• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Regional Branding Kabupaten Padang Lawas Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Regional Branding Kabupaten Padang Lawas Utara"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI

REGIONAL BRANDING

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

T E S I S

Oleh

ANWAR SADAT SIREGAR

107003039/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STRATEGI

REGIONAL BRANDING

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANWAR SADAT SIREGAR

107003039/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : STRATEGI REGIONAL BRANDING KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA Nama Mahasiswa : Anwar Sadat Siregar

Nomor Pokok : 107003039

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd. Ph. D Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Iic rer reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 1 Juni 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

Anggota : 1. Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D 2. Dr. Drs. Rujiman, MA

(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

STRATEGI

REGIONAL BRANDING

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar

merupakan karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu

dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya

secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini

bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,

penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan

sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

(6)

ABSTRAK

Regional brand merupakan identitas, simbol, logo, atau merek yang melekat pada suatu daerah. Regional branding merupakan sebagai strategi dari suatu negara atau daerah untuk membuat positioning yang kuat di dalam benak target pasar yang ditetapkan, seperti layaknya positioning sebuah produk atau jasa, sehingga negara dan daerah tersebut dapat dikenal secara luas di seluruh dunia. Merek bagi suatu daerah di era otonomi daerah dapat meningkatkan daya saing suatu wilayah, apalagi daerah-daerah dalam negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam komunitas ASEAN, yang memiliki karakter wilayah yang hampir sama, tentunya dalam era globalisasi saat ini, wilayah yang tidak memiliki daya saing tinggi akan tertinggal dari wilayah lain. Penelitian ini bertujuan untuk membangun Regional Brand Kabupaten Padang Lawas Utara sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan wilayah. Penelitian ini menggunakan data primer berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada masyarakat dan Focus Group Discussion (FGD) kepada informan kunci, selain itu juga menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Padang Lawas Utara dan Provinsi Sumatera Utara tahun 2006-2010. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis Klassen Tipology, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share, analisis ekspektasi dan persepsi serta analisis SWOT. Hasil analisis Klassen Tipology, Location Quotient, dan Shift Share menunjukkan sektor unggulan adalah sektor pertanian dan hasil dari analisis ekspektasi dan persepsi menunjukkan perlunya pengoptimalan kinerja Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara dalam meningkatkan kepuasan masyarakat dan hasil dari analisis SWOT yang dilakukan melalui FGD menunjukkan bahwa ada 12 strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing Kabupaten Padang Lawas Utara melalui Regional Branding.

(7)

REGIONAL BRANDING STRATEGY IN PADANG LAWAS UTARA DISTRICT

ABSTRACT

Regional brand is an identity, a symbol, a logo, or a brand which is attached to a certain place. Regional Branding is the strategy of a certain country or a certain region to make strong positioning in the mind of the established market target, such as the positioning of a product or service, so that that country and that region can be widely known throughout the world. A brand in a certain region, in the era of regional economy, can increase competitiveness in a certain area, especially in the Southeast Asian countries which are joined up in ASEAN. These countries have the same regional characteristics, especially in today’s globalization era the regions that do not have any high competitiveness will be left behind from the other regions. The aim of the research was to build Regional Branch in Padang Lawas Utara District as the materials of information and consideration in planning regional development. The research used the primary data by conducting interviews and distributing questionnaires to the public and to Focus Group Discussion as the key informants. Besides that, it also used secondary data like time series from PDRB (Bruto Domestic Regional Product) of Padang Lawas Utara District and of North Sumatera Province from 2006 until 2010. The data were analyzed by conducting Klassen Typology analysis, Location Quotient (LQ) analysis, Shift Share analysis, expectation and perception analysis, and SWOT analysis. The results of the Klassen Typology, the Location Quotient, and the Shift Share analyses showed that the high-ranking sector was agricultural sector. The result of the expectation and perception analysis indicated the need to optimize the performance of the government of Padang Lawas Utara District in increasing the people’s satisfaction. The result of the SWOT analysis showed that there were 12 strategies which could be done in order to increase competitiveness in Padang Lawas District through Regional Branding.

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

tesis ini.

Pembahasan utama dalam tesis ini adalah meningkatkan daya saing daerah

melalui pembangunan brand daerah, dan diharapkan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai

bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten

Padang Lawas Utara.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak memperoleh

bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tilus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp,A(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Iic rer reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D, selaku Anggota Komisi Pembimbing

yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan

(9)

6. Bapak Dr. Drs. Rujiman, MA, Dr. Agus Purwoko, S.Hut. M.Si, selaku dosen

pembanding dan Ir. Supriadi, MS selaku dosen pembanding sekaligus Sekretaris

Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan kritik

bagi kesempurnaan tesis ini

7. Ayahanda dan almarhumah Ibunda tercinta yang telah membesarkan, mendidik dan

memberikan dukungan moral ataupun materil kepada penulis.

8. Kak Lisma, juga adik saya Eva dan Rizki serta istri saya tercinta Arta Uli, yang

selalu memberikan dorongan semangat kepada penulis dalam mengikuti studi

selama ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari

sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca.

Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.

Medan, Juli 2012

Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Anwar Sadat Siregar lahir di Medan pada tanggal 13 Januari 1982. Anak kedua dari empat bersaudara. Ayah Katimbulan Siregar dan Ibu almarhumah Masrani Batubara.

Tamat Sekolah Dasar Parulian 2 pada tahun 1993 di Medan. Melanjutkan ke SMP Negeri 15 di Medan dan tamat pada tahun 1996. Menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Swasta Kesatria Medan pada tahun 1999. Melanjutkan pendidikan pada tahun 1999 di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan memperoleh gelar sarjana.

