• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Daerah

Bagan 3.2 Kedudukan Musrenbang

C. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Kebijakan Tingkat Kabupaten Di Boyolali. Kabupaten Di Boyolali

C.1. Partisipasi Forabi Melalui Jalur Formal

Jalur formal yang dimaksud disini adalah jalur partisipasi

melalui ruang-ruang publik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.

Dalam pembahasan ini, digunakan definisi partisipasi warga dari

Gaventa dan Valderama untuk mempermudah arahan dari pembahasan

ini. Partisipasi warga memfokuskan tentang partisipasi aktif warga

commit to user

81

hal ini keikutsertaan Forabi dalam pengambilan kebijakan di tingkat

Kabupaten.

Kebijakan yang partisipatif sebetulnya masih terbuka

peluangnya. Namun jika tanpa penyediaan data dan informasi yang

cukup, masyarakat masih bisa dimanipulasi. Dari alur tersebut dapat

dinilai sudah partisipatif atau belum sehingga masyarakat harus

mengoptimalkan perannya. Sebuah kebijakan hendaknya muncul dari

apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan tidak memberatkan.

Kebijakan yang diusulkan masyarakat akan masuk melalui legislatif

sebagai pengambil kebijakan dan eksekutif. Dibawah ini merupakan

gambaran alur bagaimana seharusnya kebijakan itu melibatkan

masyarakat,

Bagan. 3.3. Pembahasan kebijakan yang melibatkan masyarakat (diilustrasikan dalam buku Ichwan Prasetyo)

Sama halnya Forabi yang merupakan forum rakyat dan juga bagian dari

commit to user

82

Sebagai Forum Rakyat, Forabi memiliki hubungan dengan Pemerintah

seperti eksekutif maupun legislatif.

Ada usaha Eksekutif maupun Legislatif Kabupaten

Boyolali dalam mengupayakan pelibatan masyarakat dalam

pengambilan kebijakan melalui pembicaraan-pembicaraan formal.

Terkait dengan hal ini adalah keterlibatan Forabi sebagai bagian dari

masyarakat Boyolali. Forabi selama ini telah banyak menerima

undangan dari Pemerintah Daerah Boyolali dalam rangka transformasi

partisipasi masyarakat kepada Pemerintah.

Tabel 3.3 Keikutsertaan Forabi dalam Pengambilan Kebijakan

No Informan Keikutsertaan Forabi dalam Pengambilan

Kebijakan

1 Informan I Kita sering dilibatkan dalam acara hearing, sebelum disahkannya suatu Perda biasanya Dewan mengajak untuk sharing dengan Forabi. Forabi dimintai masukan-masukan dalam acara tersebut, selain diskusi-diskusi semacam itu kami juga di harapkan untuk bisa memberikan rekomendasi pada masalah-masalah yang sedang diangkat sebelum kebijakan itu disahkan. Dari eksekutif, mengharapkan kami membuat rencana-rencana program kerja berjangka yang berbasis pada kepentingan masyarakat

2 Informan II Untuk pembahasan kebijakan kita sering diundang seperti pembahasan ranperda, atau membahas APBD. Namun itu jika ukurannya

commit to user

83

undangan, tapi untuk didengar atau tidaknya perlu dikaji.

...Masyarakat disana bisa aktif berbicara dan bisa masuk ke ruang-ruang komisi. Sekali lagi pasti didengarkan , namun apakah masukan yang kami berikan itu menjadi referensi atau tidak, perlu kroscek kepada mereka lebih lanjut. 3 Informan III Pernah sekali dulu, sekali. Ke DPRD, dulu

tentang anggaran responsive gender

4 Informan IV Pernah, di Pemerintahan. Dulu issu yang diangkat adalah pertanian, karena saya sempat tergabung dalam kaukus pertanian Forabi. 5 Informan V Kalau untuk periode yang sekarang, setau saya

belum, tapi untuk periode-periode yang sebelumnya sudah dan saya dulu pernah waktu periode 1999/2004, 2004/2009 tidak, terus sekarang masuk lagi.”

