psikologi juga kan pak. Dan itu ternyata gak seberat yang dibayangin. Aku yakin bapak pasti bangga sama aku, anakmu yang paling suka nangis waktu kecil. Makasi ya pak. Walaupun doamu gak aku denger langsung tapi khasiatnya sampe juga pak. Love you dad… I can be a perfect daughter coz you showed me how to walk without your hands…

13.Mamahku tercinta, ME Teteng Mulwati. Hidupmu menginspirasi skripsi ini mah. Mungkin kalo dulu kita gak ngobrol, judul ini tidak akan terjadi dan itu adalah keajaiban kan mah. Live as single parent doesn’t make you feel pain but sure you can give me a big love and it’s so wonderful thing I know in this life…

(13)

xiii

15.YB Reno Yanumardi Dirgana a.k.a mas Nok as my big brother. Cieeeeeeee… aku lulus mas. Makasi yah udah mau nyemangatin terus dan gak pernah bosen SMS kapan lulus dan gimana perkembangan skripsi. Jarak yang memisahkan gak membuat kamu lupa mas buat selalu support aku nyelesaiin skripsi. Oya, makasi juga buat kursus singkat pelatihan flash medianya mas.

16.Angelina Dirgarini Julia Nurlianti a.k.a mbak Ninik as my sister. Finally, I can solve all my problems, especially this, my task, my job, my responsibility, and of course my obsession to be a bachelor of psychology. Thank you very much sist, you always remember me when I’m down, feeling blue, support me of course, and all kindness you have. All laugh, tears, stories, fights, helps, that you gave me made me stronger and stronger and stronger.

17.”I’m lucky I’m in love with my best friend”, Sebastianus Yudhy Pratama. As a lover… as a friend… as a… as a… as a… =D

18.Sifra ”Ata” Embun Setyarisa, my sister and also friend. Makasi yah Ta, akhirnya skripsiku selesai juga. Semoga setragis dan seromantis novel kesayangan kita, ”Twilight”.

19.Pius Dian Widi Anggoro a. k. a mas Pius yang selalu aku repotin ama segala macam urusan komputer. Mas, makasih yah, gak ada mas Pius, skripsiku gak bakal sempurna deh. Maap, aku sering banget ngerepotin, nebeng komputer ma tempat buwat bobok kalo begadang, hahahahahaha…

(14)

xiv

banyak makasih banget buat mbak Diean yang selalu support aku siang malam.

21.My big sister in other place I know. Mbak Theodora ”Dewie” Ariyani Henriques, makasih banyak yah udah kasih masukan, saran, denger aku ngeluh, dan itu semua sangat cukup. Aku beruntung banget selalu curhat sama kamu mbak. Aku berhasil juga neh.

22.Sahabat kecilku Natalia Pradinasti Sudibjo yang setia menemani. Mbak Lia, aku lulus mbak. Akhirnya yah kita menyandang sarjana juga. Makasi yang paling banyak buat mbak Lia. I love you sist

23.Makasih untuk segala dukungan dan senyum dari Cahyu Astriwi. Cayu… makasih yah, walaupun baru setahun ini kita bareng, kamu dah banyak banget kasih aku support, gak mikir pas aku sehat atau sakit. Love u banget ya say… 24.The Charming of course, Verty Sary Pusparini. Tayank… aku bisa nyelesaiin

ini semua. Maaf kalo aku sering ngeluh, nangis, ngeluh, dan nangis lagi. Aku yakin Tuhan udah nempatin kita sedemikian rupa untuk ngejadiin skripsi kita sebaik ini. Makasi buat perhatian dan dukungan yang gak orang lain punya yah.

(15)

xv

26.Sahabat-sahabat yang kukenal di kenangan KKN 2006 kemaren: Nietha, Witrie, dan Riena. Makasih selalu dukung aku cepet lulus dan semoga kita bisa sukses bareng juga ya setelah jadi sarjana. Amiiiiiin…

27.Temen-temen asisten konselor USD yang hampir setiap saat kuceritain judul skripsiku, hehehehehehe… tapi kalian juga senang kan?? Yohanes Sumarjiyanto, Sebastianus Yudhy Pratama, Karen Diana Savitri, makasih yah udah mau dengerin sedikit soal skripsiku. Maria Pudyanti Ariani, kamu bikin aku senyum terus dan ngelupain betapa jenuhnya ngerjain skripsi. Mahadsih Worowiranti, yang bareng-bareng curhat soal jurnal gratisan. Ayo Wee semangat hunting download-an gratis, hehehe.. Aurelia Tyas Reneng Ayomi, buat sedih bareng dan akhirnya kita bisa lewatin juga kan yas. Verty Sari Pusparini, tayank… makasih yah nggak pernah bosen ngeliatin aku nangis plus semangat soal skripsi ini. Kamu T O P banget deh. Buat semuanya, maaf ya aku sering banget moody mendadak tapi kalian tetep jadi yang terbaik untuk menghadapi itu. Semangat!!!

28.Buat temen-temen asisten konselor part II. Benedictus Isworohadi, Blasius Yandu, Esti Wahyuningrum, Mahadsih Worowiranti, Yovita Ika, Karen Diana Savitri, dan Maria Pudyanti Ariani. Met berjuang buat konseling kita yah. Tetep semangat ngadepin keberagaman karakteristik klien yang kadang-kadang bikin kita bete dan tertawa terbahak-bahak, hehehehehehe…

(16)

xvi

inventori dan TAT yang sempet aku curhatin skripsi. Makasih buat kalian semua yah.

30.Temen-temen angkatan 2004 Fakultas Psikologi USD. Psikologi itu ternyata menyenangkan yah. Let start the new beginning after the last we’ve done together…

(17)

xvii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xvii

DAFTAR TABEL ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 10

(18)

xviii

A. Janda ... 11

1. Definisi Janda ... 11

2. Penyesuaian Hidup Janda ... 11

3. Stereotip Masyarakat ... 12

B. Hasrat Seksual ... 13

1. Definisi Hasrat Seksual ... 13

2. Bentuk-bentuk Hasrat Seksual ... 15

a. Motivasi seksual ... 15

1) Hormon ... 15

2) Kognisi ... 15

3) Hasil belajar ... 16

b. Fantasi seksual ... 16

c. Daya tarik seksual ... 19

1) Visual perception ... 19

2) Olfaction ... 19

3) Audition ... 19

d. Aktivitas seksual ... 20

1) Sexual outercourse ... 21

a) Kissing ... 21

b) Making out ... 21

c) Petting ... 22

d) Non-penetrative sexual ... 22

(19)

xix

a) Fingering ... 24

(1)Clitoral fingering ... 24

(2)Vaginal fingering ... 24

(3)Anal fingering ... 24

b) Handjob... 25

c) Anal masturbation ... 25

3) Sexual intercourse ... 26

a) Vaginal intercourse ... 26

b) Oral intercourse ... 27

c) Anal intercourse ... 28

3. Hormon Pembentuk Hasrat Seksual ... 29

a. Hormon reproduksi ... 29

b. Hipotalamus dan perilaku seksual ... 31

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasrat Seksual Perempuan ... 31

a. Usia ... 31

b. Hormon ... 33

c. Pre-Menstruasi Syndrom (PMS) ... 33

d. Penyakit ... 34

e. Obat-obatan ... 34

f. Relasi ... 35

g. Gaya hidup ... 36

(20)

xx

i. Perspektif sosial ... 37

j. Kematian anak ... 38

C. Hasrat Seksual Janda ... 38

1. Kehidupan pernikahan sebelumnya ... 38

2. Peran ganda dalam keluarga ... 40

3. Pasangan ... 40

4. Konstruksi sosial ... 41

BAB III. METODE PENELITIAN ... 43

A. Jenis Penelitian ... 43

B. Partisipan ... 43

C. Definisi Operasional Batasan Penelitian ... 44

1. Janda ... 45

2. Hasrat seksual ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

1. Wawancara ... 46

2. Observasi ... 52

E. Prosedur Penelitian ... 53

F. Teknik Analisis Data ... 53

1. Organisasi data ... 53

2. Koding ... 54

G. Keabsahan Data ... 56

1. Kredibilitas ... 56

(21)

