• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

B. Hasrat Seksual

1) Sexual outercourse

Kissing memiliki pengertian sentuhan bibir pada suatu objek, biasanya sebagai bentuk ekspresi afeksi atau untuk menunjukkan rasa hormat, dan ekspresi romantis atau hasrat seksual. Dalam aktivitas seksual, kissing digunakan untuk mencium bagian-bagian tubuh selama foreplay

(www.wikipedia.com/wiki/sexualacivity - last modified on March 17, 2008).

2) Making out

Making out adalah salah satu tipe aktivitas ciuman yang meliputi ciuman penih gairah(dikenal dengan French kissing), melibatkan kontak intim, termasuk petting, atau aktivitas

foreplay play, sampai sexual intercourse (Lief, 1975; Bolin, 1999; Crownover, 2005).

3) Petting

Petting memiliki pengertian memberikan stimulus pada organ seks atau payudara, biasanya menggunakan tangan atau mulut. Petting dapat digunakan sebagai foreplay sebelum

intercourse dimana tubuh dan alat kelamin siap melakukan penetrasi. Selain itu, petting berguna bagi pasangan yang ingin mengekspresikan emosi dan seks yang bebas, namun tidak menginginkan intercourse (www.NetDoctor.co.uk - last update August, 25 2005).

Petting memiliki risiko kecil akan terjadinya infeksi dibandingkan dengan intercourse. Risiko yang dapat terjadi dari aktivitas ini antara lain herpes (diberikan secara oral sex

oleh individu yang memiliki luka pada bibir) dan gonorrhoea.

4) Non-penetrative sexual

Non-penetrative sexual dikenal dengan outercourse

atau dry sex, suatu bentuk aktivitas seksual tanpa melibatkan vagina, anal, dan penetrasi oral, tidak seperti intercourse. Dalam aktivitas seksual ini tidak melibatkan pertukaran cairan tubuh dan sering dijadikan sebagai seks yang aman dan untuk mengontrol kehamilan. Non-penetrative sexual dapat dijadikan

(www.wikipedia.com/wiki/sexualactivity - last modified on March 15, 2008/ 21:54).

Sexual outercourse merupakan aktivitas yang tidak melibatkan aktivitas intercourse yang terdiri dari beberapa bentuk, seperti kissing, making out, petting, dan non-penetrative sexual. 2) Masturbasi

Masturbasi secara sosial menimbulkan stigma sendiri dan menjadi topik seksual yang paling sensitif (Laumann et al., 1994). Bertentangan dengan kepercayaan bahwa masturbasi merupakan aktivitas seksual yang dipilih oleh individu yang tidak memiliki pasangan, data NHSLS (National Health and Social Life Survey) mengindikasikan aktivitas seksual ini sebenarnya merupakan bagian gaya hidup dari subjek seksual aktif. Masturbasi dilaporkan memiliki frekuensi yang tinggi dari perempuan yang hidup bersama pasangan.

Data NHSLS lain tahun 1994 melaporkan hanya 42% perempuan melakukan masturbasi dalam beberapa tahun terakhir dan 8% mengatakan masturbasi dilakukan paling sedikit satu kali seminggu. Perempuan homoseksual lebih suka melakukan masturbasi, menggabungkannya dengan aktivitas seksual lain, dan mencapai orgasme dibanding hubungan seksual yang dilakukan perempuan heteroseksual (Coleman, Hoon, & Hoon, 1993; Hurlbert & Apt, 1993; Loulan, 1988).

Barbach (1993) mengatakan masturbasi memiliki keuntungan bagi kehidupan perempuan, antara lain dapat mempelajari tubuh dan bagaimana dapat meningkatkan orgasme. Masturbasi dengan orgasme dapat mengurangi kejang saat menstruasi dengan cepat dan efektif. Bagi perempuan yang berusia matang, masturbasi memiliki keuntungan tambahan, yaitu menjaga vagina tetap sehat dengan mempertahankan proses lubrikasi.