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………..………. i

ABSTRACT ………..……… ii

KATA PENGANTAR ………...……….. iii

RIWAYAT HIDUP ………...……….. v

DAFTAR ISI ………...……. vi

DAFTAR TABEL ………... ix

DAFTAR GAMBAR ………...… xi

DAFTAR LAMPIRAN ………..………. xii

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang .……….………... 1

1.2 Perumusan Masalah ….……….... 7

1.3 Tujuan Penelitian …..………... 7

1.4 Manfaat Penelitian ..………. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 9

2.1 Teori Pengembangan Wilayah …….……….…………... 9

2.2 Perencanaan Wilayah ……..…….…….……….………. 11

2.3 Pengembangan Ekonomi Lokal ….….………. 13

2.4 Regional Marketing …….…….………... 14

2.5 Strategi Regional Brand …...………. 16

2.5.1 Pengertian regional brand …………..……….… 16

2.5.2 Manfaat regional brand ...……… 19

2.5.3 Beberapa daerah yang sudah melakukan branding …... 20

2.5.4 Regional brand dalam perencanaan pengembangan Wilayah ...………... 23

2.6 Hubungan Antara Brand, Identitas dan Logo ...………...…… 25

2.6.1 Teori Logo ………...………... 28

2.6.2 Teori Typography …...…...………. 29

2.6.3 Teori Warna …………...………. 30

2.6.4 Teori Fotografi ...………. 31

2.6.5 Visual Identity Manual ………...……… 31

2.7 Partisipasi Masyarakat .……….... 31

2.7.1 Pengertian partisipasi …..……….... 31

2.7.2 Pentingnya partisipasi masyarakat ……….. 32

2.7.3 Fungsi dan manfaat pertisipasi masyarakat ...………... 33

2.8 Penelitian Terdahulu …..……….. 33

2.9 Kerangka Pemikiran ..………..…. 36

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 38

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian …..……….… 38

3.2 Jenis Penelitian ………. 40

3.3 Jenis dan Sumber Data ………. 41

3.4 Populasi dan Sampel …..………..… 42

(12)

3.5.1 Responden Biasa ……… 43

3.5.2 Responden Informan Kunci ……..……….. 45

3.6 Teknik Pengumpulan Data ..………...………. 46

3.6.1 Studi dokumen .………. 46

3.6.2 Wawancara dengan kuesioner …...……… 46

3.6.3 Diskusi Kelompok Terfokus ………. 47

3.6.4 Observasi ……….. 48

3.7 Teknik Analisis Data ……….. 48

3.7.1 Analisis kondisi perekonomian Kabupaten Padang Lawas Utara ………. 48

3.7.1.1 Analisis Tipologi Klassen ...………. 49

3.7.1.2 Location Quoitient (LQ)……… 51

3.7.1.3 Analisis Shift Share ……….. 53

3.7.1.4 Analisis Tipologi Klassen Sektor Perekonomian ……….……… 56

3.7.2 Analisis Ekspektasi dan Persepsi ..……… 58

3.7.3 Focus Group Discussion ……… 58

3.8 Definisi Operasional Variabel ……..………... 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Padang Lawas Utara ... 63

4.1.1 Letak geografis ………..……….. 63

4.1.2 Wilayah administrasi …….………. 63

4.1.3 Topografis ..………..….. 64

4.1.4 Demografi ………... 65

4.2 Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara …..…………..……….. 66

4.2.1 Analisis tipologi daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ...… 66

4.2.2 Analisis Location Quetiont (LQ)……….. 71

4.2.3 Analisis Shift Share ………. 73

4.2.4 Klasifikasi sector PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara 2006-2010 berdasarkan tipologi Klassen ………… 77

4.3 Analisis Ekspektasi dan Persepsi Masyarakat Terhadap Kabupaten Padang Lawas Utara ……...……… 80

4.3.1 Layanan kepemerintahan ..……….. 81

4.3.2 Sarana prasarana wilayah ..……….. 83

4.3.3 Sosial Budaya …..……….. 85

4.3.4 Kehidupan ekonomi masyarakat ………...….. 87

4.3.5 Ekonomi daerah ……… 89

4.4 Strategi Regional Branding Bagi Pengembangan Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara ………..… 91

4.4.1 Perancangan Brand daerah Kabupaten Padang Lawas Utara ……….. 93

4.4.1.1 Analisa SWOT ………. 93

(13)

4.4.1.3 Perencanaan implementasi brand daerah

terhadap kegiatan promosi daerah .………… 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ...………..… 115

5.2 Saran ………….………..……… 117

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu ... 34 3.1 Rencana Jadwal Penelitian Tesis ... 40 3.2 Tipologi Daerah ... 52 3.3 Klasifikasi Sektor PDRB Menurut Tipologi Daerah ……… 57

3.4 Daftar Responden Ahli/Informan Kunci ………... 61

4.1 Data Kecamatan di Kabupaten Padang Lawas Utara ……. 66 4.2 Data Topografi Kecamatan di Kabupaten Padang

Lawas Utara ………...

65 4.3 Data Demografi di Kabupaten Padang Lawas Utara ………. 66 4.4 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

2006-2010 dalam Kuadran II berdasarkan Tipologi Klassen...

68

4.5 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2006-2010 dalam Kuadran III berdasarkan Tipologi Klassen ...

69

4.6 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2006-2010 dalam Kuadran IV berdasarkan Tipologi Klassen …….

69

4.7 Hasil Perhitungan Indeks Location Quetient Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2006-2010 ………..

72

4.8 Hasil Perhitungan Nilai Shift Share Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2006-2010 .……….

75

4.9 Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2006-2010 (dalam persen) ...………...

76

4.10 Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2006-2010 ...

78

4.11 Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2006-2010 berdasarkan Tipologi Klassen ...

80

4.12 Penilaian Responden terhadap Layanan Kepemerintahan Tahun 2012 ...

82

4.13 Penilaian Responden terhadap Pembangunan Sarana

Prasarana Wilayah Tahun 2012 ...

84

4.14 Penilaian Responden terhadap Pembangunan Sosial Budaya Tahun 2012 ...

(15)

4.15 Penilaian Responden terhadap Kehidupan Ekonomi

Masyarakat Tahun 2012 ...

88

4.16 Penilaian Responden terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah Tahun 2012 ...

90

4.17 Bobot, Rating dan Skor Faktor Internal ... 100 4.18 Bobot, Rating dan Skor Faktor Eksternal ... 101 4.19 Matriks SWOT Strategi Pembangunan Brand Kabupaten

Padang Lawas Utara ...

105

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Enam Pilar Pengembangan Wilayah ... 10

2.2 Kerangka Pemikiran ………... 37

3.1 Posisi Kabupaten Padang Lawas Utara Dalam Peta Sumatera Utara ………

39

3.2 Peta Kabupaten Padang Lawas Utara ….……… 39

4.1 Penilaian Ekspektasi dan Persepsi Responden terhadap Layanan Kepemerintahan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ...

83

4.2 Penilaian Ekspektasi dan Persepsi Responden terhadap Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ...

85

4.3 Penilaian Ekspektasi dan Persepsi Responden terhadap Pembangunan Sosial Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ...

87

4.4 Penilaian Ekspektasi dan Persepsi Responden terhadap Pembangunan Kehidupan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ...

