• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Masyarakat Dalam Membangun Desa Mandiri Di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Partisipasi Masyarakat Dalam Membangun Desa Mandiri Di

Pada dasarnya pembangunan haruslah berprinsip pada partisipasi masyarakat. Pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan harus mempertimbangkan partisipasi masyarakat secara luas. Para jajaran pengelola kegiatan pembangunan dituntut untuk peka terhadap aspirasi masyarakat. Dengan demikian akan tumbuh rasa memiliki yang pada akhirnya akan mendorong masyarakat untk berpartisipasi secara aktif.

Dari hasil wawancara, Pendamping Lokal Desa Kecamatan Pattallassang, bapak Jamaluddin mengatakan bahwa :

“Dalam proses pembangunan desa mandiri, perlu untuk seluruh elemen masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan, termasuk dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desa sampai pada tahap pelaksanaan dan pelestariannya.” (Wawancara, 21 Mei 2018)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat kita ketahui bahwa begitu pentingnya partisipasi masyarakat sehingga dalam pembangunan dilakukan suatu pola pendekatan partisipasi masyarakat untuk menyerap aspirasi-aspirasi yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu untuk mewujudkan pembangunan desa

mandiri di kecamatan pattallassang sangat dituntut adanya partisipasi aktif dari masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan kegiatan, pelestarian hingga pada proses evaluasi.

Hasil wawancara, Camat Pattallassang, Baharuddin S.STP,mengatakan bahwa :

“Ada begitu banyak kegiatan di desa yang memang melibatan masyarakat di dalamnya. Oleh karena itu, sosialisasi merupakan hal paling penting. Program-program pemerintah harus tersosialisakian dengan baik, sehingga masyarakat tahu dan memiliki keinginan untuk berpartisipasi.” (Wawancara, 16 Juli 2018) Sejalan dengan pernyataan tersebut, Pelaksana Tugas Kepala Desa Pattallassang, Bapak Arifai S.Sos mengatakan bahwa :

“Sosialisai kegiatan sudah kami laksanakan, dengan mengaktifkan peran-peran perangkat dan lembaga desa. Misalnya, dalam hal jumat ibadah dan sabtu bersih, sebagai program unggulan pemerintah Kabupaten Gowa dan setiap minggu dilaksanakan. Sosialisasi dilakukan, dengan menyebar undangan saat kegiatan akan dilaksanakan. Bahkan sering menyampaikan pengumuman lewat masjid-masjid. Dan sejauh ini, masyarakat cukup aktif merespon program-program yang dilaksakan di desa.” (Wawancara, 30 Mei 2018)

Terdapat berbagai pertimbangan rasional yang mendasari strategi pengembangan partisipasi masyarakat. Sosialisai menjadi hal yang paling penting, agar masyarakat mendapatkan informasi yang akurat mengenai program yang akan dilaksanakan pemerintah desa.

Partisipasi masyarakat adalah proses ketika warga, sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan

kebijakankebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Beberapa tahapan partisipasi masyarakat, untuk mewujudkan desa mandiri yaitu;

1. Partisipasi Masyarakat dalam Proses Perencanaan

Tahap pertama yang diharapkan dari partisipasi masyarakat adalah dalam bidang perencanaan pembangunan desa. Suatu rencana adalah merupakan bentuk dari kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan, dengan memperhatikan potensi sumber daya sebaik mungkin untuk mencapai suatu tujuan dalam jangka waktu tertentu. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses manajemen, perencanaan merupakan hal yang mutlak diperlukan agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Untuk perencanaan pembangunan di tingkat desa, kepala desa harus dapat memainkan fungsinya dengan berperan sebagai mediator dari berbagai kegiatan Badan Permusyawaratan Desa dalam merencanakan program pembangunan yang menjadi kebutuhan masyarakat setempat. Oleh sebab itulah perencanaan pembangunan yang dibuat harus melihat kondisi masyarakat setempat.