1) Fingering

Berdasarkan definisi dari www.wikipedia.com (2008), fingering adalah aktivitas seksual masturbasi yang menggunakan tangan untuk memberi stimulus pada klitoris, vagina, atau anus. Fingering dibedakan menjadi tiga macam aktivitas, yaitu:

(1)Clitoral fingering, yaitu memijat bagian vulva dan klitoris untuk mencapi orgasme.

(2)Vaginal fingering dapat digunakan sebagai foreplay atau bagian dari permulaan aktivitas seksual lain. Aktivitas seksual ini dapat memberikan kepuasan seksual pada pasangan ketika intercourse tidak bisa dilakukan. Vaginal fingering digunakan untuk menstimulus G-spot pada perempuan sehingga mencapi orgame.

(3)Anal fingering, yaitu memasukkan jari ke dalam anus dan rektum yang biasanya menjadi permulaan anal sex. Anal

fingering merupakan cara yang efektif untuk menstimulus kelenjar prostat pada pria dan G-spot pada perempuan.

2) Handjob

Handjob adalah istilah yang digunakan sebagai stimulus seksual pada penis dengan menggunakan tangan atau jari.

Handjob merupakan salah satu bentuk non-penetrative sex, tidak terjadi pertukaran cairan tubuh sehingga aman sebagai aktivitas seksual (Zajdow, 2000). Handjob yang tidak digabungkan dengan intercourse tidak selalu diakhiri dengan ejakulasi atau orgasme. Aktivitas seksual ini memberikan kepuasan seksual pada pasangan ketika intercourse tidak dapat dilakukan.

3) Anal masturbation

Anal masturbation adalah aktivitas seksual yang memfokuskan pada area anal. Aktivitas seksual ini biasanya menggunakan jari tangan atau sex toys, seperti butt plug atau

anal bead. Anal masturbation memberikan kepuasan seksual karena anus memiliki syarat-syaraf sensitif. Bagi perempuan, memasukkan suatu objek ke dalam anus secara tidak langsung dapat memberi stimulus pada vagina (www.wikipedia.com/wiki/masturbation - last modified on March 7, 2008/ 20:02).

Aktivitas seksual masturbasi digunakan bagi individu yang tidak memiliki pasangan seksual yang terdiri dari aktivitas

fingering, handjob, dan anal masturbation. Bagi perempuan, masturbasi memiliki keuntungan antara lain perempuan dapat mempelajari tubuh sehingga dapat meningkatkan orgasme dan mempertahankan lubrikasi. Selain itu, masturbasi juga merupakan aktivitas seksual yang aman karena tidak terjadi pertukaran cairan tubuh antara perempuan dan pria.

3) Sexual intercourse

Menurut pengertian secara biologi, sexual intercourse

merupakan aktivitas organ seksual laki-laki masuk ke dalam organ seksual perempuan atau biasa disebut dengan kopulasi atau koitus.

Intercourse dipandang sebagai kontak seksual antara perempuan dan laki-laki (www.healthdiscovery.com/ retrieved on January 12, 2008/ 17 Maret 2008). Sexual intercourse memerlukan foreplay

sehingga proses lubrikasi terjadi sehingga penetrasi tidak menyebabkan rasa sakit pada vagina. Frekuensi dari sexual intercourse berjarak 0 (tidak melakukan aktivitas) sampai 15 atau 20 kali dalam seminggu.

1) Vaginal intercourse

Vaginal intercourse merupakan bentuk praktek seksual yang paling menarik bagi perempuan. Berdasarkan data

National Health and Social Life Survey (NHSLS) tahun 1994 disebutkan bahwa hampir 80% partisipan perempuan menilai

18% lainnya mengindikasikan bahwa akivitas tersebut tidak terlalu menarik.

Secara umum frekuensi dari vaginal intercourse

menurun berdasarkan usia, namun hal tersebut tidak semata-mata disebabkan usia namun juga berkaitan dengan kualitas hubungan antarpasangan (Hawton, Gath & Day, 1994).