89

4.5 Penilaian Ekspektasi dan Persepsi Responden terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ...

91

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ..………. 120

2 PDRB Provinsi Sumatera Utara ……… 123

3 PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara ……… 124

4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara ..……… 125

5 Laju Pertumbuhan Ekonomi Padang Lawas Utara ... 126

6 Hasil Perhitungan Analisa LQ ... 127

7 Hasil Perhitungan Analisa Shift Share ……… 128

8 Kontribusi Sektor PDRB Kab. Paluta Tahun 2006-2010 ... 129

(18)

ABSTRAK

Regional brand merupakan identitas, simbol, logo, atau merek yang melekat pada suatu daerah. Regional branding merupakan sebagai strategi dari suatu negara atau daerah untuk membuat positioning yang kuat di dalam benak target pasar yang ditetapkan, seperti layaknya positioning sebuah produk atau jasa, sehingga negara dan daerah tersebut dapat dikenal secara luas di seluruh dunia. Merek bagi suatu daerah di era otonomi daerah dapat meningkatkan daya saing suatu wilayah, apalagi daerah-daerah dalam negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam komunitas ASEAN, yang memiliki karakter wilayah yang hampir sama, tentunya dalam era globalisasi saat ini, wilayah yang tidak memiliki daya saing tinggi akan tertinggal dari wilayah lain. Penelitian ini bertujuan untuk membangun Regional Brand Kabupaten Padang Lawas Utara sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan wilayah. Penelitian ini menggunakan data primer berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada masyarakat dan Focus Group Discussion (FGD) kepada informan kunci, selain itu juga menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Padang Lawas Utara dan Provinsi Sumatera Utara tahun 2006-2010. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis Klassen Tipology, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share, analisis ekspektasi dan persepsi serta analisis SWOT. Hasil analisis Klassen Tipology, Location Quotient, dan Shift Share menunjukkan sektor unggulan adalah sektor pertanian dan hasil dari analisis ekspektasi dan persepsi menunjukkan perlunya pengoptimalan kinerja Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara dalam meningkatkan kepuasan masyarakat dan hasil dari analisis SWOT yang dilakukan melalui FGD menunjukkan bahwa ada 12 strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing Kabupaten Padang Lawas Utara melalui Regional Branding.

(19)

REGIONAL BRANDING STRATEGY IN PADANG LAWAS UTARA DISTRICT

ABSTRACT

Regional brand is an identity, a symbol, a logo, or a brand which is attached to a certain place. Regional Branding is the strategy of a certain country or a certain region to make strong positioning in the mind of the established market target, such as the positioning of a product or service, so that that country and that region can be widely known throughout the world. A brand in a certain region, in the era of regional economy, can increase competitiveness in a certain area, especially in the Southeast Asian countries which are joined up in ASEAN. These countries have the same regional characteristics, especially in today’s globalization era the regions that do not have any high competitiveness will be left behind from the other regions. The aim of the research was to build Regional Branch in Padang Lawas Utara District as the materials of information and consideration in planning regional development. The research used the primary data by conducting interviews and distributing questionnaires to the public and to Focus Group Discussion as the key informants. Besides that, it also used secondary data like time series from PDRB (Bruto Domestic Regional Product) of Padang Lawas Utara District and of North Sumatera Province from 2006 until 2010. The data were analyzed by conducting Klassen Typology analysis, Location Quotient (LQ) analysis, Shift Share analysis, expectation and perception analysis, and SWOT analysis. The results of the Klassen Typology, the Location Quotient, and the Shift Share analyses showed that the high-ranking sector was agricultural sector. The result of the expectation and perception analysis indicated the need to optimize the performance of the government of Padang Lawas Utara District in increasing the people’s satisfaction. The result of the SWOT analysis showed that there were 12 strategies which could be done in order to increase competitiveness in Padang Lawas District through Regional Branding.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jika keseluruhan aktivitas pemasaran harus diringkas menjadi satu kata saja,

maka kata yang keluar adalah branding. Jika semua tujuan pemasaran digabung menjadi

satu, maka yang menjadi tujuan pemasaran adalah brand loyality. Tanpa sebuah brand

(merek), sebuah produk hanya menjadi komoditas (Ike Janita, 2005). Oleh karena itu

banyak perusahaan mengalokasikan anggaran yang sangat besar untuk dapat

mempromosikan brand-nya ke masyarakat luas, dengan kata lain agar brand-nya dapat

menjadi merek yang kuat (b

Menurut Davis yang dikutip oleh Simamora, (2002) mengatakan bahwa merek

yang kuat (ekuitas merek) memperoleh manfaat berikut : rand equity).

1. Loyalitas, memungkinkan terjadinya pembelian/transaksi berulang atau jika

konsumen tersebut merupakan commited buyer, tidak hanya terhenti pada

pembelian ulang, namun konsumen tersebut juga dapat

menganjurkan/merekomendasikannya kepada orang lain.

2. Merek yang kuat memungkinkan perusahaan menetapkan harga yang lebih tinggi

(premium), yang berarti margin yang lebih tinggi bagi perusahaan.

3. Merek yang kuat akan memberikan kredibilitas pada produk lain yang

menggunakan merek tersebut.

(21)

5. Merek yang kuat memungkinkan diferensiasi relatif dengan pesaing yang jelas,

bernilai dan berkesinambungan.

6. Merek yang kuat memungkinkan fokus internal yang jelas.

7. Merek yang kuat, dapat menciptakan toleransi konsumen terhadap kesalahan

produk atau perusahaan, melalui loyalitas yang tinggi terhadap merek tersebut.

8. Merek yang kuat menjadi faktor yang menarik karyawan–karyawan berkualitas,

sekaligus mempertahankan karyawan–karyawan (yang puas).

9. Merek yang kuat dapat menarik konsumen untuk hanya menggunakan faktor

merek dalam pengambilan keputusan pembelian.

. Menurut Hermawan Kartajaya (2005) seiring penerapan otonomi daerah yang

semakin nyata, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat serta meluasnya pengaruh

trend globalisasi saat ini, daerah pun harus saling berebut satu sama lain dalam hal :

Perhatian (attention), Pengaruh (influence), Pasar (market), Tujuan Bisnis & Investasi

(business & investment destination), Turis (tourist), Tempat tinggal penduduk

(residents), Orang-orang berbakat (talents), dan Pelaksanaan kegiatan (events

Dari alasan di atas maka suatu daerah membutuhkan

).

Brand yang kuat dalam

memasarkan daerah. Dalam melaksanakan konsep memasarkan daerah berarti ada

serangkaian kebijakan dan kegiatan mendesain suatu daerah agar mampu memenuhi dan

memuaskan keinginan dan ekspektasi pelanggannya. Pelanggan daerah yang pertama tentunya masyarakat daerah tersebut yang membutuhkan layanan publik yang memadai,

kedua TTI (trader, tourist, investor) baik dari dalam maupun luar daerah, dan ketiga TDO (talent, developer, organizer) dan seluruh pihak yang memiliki kontribusi dalam

(22)

pemerintah negara atau pemerintah daerah yang menyadari pentingnya nilai dari brand

wilayah, mencoba membangun brand (brand building

Dalam studi pemasaran, regional branding merupakan konsep yang baru dan

muncul di tahun 2005. Riset tentang ini bermula dari place marketing (pemasaran suatu

kawasan) pada awal 1990-an (Wilson Gustiawan, 2011). Setelah itu, berkembang

country branding, city branding, city area branding, sampai ke (tourist) destination

branding. Dari riset-riset tersebut menemukan bahwa regional branding merupakan

konsep yang semakin kompleks, oleh karena itu semakin menarik untuk diteliti dan

dikembangkan.