6 Informan VI Jadi pimpinan daerah seperti saya ini dalam pembuatan ranperda atau Rancangan Peraturan Daerah itu selalu diadakan public hearing, dalam public hearing itu sebetulnya masyarakat luas yang diundang namun terkadang mereka juga tidak siap. Maka biasanya yang lebih sering datang itu adalah LSM salah satunya Forabi itu. LSM itu lebih antusias dan bisa memberikan masukan kepada Pemerintahan. Karena itu amanah undang-undang, ya kita perlu melaksanakan itu.

commit to user

84

Sumber: wawancara

Tabel 3.3 secara umum menjelaskan bahwa Pemerintah

Kabupaten Boyolali telah mengadakan usaha untuk membuka ruang

partisipasi bagi masyarakat Boyolali. Pemerintah melalui Informan V

dan VI menegaskan ada usaha untuk membuka partisipasi bagi warga.

Cukup menarik adalah pernyataan dari informan I dan Informan II,

dalam kedua pernyataan diatas menggambarkan bahwa Pemerintah

sudah berupaya untuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan suatu

kebijakan. Namun pernyataan dari Sinam menarik untuk dikaji, dia

mengakui memang Pemerintah sudah bersifat kooperatif terhadap

masyarakat dalam menentukan kebijakan. Ada semacam nada pesimis

ditunjukkan, bahwa tidak semuanya dari masukan bisa dijadikan

rekomendasi oleh Pemerintah.

Dari tabel diatas ditemukan hal-hal seperti yang ada dibawah

ini:

1. Forabi sering dimintai masukan oleh Pemerintah dan diharapkan

membuat suatu rencana program untuk Kabupaten Boyolali.

2. Forabi bisa aktif berbicara dalam public hearing, bahkan bisa masuk ke komisi-komisi.

3. Masyarakat bersama Forabi ikut serta berperan dalam pengambilan

commit to user

85

4. Ada usaha dari Pemerintah untuk membuka ruang partisipasi bagi

masyarakat melalui public hearing sebelum ditetapkannya suatu kebijakan

Tabel.3.4 Banyaknya Undangan dari Legislatif dan Eksekutif ke FORABI Selama kurun Feb 2008- Juni 2009

NO

Tanggal Penyelenggaraan

Penyelenggara Bahasan

1 12 September 2008 DISDIKPORA

Lokakarya hasil perhitungan BOSP (Biaya Operasional Satuan Pendidikan)

2 10 September 2008 SEKDA Audiensi Dengan Bupati

3 15 Agustus 2008 DPRD Rapat Paripurna

4 28 Februari 2008 SEKDA Rakor: Kesepakatan bersama dengan LGSP

5 28 Agustus 2008 DPRD

FGD dalam rangka penyusunan naskah akademis tentang pendirian tower.

6 28-30 Agustus ‘08 SEKDA

Forum bersama Ketahanan Pangan Kab. Boyolali.

7 2 Juli 2008 SEKDA

Diskusi Multipihak : “Berbagai pengalaman Melibatkan Warga Masyarakat dalam proses legislasli di Boyolali”

8 15 Oktober 2008 SEKDA

FGD tentang praktek Good Governance

dengan Executive Director Of The Capital Region Council of Governance base of Hartfort US.

9 14 Oktober 2008 DPRD

Masukan untuk :

· Ranperda Perubahan APBD th. 2008.

· Ranperda tentang Kewenangan.

10 21 Oktober 2008 DPRD

FGD dalam rangka penyusunan naskah akademis Ranperda tentang pelayanan Kesehatan.

commit to user

86

Sumber : Dokumentasi Forabi

Dalam tabel 3.4 menyebutkan bahwa, Forabi telah menerima

undangan untuk audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Boyolali

(Legislatif dan Eksekutif). Dokumen ini didapat dari sekretariat Forabi,

dan tidaklah semua dokumen mengenai undangan ini lengkap

terdokumentasi dengan baik.

“Kami memang lemah dalam mendokumentasi data-data. Karena awalnya memang kita tidak tercetak untuk menjadi suatu lembaga yang setiap langkahnya harus ada catatan. Namun ini bisa menjadi suatu kritik, agar kami memperhatikan data-data dan mendokumentasikannya dengan baik. Kalau sejauh undangan kami mengumpulkan beberapa dan notulensi setiap kegiatan diskusi kami. (Warsono menambahkan, Karena memang kita adalah sebuah forum yang artinya kita berbeda dengan LSM yang mungkin punya data tentang masyarakat dampingannya. Yang kami miliki adalah yang disebut Sinam diatas, untuk data/Issue

Kesehatan.