2) Oral intercourse

Oral sex atau yang disebut sebagai oral-genital sex

merupakan aktivitas seksual mulut pada organ seksual (baik pria maupun perempuan). Oral sex digunakan sebagai salah satu aktivitas seksual, namun dapat dilakukan bersama dengan

vaginal intercourse. Berdasarkan survei yang dilakukan

National Health and Social Life Survey (NHSLS) oleh Laumann et al. (1994) tingkat penggunaan oral sex dan vaginal intercourse pada perempuan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1.

Persentase aktivitas seksual oral sex dan vaginal intercourse berdasarkan golongan kulit dan orientasi seksual.

Aktivitas seksual Golongan

Oral sex Oral sex dan vaginal intercourse

Kulit putih 75% 79%

Hispanic American 64% 60%

African American 34% 49%

3) Anal intercourse

Anal intercourse adalah aktivitas seksual yang melibatkan organ seksual laki-laki (penis) dan anal perempuan. Data National Health and Social Life Survey (NHSLS) menunjukkan 20% perempuan melakukan anal sex dalam kehidupan seksualnya, namun hanya 9% selama beberapa tahun terakhir saja (Laumann et al., 1994). Penelitian yang dilakukan Hurlbert, Apt, & Rabehl (1993) menemukan bahwa

anal sex sebagai aktivitas seksual yang paling sedikit memberikan kepuasan bagi perempuan.

Sexual intercourse memiliki pengertian sebagai aktivitas seksual yang melibatkan organ seks laki-laki masuk ke dalam organ seks perempuan atau yang disebut dengan kopulasi atau koitus. Sexual intercourse dibagi menjadi beberapa bentuk aktivitas seksual seperti vaginal intercourse, oral intercourse, dan

anal intercourse. Aktivitas seksual ini memiliki frekuensi penggunaan yang berbeda-beda dan dapat digunakan sebagai

foreplay dalam hubungan seksual.

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas seksual memiliki berbagai bentuk dan frekuensi penggunaan yang berbeda-beda bagi setiap individu. Aktivitas seksual dibagi menjadi tiga bentuk antara lain

sexual outercourse, yaitu aktivitas seksual yang tidak melibatkan organ seks; masturbasi, yaitu aktivitas seksual yang melibatkan organ

seks tanpa pasangan; dan sexual intercourse, yaitu aktivitas seksual yang melibatkan organ seks laki-laki dan perempuan.

3. Hormon Pembentuk Hasrat Seksual a. Hormon reproduksi

Pada awal masa pubertas, tubuh menghasilkan hormon testosteron dan memberi perintah kepada individu untuk mencari pasangan yang dapat memberikan keturunan. Kelenjar adrenalin dan indung telur memproduksi lima tipe hormon, dua di antaranya adalah hormon estrogen (hormon pada perempuan) dan hormon androgen (hormon pada laki-laki). Perempuan memiliki hormon estrogen lebih banyak dibanding hormon androgen dimana indung telur dan kelenjar adrenalin menghasilkan setengah dari total jumlah hormon androgen dalam tubuh.

Setelah indung telur dan kelenjar adrenalin memproduksi hormon testosteron, banyak di antaranya diikat oleh protein yang disebut sex hormone binding globulin (SHBG) dan hanya satu sampai dua persen dari total produksi hormon tersebut dianggap sebagai ”testosteron bebas” yang memberikan efek pada fungsi seksual dalam tubuh. Hormon estrogen meningkatkan produksi SHBG dan kemudian hanya menghasilkan sedikit ”testosteron bebas” dalam tubuh sehingga pada akhirnya menjadi anti-testosteron.

Dua hari sebelum fase ovulasi terdapat peningkatan secara bertahap pada pengeluaran hormon estrogen diikuti dengan

pembebasan hormon progesteron yang berperan sebagai sel telur secara mendadak. Pembebasan hormon estrogen dan progesteron tersebut merupakan awal dari fase estrus, periode dimana 12 sampai 18 jam selama masa subur perempuan dan daya tarik seksual (Pinel, 1997).