) untuk wilayahnya, tentu yang

sesuai dengan potensi maupun positioning yang menjadi target wilayah tersebut. Kita

akan ingat “Uniquely Singapura” atau “Malaysia Truly Asia” kemudian ”WOW

Philipines”, Amazing Thailand, dan ”Indonesia Ultimate in Diversity” sebagai contoh

brand untuk negara. Adapun contoh brand wilayah (regional branding) yang ada di

Indonesia adalah ”Enjoy Jakarta”, “Yogya Never Ending Asia”, atau “Semarang Pesona

Asia”. Kulonprogo “The Jewel of Java”, “Solo, The Spirit of Java “ dan masih banyak

lagi.

Secara ringkas, regional brand merupakan indentitas, simbol, logo, atau merek

yang melekat pada suatu daerah (Widodo, 2007). Regional branding merupakan sebagai

strategi dari suatu negara atau daerah untuk membuat positioning yang kuat di dalam

benak target pasar yang ditetapkan, seperti layaknya positioning sebuah produk atau jasa,

sehingga negara dan daerah tersebut dapat dikenal secara luas di seluruh dunia (Harahap,

(23)

Merek bagi suatu daerah di era otonomi daerah dapat meningkatkan daya saing

suatu wilayah menjadi sangat penting, apalagi daerah-daerah dalam negara di Asia

Tenggara yang tergabung dalam komunitas ASEAN, yang memiliki karakter wilayah

yang hampir sama dan telah menyepakati membentuk ASEAN Economic Community

(AEC) 2015, tentunya dalam era globalisasi saat ini wilayah yang tidak memiliki daya

saing tinggi akan tertinggal dari wilayah lain.

Dalam konteks marketing, wilayah yang ingin maju dan memenangi persaingan

harus berhasil menerapkan standar global, memiliki perspektif regional dan menjadi

juara di tingkat lokal.

Menurut AM Adhi Trisnanto dalam tesis Kunti Handani (2010) menyatakan

bahwa pembuatan slogan atau tag line merupakan bagian dari pengelolaan merek.

Penetapan kata-kata "sakti'' itu semestinya melalui proses identifikasi merek dan

dikuatkan dengan penentuan posisi merek.

Penentuan Regional Branding tidak boleh dilakukan secara serampangan,

diperlukan langkah bersama, tidak hanya dari pakar dan praktisi pemasaran, tetapi juga

berbagai kalangan yang menjadi pemangku kewenangan daerah, sehingga brand yang

dibangun tidak hanya sekedar kata-kata saja, namun dapat menjadi identitas wilayah

yang dipahami dan disepakati oleh seluruh masyarakat wilayah tersebut kemudian

dikomunikasikan atau dijanjikan kepada target pasar yang dituju.

Pada era otonomi daerah dewasa ini penataan percitraan sebuah daerah menjadi

sangat penting. Merek Wilayah (Regional Branding) akan menjadi dasar dan peluang

(24)

mengarahkan wilayah tersebut di masa depan. Maka, disinilah pentingnya merencanakan

Regional Branding bagi setiap daerah.

Menurut Widodo (Wilson, 2011) keuntungan yang akan diperoleh jika suatu

daerah melakukan regional branding adalah daerah tersebut dikenal luas disertai dengan

persepsi yang baik; dianggap sesuai untuk tujuan-tujuan khusus, tepat untuk tempat

investasi, tujuan wisata, tujuan tempat tinggal, dan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan

serta dipersepsikan sebagai tempat dengan kemakmuran dan keamanan yang tinggi.

Menurut Kunti Handani (2010) Brand daerah yang ditetapkan sebagai identitas

baru ini akan memberikan peluang bagi terwujudnya pengembangan wilayah dan dapat

dijadikan sebagai alat pemasaran (marketing tools) yang akan dipakai dalam segala

upaya pemasaran wilayah ke masyarakat luas, dengan sasaran :

Internal, sebagai alat pemersatu guna meningkatkan kebanggaan dengan etos bersama untuk memajukan perekonomian wilayah.

Eksternal (nasional dan internasioanal), untuk membangun citra kawasan yang menarik, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mengenalkan daerah yang menerapkan

regional branding sebagai wilayah yang potensial bagi kegiatan investasi, perdagangan,

dan pariwisata.

Padang Lawas Utara merupakan salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Utara

yang baru dibentuk berdasarkan undang-undang No. 37 Tahun 2007 tentang

Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara di Provinsi Sumatera Utara, tentunya

sebagai daerah otonomi baru sedang melaksanakan pekerjaan besar dalam membentuk

(25)

Sebagai daerah otonomi baru, yang saat ini masih berusia sekitar empat tahun,

tentunya secara kemampuan anggaran, masih berharap besar terhadap dana perimbangan

yang terdiri dari bagi hasil pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dana

alokasi khusus (DAK) dan bantuan keuangan dari provinsi yang disebut bantuan daerah

bawahan (BDB).

Sebagai kontribusi dari pendapatan asli daerah (PAD) masih berkisar 20% di

setiap tahun anggarannya, sehingga diperlukan adanya gagasan kreativitas dari

stakeholder daerah (pemerintah, pihak swasta, masyarakat) dalam memenuhi kebutuhan

anggaran pembangunan daerah diluar dari sumber pendanaan tadi.

Saat ini kabupaten Padang Lawas Utara belum memiliki brand, maka tak heran

banyak masyarakat yang tidak mengetahui keberadaan kabupaten ini, sehingga

jangankan investor untuk berkunjung, kunjungan wisatawan dalam angka yang potensial

belum ada, padahal daerah ini memiliki potensi yang dapat dijadikan daya tarik.

Pembangunan branding daerah untuk daerah Padang Lawas Utara mencakup

pembenahan infra dan suprastruktur politik, infrastruktur daerah, membangun

kepercayaan kepada investor dan wisatawan, memajukan tingkat pendidikan dan

ekonomi masyarakat, melakukan reformasi birokrasi, melakukan komunikasi kerjasama

kepada daerah lain, dan merubah citra negatif daerah yang terbentuk selama ini.