xxi

3. Konfirmabilitas ... 57

BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ... 58

A. Persiapan Penelitian ... 58

1. Alat Pengumpulan Data ... 58

2. Partisipan ... 58

B. Pelaksaan Penelitian ... 60

1. Partisipan 1 (SV) ... 60

a. Wawancara 1 ... 60

b. Wawancara 2 ... 60

c. Wawancara 3 ... 61

d. Wawancara 4 ... 61

2. Partisipan 2 (HS) ... 61

a. Wawancara 1 ... 61

b. Wawancara 2 ... 61

c. Wawancara 3 ... 62

3. Partisipan 3 (YN) ... 62

a. Wawancara 1 ... 62

b. Wawancara 2 ... 62

C. Hasil Penelitian ... 63

1. Partisipan 1 ... 63

a. Identitas ... 63

b. Analisis data dan hasil penelitian ... 64

(22)

xxii

(23)

xxiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Persentase aktivitas seksual oral sex dan vaginal intercourse

berdasarkan golongan kulit dan orientasi seksual ... 27 Tabel 2.2. Persentase perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek-aspek

(24)

xxiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara 1 dan Koding Partisipan 1 (SV) ... 1 Lampiran 2. Hasil Wawancara 2 dan Koding Partisipan 1 (SV) ... 39 Lampiran 3. Hasil Wawancara 3 dan Koding Partisipan 1 (SV) ... 61 Lampiran 4. Hasil Wawancara 1 dan Koding Partisipan 2 (HS) ... 91 Lampiran 5. Hasil Wawancara 2 dan Koding Partisipan 2 (HS) ... 104 Lampiran 6. Hasil Wawancara 1 dan Koding Partisipan 3 (YN) ... 125

(25)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perempuan pada umumnya dalam tahap perkembangan akan mengalami masa dimana periode haid dan kemampuan melahirkan berhenti secara keseluruhan atau yang biasa dikenal dengan masa menopause. Bagi sebagian perempuan, masa menopause merupakan pengalaman positif dimana hilangnya perasaan khawatir tentang kehamilan dan bebas dari gangguan menstruasi (McKinlay & McKinlay, 1984 dalam Santrock, 1995). Akan tetapi, perempuan yang mengalami masa menopause merasa kehilangan kapasitas reproduksi, seksualitas, dan femininitas. Anggapan mengenai hilangnya femininitas atau kemampuan seksual yang terjadi ketika masa menopause

datang merupakan bentuk dari perasaan tertekan dan ketakutan sebagian perempuan akan rasa sakit secara fisik yang sangat besar.

(26)

masalah emosional dan stres memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kemampuan seksual pada perempuan.

Berdasarkan National Health and Social Life Survey (NHSLS) yang dilakukan oleh Laumann, Gagnon, Michael, & Michaels tahun 1994 pada 3.159 orang Amerika dengan rentang usia 18 sampai 59 tahun menghasilkan data dimana 79% respon terhadap masalah seksual meliputi (1) penurunan hasrat seksual, (2) kesulitan memunculkan hasrat seksual, (3) masalah pencapaian klimaks (ejakulasi), (4) kecemasan akan performansi seksual, (5) ejakulasi dini, (6) rasa sakit selama berhubungan seksual, (7) dan tidak terpenuhinya kenyamanan seksual (dalam buku Adult Psychopathology and Diagnosis Fifth Edition, 2007). Selain itu, berdasarkan National Probability Sample pada 987 perempuan Amerika yang berusia 20 sampai 65 tahun menghasilkan data, yaitu distress seksual berhubungan dengan penurunan kesehatan mental dimana kondisi kesehatan yang buruk memiliki kaitan dengan distress terhadap masalah seksualitas itu sendiri. Masalah-masalah seksual seperti masalah lubrikasi, rasa sakit genital, dan masalah orgasme memperlihatkan distress seksual. Pada usia dewasa madya, terjadi penurunan dalam melakukan aktivitas seksual namun tidak pada dorongan dan kebutuhan untuk melakukan aktivitas tersebut (Bancroft, Loftus, & Long, 2003).

(27)

hasrat seksual muncul sebagai suatu fakta biologi yang dibawa sejak lahir yang disertai dengan unsur motivasional. Pemikiran dan khayalan-khayalan yang muncul secara tidak sadar menunjukkan aspek motivasional dari pengalaman seksual dan hal tersebut merupakan gambaran tidak langsung dari hasrat seksual sendiri (Sherwin, 1988). Hasrat seksual yang timbul dalam diri individu mewakili harapan dan keinginan yang dimiliki individu tersebut.

Munculnya hasrat seksual pada perempuan dipengaruhi oleh hormon estrogen. Hormon estrogren harus memiliki jumlah yang tepat dalam memunculkan hasrat seksual dan jika tidak juga akan berpengaruh pada masalah kesehatan lainnya dalam tubuh. Hormon estrogen merupakan salah satu tipe dari estradiol yang diproduksi oleh kelenjar adrenalin dan indung telur (ovarium). Indung telur mengeluarkan lebih banyak hormon estrogen daripada produksi androgen yang akan menghasilkan hormon testosteron. Hormon estrogen tersebut bekerja dalam tubuh dan otak yang memunculkan hasrat seksual dan merespon stimulus seksual. Produksi hormon estrogen akan mengalami penurunan seiring bertambahnya usia. Pada usia dewasa madya hormon estrogen yang diproduksi tidak sebanyak pada usia dewasa awal sebelumnya. Berkurangnya produksi hormon estrogen pada perempuan akan mengakibatkan berkurangnya sensitivitas seksual dalam melakukan hubungan seksual.

(28)

mengakibatkan hilangnya hasrat seksual. Hasrat seksual menghilang secara perlahan seiring bertambahnya usia, namun dapat terjadi secara tiba-tiba ketika perempuan mengalami kehamilan, menyusui, penyakit, dan menjalani operasi. Selain itu kehilangan hasrat seksual lebih mengarah pada perubahan yang terjadi dalam tubuh manusia.

Dilaporkan bahwa dalam suatu penelitian pada individu berusia 40 sampai 70 tahun, hasrat seksual dan frekuensi dari pikiran-pikiran seksual dan mimpi-mimpi seksual berkurang sesuai bertambahnya usia. Dalam studi Schiavi (1999) mengenai kesehatan manusia berusia 45 sampai 74 tahun yang masih melakukan hubungan seksual secara rutin mengalami penurunan hasrat seksual ketika usia mereka meningkat. Ketika memasuki usia dewasa madya, perempuan akan mengalami masa menopause. Masa menopause dianggap sebagai penghalang terhadap pemenuhan kebutuhan seksual. Ketika

menopause datang, perempuan memiliki ketakutan hasrat seksual akan hilang sehingga menghalangi mereka untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan. Ketakutan akan rasa sakit, tidak dapat mencapai orgasme, ketidakmampuan memuaskan pasangan, dan ketidaknyamanan dalam berhubungan sering muncul ketika perempuan mulai memasuki masa

menopause.

(29)

yang mengontrol siklus sel-sel dalam tubuh namun tidak berpengaruh pada menurunnya aktivitas untuk melakukan hubungan seksual. Faktor utama yang memegang peranan penting dalam hubungan seksual adalah sikap terhadap hubungan seksual, kondisi kesehatan, dan status pernikahan. Kondisi psikis dan psikologis akan sangat berpengaruh terhadap berhasilnya hubungan seksual. Oleh karena itu, bertambahnya usia dan menopause seharusnya tidak menghalangi kenyamanan dalam hubungan seksual.