Hormon estrogen menurun sangat tajam setelah fase ovulasi dimana dicatat sebagai peningkatan hasrat pada pertengahan siklus ketika perempuan dalam keadaan sangat subur, dan tingkat hormon estrogen sangat rendah selama masa menstruasi. Siklus tersebut dapat menjelaskan mengapa perempuan mengalami peningkatan hasrat seksual ketika dalam keadaan subur.

Penurunan produksi hormon estrogen berkaitan dengan perubahan vagina dimana dapat menyebabkan rasa sakit saat

intercourse, perubahan sensitivitas sentuhan sehingga orgasme lebih jarang terjadi atau rasa sakit, dan masalah-masalah lain seperti hot flases atau kehilangan waktu tidur yang dapat mempengaruhi minat seksual (Barbach, 1993; Freedman & Nolan, 1995).

Perempuan mungkin saja tidak menghasilkan hormon testosteron yang cukup atau tubuh dalam keadaan tidak sensitif untuk menghasilkan hormon tersebut sehingga tidak mengalami hasrat seksual, atau hanya dalam kadar yang sedikit. Jumlah hormon testosteron dan sensitivitas perempuan terhadap jumlah tersebut tidak tetap sepanjang tahun.

b. Hipotalamus dan perilaku seksual

Ketika tubuh merasa siap untuk beraktivitas seksual dan bereproduksi, hormon menyampaikan pada otak tentang hasrat seksual yang muncul tersebut sehingga membuat individu memiliki fantasi tentang seks. Sebaliknya, kondisi otak yang tidak siap dalam memproses stimulus seksual membuat individu tidak dapat mengalami kepuasan seksual. Selain untuk merespon stimulus seksual, otak juga mengontrol pengeluaran unsur-unsur kimia dalam menghasilkan orgasme. Jika unsur kimia dan hormon dalam tubuh tidak tersedia, pikiran dan mental tidak cukup memberi tanda pada tubuh untuk aktivitas dan kepuasan seksual (www.EnchantedVenus.com, 2008).

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasrat Seksual Perempuan a. Usia

Perilaku seksual dan tingkat hasrat seksual pada perempuan dan laki-laki menurun secara tetap sesuai dengan peningkatan usia (Maurice, 1999). Levine (1998) menambahkan bahwa hasrat seksual mengalami perubahan drastis pada usia tua. Selain itu, McKinlay and Feldman (1994) melaporkan penelitian pada laki-laki berusia 40 sampai 70 tahun, hasrat seksual dan frekuensi fantasi seksual serta mimpi menurun sesuai usia. Dalam studi Schiavi (1999) pada laki-laki berusia 45 sampai 74 tahun yang hidup dalam hubungan seksual yang stabil, hasrat seksual menurun sesuai peningkatan usia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mansfield et al. (1998) dilaporkan bahwa perempuan tidak mengalami perubahan dalam respon seksual selama pertengahan usia dewasanya, sebaliknya terjadi perubahan positif yang cukup besar. Enam puluh persen perempuan menikah melaporkan tidak mengalami perubahan pada respon seksual. Selain itu, 26% perempuan merasa menikmati hubungan seksual dengan pasangan. Sembilan belas persen mengalami orgasme dengan mudah dan 15% memiliki frekuensi tinggi dalam hasrat seksualnya.

Penelitian lain menghasilkan data dimana 35% perempuan yang telah menopause mengalami hasrat yang tinggi selama aktivitas seksual dan 3% memiliki frekuensi orgasme yang lebih banyak (Baber, 1998). Selain itu, dalam penelitian Bellerose & Binik’s (1993) diketahui perempuan di pertengahan usia dewasanya mengalami perubahan seksual yang positif dimana mereka lebih merasa nyaman dan percaya diri, menikmati kehidupan, dan merasa lebih dekat dengan pasangan.

Perbandingan perubahan positif dan negatif dalam kehidupan seksualitas perempuan di pertengahan usia dewasa dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2.2.