Diharapkan dengan adanya identitas baru maka akan terbangun image kabupaten

Padang Lawas Utara sesuai dengan visi-misi daerah yang mampu menarik TTI-TDO

(26)

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan diteliti sebagai

berikut :

1. Sektor apakah yang menjadi sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten

Padang Lawas Utara

2. Bagaimana ekspektasi dan persepsi tiga pelaku utama pemasaran daerah (pemerintah

daerah, wirausaha, dan masyarakat) terhadap image Kabupaten Padang Lawas Utara

setelah menjadi daerah otonomi baru

3. Bagaimana strategi membangun regional branding untuk pengembangan wilayah

Kabupaten Padang Lawas Utara

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah untuk membuat Regional Branding yang tepat bagi

Kabupaten Padang Lawas Utara dengan cara :

1. Mengidentifikasi posisi Kabupaten Padang Lawas Utara dalam klasifikasi ekonomi

wilayah Sumatera Utara berdasarkan potensi yang dimilikinya.

2. Mengetahui sektor unggulan di Kabupaten Padang Lawas Utara

3. Mengidentifikasi dan menganalisis ekspektasi dan persepsi dari tiga pelaku

utama pemasaran daerah terhadap Kabupaten Padang Lawas Utara setelah menjadi

(27)

4. Membuat brand daerah sebagai promosi daerah berdasarkan potensi yang dimiliki

dan persepsi masyarakat Kabupaten Padang Lawas Utara

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti dan Sivitas Akademika :

a Merupakan sarana bagi upaya implementasi teori-teori yang

didapatkan di kelas dan bubu-buku teks

b Memajukan analisis yang didasarkan pada alat analisis yang valid

dan teruji, sehingga bermanfaat bagi kalangan peneliti dan sivitas

akademika yang ingin mengkaji topik ini lebih lanjut.

2. Bagi Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara

a Memberikan masukan, pentingnya membangun regional branding

kabupaten Padang Lawas Utara

b Memberikan gambaran regional branding yang tepat di daerah

Padang Lawas Utara

c Memberi masukan dan pertimbangan Regional Branding Kabupaten

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pengembangan Wilayah

Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan

peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tetentu, mampu

menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang

rata-rata membaik, di samping menunjukkan lebih banyak sarana dan prasarana, barang dan

jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti

jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu

ditopang oleh enam pilar/aspek, yaitu, Pertama, aspek biogeofisik, kedua, aspek

ekonomi, ketiga, aspek sosial dan budaya, keempat, aspek kelembagaan, kelima, aspek

lokasi, dan keenam, aspek lingkungan

Diagram dari ke enam pilar di atas terlihat seperti gambar 2.1. Melalui diagram

yang tergambar, dapat dilakukan analisis dari berbagai aspek berkaitan dengan

pengembangan wilayah; yaitu aspek biogeofisik, meliputi kandungan sumber daya

(29)

Gambar 2. 1 Enam Pilar Pengembangan Wilayah Sumber: Budiharsono, 2005.

Aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam dan di sekitar

wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik, dan pertahanan dan keamanan (Hankam)

yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia. Aspek kelembagaan meliputi

kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif

atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan perundang-undangan yang berlaku baik

dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta lembaga-lembaga sosial dan

ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara

wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi,

pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana

proses produksi mengambil input yang berasal dari sumber daya alam, apakah merusak

atau tidak (Rujiman, 2011) Aspek

Biogeofisik

Aspek Ekonomi

Aspek Kelembagaan

Aspek Sosial

Aspek Lokasi

Aspek Lingkungan Pengembangan

(30)

2.2 Perencanaan Wilayah

Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan

perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang

wilayah diatur dalam bentuk perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan

kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Misalnya,

dalam bentuk perencanaan pembangunan jangka panjang (25 tahun sampai dengan 30

tahun), perencanaan jangka menengah (5 tahun sampai dengan 6 tahun), dan

perencanaan jangka pendek (1 sampai dengan 2 tahun). Kedua bentuk perencanaan ini

tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan bersifat saling mengisi antara satu dengan

lainnya. Tata ruang wilayah merupakan landasan dan sekaligus juga sasaran dari

perencanaan pembangunan wilayah.

Perencanaan pembangunan wilayah tidak terlepas dari apa yang sudah ada saat

ini di wilayah tersebut. Pelaku (aktor) pencipta kegiatan wilayah adalah seluruh

masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan kegiatan

di wilayah itu. Dalam kelompok aktor, termasuk di dalamnya pemerintah pusat,

pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, investor asing,

pengusaha swasta dalam negeri, BUMN, BUMD, koperasi, dan masyarakat umum.

Dalam membuat perencanaan pembangunan wilayah, pemerintah harus memperhatikan

apa yang ingin atau akan dilakukan oleh pihak swasta dan masyarakat umum (Tarigan,

2004).

Menurut Archibugi (Joni, 2010) berdasarkan penerapan teori perencanaan

(31)

1) Perencanaan Fisik (Physical Planning). Perencanaan yang perlu dilakukan untuk

merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih

diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota dan jaringan infrastruktur

kota menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori perencanaan ini

telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara komprehensif. Dalam

perkembangannya teori ini telah memasukkan kajian tentang aspek lingkungan.

2) Perencanaan Ekonomi Makro (Macro-Economic Planning). Dalam perencanaan

ini berkaitan dengan perencanaan ekonomi wilayah. Mengingat ekonomi wilayah

menggunakan teori yang digunakan sama dengan teori yang digunakan ekonomi

makro yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi,

pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan,

konsumsi dan investasi. Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan

membuat kebijakan ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan ekonomi

wilayah.

3) Perencanaan Sosial (Social Planning). Perencanaan sosial membahas tentang

pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja,

wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan untuk

membuat perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan sosial di

daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.

(32)

dengan perencanaan program pembangunan secara komprehensif guna mencapai

pengembangan wilayah.

Perencanaan Wilayah merupakan satu-satunya jalan yang terbuka untuk

menaikkan pendapatan per kapita, mengurangi ketimpangan pendapatan dan

meningkatkan kesempatan kerja (Jhingan, 1996).

2.3 Pengembangan Ekonomi Lokal

Pada era desentralisasi saat ini, tuntutan untuk menyelenggarakan pembangunan

secara tepat dan meningkatkan perekonomian daerah menjadi semakin tajam. Kedua isu

kritis yaitu krisis ekonomi dan otonomi daerah telah membuka peluang bagi daerah untuk

menggunakan pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) sebagai salah satu

instrumen pembangunan karena PEL menyediakan pendekatan dan berbagai strategi bagi

daerah untuk meningkatkan daya saing, mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan

lapangan kerja dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu,

pembahasan mengenai PEL menjadi sangat relevan dan menarik.