Masyarakat dapat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG), dengan adanya MUSRENBANG Desa maka masayarakat terlibat langsung sebagai subjek atau pelaku dalam

merencanakan pembangunan di Desa yang diwakili oleh masing-masing perwakilan dari pemangku kepentingan stakholder baik itu dari Kepala Dusun dan RT/RW, tokoh masyarakat, ketua remaja disetiap dusun dan LSM, melalui perwakilan-perwakilan tersebut mereka membawa inspirasi berdasarkan kebutuhan masing-masing dusun, kelompak, lembaga dan lainnya. Pelaksanaan MUSRENBANG dilaksanakan awal tahun guna untuk perencanaan pembangunan pada tahun yang akan datang. Adapaun bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan pada saat MUSRENBANG desa yang diwakili oleh setiap perwakilan yaitu dapat berupa pikiran, inspirasi dan masukan guana pelaksanaan pembangunan desa pada tahun yang akan datang. MUSRENBANG ini merupakan ajang musyawarah untuk menetukan program pembangunan yang akan dilaksanakan untuk tahun berikutnya, masyarakat menyambut baik dan ikut berperan aktif dalam meberikan masukan dan inspirasi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.

Saat ini, proses perencanaan partisipatif telah dilaksanakan hampir diseluruh jajaran pemerintahan desa di Kabupaten Gowa. Perencanaan dari desa mulai dari penyusunan RPJM Desa untuk 6 tahun yang kemudian direvitalisasi menjadi RKPD Desa untuk rencana kerja desa untuk setiap tahunnya. sebelum di sampaikan ke MUSRENBANG tingkat desa, terlebih dahulu para tokoh-tokoh

masyarakat melakukan penggalian gagasan di dusunnya masing-masing.

Hasil wawancara, oleh Pelaksana Tugas Kepala Desa Pattallassang, Bapak Arifai S.Sos mengatakan bahwa :

“Perencanaan untuk menyusun RPJMD harus diawali dengan adanya musyawarah di tingkat paling bawah (dusun). Disinilah masyarakat berperan dalam melakukan penggalian gagasan. Kepala dusun bekerja sama dengan RT/RW dan tokoh masyarakat di dusunnya melakukan penggalian gagasan dan mencari potensi di dusunnya masing-masing. Rembukan hasil analisis program-program tersebut, yang selanjutnya diusulkan pada saat musrembang desa.“ (Wawancara, 30 Mei 2018) Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Desa Sunggumanai, Bapak Rivai Rasyid S.Sos mengatakan bahwa :

“Sejauh yang kami amati, masyarakat telah melaksanakan peran-perannya dengan baik. Hal ini sangat membantu pemerintah desa. Perencanaan partisipatif dipenggalian gagasan ini memakai tiga alat kajian, yakni sketsa desa, kelembagaan, dan kelender musim. Perlu melakukan penyusunan di tingkat paling bawah, karena yang mengetahui kondisi dan kebutuhan di dusunnya masing-masing adalah RT/RW nya.” (Wawancara, 30 Mei 2018)

Lebih lanjut, Kepala Desa Sunggumanai, Bapak Rivai Rasyid S.Sos mengatakan bahwa :

“Musdus mengusulkan kebutuhan dan menyampaikan aspirasi masyarakat, masalah-masalah yang didapatkan di dusun melahirkan daftar panjang yang selanjutnya diklasifikasi. Program yang menjadi prioritas utama ditempatkan di tahun pertama, tahun ke dua dan seterusnya. Rencana pembangunan jangka menegah desa yang melibatkan partisipasi masyarakat di dusun ini sangatlah efektif dan efisisen untu menangani setiap permasalahan di desa.” (Wawancara, 30 Mei 2018)

Secara normatif asumsi yang mendasarinya adalah bahwa masyarakat lokal harus memperoleh proyek dan program pembangunan yang mereka tentukan sendiri. Asumsi normatif ini didasari oleh asumsi deduktif bahwa masyarakat lokal yang paling tahu apa yang menjadi kebutuhannya, dan mereka memiliki hak dan kemampuan untuk menyatakan pikiran dan kehendaknya tadi. Dengan demikian, apabila proyek dan program pembangunan yang dilaksanakan di tingkat lokal didasari oleh keputusan yang diambil oleh masyarakat sendiri maka program tersebut akan lebih relevan dan lebih menyentuh permasalahan dan kebutuhan yang dirasakan masyarakat. Perencanaan dari bawah ini merupakan langkah yang tepat untuk menjawab keresahan masyarakat.