Persentase perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek-aspek seksual. Aspek seksual Perubahan positif Perubahan negatif

Hasrat seksual 29% 25%

Orgasme 32% 18%

Keseluruhan fisik 39% 7%

b. Hormon

Hasrat seksual dipengaruhi oleh hormon androgen pada laki-laki dan hormon estrogen pada perempuan (American College of Obstetricians and Gynecologists, 2000). Dalam tingkatan usia, terdapat banyak perubahan dalam produksi dan fungsi hormon seksual (Morley, 2003). Pada usia dewasa madya, perempuan mengalami masa

menopause dimana terjadi pengurangan produksi hormon estrogen sehingga hasrat seksual berkurang(Sherwin, 1992).

Menurut Morokoff (1988) seksualitas pada pertengahan usia dewasa ditandai dengan masa menopause dan perubahan pada hormon menjadi penyebab penurunan minat, aktivitas, dan respon seksual. Perempuan yang telah mengalami masa menopause mengalami penurunan hasrat, hilangnya kemampuan lubrikasi, frekuensi aktivitas yang kurang, dan sedikit orgasme (Baber, 1998; Barbach, 1993; Cole, 1988; Leiblum, 1990; Mansfiekd, Kock, & Voda; in press; Mansfield, Voda, & Koch, 1995; Morokoff, 1988; Sterk-Elifson, 1994).

c. Pre-Menstruasi Syndrom (PMS)

Pre-Menstruasi Syndrom atau biasa dikenal sebagai PMS berkaitan dengan hormon progesteron yang merupakan hormon seks utama. Hormon progesteron berada pada tingkat yang tinggi pada saat siklus kedua sampai sebelum masa menstruasi dimulai (Katharina Dalton dalam (www.naturalhealthas.com, 2008). Berkurangnya dorongan seksual saat menstruasi merupakan salah satu masalah bagi

perempuan. Perempuan yang berada dalam kondisi tidak stabil selama masa PMS sehingga hal tersebut sangat mengganggu dan menghilangkan hasrat seksual (Webber & Delvin, 2008).

d. Penyakit

Penyakit kronik, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes,

arthritis, dan kanker, memiliki efek negatif pada fungsi dan respon seksual (Maurice, 1999; Schiavi, 1999). Penyakit kardiovaslular, seperti infark miokardium, hipertensi, dan ketidakcukupan vaskuler

peripheral (atherosclerosis), biasanya berhubungan dengan masalah respon seksual (Schiavi, 1999). Diabetes mellitus yang memiliki efek vaskular pada pembuluh darah merupakan satu dari gangguan yang berhubungan dengan masalah seksual dalam usia dewasa (Masters et al., 1994; Schiavi, 1999).

e. Obat-obatan

Obat-obatan dapat memegang peranan penting terhadap respon fisik dalam mengalami hasrat seksual dan orgasme. Obat-obatan seperti nitric oxide dan cyclic quanosine monophosphate (cGMP) merupakan dua obat penting untuk membangkitkan hasrat seksual.

Nitric oxide dapat menghasilkan stimulus seksual dan cGMP untuk merelaksasikan pembuluh darah dalam jaringan erektil yang menyebabkan ereksi. Oleh karena itu, perempuan dapat memiliki hasrat seksual walaupun tidak dapat mengalami orgasme.

Obat yang digunakan untuk menghilangkan gangguan psikiatrik juga dapat menyebabkan efek samping pada seksualitas. Obat-obatan antipsychotic, tricyclic antidepressants, penghambat

monoamino-oxidase (MAO), dan obat sedatif dapat mengurangi tingkat hasrat seksual (Schiavi, 1999; Segraves, 1989).

Pada laki-laki, viagra digunakan untuk menangani disfungsi ereksi atau berkurangnya kemampuan untuk ereksi. Selain untuk disfungsi ereksi pada laki-laki, viagra telah diujicobakan pada perempuan yang sangat membantu perubahan fisik pada organ-organ seks. Viagra dapat membantu perempuan mengalami hasrat seksual, namun tidak untuk mencapai orgasme. Dilaporkan bahwa beberapa perempuan yang menggunakan viagra, obat-obatan tersebut meningkatkan lubrikasi vaginal dan menambah jaringan di sekitar vulva (www.EnchantedVenus.com, 2008).

f. Relasi

Edwards & Booth (1994) mengatakan bahwa pasangan dan relasi merupakan pusat dari pengalaman dan kepuasan seksual bagi perempuan di pertengahan usia dewasanya. Hal tersebut berhubungan dengan kualitas dan keintiman dalam hubungan. Penyesuaian perempuan dalam suatu hubungan dengan pasangan merupakan prediktor utama dari frekuensi intercourse, orgasme, dan kenikmatan aktivitas seksual (Hawton and colleagues, 1994).