(30)

perempuan yang pernah memiliki kehidupan seksual. Perspekstif sosial yang menuntut janda untuk menunjukkan kesetiaan pada pasangan dan tanggung jawab terhadap anak membuat janda mempertimbangkan dan menghentikan aktivitas seksual walaupun mereka belum kehilangan hasrat seksual.

Perempuan dengan status janda berperan ganda sebagai ibu dan ayah. Dibanding pria berstatus duda, janda memiliki ketahanan hidup lebih tinggi tidak terbatas pada masalah seksual saja tetapi juga dalam kesetiaan terhadap pasangan dan rasa cinta kepada anak. Dalam perspektif sosial, status janda dituntut untuk memperlihatkan kesetiaannya terhadap pasangan dan pertimbangan dalam pengasuhan anak. Penilaian masyarakat lain juga menuntut terhadap tanggung jawab peran ganda dan meminimalkan kebutuhan seksual. Dapat dikatakan bahwa status janda dalam masyarakat pada saat ini lebih banyak mendapat pengaruh budaya dan dipandang melalui persepsi sosial.

(31)

waktu mereka dengan kewajiban-kewajiban terhadap anak, pekerjaan, dan relasi sosial dengan teman sebaya. Pada waktu itu juga, janda membangun suatu kehidupan sosial dengan semua orang dari segala jenis kelamin dan menjalin relasi dengan orang yang dapat diajak berkomunikasi secara terbuka dan saling membagikan pengalaman dari aktivitas-aktivitas mereka.

Fenomena yang banyak terjadi di masyarakat saat ini adalah bagaimana perempuan dengan status janda menghadapi kehidupan mereka sebagai seorang individu dan sebagai anggota masyakarat di lingkungannya. Perempuan dengan status janda menyadari bahwa status yang dimiliki akan mendapat perhatian dari masyarakat. Oleh karena itu, perempuan berstatus janda sangat menjaga sikap dan perilaku agar mendapat pandangan yang baik. Akan tetapi, ada pula perempuan berstatus janda yang merasa rugi terhadap pandangan negatif masyarakat yang mengatakan bahwa janda merupakan penggoda bagi para pria. Tidak semua perempuan yang berstatus janda dapat menerima status yang disandangnya tersebut.

(32)

sendiri untuk sementara waktu tanpa pasangan. Berdasarkan hasil survei, 40% perempuan berusia tua hidup sendiri dibandingkan dengan 16% pria berusia tua (AARP, 1997).

Menurut Masters et al. (1994), perempuan single termasuk janda memiliki minat yang rendah untuk melakukan hubungan seksual walaupun tersedia waktu yang diperlukan untuk aktivitas tersebut. Perempuan menggunakan mekanisme tersebut untuk menghindari frustrasi dan depresi karena tidak dapat melakukan hubungan seksual. Hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan subjektif hasrat seksual yang mendorong manusia untuk mencari pengalaman-pengalaman seksual. Ketidakhadiran pasangan mendorong perempuan single untuk menemukan pengalaman dari aktivitas seksual dalam bentuk lain.

(33)

mempertimbangkan dan menghentikan aktivitas seksual walaupun mereka masih memiliki hasrat seksual.

B. Perumusan Masalah

Pertanyaan penelitian mengenai Hasrat Seksual Janda Usia Produktif ini ingin melihat bagaimana hasrat seksual perempuan berstatus janda dalam kehidupan seksualnya. Penelitian ini mengarah pada hal apa saja yang membuat perempuan berstatus janda kehilangan hasrat seksual dan kemudian dalam bentuk seperti apa hasrat seksual tersebut muncul.

C. Tujuan Penelitian

(34)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian tentang Hasrat Seksual Janda Usia Produktif antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi dan kesehatan tentang hasrat seksual perempuan usia produktif, terutama perempuan dengan status janda.

2. Manfaat Praktis

(35)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Janda

1. Definisi Janda

Menurut definisi kamus besar Bahasa Indonesia, janda adalah perempuan yang tidak bersuami lagi, baik karena bercerai maupun karena ditinggal mati. Dalam Wikipedia (2008) janda merupakan status yang diberikan kepada perempuan yang tidak memiliki suami baik karena ditinggal meninggal atau bercerai. Aiken (1993) mendefinisikan sebagai masa dimana istri kehilangan suaminya karena kematian dan tidak menikah lagi.

Dapat disimpulkan perempuan janda mengandung pengertian status dan masa yang diberikan kepada perempuan yang tidak memiliki suami baik karena ditinggal meninggal maupun bercerai dan tidak menikah lagi.

2. Penyesuaian Hidup Janda

(36)

janda tersebut (Rux dalam Worchel dan Shebilske, 1989). Penyesuaian hidup tersebut meliputi kehidupan pribadi dan sosial. Menurut Glick (dalam Aiken, 1985), perempuan yang baru kehilangan pasangan cenderung melepaskan kehidupan sosial karena akan mengingatkan pada mantan pasangan. Selain aktivitas sosial, janda juga menghadapi masalah keuangan, kesepian, dan menangani tugas-tugas rumah seorang diri (Connides & Kalis dalam Aiken, 1993).

3. Stereotip Masyarakat

Menurut Adriana Ginanjar dalam Femina terdapat berbagai stereotip negatif bagi status janda, antara lain bahwa status janda dipandang sebagai barang bekas. Kedua, janda diasosiasikan dengan kegagalan atau masa lalu yang buruk apalagi bila status tersebut didapat karena proses perceraian. Kemudian, stereotip negatif lain menyebutkan bahwa janda merupakan status yang rentan membawa masalah. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh usia janda yang sudah matang, anak dan adanya anak. Pandangan negatif lain adalah janda dipandang sebagai perempuan penggoda terutama bagi para suami.

(37)

Perempuan dengan status janda baik karena kematian suami atau perceraian memiliki penyesuaian hidup baru dalam menghadapi tanggung jawab dan tugas yang baru pula. Akan tetapi tidak semua perempuan berstatus janda mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan janda yang baru tersebut. Dalam kehidupan sosial, kehidupan janda ikut dinilai berdasarkan stereotip masyarakat. Stereotip negatif memandang janda sebagai status yang buruk dalam masyarakat, di sisi lain pandangan bahwa janda memiliki kematangan secara emosional sehingga mampu menghadapi kehidupan rumah tangga seorang diri karena pengalaman pernikahan sebelumya.

B. Hasrat Seksual

1. Definisi Hasrat Seksual

(38)

emosional, meliputi harapan atau keinginan (Everaerd, 1988; Schreiner-Engel, Schiavi, White, & Ghizzani, 1989).

Selain itu, Freud mengatakan hasrat seksual sebagai fakta biologis, bawaan lahir, dan kekuatan motivasional. Kaplan (1979) menetapkan bahwa hasrat seksual adalah nafsu atau dorongan yang memotivasi manusia untuk menggunakannya di perilaku seksual. Menurut Heider (1958), hasrat adalah suatu motivasi tetap yang muncul dari dalam individu dan yang mewakili keinginan dan kemauan individu sendiri. Hasrat seksual dapat diartikan sebagai kekuatan atau motivasi yang mendorong individu untuk bereproduksi, untuk melakukan hubungan seksual, namun dapat mengakibatkan kebingungan dan konflik ketika hasrat seksual tidak didukung oleh keintiman dan kecocokan seksual. Selain itu, hasrat seksual merupakan kebutuhan untuk kelangsungan hidup yang mungkin memiliki konflik dengan hal lain di luar hasrat seksual (www.EnchantedVenus.com, 2008).

(39)

2. Bentuk-bentuk Hasrat Seksual

a. Motivasi seksual

Motivasi seksual memiliki pengertian keinginan, hasrat atau gerakan untuk memulai, secara langsung dan terus-menerus dalam perilaku seksual (Coon, 1997; Wood & Wood, 1996). Hasrat untuk mencapai kepuasan fisik merupakan faktor dalam motivasi seksual. Hasrat kepuasan fisik tersebut dipengaruhi oleh dua komponen, yaitu komponen fisiologis (sensasi fisik dari sentuhan) dan komponen fisiologis subjektif (Abramson & Pinkerton, 1995; Cofer, 1972; Hatfield & Rapson, 1993).