Tujuan pembangunan dapat tercapai secara harmonis dan konflik antar kelompok-kelompok masyarakat dapat diredam melalui pola demokrasi setempat. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat adalah mungkin. Pembangunan masyarakat menjadi positif apabila ada partisipasi masyarakat. Hal ini, menempatkan partisipasi masyarakat sebagai sarana sekaligus tujuan dari proses pembangunan.

Hasil wawancara, Camat Pattallassang, Baharuddin S.STP,mengatakan bahwa :

“Tingkat partisispasi masyarakat di Kecamatan Pattallassang sudah dikatakan baik. Sejak menjadi camat di Kecamatan

Pattallassang yang saya amati, partisispasi masyarakat minimal setiap musyawarah dihadiri oleh 30 orang bahkan lebih daripada itu. apalagi sejak adanya dana desa ini. Padahal sebelumnya sangat kurang.” (Wawancara, 16 Juli 2018)

Kurangnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan berarti ada penolakan secara internal di kalangan anggota masyarakat itu sendiri, dan secara eksternal terhadap pemerintah atau pelaksana program. Akan tetapi, secara keseluruhan di Kecamatan Pattallassang tidaklah demikian. Masyarakat justru merespon baik niat pemerintah untuk melibatkan mereka.

2. Partisispasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembangunan

Untuk tahap yang kedua yaitu pelaksanaan program pembangunan. Dalam pelaksaana program sebagai tindak lanjut dari musyawarah rencana pembangunan Desa MUSRENBANG, adapun bentuk partisipasi dalam pelaksanaan program yaitu:

1) Partisipasi masyarakat yang berupa tenaga dalam bentuk membantu kegiatan pembangunan baik fisik maupun nonfisik. 2) Partisipasi masyarakat yang berupa pikiran dalam bentuk saran,

kritikan dan masukan terhadap kegiatan program

3) Partisipasi masyarakat dalam memberikan fasilitas atau peralatan, dalam pelaksanaan program yang berupa cangkul, skop, baskom dan lain-lain.

4) Partisipasi masyarakat dalam bentuk memberikan kemampuan atau keahlian dibidang pertukangan dan lain-lain.

Namun dari ke empat bentuk partisipasi masyarakat tersebut di atas, hanya sebagian kecil masyarakat yang turut serta dalam pelaksanaan program fisik, artinya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program masih kurang baik.

Hasil wawancara, oleh Pelaksana Tugas Kepala Desa Pattallassang, Bapak Arifai S.Sos mengatakan bahwa :

“Untuk program pembangunan fisik, memang kita tidak melibatkan begitu banyak orang. Misalnya, pembangunan jalan atau drainase di dusun itu, maka pekerjanyapun dari dusun yang bersangkutan. Secara otomatis, pemberdayaan masyarakat diupayakan merata dengan melakukan pembagian job seperti itu.” (Wawancara, 30 Mei 2018)

Pengembangan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Dari berbagai bentuk dan jenis strategi pengembangan partisipasi tersebut dapat dibedakan berdasarkan kedalaman dan keluasan partisipasi yang diharapkan dari warga masyarakat di satu pihak, dan proporsi peranan yang dilakukan oleh pihak pemerintah setempat.

Adanya empat pendekatan untuk mengembangkan partisipasi masyarakat. Pertama, pendekatan partisipasi pasif, pelatihan dan informasi. Pendekatan ini melibatkan orang lain di luar desa yang lebih tahu, lebih menguasai pengetahuan, teknologi, skill dan sumber daya. Selanjutnya, dibagikan kepada masyarakat sebagai bekal untuk meningkatkan kemampuan mereka, sehingga tingkat partisipasi semakin meningkat.