12 22 Desember 2008 SEKDA

Lokakarya orientasi penyusunan Rencana Kontingen Erupsi Gunung Merapi di Kab. Boyolali.

13 19 Desember 2008 DISDIKPORA

Lokakarya hasil Seminasi DBEI ( Decentralized Basic Education I) Kab. Boyolali Th. 2008.

14 22 Mei 2009 SEKDA

Diskusi interaktif atas pelaksanaan kerjasama dengan LGSP (Local Government Support Program)

15 13 Mei 2009 BKKBN Pembahasan Program Kerja

16 21 Mei 2009 DPRD

Pembahasan Ranperda tentang Prakarsa PBMD dan TPA tahun 2009.

17 20 Mei 2009 DPRD Pembahasan LKPJ Bupati Boyolali.

18 18 Mei 2009 BKKBN

Merencanakan Program kerja pusat

pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (PTP2A) Kab. Boyolali.

commit to user

87

yang akan diangkat secara detail kurang ada perawatan dari kami.”(wawancara Sinam, 9 Maret 2010)

Mungkin ada lebih dari sekedar yang terungkap diatas,

jumlah dari undangan yang masuk kepada Forabi. Seperti diakui Sinam

bahwa mereka memiliki kelemahan dalam dokumentasi. Dari tabel

diatas bisa kita dapatkan jumlah dari undangan yang masuk dari

Legislatif maupun Eksekutif selama kurun Feb 2008- Juni 2009 ;

- Undangan dari Legislatif ke Forabi sebanyak 8 buah undangan. - Undangan dari Eksekutif ke Forabi sebanyak 11 buah undangan. Dari hal ini bisa diartikan bahwa Eksekutif lebih banyak melakukan

pertemuan dengan Forabi atau masyarakat lainnya dibanding legislatif.

Ini dikarenakan Eksekutif lebih banyak memiliki bagian-bagian (Dinas

dan SKPD) yang langsung bersentuhan dengan masyarakat dibanding

DPRD yang bertugas utama membuat suatu legislasi.

Sebelum terlalu jauh membicarakan alur (Partisipasi) keluar

FORABI, ada mekanisme sendiri di dalam Forabi dalam penyaluran

aspirasi. Sesuai dengan konsep Forum, artinya Forabi lebih menggali

informasi ataupun aspirasi dan keinginan masyarakat itu dari

diskusi-diskusi. Sinam menekankan,

“....Kekuatan Forabi terletak pada Forum diskusi saja tidak lebih dari itu. Forabi adalah ruang untuk “obrolan rakyat” jika sudah tidak ada obrolan berarti Forabi sudah tidak ada. Forabi mencoba mengawal partisipasi melalui kaukus-kaukus yang ada...”

commit to user

88

Jadi disini Forabi bukanlah bertindak seakan-akan sebagai konsultan,

namun lebih disebut ruang untuk membahas bersama-sama suatu

kepentingan masyarakat. Sedangkan alur penyampaian informasi atau

kepentingan masyarakat untuk diadvokasikan kepada Pemerintah dapat

digambarkan sebagai berikut;

Bagan. 3.4. Mekanisme penyaluran aspirasi dalam FORABI Sumber : wawancara

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa Forabi dalam mengadvokasi

suatu aspirasi rakyat menggunakan cara. Pertama, Forabi menampung

aspirasi dari masyarakat Boyolali dan selanjutnya di diskusikan dalam

Forum. Kedua, Forabi menggali issue-issue yang berkembang di kota

Boyolali, apa yang menjadi kepentingan publik Boyolali di dicarakan

dalam Forum. Selanjutnya dari kedua cara itu menghasilkan semacam

rekomendasi kepada Pemerintah untuk diadvokasikan dan

diperjuangkan. Gambaran diatas dijelaskan oleh Eko Bambang dalam

wawancara,

“Forabi mencoba untuk melihat issue – issue yang berkembang di Boyolali, lalu di diskusikan bersama dalam wadah Forum Rakyat Boyolali. Yang kedua, masyarakat menyalurkan aspirasinya

Aspirasi/kebutuhan masyarakat

Advokasi

Issue yang sedang berkembang di masyarakat

commit to user

89

melalui Forabi dan selanjutnya dirembug bersama nah itu juga bisa dimunculkan atau diperjuangkan. Jadi bisa diambil dari berbagai sisi, bukan hanya dari Forabi sendiri tapi bisa melalui kaukus-kaukus yang ada di dalam Forabi sehingga semua sektor yang ada dimasyarakat itu bisa masuk.”(sumber: wawancara,10 Maret 2010)