Motivasi seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1) Hormon

Perempuan dan laki-laki menghasilkan hormon estrogen, progesteron, dan androgen dimana perempuan lebih banyak menghasilkan hormon estrogen dan progesteron, sedangkan laki-laki menghasilkan hormon androgen (Hokanson, 1969; Leger, 1992). Pada laki-laki, tingkat hormon testosteron yang sedikit dibutuhkan untuk mempertahankan motivasi seksual. Akan tetapi, bila penurunannya melampaui batas maka akan mengakibatkan penurunan motivasi seksual (Leger, 1992).

2) Kognisi

(40)

tersebut. Selain itu, hambatan dalam hasrat sekual dapat mengakibatkan individu memiliki pandangan bahwa seksualitas adalah hal yang buruk (Kallat, 1996). Palace and Gorzalka (1992) memberikan hipotesis bahwa kognisi dan hasrat fisiologis merupakan aspek penting dalam menstimulus hasrat seksual. Pikiran manusia dalam memperhatikan stimulus seksual berdampak pada motivasi seksual yang berpengaruh pula pada hasrat seksual atau interpretasi perilaku sekual.

3) Hasil belajar

Manusia belajar untuk mengulangi perilaku yang dapat memberikan reward (termasuk perilaku seksual yang memberikan

reward paling besar) dan menghentikan perilaku yang memiliki hasil negatif. Oleh karena itu, perilaku seksual yang memberikan

reward akan meningkatkan motivasi seksual manusia (O'Donohue & Plaud, 1994).

Motivasi seksual merupakan keinginan, hasrat atau gerakan untuk memulai, secara langsung dan terus-menerus dalam perilaku seksual yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu hormon, kognisi, dan hasil belajar.

b. Fantasi seksual

(41)

- last modified on 29 February 2008/ 01:47). Menurut dr. Andik Wijaya, Mred. Med (dalam Femina, 2006) fantasi seksual adalah rangkaian aktivitas otak yang dipengaruhi oleh hormon endokrin (hormon reproduksi), data yang terekam dalam memori otak, dan tindakan sadar individu dalam menciptakan suatu gambar, suasana, atau aktivitas seksual tertentu.

Fantasi seksual terjadi pada setiap individu dan setiap waktu, akan tetapi secara umum terjadi pada saat melamun (Wilson, 1978). Untuk berfantasi seksual, otak harus dalam keadaan off dari semua kegiatan sadar atau rileks. Berkaitan dengan aktivitas otak, fantasi seksual merupakan isyarat bagi otak dalam menimbulkan mood dan minat untuk aktivitas seksual (www.wikipedia.com - last modified on February 29, 2008/ 01:47).

Fantasi seksual dapat dilakukan untuk menghilangkan kebosanan dan ekplorasi seksual bagi individu. Dalam hubungan seksual, perempuan sering mengimajinasikan orang lain yang bukan pasangan mereka untuk mencapai orgasme dan mendapat kepuasan seksual. Hal tersebut merupakan hal yang normal karena individu tidak dapat mengontrol hasrat seksual yang muncul (www.EchantedVenus.com, 2008).

(42)

Fantasi seksual digunakan untuk merencanakan hubungan seksual yang akan dilakukan (Wilson, 1978). Fantasi seksual dapat membuat individu lebih kreatif dalam memberikan kepuasan dan bersikap atraktif saat berhubungan seksual (dr. Charles E. Damping, Sp. KJ dalam Femina, 2006). Menurut Fisher (1989) fantasi seksual dapat memberikan kebebasan dalam melakukan berbagai aktivitas yang dapat memberikan kepuasan seksual. Beberapa pasangan saling membagikan fantasi mereka sehingga menciptakan hubungan yang lebih dekat dan menambah keintiman serta kepercayaan, atau memberikan respon fisik yang lebih besar (Scott, 1994).

Fantasi seksual digunakan untuk membebaskan individu dari pengekangan kehidupan seksual di luar norma masyarakat, kekuasaan, perasaan berdosa, dan bersalah (Scott, 1994). Akan tetapi, fantasi seksual dipercaya dan mendapat respon dari masyarakat dahulu sebagai hal yang masih tabu (Henning Leitenberg, 1995). Fantasi seksual dipandang sebagai kejahatan atau dosa dan pikiran mengerikan yang direncanakan ke dalam ingatan. Oleh karena itu, secara umum fantasi seksual hanya dibagikan pada teman dekat, significant other, atau kelompok orang dimana individu tersebut mendapatkan kenyamanan. (Rathus, Nevid, Fichner-Rathus, Herold, McKenzie, 2005).

(43)

seksual yang muncul dalam hubungan seksual mereka. Hal tersebut terjadi karena seksualitas merupakan masalah yang tidak secara eksplisit dibicarakan dan dipengaruhi oleh peran gender sehingga diakui oleh perempuan merupakan hal yang tabu (Leintenberg, Henning, 1995). Sebagian individu masih merasa malu dan bersalah terhadap fantasi seksual mereka sehingga memudahkan kemunduran kualitas kehidupan seksual dan hubungan yang tidak bahagia dengan pasangan (Scott, 1994).

c. Daya tarik seksual

Daya tarik seksual adalah salah satu bentuk daya tarik pada anggota spesies yang sama berkaitan dengan masalah seksual atau aktivitas erotis (www.wikipedia.com/wiki/sexualattraction - last modified on March 15, 2008/ 14:57). Daya tarik seksual berbeda-beda pada tiap budaya dan daerah yang dipengaruhi oleh masing-masing sub-budaya dan individu.

Daya tarik seksual pada manusia dipengaruhi oleh daya tarik fisik, yaitu:

1) Visual perception yaitu bagaimana individu melihat dan berperilaku.

2) Olfaction yaitu bagaimana individu mencium bau baik yang alami atau buatan.

(44)

Otak manusia menjadi sangat peka terhadap stimulus yang menarik. Sama halnya dengan daya tarik seksual dimana otak berkerja dalam menanggapi stimulus yang dapat membangkitkan hasrat seksual. (Webber & Delvin, 2006).

Dapat disimpulkan daya tarik seksual mengandung pengertian daya tarik pada anggota spesies yang sama berkaitan dengan masalah seksual atau aktivitas erotis yang dipengaruhi oleh daya tarik fisik, yaitu visual perception, oflaction, dan audition. Daya tarik seksual memiliki bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan individu, budaya, dan daerah dimana individu tinggal.

d. Aktivitas seksual

Berdasarkan data National Health and Social Life Survey

(NHSLS), perempuan memiliki frekuensi rata-rata dalam melakukan berbagai tipe aktivitas seksual sebanyak enam kali per bulan (Laumann et al., 1994). Frekuensi terbesar ditunjukkan dengan 36% (kurang dari satu kali dalam sebulan) atau dua sampai tiga kali seminggu (30%) dan hanya 7% dilaporkan empat kali atau lebih dalam seminggu. Frekuensi hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan suami-istri atau pasangan yang tinggal bersama menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan perempuan yang tidak hidup bersama pasangan.

(45)

heteroseksual dalam melakukan aktivitas seksual. Hasil tersebut dipengaruhi bahwa aktivitas seksual genital bukan merupakan hal yang lebih penting dari aspek emosional, yaitu keintiman pada perempuan homoseksual (Hurlbert & Apt, 1993). Selain itu, Blumstein & Schwartz (1983) menambahkan bahwa pandangan tentang hubungan seksual (penetrasi) meminoritaskan golongan homoseksual sebagai subjek yang melakukan aktivitas seksual. Akan tetapi, penelitian lain menemukan bahwa perempuan homoseksual memiliki frekuensi yang lebih tinggi, lebih responsif secara seksual, dan lebih puas dibanding dengan perempuan heteroseksual dalam melakukan hubungan seksual (Coleman et al., 1983).