Kedua, pendekatan partisipasi aktif. Dalam pendekatan ini dikembangkan komunikasi dua arah dengan membuka dialog guna memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berinteraksi lebih insentif dengan pemerintah desa. Salah satu contohnya pendekatan pelatihan dan kunjungan.

Hasil wawancara dengan salah satu tokoh masyarakat di desa Borong Pa’la’la Bapak Junaedi mengatakan bahwa:

“Melibatkan masyarakat dalam proses pelaksanaan program pembangunan pemerintah desa itu, sangat bagus. Karena antara pemerintah dan masyarakat tercipta komunikasi yang lebih efektif seiring dengan pertemuan-pertemuan yang tercipta.” (Wawancara, 30 Mei 2018)

Dari hasil wawancara tersebut, masyarakat merasakan sendiri manfaat atas keterbukaan pemerintah dalam melibatkan masyarakat. Dari proses pelibatan tersebut, tercipta komunikasi, serta membangun kebersamaan antara pemerintah dengan masyarakat di wilayahnya untuk bekerja sama membangunan kehidupan bernegara yang lebih baik. Melalui partisipasi masyarakat ini, diharapkan dapat menjadi refleksi bagi pemerintah khususnya di desa yang bersangkutan untuk banyak berhubungan langsung dengan masyarakat, demi memberikan pelayanan publik sebaik-baiknya.

Ketiga, pendekatan partisispasi dengan keterikatan. Dalam pendekatan ini, masyarakat setempat baik secara individu maupun sebagai kelompok kecil diberikan pilihan untuk terikat dengan sesuatu

tanggungjawab atas setiap kegiatan pada masyarakat. Dalam model ini, masyarakat setempat mempunyai tanggungjawab terhadap pengelolaan kegiatan yang telah disepakati dan mendapat dukungan dari pemerintah desa baik secara finansial maupun teknis. Keuntungan dari pendekatan ini adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bekerja sambil belajar dalam melakukan pengelolaan pembangunan. Pendekatan ini sebenarnya telah dilaksanakan di desa.

Keempat, partisipasi atas permintaan masyarakat setempat. Bentuk ini mencerminkan kegiatan pembangunan atas dasar pengambilan keputusan oleh masyarakat setempat. Kegiatan dan peran pemerintah desa lebih bersifat menjawab kebutuhan yang diputuskan dan dinyatakan oleh masyarakat, bukan kebutuhan berdasarkan program yang dirancang dari luar.

Dalam kegiatan pembangunan, partisispasi dinilai cukup tinggi karena ada upah yang mereka dapatkan selaku tenaga kerja. Hal ini terkesan memunculkan suatu pandangan bahwa partisipasi masyarakat akan muncul apabila ada bantuan program saja, tetapi menghilang seiring dengan berakhirnya program. Sifat dan karakter masyarakat telah terbiasa dengan bantuan pemerintah dalam bentuk program. Sehingga sulit untuk melihat nilai kegotong royongan yang telah menjadi prinsip kehidupan. Meskipun demikian, partisipasi

masyarakat yang telah ditunjukkan dalam berbagai kegiatan akan berdampak positif terhadap keberhasilan pembangunan desa mandiri. 3. Partisipasi masyarakat dalam menciptakan lapangan kerja

Selama ini pola pikir masyarakat berusia produktif yakni masyarakat yang sudah memasuki usia kerja telah terbatasi oleh pemikiran “untuk bekerja kepada orang lain” bukan “menciptakan peluang kerja untuk orang lain”. Artinya mereka cenderung berpikir untuk menjadi pekerja atau buruh bagi perusahaan-perusahaan yang memang membuka lapangan pekerjaan, serta mengabaikan pikiran untuk menciptakan peluang usaha yang bisa mendatangkan keuntungan dan membuka peluang kerja bagi orang-orang sekitarnya.