Peran pasangan memberikan perhatian dalam suatu hubungan dapat meningkatkan kepuasan seksual. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gibson (1992) pada sejumlah perempuan yang menginginkan kepuasan seksual dari pasangan didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 2.3.

Persentase kepuasan seksual dengan pasangan.

Kepuasan seksual Dialami dalam hubungan seksual

Peran pasangan dalam kepuasan seksual

Foreplay 58% 65%

Afterplay 14%

Orgasme 16% 4%

Lain-lain (kesenangan dan

kepuasan psikologis). 11% 5%

g. Gaya hidup

Menurut Webber & Delvin (2006) gaya hidup yang buruk akan mempengaruhi dorongan seksual pada perempuan, seperti kelelahan,

stress, dan makan yang tidak teratur.

h. Kelahiran bayi

Perempuan akan menghentikan aktivitas penetrasi dan kekurangan hasrat seksual setelah melahirkan sampai menjalani

medical check ketika bayi berumur enam minggu. Hal tersebut disebabkan rasa lelah setelah melahirkan, nutrisi yang buruk, kecemasan, dan depresi yang dialami pasca melahirkan (Webber & Delvin, 2006). Depresi pasca melahirkan menggangu hormon dan

perempuan cenderung percaya bahwa kehilangan hasrat seksual merupakan bagian dari rasa sakit yang muncul. Selain itu, kelahiran bayi membuat perempuan menjadi lebih memperhatikan bayinya sehingga terkesan tidak memiliki waktu untuk pasangan, terutama masalah seksual.

i. Perspektif sosial

Sebagian besar individu menikmati beberapa aktivitas seksual, akan tetapi masyarakat memiliki definisi sendiri terhadap aktivitas seksual sebagai hal yang tidak pantas (orang yang salah, aktivitas yang salah, tempat yang salah, waktu yang salah, dan sebagainya). Beberapa individu menikmati aktivitas seksual yang berbeda-beda, sementara individu lain menghindari aktivitas seksual sama sekali demi kepentingan agama atau alasan-alasan lain. Beberapa masyarakat memandang seksualitas sebagai hal yang pantas hanya pada kehidupan pernikahan (www.wikipedia.com/sexualnorm - last modified on February 29, 2008/ 01:47).

Hasrat seksual perempuan sering dipandang sebagai hal yang buruk dan berbahaya. Perspeksit sosial seringkali memberi label pada seksualitas perempuan sebagai orang yang berdosa dan jahat. Masyarakat menentukan dan mengontrol bagaimana perempuan memperhatikan hasrat seksualnya (www.EnchantedVenus.com, 2008).

j. Kematian anak

Kematian anak membuat perempuan merasa memiliki dorongan seksual yang rendah atau menghilang sama sekali, namun hal tersebut wajar karena perasaan kehilangan merupakan hal alami (Webber & Delvin, 2006).

Dapat disimpulkan bahwa hasrat seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia, hormon, pre-menstruasi syndrome (PMS), penyakit, obat-obatan, pengaruh relasi, gaya hidup, kelahiran bayi, kematian anak, dan perspektif sosial.

C. Hasrat Seksual Janda

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasrat seksual janda, antara lain: 1. Kehidupan pernikahan sebelumnya

Kepuasan pernikahan dilihat dari jumlah waktu yang dihabiskan bersama, komunikasi, aktivitas seksual, penyesuaian masalah finansial dan kesamaan minat, gaya hidup, dan temperamen.