1) Sexual outercourse 1) Kissing

Kissing memiliki pengertian sentuhan bibir pada suatu objek, biasanya sebagai bentuk ekspresi afeksi atau untuk menunjukkan rasa hormat, dan ekspresi romantis atau hasrat seksual. Dalam aktivitas seksual, kissing digunakan untuk mencium bagian-bagian tubuh selama foreplay

(www.wikipedia.com/wiki/sexualacivity - last modified on March 17, 2008).

2) Making out

(46)

foreplay play, sampai sexual intercourse (Lief, 1975; Bolin, 1999; Crownover, 2005).

3) Petting

Petting memiliki pengertian memberikan stimulus pada organ seks atau payudara, biasanya menggunakan tangan atau mulut. Petting dapat digunakan sebagai foreplay sebelum

intercourse dimana tubuh dan alat kelamin siap melakukan penetrasi. Selain itu, petting berguna bagi pasangan yang ingin mengekspresikan emosi dan seks yang bebas, namun tidak menginginkan intercourse (www.NetDoctor.co.uk - last update August, 25 2005).

Petting memiliki risiko kecil akan terjadinya infeksi dibandingkan dengan intercourse. Risiko yang dapat terjadi dari aktivitas ini antara lain herpes (diberikan secara oral sex

oleh individu yang memiliki luka pada bibir) dan gonorrhoea.

4) Non-penetrative sexual

Non-penetrative sexual dikenal dengan outercourse

atau dry sex, suatu bentuk aktivitas seksual tanpa melibatkan vagina, anal, dan penetrasi oral, tidak seperti intercourse. Dalam aktivitas seksual ini tidak melibatkan pertukaran cairan tubuh dan sering dijadikan sebagai seks yang aman dan untuk mengontrol kehamilan. Non-penetrative sexual dapat dijadikan

(47)

(www.wikipedia.com/wiki/sexualactivity - last modified on March 15, 2008/ 21:54).

Sexual outercourse merupakan aktivitas yang tidak melibatkan aktivitas intercourse yang terdiri dari beberapa bentuk, seperti kissing, making out, petting, dan non-penetrative sexual. 2) Masturbasi

Masturbasi secara sosial menimbulkan stigma sendiri dan menjadi topik seksual yang paling sensitif (Laumann et al., 1994). Bertentangan dengan kepercayaan bahwa masturbasi merupakan aktivitas seksual yang dipilih oleh individu yang tidak memiliki pasangan, data NHSLS (National Health and Social Life Survey) mengindikasikan aktivitas seksual ini sebenarnya merupakan bagian gaya hidup dari subjek seksual aktif. Masturbasi dilaporkan memiliki frekuensi yang tinggi dari perempuan yang hidup bersama pasangan.

(48)

Barbach (1993) mengatakan masturbasi memiliki keuntungan bagi kehidupan perempuan, antara lain dapat mempelajari tubuh dan bagaimana dapat meningkatkan orgasme. Masturbasi dengan orgasme dapat mengurangi kejang saat menstruasi dengan cepat dan efektif. Bagi perempuan yang berusia matang, masturbasi memiliki keuntungan tambahan, yaitu menjaga vagina tetap sehat dengan mempertahankan proses lubrikasi.

1) Fingering

Berdasarkan definisi dari www.wikipedia.com (2008), fingering adalah aktivitas seksual masturbasi yang menggunakan tangan untuk memberi stimulus pada klitoris, vagina, atau anus. Fingering dibedakan menjadi tiga macam aktivitas, yaitu:

(1)Clitoral fingering, yaitu memijat bagian vulva dan klitoris untuk mencapi orgasme.

(2)Vaginal fingering dapat digunakan sebagai foreplay atau bagian dari permulaan aktivitas seksual lain. Aktivitas seksual ini dapat memberikan kepuasan seksual pada pasangan ketika intercourse tidak bisa dilakukan. Vaginal fingering digunakan untuk menstimulus G-spot pada perempuan sehingga mencapi orgame.

(49)

fingering merupakan cara yang efektif untuk menstimulus kelenjar prostat pada pria dan G-spot pada perempuan.

2) Handjob

Handjob adalah istilah yang digunakan sebagai stimulus seksual pada penis dengan menggunakan tangan atau jari.

Handjob merupakan salah satu bentuk non-penetrative sex, tidak terjadi pertukaran cairan tubuh sehingga aman sebagai aktivitas seksual (Zajdow, 2000). Handjob yang tidak digabungkan dengan intercourse tidak selalu diakhiri dengan ejakulasi atau orgasme. Aktivitas seksual ini memberikan kepuasan seksual pada pasangan ketika intercourse tidak dapat dilakukan.

3) Anal masturbation

Anal masturbation adalah aktivitas seksual yang memfokuskan pada area anal. Aktivitas seksual ini biasanya menggunakan jari tangan atau sex toys, seperti butt plug atau

anal bead. Anal masturbation memberikan kepuasan seksual karena anus memiliki syarat-syaraf sensitif. Bagi perempuan, memasukkan suatu objek ke dalam anus secara tidak langsung dapat memberi stimulus pada vagina (www.wikipedia.com/wiki/masturbation - last modified on March 7, 2008/ 20:02).

(50)

fingering, handjob, dan anal masturbation. Bagi perempuan, masturbasi memiliki keuntungan antara lain perempuan dapat mempelajari tubuh sehingga dapat meningkatkan orgasme dan mempertahankan lubrikasi. Selain itu, masturbasi juga merupakan aktivitas seksual yang aman karena tidak terjadi pertukaran cairan tubuh antara perempuan dan pria.

3) Sexual intercourse

Menurut pengertian secara biologi, sexual intercourse

merupakan aktivitas organ seksual laki-laki masuk ke dalam organ seksual perempuan atau biasa disebut dengan kopulasi atau koitus.

Intercourse dipandang sebagai kontak seksual antara perempuan dan laki-laki (www.healthdiscovery.com/ retrieved on January 12, 2008/ 17 Maret 2008). Sexual intercourse memerlukan foreplay

sehingga proses lubrikasi terjadi sehingga penetrasi tidak menyebabkan rasa sakit pada vagina. Frekuensi dari sexual intercourse berjarak 0 (tidak melakukan aktivitas) sampai 15 atau 20 kali dalam seminggu.

1) Vaginal intercourse

Vaginal intercourse merupakan bentuk praktek seksual yang paling menarik bagi perempuan. Berdasarkan data

National Health and Social Life Survey (NHSLS) tahun 1994 disebutkan bahwa hampir 80% partisipan perempuan menilai

(51)

18% lainnya mengindikasikan bahwa akivitas tersebut tidak terlalu menarik.

Secara umum frekuensi dari vaginal intercourse

menurun berdasarkan usia, namun hal tersebut tidak semata-mata disebabkan usia namun juga berkaitan dengan kualitas hubungan antarpasangan (Hawton, Gath & Day, 1994).

2) Oral intercourse

Oral sex atau yang disebut sebagai oral-genital sex

merupakan aktivitas seksual mulut pada organ seksual (baik pria maupun perempuan). Oral sex digunakan sebagai salah satu aktivitas seksual, namun dapat dilakukan bersama dengan

vaginal intercourse. Berdasarkan survei yang dilakukan

National Health and Social Life Survey (NHSLS) oleh Laumann et al. (1994) tingkat penggunaan oral sex dan vaginal intercourse pada perempuan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1.

Persentase aktivitas seksual oral sex dan vaginal intercourse berdasarkan golongan kulit dan orientasi seksual.