Kendala utamanya adalah ketiadaan modal usaha. Tidak adanya modal usaha membuat mereka menyerah dan lebih memilih menjadi pekerja saja di kota yang menyediakan banyak lowongan kerja. Akan tetapi, pemikiran itu rupanya mulai menghilang dari benak sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pattallassang, mereka justru mulai menanamkan mental pengusaha yang mampu membangun desa.

Hasil wawancara, oleh Pelaksana Tugas Kepala Desa Pattallassang, Bapak Arifai S.Sos mengatakan bahwa :

“Masyarakat sepertinya telah mampu membaca peluang yang ada di depan mata mereka. Saat Perda RT/RW penetapan Kecamatan Pattallassang sebagai persiapan ibukota baru Kabupaten Gowa, kami melihat banyak warga yang memberanikan diri untuk membangun usaha rumahan dengan

memanfaatkan lahan pekarangan rumah mereka sendiri. Hal ini kami nilai sangat positif karena, secara tidak langsung mereka telah membantu pemerintah membuka lapangan kerja untuk masyarakat lokal sekaligus membantu mengatasi masalah kemiskinan.” (Wawancara 15 November 2018)

Salah satu usaha untuk mengatasi masalah kemiskinan yang efektif adalah dengan penciptaan lapangan kerja. Akses ke lapangan pekerjaan adalah jalan yang paling menjamin untuk bisa keluar dari kemiskinan. Dengan demikian, kebijakan dan program penciptaan lapangan kerja tetap memainkan peran penting dalam memerangi kemiskinan. Model pengentasan kemiskinan yang bersifat topdown dari pemerintah terhadap masyarakat miskin harus diubah menjadi buttom-up.

Lebih lanjut Pelaksana Tugas Kepala Desa Pattallassang, Bapak Arifai S.Sos mengatakan bahwa :

“Di Kecamatan Pattallassang ini, terdapat beraneka ragam perusahaan yang memang dirintis oleh masyarakat lokal dan selama beberapa tahun terakhir berkembang sangat pesat. Perkembangan itu kami anggap sesuatu yang positif dan perlu untuk tetap di dukung. Saat perusahan-perusahan kecil yang sudah cukup berkembang telah mampu mempekerjakan 1-10 orang tenaga kerja asli dari Kecamatan Pattallassang. Artinya, masyarakat telah ikut andil menciptakan lapangan kerja.” (Wawancara 15 November 2018)

Kesadaran masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja sendiri sudah mulai terlihat. Terbukti dengan banyaknya variasi dan jenis usaha yang dibangun oleh masyarakat setempat. Selain itu, tenaga kerja yang diberdayakan juga merupakan masyarakat asli yang bermukim di Kecamatan Pattallassang itu sendiri. Hal ini tentu

merupakan angin segar, bahwa Kecamatan Pattallassang telah mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat disekitarnya.

Sejauh pengamatan, yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah bukan hanya perusahan-perusahan yang sudah berdiri lebih dari 10 tahun, seperti minimarket, toko bahan bangunan atau material lainnya. Akan tetapi, berbagai macam jenis usaha rumahan di bidang kulinerpun dapat dipastikan semua pekerjanya diserap dari masyarakat lokal.

4. Partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kegiatan usaha ekonomi

Peluang untuk mengembangkan potensi sumberdaya masyarakat lokal masih besar meskipun tantangan yang dihadapi juga cukup besar. Tantangan tersebut berkaitan dengan kapasitas sumber daya manusia, modal, jaringan kerja dan jaringan pemerintah.

Pengembangan usaha ekonomi lokal sebagai sebuah strategi pengentasan kemiskinan, masyarakat miskin sebagai aset yang berpotensi menjadi kekuatan besar dalam memacu perkembangan ekonomi daerah jika potensi insaniah dapat dimobilisasi dan dikembangkan.

Pengentasan kemiskinan dengan pendekatan pengembangan usaha ekonomi lokal dapat mendorong, merangsang, terciptanya jiwa kewirausahaan pada masyarakat dan tumbuhnya potensi ekonomis.