PEL lebih diarahkan untuk membangun sebuah strategi holistik yang ditujukan

untuk merangsang pertumbuhan usaha-usaha lokal, menyediakan iklim investasi lokal

yang kompetitif, mendukung dan mendorong terjalinnya jaringan (network) dan

kerjasama, mendorong pengembangan kluster-kluster ekonomi dan usaha, memberikan

target pada penanaman investasi ke dalam untuk mendorong perbaikan kualitas hidup

penduduk (World Bank Dalam Hania : 2006).

Definisi yang telah dikenal luas mengenai PEL adalah yang dikembangkan oleh

(33)

development is about local communities working together to achieve sustainable

economic growth that brings economic benefits and quality of life improvements for all

in the community”.

Defenisi lain dikembangkan oleh Kemitraan bagi Pegembangan Ekonomi Lokal

(KPEL), sebuah program kerjasama antara UNDP, UN-Habitat dan Bappenas yang

dirintis pada tahun 1998 lalu. Dalam buku yang disusun dalam rangka menyosialisasikan

pendekatan KPEL di daerah (Tim KPEL 2003), PEL didefenisikan : “sebagai proses

penjalinan kerjasama antar seluruh komponen dalam suatu komunitas dengan tujuan

menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan bertumpukan pada

pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal sehingga mampu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat utamanya rumah tangga miskin dan usaha kecil”.

2.4 Regional Marketing

Pendekatan klasik untuk memahami istilah dapat diperoleh melalui kajian

etimologis. Kata ‘regional’ berasal dari kata region menunjuk pada sifat kewilayahan

(ruang) yang melibatkan beberapa area administratif baik sebagian ataupun menyeluruh

(Abdurahman, 2008).

Area administratif yang menjadi pusat perhatian dalam konteks paradigma

desentralistik yang dimaksudkan pada pengertian di atas adalah Daerah Otonom. Dengan

demikian, peran beberapa Daerah Otonom dalam suatu kesatuan ruang (kewilayahan)

(34)

Sedangkan ‘marketing’ secara umum dapat diterjemahkan sebagai ‘pemasaran’

(Echols & Shadily, 1992). Oleh karena itu, Regional Marketing diterjemahan menjadi

‘Pemasaran Regional’ dan bukan sekedar ‘Pemasaran Wilayah’.

Pengertian pemasaran daerah mengacu pada pengertian place marketing, yaitu

“...designing a place to satisfy the needs of its target markets. It succeeds when citizen

and business are pleased with their community, and the expectations of visitors and

investors are met” (Kotler et al.2002) Masih menurut Kotler dalam buku yang sama,

yang dimaksud dengan target markets adalah “...

Dengan demikian, pemasaran daerah dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

menciptakan kondisi daerah sedemikian rupa sehingga para produser, perusahaan,

investasi asing, eksportir, wisatawan bahkan penduduk merasa nyaman di dalamnya.

Dengan kata lain, pemasaran daerah dapat diartikan sebagai upaya menarik investasi

swasta, pedagang maupun turis dalam mewujudkan rencana daerah dengan penerapan

konsep-konsep pemasaran.

place customer, which are producers of

goods and services, corporate headquaters and regional offices, outside invesment and

(35)

2.5 Strategi Regional Brand

Strategi Branding sebagai perwujudan komunikasi pemasaran Komunikasi

pemasaran merupakan suatu strategi untuk meningkatkan ekuitas merek dan loyalitas

publik terhadap suatu merek. Merek dibangun untuk menempatkan diri dibenak publik,

untuk terciptanya positioning yang kuat dimata publik. Menjalankan komunikasi

pemasaran untuk memperkenalkan sebuah merek atau produk dibutuhkan strategi dalam

pelakasanaanya yaitu dengan strategi branding.

Strategi dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah rencana secara

cermat mengenai suatu kegiatan guna meraih suatu target atau sasaran. Brand dipandang

mewakili sebuah nama dari suatu produk dan merupakan alat pengidentifikasian dengan

produk lain yang sejenis. Begitu juga dengan branding daerah diibaratkan sebuah brand

dari semua produk barang atau jasa yang ada didaerah tersebut. American Marketing

Association mendefinisikan brand sebagai nama, istilah, tanda simbol, atau desain atau

kombinasi barang dan jasa dari penjual atau sekelompok penjual agar dapat dibedakan

dari kompetitornya.

2.5.1 Pengertian regional brand

Merek (brand) menurut Sudargo Gautama (Sudargo:1977) adalah suatu nama,

istilah, tanda, simbul atau desain, atau suatu kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang

dimaksud untuk mengidentifikasi barang-barang dan jasa seseorang atau sekelompok

(36)

. Pengertian brand dikemukakan juga oleh Ike Janita Dewi (2009) adalah ide, kata,

desain grafis dan suara/bunyi yang mensimbolisasikan produk, jasa, dan perusahaan yang

memproduksi produk dan jasa tersebut.

Ada beberapa hal yang dapat di-branding-kan (diberi merek). Pemberian merek

tidak saja berlaku pada suatu produk atau layanan saja tetapi juga bisa terhadap (Jackie:

2007)

1. Retailer dan distributor

Retailer dan distributor bisa di-branding-kan, contohnya melalui produk-produk

private label seperti garam, gula atau minyak goreng bermerek Hero. Akibatnya

banyak Retailer dan distributor semakin memiliki power tinggi.

2. Orang

Orang dapat mem-branding-kan dirinya. Contohnya Krisdayanti atau Michael

Jackson dapat mem-branding-kan dirinya atau dapat disebut personal branding.

3. Organisasi

Contohnya Palang Merah Indonesia (PMI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

4. Perusahaan (Corporate Branding)

Contohnya Astra International, Unilever.

5. Berbagai Event Olahraga

Contohnya Piala Dunia, All England, NBA, PON dapat di-brandingkan tujuannya

untuk meningkatkan value-nya ke stakeholder. Piala Dunia memiliki ekuitas merek

yang sangat kuat sehingga selalu menarik perhatian penonton di seluruh dunia dan

mendatangkan “sponsor iklan” miliaran dollar atau rupiah.

(37)

Contohnya karya seni Van Gogh atau Affandi adalah sebuah merek yang nilainya

bisa mencapai jutaan dollar.

7. Tempat, Daerah, atau Daerah Wisata di Negara Tertentu

Contohnya Yogyakarta melakukan branding “Jogja Never Ending Asia”.

Untuk membangun sebuah brand, pemerintah daerah tidak bisa asal jadi. Jika

perlu pemerintah bekerjasama dengan pelaku professional di bidang branding. Namun

pada umumnya langkah-langkah teknis dalam melakukan branding daerah adalah sebagai

berikut:

Differentiation. Membedakan branding atau merk sebuah kota dan menonjolkan

keunggulan kota. Branding dan keunggulan kota itu harus berbeda dengan branding yang

sudah ada dan juga menunjukan perbedaan kualitas kota dibanding kota lain.