Aktivitas seksual Golongan

Oral sex Oral sex dan vaginal intercourse

Kulit putih 75% 79%

Hispanic American 64% 60%

African American 34% 49%

(52)

3) Anal intercourse

Anal intercourse adalah aktivitas seksual yang melibatkan organ seksual laki-laki (penis) dan anal perempuan. Data National Health and Social Life Survey (NHSLS) menunjukkan 20% perempuan melakukan anal sex dalam kehidupan seksualnya, namun hanya 9% selama beberapa tahun terakhir saja (Laumann et al., 1994). Penelitian yang dilakukan Hurlbert, Apt, & Rabehl (1993) menemukan bahwa

anal sex sebagai aktivitas seksual yang paling sedikit memberikan kepuasan bagi perempuan.

Sexual intercourse memiliki pengertian sebagai aktivitas seksual yang melibatkan organ seks laki-laki masuk ke dalam organ seks perempuan atau yang disebut dengan kopulasi atau koitus. Sexual intercourse dibagi menjadi beberapa bentuk aktivitas seksual seperti vaginal intercourse, oral intercourse, dan

anal intercourse. Aktivitas seksual ini memiliki frekuensi penggunaan yang berbeda-beda dan dapat digunakan sebagai

foreplay dalam hubungan seksual.

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas seksual memiliki berbagai bentuk dan frekuensi penggunaan yang berbeda-beda bagi setiap individu. Aktivitas seksual dibagi menjadi tiga bentuk antara lain

(53)

seks tanpa pasangan; dan sexual intercourse, yaitu aktivitas seksual yang melibatkan organ seks laki-laki dan perempuan.

3. Hormon Pembentuk Hasrat Seksual

a. Hormon reproduksi

Pada awal masa pubertas, tubuh menghasilkan hormon testosteron dan memberi perintah kepada individu untuk mencari pasangan yang dapat memberikan keturunan. Kelenjar adrenalin dan indung telur memproduksi lima tipe hormon, dua di antaranya adalah hormon estrogen (hormon pada perempuan) dan hormon androgen (hormon pada laki-laki). Perempuan memiliki hormon estrogen lebih banyak dibanding hormon androgen dimana indung telur dan kelenjar adrenalin menghasilkan setengah dari total jumlah hormon androgen dalam tubuh.

Setelah indung telur dan kelenjar adrenalin memproduksi hormon testosteron, banyak di antaranya diikat oleh protein yang disebut sex hormone binding globulin (SHBG) dan hanya satu sampai dua persen dari total produksi hormon tersebut dianggap sebagai ”testosteron bebas” yang memberikan efek pada fungsi seksual dalam tubuh. Hormon estrogen meningkatkan produksi SHBG dan kemudian hanya menghasilkan sedikit ”testosteron bebas” dalam tubuh sehingga pada akhirnya menjadi anti-testosteron.

(54)

pembebasan hormon progesteron yang berperan sebagai sel telur secara mendadak. Pembebasan hormon estrogen dan progesteron tersebut merupakan awal dari fase estrus, periode dimana 12 sampai 18 jam selama masa subur perempuan dan daya tarik seksual (Pinel, 1997).

Hormon estrogen menurun sangat tajam setelah fase ovulasi dimana dicatat sebagai peningkatan hasrat pada pertengahan siklus ketika perempuan dalam keadaan sangat subur, dan tingkat hormon estrogen sangat rendah selama masa menstruasi. Siklus tersebut dapat menjelaskan mengapa perempuan mengalami peningkatan hasrat seksual ketika dalam keadaan subur.

Penurunan produksi hormon estrogen berkaitan dengan perubahan vagina dimana dapat menyebabkan rasa sakit saat

intercourse, perubahan sensitivitas sentuhan sehingga orgasme lebih jarang terjadi atau rasa sakit, dan masalah-masalah lain seperti hot flases atau kehilangan waktu tidur yang dapat mempengaruhi minat seksual (Barbach, 1993; Freedman & Nolan, 1995).

(55)

b. Hipotalamus dan perilaku seksual

Ketika tubuh merasa siap untuk beraktivitas seksual dan bereproduksi, hormon menyampaikan pada otak tentang hasrat seksual yang muncul tersebut sehingga membuat individu memiliki fantasi tentang seks. Sebaliknya, kondisi otak yang tidak siap dalam memproses stimulus seksual membuat individu tidak dapat mengalami kepuasan seksual. Selain untuk merespon stimulus seksual, otak juga mengontrol pengeluaran unsur-unsur kimia dalam menghasilkan orgasme. Jika unsur kimia dan hormon dalam tubuh tidak tersedia, pikiran dan mental tidak cukup memberi tanda pada tubuh untuk aktivitas dan kepuasan seksual (www.EnchantedVenus.com, 2008).

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasrat Seksual Perempuan

a. Usia

(56)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mansfield et al. (1998) dilaporkan bahwa perempuan tidak mengalami perubahan dalam respon seksual selama pertengahan usia dewasanya, sebaliknya terjadi perubahan positif yang cukup besar. Enam puluh persen perempuan menikah melaporkan tidak mengalami perubahan pada respon seksual. Selain itu, 26% perempuan merasa menikmati hubungan seksual dengan pasangan. Sembilan belas persen mengalami orgasme dengan mudah dan 15% memiliki frekuensi tinggi dalam hasrat seksualnya.

Penelitian lain menghasilkan data dimana 35% perempuan yang telah menopause mengalami hasrat yang tinggi selama aktivitas seksual dan 3% memiliki frekuensi orgasme yang lebih banyak (Baber, 1998). Selain itu, dalam penelitian Bellerose & Binik’s (1993) diketahui perempuan di pertengahan usia dewasanya mengalami perubahan seksual yang positif dimana mereka lebih merasa nyaman dan percaya diri, menikmati kehidupan, dan merasa lebih dekat dengan pasangan.

Perbandingan perubahan positif dan negatif dalam kehidupan seksualitas perempuan di pertengahan usia dewasa dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2.2.

Persentase perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek-aspek seksual.

Aspek seksual Perubahan positif Perubahan negatif

Hasrat seksual 29% 25%

Orgasme 32% 18%

Keseluruhan fisik 39% 7%

(57)

b. Hormon

Hasrat seksual dipengaruhi oleh hormon androgen pada laki-laki dan hormon estrogen pada perempuan (American College of Obstetricians and Gynecologists, 2000). Dalam tingkatan usia, terdapat banyak perubahan dalam produksi dan fungsi hormon seksual (Morley, 2003). Pada usia dewasa madya, perempuan mengalami masa

menopause dimana terjadi pengurangan produksi hormon estrogen sehingga hasrat seksual berkurang(Sherwin, 1992).

Menurut Morokoff (1988) seksualitas pada pertengahan usia dewasa ditandai dengan masa menopause dan perubahan pada hormon menjadi penyebab penurunan minat, aktivitas, dan respon seksual. Perempuan yang telah mengalami masa menopause mengalami penurunan hasrat, hilangnya kemampuan lubrikasi, frekuensi aktivitas yang kurang, dan sedikit orgasme (Baber, 1998; Barbach, 1993; Cole, 1988; Leiblum, 1990; Mansfiekd, Kock, & Voda; in press; Mansfield, Voda, & Koch, 1995; Morokoff, 1988; Sterk-Elifson, 1994).

c. Pre-Menstruasi Syndrom (PMS)

(58)

perempuan. Perempuan yang berada dalam kondisi tidak stabil selama masa PMS sehingga hal tersebut sangat mengganggu dan menghilangkan hasrat seksual (Webber & Delvin, 2008).

d. Penyakit

Penyakit kronik, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes,

arthritis, dan kanker, memiliki efek negatif pada fungsi dan respon seksual (Maurice, 1999; Schiavi, 1999). Penyakit kardiovaslular, seperti infark miokardium, hipertensi, dan ketidakcukupan vaskuler

peripheral (atherosclerosis), biasanya berhubungan dengan masalah respon seksual (Schiavi, 1999). Diabetes mellitus yang memiliki efek vaskular pada pembuluh darah merupakan satu dari gangguan yang berhubungan dengan masalah seksual dalam usia dewasa (Masters et al., 1994; Schiavi, 1999).

e. Obat-obatan

Obat-obatan dapat memegang peranan penting terhadap respon fisik dalam mengalami hasrat seksual dan orgasme. Obat-obatan seperti nitric oxide dan cyclic quanosine monophosphate (cGMP) merupakan dua obat penting untuk membangkitkan hasrat seksual.