Upaya mengumpulkan berbagai issue yang berkembang di

masyarakat terkait untuk selanjutnya dijadikan sebagai bahan untuk

diangkat ke Eksekutif maupun Legislatif di Boyolali. Isue-issue tersebut

disaring Forabi dari tingkatan dasar masyarakat, diungkapkan oleh

Sukandi (Informan IV):

“Yang jelas begini, ada inisiatif dari Forabi untuk membawa suara rakyat Boyolali, ada uneg-uneg/keluhan masyarakat ditampung di Forabi lalu didiskusikan disini. Setelah itu baru di angkat ke Pemerintah.

Setahu saya kinerja Forabi berarti terkait dengan Badan Pekerjanya, BP Forabi biasanya mencari melalui kelompok-kelompok yang tergabung dalam kaukus Forabi.”(wawancara, 16 Maret 2010)

Badan Pekerja Forabi sebagai motor penggerak forum memiliki peranan

untuk menampung “uneg-uneg” yang ada di masyarakat dan juga

mencari melalui kelompok-kelompok yang tergabung dalam forum.

Semua informasi tersebut bisa saja disebut sebagai “bahan bakar” untuk

menggerakan Forum agar memiliki kekuatan suara di Pemerintahan

Boyolali.

Posisi Forabi di Kabupaten Boyolali adalah sebagai

penyeimbang antara peran masyarakat dengan Pemerintah dan juga

menjadi wacth dog bagi Pemerintah Kabupaten Boyolali dalam kegiatan pemerintahan. Memang tidak ada “legimitasi” posisi Forabi di Boyolali,

commit to user

90

namun setidaknya sebagai salah satu bentuk dari civil society di Boyolali memiliki pengaruh dalam membantu Pemerintah menentukan arah

kebijakan daerah. Memberikan kesempatan bagi Forabi dalam Forum

formal yang diadakan Eksekutif sebagai bentuk perwujudan partisipasi

masyarakat diakui oleh Seno Samudro (Informan VI),

“Didalam public hearing itu ada usulan ada jawaban yang dialognya itu kontruktif kedepan itu bagaimana tentang kebijakan masalah ini, lalu terjadi dialog yang sinergis. Setelah sinergis baru dibawa ke dewan apakah bisa digedog atau tidak. Tapi semuanya harus melalui proses public hearing.” (wawancara,27 Juli 2010) Dalam kutipan wawancara diatas menyebutkan, adanya mekanisme

public hearing sebagai langkah untuk pemutusan suatu kebijakan dengan

melibatkan masyarakat. Tentunya letak dari Forabi sendiri disini ada di

pihak masyarakat. Demikian juga yang diungkapkan oleh Suwardi

(Informan V), legislatif juga akan melibatkan masyarakat terkait dengan

pembuatan suatu kebijakan.

“Diundang, kawan-kawan NGO biasanya yang sering diundang, kalau masyarakat itu kan luas, kalau tiap Ketua RT diundang itu ya belum. Jadi kalau sifatnya terbuka itu lengkap semua pihak dilibatkan. Untuk hak bersuara itu tergantung jenis Forumnya, kalau rapat paripurna itu hanya DPRD yang bersuara itu sudah ada aturannya, kecuali public hearing memang masyarakat di beri hak sepenuhnya untuk berbicara. Jadi kita bekerja juga sesuai mekanisme yang berlaku.” (wawancara, 2 April 2010)

Dari pernyataan dari Suwardi mengindikasikan memang telah ada

mekanisme pelibatan masyarakat dan itu sudah ada aturannya. Namun,

tidak semua Forum yang diadakan Legislatif itu masyarakat memiliki

commit to user

91

hanya Anggota DPRD saja yang punya hak suara namun masyarakat

bisa hadir. Sedangkan public hearing merupakan forum yang disediakan DPRD untuk masyarakat agar menyampaikan aspirasinya terhadap

Kabupaten Boyolali. Forabi merupakan salah satu bagian masyarakat

yang sering ikut dalam forum-forum yang diadakan oleh Eksekutif

maupun Legislatif.