Relevance. Kota sebagai sebuah produk harus dibranding sesuai dengan

kualitasnya. Maksudnya adalah, jika sebuah kota tidak memiliki kualitas teknologi,

jangan melakukan branding kota itu sebagai kota teknologi.

Esteem. Dihargai oleh target market karena memiliki konsistensi antara branding

dengan kenyataan kualitas kota yang sebenarnya.

Awareness. Memunculkan kesadaran target market akan sebuah kota. Langkah ini

penting. Jika branding tidak memunculkan kesadaran di dalam diri calon investor atau

wisatawan, maka branding ini dapat dikatakan gagal.

Mind. Branding memiliki kemampuan masuk ke dalam alam pikiran dan

kesadaran target market, sehingga sebuah kota selalu diingat, dibayangkan dan

(38)

2.5.2 Manfaat regional brand

Merek bagi suatu daerah/kota di era otonomi daerah dapat meningkatkan daya

saing suatu wilayah menjadi sangat penting, wilayah yang tidak memiliki daya saing

tinggi akan tertinggal dari wilayah lain. Dalam konteks marketing, wilayah yang ingin

maju dan memenangi persaingan harus berhasil menerapkan standar global, memiliki

perspektif regional dan menjadi juara di tingkat lokal. Salah satu konsep yang ditawarkan

oleh para pakar marketing seperti Jack Trout adalah diferensiasi. Porter juga

merumuskan strategi bersaing yang dikenal dengan strategi generic salah satunya adalah

diferensiasi di samping strategi low cost dan focus (Porter : 1993)

Pakar pemasaran Trisnanto

pembuatan slogan atau tag line merupakan bagian dari pengelolaan merek. Penetapan

kata-kata "sakti'' itu semestinya melalui proses identifikasi merek dan dikuatkan dengan

penentuan posisi merek. Dikatakan, penentuan Regional Branding tidak boleh dilakukan

secara serampangan. Diperlukan langkah bersama, tidak hanya dari pakar dan praktisi

pemasaran, tetapi juga berbagai kalangan yang menjadi pemangku kewenangan daerah.

Pada era otonomi daerah dewasa ini penataan percitraan sebuah daerah/kota

menjadi sangat penting. Merek Wilayah (Regional Branding) akan menjadi dasar dan

peluang pengembangan wilayah di masa depan. Pengembangan Merek Wilayah

(Regional Branding) menjadi langkah awal untuk mengarahkan wilayah tersebut di masa

depan. Oleh karena itulah pentingnya merencanakan Regional Branding bagi setiap

daerah (http://lestude.com : 2010)

Merumuskan Regional Branding suatu daerah merupakan proses untuk

(39)

menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung maupun para investor yang ingin

menanamkan modalnya. Seperti halnya produk/jasa pada umumnya, brand merupakan

identitas sekaligus pembeda dari produk lainnya dan tentu saja berlaku untuk Regional

Branding. Oleh karena itulah pentingnya merumuskan Regional Branding agar

benar-benar dapat dibedakan dari daerah lain sebagai salah satu strategi meraih keunggulan

bersaing baik tingkat lokal, regional bahkan internasional (Helmi: 2009).

Konsepstualisasi dan proses membangun Merek Kota/Daerah dalam dunia pemasaran,

brand digambarkan sebagai aset tidak berwujud (intangible assets). Proses membentuk

brand disebut branding. Menurut Philip K. dan Waldemar P (2006), Branding adalah

tentang membawa hal yang biasa dan meningkatkanya dengan cara-cara yang

membuatnya menjadi lebih berharga dan berarti. Jadi suatu obyek dengan diberi merek

diharapkan dapat memberikan nilai tambah. Kunci utama proses membangun merek

sukses adalah kualitas, layanan, inovasi dan diferensiasi (Andy : 2005)

Selain itu juga Regional Brand diharapkan dapat mengubah mindset rutinitas

yang berorientasi produksi menjadi berorientasi pasar, Mengembangkan dan

memasarkan potensi unggulan secara tepat sasaran, Meningkatkan pendapatan

masyarakat, Mewujudkan kepemerintahan yang entrepreneur.

2.5.3 Beberapa daerah yang sudah melakukan branding

Pemerintahan Daerah adalah sebuah insitusi yang berwenang mengelola berbagai

kebijakan publik sesuai dengan perundang-undangan. Di dalam pelaksanaannya,

pemerintah daerah akan berinteraksi dengan seluruh stakeholders di mana

(40)

lain masyarakat lokal, masyarakat di luar daerah, para investor, wisatawan (lokal,

nasional, regional dan internasional), pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, serta

organisasi masyararakat, politik, LSM, dan sebagainya.

Mengingat banyaknya stakeholders maka selain berperan sebagai pengelola

kebijakan, Pemerintah Daerah juga berfungsi sebagai “traffic system

Contoh beberapa daerah yang cukup berhasil membangun branding selain

sepuluh daerah di atas antara lain Kabupaten Jembrana, Musi Banyuasin, Kutai

Kartanegara dan Kabupaten Bantaeng. Sementara branding lama yang cukup berhasil

adalah Jogyakarta yang memiliki brand sebagai “Kota Pelajar”, dan yang dirancang

cukup baik adalah NTB yang memiliki brand “Propinsi Mutiara”. Meski demikian,

sangat penting diketahui bahwa branding daerah sama sekali bukan semata-mata slogan

atau semboyan seperti “TEGUH BERIMAN”, “IKHLAS”, ASRI” dan lain-lain yang

sangat artifisial. Branding lebih bersifat menyeluruh, strategik dan mendalam.

” (Penata Kendali)

dari berbagai kepentingan seluruh stakeholders. Kebijakan satu dengan kebijakan lainnya

harus merupakan keterpaduan, yang pada gilirannya akan membentuk sebuah jati diri

daerah atau apa yang disebut sebagai branding daerah.

