• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Masyarakat

Terdapat banyak definisi mengenai partisipasi diantaranya adalah sebagai berikut: • Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Davis dalam Sastropoetro, 1988:13).

• Partisipasi adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan (Soetrisno, 1995:207)

• Menurut FAO dalam Mikkelsen (2003:64)

- Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.

- Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud partisipasi masyarakat dalam pembuatan brand daerah adalah keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat dalam suatu proses kegiatan pembuatan branda daerah, dimulai dari proses penentuan gambar, tagline, warna dan segmentasi pemasaran daerah, mensosialisasikannya dan mengaplikasikannya.

2.7.2 Pentingnya Partisipasi Masyarakat

Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan.

Menurut Abe (2005:91), suatu perencanaan yang berbasis prakarsa masyarakat adalah perencanaan yang sepenuhnya mencerminkan kebutuhan konkrit masyarakat dan dalam proses penyusunannya benar-benar melibatkan masyarakat.

Melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses perencanaan akan membawa dampak penting yaitu: (1) terhindar dari peluang terjadinya manipulasi, dan memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat; (2) memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik; (3) meningkatkan kesadaran dan ketrampilan politik masyarakat.

Carter (1977), Cormick (1979), Goulet (1989) dan Wingert (1989) dalam Santosa dan Heroepoetri (2005:2) merinci fungsi dari partisipasi masyarakat yaitu sebagai berikut:

1 Partisipasi Masyarakat sebagai suatu Kebijakan 2. Partisipasi Masyarakat sebagai Strategi

3. Partisipasi Masyarakat sebagai Alat Komunikasi

4. Partisipasi Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa 5. Partisipasi Masyarakat sebagai Terapi

2.8 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tesis ini dapat diuraikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No Peneliti dan Judul

Penelitian

Permasalahan Kesimpulan

Riyadi 1.

(2009) Judul :

Fenomena City Branding Pada Era Otonomi Daerah

1.Seberapa pentingkah merek kota dicanangkan 2.Siapa dan bagaimana

merumuskan merk yang tepat untuk suatu daerah 3.Bagaimana mewujudkan

rumusan merk agar tidak

terkesan sekedar memiliki merk saja Tetapi tidak ada upaya untuk mewujudkan janji-janji tersebut.

1.Bersamaan dengan era otonomi, berbagai daerah di Indonesia ingin menonjolkan identitasnya sehingga berbeda dari daerah lain, adalah salah satu strategi promosi untuk meraih keunggulan bersaing baik tingkat lokal, regional bahkan internasional.

2.Brand yang baik harus merupakan ekstrak dari visi dan misi suatu daerah & dalam merumuskannya harus melibatkan seluruh stakeholders.

Sebagai implementasi City

brand harus

dikomunikasikan kepada seluruh stakeholder dan

menuntut perubahan perilaku masyarakat dan aparat untuk mewujudkan janji-janji dalam city brand. 2.

Judul : Regional Branding “Solo The Spirit Of Java”

Kunti Handani, SH (2010)

(Suatu Tinjauan Dari Aspek Hak Kekayaan Intelektual)

1.Apakah pertimbangan

yang mendasari munculnya Regional

Branding “Solo, The Spirit of Java” ?

2.Apakah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Dapat dijadikan sebagai dasar hukum perlindungan Regional Branding “Solo, The Spirit of Java” ?

1.Pertimbangan yang

mendasari munculnya Regional Branding “Solo, The Spirit of Java“ adalah kerjasama yang bertujuan menciptakan sebuah kawasan dengan daya saing ekonomi yang kuat, 2.Undang-Undang Nomor

15 Tahun 2001 tentang Merek Dapat Dijadikan sebagai Dasar Hukum Perlindungan Regional Branding “Solo, The Spirit of Java”

Tabel 2.1. Lanjutan

3. www.otonomi daerah.net (2009) Judul :

1.

City Branding Untuk Pemda Perlukah ?

2.

Apakah pengertian City Branding ?

1.Secara definisi, Apakah pemerintah

daerah perlu membangun brand pada

wilayahnya ?

City Brand

2.Sebuah pemda harus membangun

adalah indentitas, symbol, logo, atau merk yang melekat pada suatu daerah.

Brand untuk daerahnya, yang sesuai dengan potensi maupun positioning yang menjadi target daerah tersebut. Syafrizal Helmi Situmorang 4 (2007) Judul : Destination Brand: Membangun Keunggulan Bersaing Daerah 1.Bagaimana pentingnya membangun destination branding bagi sebuah daerah di Indonesia pada umumnya dan sumatera utara pada khususnya.

1.Indonesia sebagai daerah yang memiliki berbagai keunggulan dan potensi sumber daya alam dan budaya yang melimpah merupakan starting point yang sangat baik dalam menyusun dan mengemas ulang brand destination disetiap daerah Khususnya 5 Muhith Afif Syam

Hrp (2008) Judul : Eksistensi City Branding Menurut UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi Kasus “Semarang Pesona Asia” di Kota Semarang) 1.Bagaimana city branding diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek?

2.Apakah city branding dapat didaftarkan sebagai hak merek ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual? 3.Apakah “Semarang

Pesona Asia” dapat dikategorikan sebagai city branding?

1.UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek belum mengatur tentang city branding.

2.City Branding berpotensi didaftarkan sebagai dalam satu merek jasa atau dagang ke kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini disebabkan karena citybranding tidak termasuk salah satu dari beberapa poin yang mengakibatkan merek tidak dapat didaftarkan ataupun merek ditolak pendaftarnnya.

3.Semarang Pesona Asia dapat dikategorikan sebagai city branding karena Semarang Pesona Asia memenuhi unsur-unsur city branding.

2.9 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori, dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang

terkait, dapat dibuat suatu kerangka pemikiran seperti gambar 2.2. Dari

gambar tersebut, diawali bahwa adanya kesadaran pentingnya peningkatan

daya saing daerah untuk dapat bersaing dalam persaingan global yang

terjadi saat ini terutama di tingkatan Asia Tenggara, setelah dilaksanakannya

ACFTA 2010 selanjutnya ASEAN akan memasuki peradaban baru yang

disebut dengan ASEAN Economic Community 2015 salah satu kesepakatan

dalam AEC tersebut adalah mewujudkan pasar tunggal di Asia Tenggara,

bisa kita bayangkan jika daerah-daerah di Indonesia tidak memiliki daya

saing daerah tentunya akan tertinggal dengan daerah-daerah yang tergabung

dalam ASEAN.

Salah satu strategi peningkatan daya saing daerah (Hermawan

Dokumen terkait