Untuk mengatasi masalah kemiskinan diperlukan suatu model yang tepat, efektif dan efisien diwujudkan dalam berbagai program pemberdayaan yang terpadu dan berkesinambungan. Model pengembangan ekonomi lokal tidak terlepas dari usaha untuk mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan riil masyarakat miskin. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa kendala utama dalam merintis usaha bagi masyarakat adalah ketiadaan modal.

Hasil wawancara, Camat Pattallassang, Baharuddin S.STP,mengatakan bahwa :

“Yang kami amati sampai saat ini, untuk menopang pembangunan usaha rumahan masyarakat. Pemerintah memberi kemudahan bagi mereka dalam hal pengurusan izin usaha. Izin usaha yang diterbitkan oleh pemerintah desa ini biasanya dijadikan jaminan untuk mengajukan permohonan dana ke Bank perkreditan.” (Wawancara 15 November 2018) Dalam hasil wawancara tersebut, untuk menunjang kelancaran perintisan usaha masyarakat. Pemerintah telah memberi kemudahan dalam penerbitan izin usaha sebagai bentuk dukungan kepada masyarakat yang memiliki keinginan berwirausaha.

Lebih lanjut, Camat Pattallassang, Baharuddin S.STP,mengatakan bahwa :

“Setiap pemerintah desapun melalui BUMDes mereka masing-masing, itu memiliki bantuan modal untuk diberikan kepada masyarakat yang memang berkeinginan untuk merintis usaha. Akan tetapi, dana yang dikelola BUMDes itu sendiri belumlah cukup. Sehingga meminjam modal usaha melalui Bank adalah solusinya. Tetapi, ada juga masyarakat yang membangun

usaha dengan modal hasil penjualan asset mereka.” (Wawancara 15 November 2018)

Meskipun bantuan modal dari pemerintah dinilai tidak mencukupi. Akan tetapi, masyarakat seolah tak kehilangan cara untuk mendapat modal demi merintis usaha mereka. Kebanyakan dari mereka meminjam modal dari bank perkreditan bahkan menjual asset yang mereka miliki, seperti tanah, ataupun hewan peliharaan mereka sendiri.

Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan salah satu warga. Indra, seorang wiraswasta, mengatakan bahwa :

“Saat mulai membangun usaha kecil-kecilan ini, awalnya kami menjual hewan ternak (sapi) yang telah kami pelihara sejak lama. Hasil penjualan itulah yang kami jadikan modal untuk membangun usaha warung gogos dan jangung yang sampai saat ini kami jalani.” (Wawancara 16 November 2018).

Masyarakat yang memiliki kesadaran membangun usaha demi meningkatkan perekonomian keluarga mereka bisanya memanfaatkan lahan yang berada dipekarangan rumah mereka sendiri. Pemanfaatan lahan ini dapat dilihat disepanjang jalan mulai dari perbatasan Kecamatan Sombaopu sampai ke ujung jalan poros Pattallassang-Pallantikang.

Meski usaha ekonomi lokal sudah berkembang cukup pesat di Kecamatan Pattallassang, masih terdapat kekurangan disebabkan karena sektor dan produk unggulan yang merupakan potensi sumberdaya ekonomi lokal yang berdaya tarik dan berdaya saing tinggi

masih tidak tampak. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Pattallassang dapat dikatakan sebagai kawasan perkotaan baru. Sehingga jenis usaha yang bervariasi akan terlihat disepanjang jalan Kecamatan Pattallassang. Bahkan usaha-usaha seperti cafe atau warung kopi dengan gaya modernpun sudah mulai bermunculan. Kendala lainnya adalah kebanyakan masyarakat lebih memilih bekerja diluar wilayah kecamatan Pattallassang, baik sebagai pekerja lepas atau buruh dipabrik-pabrik industri. Sehingga agrobisnis yang sebenarnya dapat dimanfaatkan dan dikembangkan menjadi sebuah usaha yang menguntungkan, menjadi terabaikan.

D. Hubungan antara desa mandiri dan partisipasi masyarakat di

Dokumen terkait