(59)

Obat yang digunakan untuk menghilangkan gangguan psikiatrik juga dapat menyebabkan efek samping pada seksualitas. Obat-obatan antipsychotic, tricyclic antidepressants, penghambat

monoamino-oxidase (MAO), dan obat sedatif dapat mengurangi tingkat hasrat seksual (Schiavi, 1999; Segraves, 1989).

Pada laki-laki, viagra digunakan untuk menangani disfungsi ereksi atau berkurangnya kemampuan untuk ereksi. Selain untuk disfungsi ereksi pada laki-laki, viagra telah diujicobakan pada perempuan yang sangat membantu perubahan fisik pada organ-organ seks. Viagra dapat membantu perempuan mengalami hasrat seksual, namun tidak untuk mencapai orgasme. Dilaporkan bahwa beberapa perempuan yang menggunakan viagra, obat-obatan tersebut meningkatkan lubrikasi vaginal dan menambah jaringan di sekitar vulva (www.EnchantedVenus.com, 2008).

f. Relasi

(60)

Peran pasangan memberikan perhatian dalam suatu hubungan dapat meningkatkan kepuasan seksual. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gibson (1992) pada sejumlah perempuan yang menginginkan kepuasan seksual dari pasangan didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 2.3.

Persentase kepuasan seksual dengan pasangan.

Kepuasan seksual Dialami dalam hubungan seksual

Peran pasangan dalam kepuasan seksual

Foreplay 58% 65%

Afterplay 14%

Orgasme 16% 4%

Lain-lain (kesenangan dan

kepuasan psikologis). 11% 5%

g. Gaya hidup

Menurut Webber & Delvin (2006) gaya hidup yang buruk akan mempengaruhi dorongan seksual pada perempuan, seperti kelelahan,

stress, dan makan yang tidak teratur.

h. Kelahiran bayi

Perempuan akan menghentikan aktivitas penetrasi dan kekurangan hasrat seksual setelah melahirkan sampai menjalani

(61)

perempuan cenderung percaya bahwa kehilangan hasrat seksual merupakan bagian dari rasa sakit yang muncul. Selain itu, kelahiran bayi membuat perempuan menjadi lebih memperhatikan bayinya sehingga terkesan tidak memiliki waktu untuk pasangan, terutama masalah seksual.

i. Perspektif sosial

Sebagian besar individu menikmati beberapa aktivitas seksual, akan tetapi masyarakat memiliki definisi sendiri terhadap aktivitas seksual sebagai hal yang tidak pantas (orang yang salah, aktivitas yang salah, tempat yang salah, waktu yang salah, dan sebagainya). Beberapa individu menikmati aktivitas seksual yang berbeda-beda, sementara individu lain menghindari aktivitas seksual sama sekali demi kepentingan agama atau alasan-alasan lain. Beberapa masyarakat memandang seksualitas sebagai hal yang pantas hanya pada kehidupan pernikahan (www.wikipedia.com/sexualnorm - last modified on February 29, 2008/ 01:47).

(62)

j. Kematian anak

Kematian anak membuat perempuan merasa memiliki dorongan seksual yang rendah atau menghilang sama sekali, namun hal tersebut wajar karena perasaan kehilangan merupakan hal alami (Webber & Delvin, 2006).

Dapat disimpulkan bahwa hasrat seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia, hormon, pre-menstruasi syndrome (PMS), penyakit, obat-obatan, pengaruh relasi, gaya hidup, kelahiran bayi, kematian anak, dan perspektif sosial.

C. Hasrat Seksual Janda

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasrat seksual janda, antara lain: 1. Kehidupan pernikahan sebelumnya

Kepuasan pernikahan dilihat dari jumlah waktu yang dihabiskan bersama, komunikasi, aktivitas seksual, penyesuaian masalah finansial dan kesamaan minat, gaya hidup, dan temperamen.

(63)

Perempuan yang merasa puas terhadap pernikahannya memiliki keuntungan kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan yang tidak puas dalam pernikahannya. Sebaliknya, kualitas pernikahan yang buruk berhubungan dengan masalah depresi, permusuhan dan kemarahan, dan segala faktor-faktor risiko penyakit serangan jantung.

Hal-hal di atas berdasarkan penelitian di San Diego State University dan University of Pittsburgh dimana membandingkan risiko penyakit kardiovaskular dan trajectory pada perempuan yang menikah atau tinggal dengan pasangan yang memiliki kepuasan tinggi terhadap hubungannya dengan beberapa perempuan yang cukup bahkan kurang puas dalam hubungannya dan beberapa perempuan berstatus single, bercerai, dan janda (Linda C. Gallo, San Diego State University, Wendy M. Troxel, University of Pittsburgh, Karen A. Matthews, University of Pittsburgh School of Medicine and Lewis H. Kuller, University of Pittsburgh; Health Psychology, Vol. 22, No. 5., September 2003).

(64)

College; Session 4072, 9:00 - 9:50 AM, Saturday, July 31, Hawaii Convention Center, Level 1 – Exhibit Hall, Kamehameha Exhibit Hall).

2. Peran ganda dalam keluarga

Menurut Aiken (1993) janda yang memiliki anak akan memegang peran ganda sebagai ibu dan ayah. Mereka cenderung menutup diri dengan lingkungannya, termasuk hubungan sosial dengan masyarakat. Peran yang dipegang dalam rumah tangga membuat janda lebih memfokuskan diri dalam memperhatikan dan merawat anak.

3. Pasangan

Penyesuaian perkawinan memiliki hubungan positif yang kuat dengan beberapa faktor, antara lain kepuasan aktivitas seksual dengan pasangan, persepsi terhadap kesenangan, dan kenikmatan. Mansfield et al. (1995) menemukan perbedaan yang signifikan antara perempuan menikah dan berstatus single (termasuk janda) yang diperlihatkan melalui penurunan minat dan kenikmatan seksual. Ditemukan bahwa perempuan

single yang tidak memiliki pasangan akan menghentikan aktivitas seksual mereka.

(65)

4. Konstruksi sosial

Dalam masyarakat di budaya patriarkis, masalah seksualitas merupakan masalah yang tabu untuk dibicarakan. Selain itu, perempuan banyak mendapat perhatian terhadap masalah seksualnya dibanding pada laki-laki. Mayarakat lebih memandang positif perempuan single yang dapat mempertahankan keperawanan daripada perempuan yang sudah tidak virgin, namun tidak pada laki-laki.

Selain itu, masyarakat meyakini bahwa seksualitas di luar pernikahan yang sah adalah dosa dan melanggar norma. Pentabuan masalah seks tersebut juga berdampak pada status janda. Menurut Miranyala (dalam artikel Nemesis: Janda whatever, Oktober 2007) menyebutkan bahwa status janda dianggap sebagai status yang berbahaya dan ancaman bagi kelangsungan hidup bermasyarakat sehingga para istri harus melindungi suami.

(66)
(67)

43 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap satu objek yang diteliti melalui data sample dan populasi degan melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku secara umum (Sugiyono, 2000). Penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh (Bogdan & Taylor, 1975 dalam Moleong, 2001). Penelitian ini ingin melihat bagaimana hasrat seksual janda di kehidupan seksualnya dan apakah perempuan berstatus janda yang tidak melakukan aktivitas seksual akan kehilangan hasrat seksual dan dalam bentuk seperti apa hasrat seksual tersebut muncul.

B. Partisipan

(68)

Pemilihan pasrtisipan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Perempuan usia produktif. Alasan bahwa di usia produktif, hormon

estrogen yang berpengaruh pada hasrat seksual perempuan belum mengalami penurunan.