“Sering. Misalnya jika Pemerintah ingin menggulirkan suatu Perda, pasti Forabi sering diajak dan diikutsertakan untuk hearing.” (Wawancara Eko, 10/3/2010)

Adanya undangan untuk hadir dalam Forum hearing itu,

memberi celah bagi Forabi maupun masyarakat umum untuk

berpartisipasi dalam pengambilan suatu kebijakan Boyolali. Celah-celah

dalam Forum itu dimanfaatkan Forabi dengan memberikan masukan

pada Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali. Eko BS menjelaskan

mengenai hal ini,

“Kita sering dilibatkan dalam acara hearing, sebelum disahkannya suatu Perda biasanya Dewan mengajak untuk sharing dengan Forabi. Forabi dimintai masukan-masukan dalam acara tersebut, selain diskusi-diskusi semacam itu kami juga di harapkan untuk bisa memberikan rekomendasi pada masalah-masalah yang sedang diangkat sebelum kebijakan itu disahkan. Dari eksekutif, mengharapkan kami membuat rencana-rencana program kerja berjangka yang berbasis pada kepentingan masyarakat.” (Wawancara,10/3/2010)

Dari pernyataan diatas, diakui Forabi bahwa Legislatif sebelum

membuat suatu Perda ada semacam diskusi agar Forabi bisa memberi

masukan-masukan. Selain itu Forabi juga dimintai rekomendasi

commit to user

92

disahkan. Sedangkan Eksekutif menuntut Forabi agar bisa membuat

rencana-rencana program yang berbasis pada kepentingan masyarakat.

Melalui pernyataan Eko tersebut bisa dilihat ada kerjasama yang terjalin

antara Pemerintah dengan masyarakat dalam hal ini Pemerintah daerah

dengan Forabi. Forabi memiliki kesempatan luas untuk berpartisipasi

dalam kegiatan pembuatan Kebijakan, diamana masukan-masukan

Forabi bisa disampaikan dalam forum-forum tersebut.

Pada dasarnya partisipasi masyarakat untuk membantu

Pemerintah dalam membuat suatu kebijakan telah termaktup dalam UU

Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan

Pasal 53 dan Juga ada dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah pasal 139 ayat 1,

“Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah.”

Dasar perundang-undangan diatas dengan kuat menyatakan adanya hak

bagi masyarakat untuk memberikan masukan dalam penyiapan dan

pembahasan rancangan Undang-undang dan rancangan Peraturan

daerah. Forabi dalam hal ini berusaha untuk selalu terlibat dalam

kegiatan pembuatan kebijakan,seperti dijelaskan oleh Eko berikut ini,

Kita terlibat mulai dari proses perencanaan, pembahasan, pelaksanaan, monitoring, hingga evaluasi. Artinya kami aktif

dalam setiap kegiatan kebijakan mulai dari

commit to user

93

Diakui oleh Eko bahwa Forabi telah terlibat mulai dari proses

pembahasan hingga evaluasi berjalannya suatu kebijakan. Masuknya

Forabi dalam proses pembuatan kebijakan ini bisa diharapkan untuk bisa

menjadi satu masukan untuk dipustuskannya suatu kebijakan.

Selain itu terkait dengan pengambilan kebijakan,

keterlibatan Forabi harus dilihat dari pengaruhnya dalam hal tersebut.

Pengambilan kebijakan suatu daerah memiliki alur proses yang cukup

panjang, penuh pertimbangan dan dialektika. Kebijakan daerah yang

biasanya dituangkan menjadi Perda diatur dalam UU No.4 Tahun 1999

tentang Susunan dan Kedudukan MPR ;DPR;dan DPRD, selain itu juga

diatur dala Peraturan Pemerintah No 1/2001 tentang Pedoman

Penyusunan Tata Tertib DPR dan DPRD. Dalam perundang-undangan

itu dijelaskan ada dua inisiatif untuk pembentukan PERDA, yaitu

melalui inisiatif DPRD dan inisiatif Eksekutif. Pada penetapan Ranperda

inisiatif DPRD, masyarakat dihadirkan dalam forum rapat kerja bersama

Pansus Gabungan pengusul ranperda. Sedangkan jika itu merupakan

inisiatif Eksekutif, masyarakat dapat terlibat dalam diskusi dengan staff

ahli dan Tim asistensi Pemda. Dalam pembentukan Ranperda

masyarakat bisa aktif dan bisa melakukan loby-loby diluar format dalam

undang-undang tersebut, hal ini dijelaskan Sinam dalam wawancara di

bawah ini,

“Masyarakat disana bisa aktif berbicara dan bisa masuk ke ruang-ruang komisi. Sekali lagi pasti didengarkan , namun apakah

commit to user

94

masukan yang kami berikan itu menjadi referensi atau tidak perlu kroscek kepada mereka juga”.(Wawancara,9/3/2010)