Pernikahan dapat memberikan keuntungan kesehatan dimana terdapat dukungan sosial dan perlindungan yang dapat melawan risiko-risiko yang berhubungan dengan isolasi sosial. Selain itu, pengaruh pasangan dan lingkungan dapat mendorong perilaku-perilaku yang sehat dan menghalangi perilaku-perilaku yang tidak sehat. Individu yang menikah, terutama perempuan, memiliki keuntungan kesehatan dibanding perempuan yang tidak menikah termasuk peningkatan sumber penghasilan yang tersedia.

Perempuan yang merasa puas terhadap pernikahannya memiliki keuntungan kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan yang tidak puas dalam pernikahannya. Sebaliknya, kualitas pernikahan yang buruk berhubungan dengan masalah depresi, permusuhan dan kemarahan, dan segala faktor-faktor risiko penyakit serangan jantung.

Hal-hal di atas berdasarkan penelitian di San Diego State University dan University of Pittsburgh dimana membandingkan risiko penyakit kardiovaskular dan trajectory pada perempuan yang menikah atau tinggal dengan pasangan yang memiliki kepuasan tinggi terhadap hubungannya dengan beberapa perempuan yang cukup bahkan kurang puas dalam hubungannya dan beberapa perempuan berstatus single, bercerai, dan janda (Linda C. Gallo, San Diego State University, Wendy M. Troxel, University of Pittsburgh, Karen A. Matthews, University of Pittsburgh School of Medicine and Lewis H. Kuller, University of Pittsburgh; Health Psychology, Vol. 22, No. 5., September 2003).

Pernikahan yang memiliki komunikasi yang baik, pasangan yang dapat dipercaya dan pengertian dapat mendorong kesehatan individu. Sebaliknya, kehidupan yang negatif dapat mengurangi keuntungan dalam hubungan dan dapat merusak kesehatan individu di dalamnya. Secara khusus, masalah perilaku-perilaku negatif pasangan, seperti pasangan yang menuntut secara berlebihan, terlalu kritis atau argumentatif, tidak dapat dipercaya atau secara terus-menerus membuat pasangan gelisah, berhubungan dengan kesehatan fisik yang buruk (“Marital Quality and Physical Health in Mature Adults," Jamila Bookwala, Ph.D., Lafayette

College; Session 4072, 9:00 - 9:50 AM, Saturday, July 31, Hawaii Convention Center, Level 1 – Exhibit Hall, Kamehameha Exhibit Hall).

2. Peran ganda dalam keluarga

Menurut Aiken (1993) janda yang memiliki anak akan memegang peran ganda sebagai ibu dan ayah. Mereka cenderung menutup diri dengan lingkungannya, termasuk hubungan sosial dengan masyarakat. Peran yang dipegang dalam rumah tangga membuat janda lebih memfokuskan diri dalam memperhatikan dan merawat anak.

3. Pasangan

Penyesuaian perkawinan memiliki hubungan positif yang kuat dengan beberapa faktor, antara lain kepuasan aktivitas seksual dengan pasangan, persepsi terhadap kesenangan, dan kenikmatan. Mansfield et al. (1995) menemukan perbedaan yang signifikan antara perempuan menikah dan berstatus single (termasuk janda) yang diperlihatkan melalui penurunan minat dan kenikmatan seksual. Ditemukan bahwa perempuan

single yang tidak memiliki pasangan akan menghentikan aktivitas seksual mereka.

Faktor penting dalam hubungan seksual bagi perempuan adalah adanya pasangan. Jika tidak ada pasangan, perempuan tidak menjadi subjek seksual aktif sehingga masturbasi dapat menjadi aktivitas fokus dalam kehidupan seksual mereka (Michael et al., 1994).

4. Konstruksi sosial

Dalam masyarakat di budaya patriarkis, masalah seksualitas merupakan masalah yang tabu untuk dibicarakan. Selain itu, perempuan banyak mendapat perhatian terhadap masalah seksualnya dibanding pada laki-laki. Mayarakat lebih memandang positif perempuan single yang

Dokumen terkait