2. Berstatus janda akibat kematian suami atau perceraian. Alasan bahwa perempuan yang mendapat status janda akibat kematian suami atau perceraian memiliki perbedaan dalam penyesuaian hidup termasuk penyesuaian dalam kehidupan seksual.

3. Tidak menjalani pernikahan lagi dengan orang lain. Alasan bahwa status

single membuat perempuan menjadi subyek seksual pasif sehingga kemungkinan aktivitas masturbasi menjadi fokus dalam kehidupan seksual. Selain itu, terdapat perbedaan antara perempuan yang memiliki pasangan dan tidak dimana perempuan berstatus single akan menghentikan aktivitas seksual mereka (Michael et al., 1994; Mansfield et al., 1995).

C. Definisi Operasional Batasan Penelitian

(69)

Batasan-batasan area dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Janda

Janda memiliki definisi sebagai status dan masa yang diberikan kepada perempuan yang tidak memiliki suami baik karena kematian maupun bercerai dan tidak menjalani kehidupan pernikahan lagi.

2. Hasrat seksual

Hasrat seksual didefinisikan sebagai motivasi dan kekuatan yang dibawa sejak lahir yang ditimbulkan dari aktivitas serebral dan sensasi fisik yang menyenangkan meliputi insting, dorongan, kebutuhan, keingingan, nafsu, harapan, atau kemauan untuk digunakan dalam perilaku seksual yang melibatkan pengalaman kognitif dan emosional.

Hasrat seksual dibagi dalam empat bentuk, yaitu:

a. Motivasi seksual adalah keinginan, hasrat atau gerakan untuk memulai secara langsung dan terus-menerus dalam perilaku seksual yang dipengaruhi oleh hormon, kognisi, hasil belajar, dan budaya.

b. Fantasi seksual adalah rangkaian aktivitas otak yang dipengaruhi oleh hormon endokrin untuk menciptakan dan meningkatkan hal-hal erotis. c. Daya tarik seksual adalah daya tarik pada anggota spesies sama

berkaitan dengan masalah seksual yang dipengaruhi oleh daya tarik fisik.

(70)

1) Sexual outercourse adalah aktivitas seksual yang tidak melibatkan aktivitas intercourse yang terdiri dari beberapa bentuk antara lain

kissing, making out, petting, dan non-penetrative sexual.

2) Masturbasi adalah memberikan stimulus seksual pada organ seksual yang dilakukan sendiri atau menggunakan alat tanpa melibatkan pasangan sehingga mencapai orgasme yang dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu fingering, hanjob, dan anal masturbation.

3) Sexual intercourse adalah aktivitas organ seksual laki-laki masuk ke dalam organ seksual perempuan atau biasa disebut dengan kopulasi atau koitus yang terdiri dari vaginal intercourse, oral intercourse, dan anal intercourse.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Wawancara

(71)

yang dimaksud. Selain itu, interviewer dapat menyesuaikan dengan keadaan interviewee karena dalam metode ini terdapat hubungan antara

interviewer dan interviewee. Hubungan yang baik akan dapat memberi kemudahan untuk mendapatkan bahan-bahan penelitian, namun sebaliknya jika tidak akan menghambat proses penelitian (Walgito, 2003). Pertanyaan-pertanyaan tentang hasrat seksual akan dibuat dalam interview guide (tabel 4.2.) dan data yang diperoleh berupa catatan hasil wawancara dan hasil rekaman.

Wawancara dilakukan secara semi terstruktur (semistructure interview) dilakukan dengan cara membuat pedoman wawancara yang harus ditanyakan tanpa menentukan urutan pertanyaan. Teknik ini bertujuan agar pertanyaan yang diajukan peneliti tidak keluar konteks penelitian pada saat melakukan proses wawancara, namun selalu terbuka terhadap munculnya kesempatan untuk melakukan improvisasi saat wawancara berlangsung dan disesuaikan dengan situasi partisipan saat menceritakan pengalaman (Basuki, 2006). Selain itu, pedoman wawancara digunakan sebagai daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan, topik penelitian dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman wawancara, peneliti harus memikirkan bagaimana pertanyaan dijabarkan secara konkret dalam kalimat tanya sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara (Poerwandari, 2005).

(72)

proses wawancara. Partisipan mendapatkan kebebasan dan kesempatan untuk mengeluarkan pikiran, pandangan, dan perasaan tanpa merasa diatur oleh peneliti (Basuki, 2006). Hasil penelitian dengan metode ini berupa penggambaran topik penelitian dalam bentuk cerita-cerita yang sifatnya pribadi dan individual.

Informasi yang ingin digali dari partisipan dengan menggunakan panduan wawancara, yaitu mengenai:

a. Identitas partisipan, meliputi: nama (disamarkan), usia, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, lokasi tempat tinggal, akibat janda (kematian suami atau perceraian), lama menjanda, dan jumlah anak.

(73)

Panduan Wawancara

Kognisi: keyakinan tentang aktivitas seksual setelah hidup menjanda.

ƒApakah persepsi anda terhadap hubungan dengan lawan jenis?

ƒApakah persepsi ada ketika mendengar kata seksualitas di masa menjanda saat ini?

ƒBagaimana persepsi anda terhadap aktivitas seksual di masa menjanda saat ini?

ƒBagaimana persepsi terhadap pergaulan bebas remaja (free sex atau sex before married) saat ini?

ƒBagaimanakah persepsi anda terhadap seksualitas dan ikatan pernikahan?

ƒBagaimanakah persepsi anda terhadap aktivitas masturbasi?

ƒBagaimanakah persepsi anda terhadap pernikahan di usia anda saat ini?

ƒBagaiamanakah persepsi anda terhadap hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan pernikahan?

ƒApakah terdapat perbedaan kemunculan hasrat sebelum dan setelah menjadi janda?

ƒSeberapa besar keinginan anda untuk melakukan aktivitas seksual di masa menjanda saat ini?

ƒAdakah keinginan/ harapan untuk menikah/ berkeluarga lagi?

ƒApakah aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis utama di masa menjanda saat ini?

ƒBagaimanakah respon anda ketika melihat tayangan televisi tentang hubungan antarlawan jenis?

ƒMenurut anda apakah seksualitas dapat dihubungkan dengan ikatan emosional dengan pasangan anda? Hasil belajar: pengulangan atau penghentian aktivitas seksual yang menyenangkan atau tidak. Motivasi

seksual

ƒApakah yang mendorong anda untuk menikah/ berkeluarga lagi?

ƒApakah yang anda lakukan untuk memenuhi keinginan untuk menikah/ berkeluarga lagi?

ƒApakah hasrat seksual yang sudah lama tidak disalurkan akan meningkatkan keinginan untuk mengekspresikan hasrat seksual tersebut?

ƒApakah anda memiliki keinginan untuk menyalurkan hasrat seksual yang muncul di masa menjanda saat ini?

ƒApakah yang anda lakukan ketika hasrat seksual meningkat di masa menstruasi?

ƒBagaimanakah respon anda melihat stimulus seksual yang anda tonton/ baca?

ƒBagaimanakah respon terhadap lawan jenis yang tertarik pada anda?

Gambar

Tabel 2.2.
Tabel 2.3.
Tabel 3.1.
Gambaran atau cerita fantasi seksual
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak pelecehan seksual terhadap perempuan dalam penelitian ini adalah semua

Model pertama yang dilakukan adalah untuk melihat hubungan antara kecemasan dengan aktivitas seksual pada wanita usia lanjut dengan mempertimbangkan variabel biologis, dan

penelitian sehubungan dengan SMK Negeri 1 Depok tersebut mempunyai kualitas dengan standar ISO, maka peneliti ingin melihat apakah guru -guru SMK Negeri 1 Depok

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) kecenderungan pemberian dukungan ibu terhadap anak yang mengalami kekerasan seksual intrafamilial 2) mengetahui

Apa harapan yang ingin dicapai oleh Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS) untuk setiap melukakan pendampingan dalam bentuk bimbingan pribadi-sosial korban kekerasan seksual