Menurut Sinam diatas, masyarakat bisa masuk dalam-komisi-komisi

untuk membicarakan usulan-usulan. Namun, untuk masalah dijadikan

referensi itu masih perlu ditanyakan pada pihak terkait. Sedangkan

Suwardi sebagai anggota DPRD Boyolali mengungkapkan dalam

kesempatan lain,

“...Kalau usulan dari forabi itu sebagai bahan pertimbangan/penyeimbang. Tapi kalau dijadikan dasar maaf sekali, kita kalau bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasarnya itu kan sesuai UU yang berlaku...”(Wawancara,2/4/2010) Dari pernyataan diatas bisa didapatkan kesimpulan bahwa aspirasi atau

usulan jelas didengarkan dan bisa dijadikan bahan untuk pertimbangan

atau penyeimbang. Tapi, untuk menjadi dasar secara utuh itu tidak bisa

karena ada undang-undang yang berlaku mengenai hal ini.

Dalam ruang-ruang itu dimanfaatkan Forabi sebagai tempat

untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan.

Masukan-masukan dan usulan baik dari dalam badan Forabi sendiri maupun dari

masyarakat Boyolali disampaikan disana.

“Forabi memiliki pengaruh dalam hal membantu Pemerintah menentukan kebijakan, Forabi juga memiliki bargainning power yang kuat dalam hal mempertahankan pendapat di Pemerintahan ...hampir 70% dari beberapa gagasan ada yang menjadi referensi bagi pembuatan kebijakan di Boyolali bahkan ada beberapa yang mencapai 100% keberhasilan. Kita sama-sama memperjuangkan untuk meng-goal-kan itu....”(Wawancara,10/3/2010)

commit to user

95

Pernyataan Eko diatas mengungkapkan kekuatan Forabi dalam proses

pembuatan regulasi, dimana pendapat-pendapat Forabi harus

dipertahankan. Eko mengklaim bahwa hampir 70% dari beberapa

gagasan Forabi menjadi referensi dalam pembuatan suatu kebijakan.

Adapun kebenaran klaim tersebut perlu dilakukan kroscek terhadap

Pemerintah, Seno memberikan penjelasan mengenai hal ini sebagai

berikut;

“ Saya tidak bisa ingat pasti statistik resmi usulannya ya, tapi sering. Namanya usulan tidak perlu di forum resmi, forum-forum jagongan seperti inipun juga bisa memunculkan usulan. Ide apapun kita akomodasi, ya lumayan banyak ide yang mereka masukkan. Saya harapkan tidak hanya Forabi, LSM lannya atau masyarakat umum bisa lebih pro aktif dalam berpartisipasi dalam Pemerintahan. Kita terbuka, kita transparan. Ada yang menjadi kebijakan, tapi saya tidak hafal item per itemnya. Selama 5 tahun ini saya juga sudah sering mendengar, banyak masukan-masukan yang diberikan walaupun tidak utuh. Mungkin jika mereka itu mengajukan konsepnya itu 100% misalnya yang diterima mungkin 40% atau 80%nya. Tidak pernah diterima 100% seperti itu tapi kontribusuinya juga sudah banyak. Kita merasa enak juga terbantu dengan adanya LSM-LSM seperti itu.”(wawancara,27/Juli/2010)

Penjelasan Seno diatas memberikan makna bahwa Forabi sedikit banyak

memiliki pengaruh terhadap Pemerintahan, terutama dalam hal

partisipasinya. Hal ini ditunjukkan dengan diterimanya masukan Forabi,

walaupun tidak 100% konsep dari Forabi diterima. Memang dokumen

mengenai jumlah masukan ataupun usulan dari Forabi tidak bisa

terdeteksi secara utuh. Namun Pemerintah Boyolali mengakui cukup

terbantu dengan adanya Forabi.

Dokumen terkait