Sementara dalam konteks komunikasi pemasaran, sebuah daerah berarti juga

adalah sebuah “merk”. Agar laku “dijual”, sebuah merk harus memenuhi syarat. Jika

merk sebuah daerah dipersepsikan “menguntungkan” di mata investor, maka para

investor akan menginvestasikan modalnya di daerah itu. Namun sebaliknya jika para

investor mempersepsikan merk sebuah daerah “kurang potensial”, maka sulit bagi

investor untuk menanamkan modalnya. Merek itulah yang kemudian harus dibentuk

(41)

Harapan melakukan branding dan komunikasi pemasaran daerah sangat jelas,

yakni untuk membangun citra positif, meningkatkan PAD dan memberdayakan

masyarakat lokal. Hanya sayangnya, sesuai fakta yang terjadi, masih banyak daerah yang

belum menganggap bahwa branding dan komunikasi pemasaran daerah sebagai hal yang

sangat penting bagi daerah tersebut. Sehingga wajar terjadi bahwa di banyak daerah PAD

mereka kecil, masyarakat tidak diberdayakan, dan citra mereka buruk di mata investor

dan wisatawan. Perlu ada paradigma baru dan political will

Pada tahun 2008 majalah Tempo memasukan sepuluh Kepala Daerah terbaik

karena dinilai telah berhasil membangun daerahnya masing-masing dalam kerangka

Otonomi Daerah (Otda). Para Kepala Darah ini bukan saja dinilai berhasil dalam

melakukan perbaikan administrasi pemerintahan dan reformasi birokrasi, namun lebih

dari itu itu mereka juga berhasil melakukan pembangunan yang khas di daerah;

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatkan citra daerah di mata

stakeholders, dan yang terpenting mereka juga mampu memberdayakan masyarakat di

daerah masing-masing.

yang kuat untuk membangun

hal ini. Hanya para Kepala Daerah yang concern dan memiliki visi kuat saja yang

bersedia melakukannya.

Sepuluh Kepala Daerah itu adalah Jusuf Serang Kasim (Walikota Tarakan, Jawa

Tengah), Untung Sarono Wiyono Sukarno (Bupati Sragen, Jawa Tengah), Joko Widodo

(Walikota Solo, Jawa Tengah), Herry Zudianto (Walikota Yogyakarta, Jawa Tengah),

Ilham Arif Sirajudin, (Walikota Makassar, Sulawesi Selatan), Djarot Saiful Hidayat

(42)

Agung Gde Agung (Bupati Badung, Bali), Andi Hatta Marakarma (Bupati Luwu Timur,

Sulawesi Selatan), dan Suyanto (Bupati Jombang, Jawa Timur).

2.5.4 Regional brand dalam perencanaan pengembangan wilayah

Dalam upaya pembangunan wilayah, masalah terpenting yang menjadi perhatian

para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan

ekonomi dan pemerataan pembangunan. Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah

dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan dalam proses

input-output barang dan jasa maupun orang. Dalam sistem wilayah keluar masuk orang

atau barang dan jasa relatif bersifat terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih

tertutup (Sirojuzilam, 2007). Dalam merencanakan pertumbuhan ekonomi maka

dibutuhkan peranan masyarakat dalam mengembangkan potensi daerah, secara umum

pembuatan brand daerah diarahkan pada 3 potensi daerah yaitu : investasi dengan

kelompok sasaran para investor, pariwisata atau tourism dengan kelompok sasaran para

turis baik domestik maupun manca negara, dan perdagangan atau trade dengan kelompok

sasaran para trader. Ketiga hal tersebut sering dikemas dalam suatu initial ITT (Invest,

Tourism and Trade).

Investasi: Pada era otonomi dearah masing-masing daerah seakan berlomba

menawarkan daerah sebagai tempat investasi yang strategis, aman, murah, infrastruktur

yang lengkap dan tidak birokratif. Menyederhanakan birokrasi dalam perijinan seperti

pelayanan satu atap atau yang lebih dikenal dengan one stop service merupakan upaya

daerah untuk menarik calon invetor. Jika dengan city branding berhasil menarik investor

(43)

tesedianya lapangan kerja, adanya bagian pajak dan retribusi daerah serta turunan dari

dampak positif tersebut.

Pariwisata: Potensi wisata untuk setiap daerah tentulah tidak sama tetapi yang

menjadikan daerah menjadi obyek wisata dikarenakan daerah tersebut memiliki keunikan

atau karakteristik yang khusus seperti tradisi dan budaya, kondisi alam, sistem sosial,

sistem pertanian, makanan khas dan sebagainya. Jadi daerah harus bisa mengembangkan

nilai dasar potensi wisata agar memiliki atraksi wisata sehingga wisatawan memiliki

ketertarikan untuk mengunjunginya. Misalnya, Kabupaten Boyolali salah satu Kabupaten

di Jawa Tengah mulai merintis desa wisata sebagai upaya untuk menjual potensi wisata

di daerah tersebut. Pemeritah Kabupaten Boyolali telah melakukan benchmarking dengan

daerah lain guna mengkaji cara pengelolaan, cara menangani wisatawan yang berkunjung

dan sarana promosi daerah.

Keberhasilan menjual objek wisata suatu daerah akan memberi manfaat di

antaranya dapat menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, mendorong untuk

menjadikan lingkungan desa sebagai hunian yang bersih, sehat dan humanis,

menumbuhkan masyarakat untuk senantiasa menghargai potensi daerah dan

membangkitkan semangat berwirausaha lokal bagi masyarakat yang pada ujungnya dapat

menciptakan lapangan kerja.

Perdagangan: Terjadinya perdagangan antar daerah atau bahkan antar negara

karena suatu daerah atau negara memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan

produk/jasa baik menyangkut biaya, teknologi atau sumber daya. Dengan meningkatnya

arus perdagangan berarti akan meningkatkan perputaran ekonomi suatu daerah. Di

(44)

sebagai daerah produsen yang memiliki keunggulan komparatif. Misalnya saja di

Pekalongan dibentuk Pusat Penjualan Batik. Di Bali dikenal dengan pasar seni Sukawati

dan belakangan di penghujung tahun 2008 di Bantul Yogyakarta dikembangkan Pasar

Seni Gabusan (PSG) sebagai pasar seni kerajinan tangan sebagai pintu perdagangan

handicraft di Yogyakarta. Dengan pencitraan sebagai pusat penjualan dan perdagangan

diharapkan dapat membentuk image yang kuat bagi para pedagang untuk melakukan

transaksi karena disamping lebih lengkap, lebih murah juga asli.

Dari 3 bidang yakni investasi, perdagangan dan pariwisata yang menjadi sasaran

dalam mempromosikan potensi daerah yang telah diuraikan di atas, jika berhasil akan

dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Tantangannya

bagi suatu daerah tentu saja bagaimana mengimplementasi brand yang telah dirumuskan.

2.6 Hubungan Antara Brand, Identitas dan Logo

Brand identity terwujud dalam bentuk icon atau simbol yang merepresentasikan

sebuah organisasi secara keseluruhan, apakah itu produknya ataupun jasa yang

ditawarkan oleh organisasi itu. Brand identity terdiri dari tiga elemen dasar, yaitu

(Newman, Damien. The Designer’s Guide to Brand Strategy, 2003):

1. Visual system, merupakan logo, sistem tipografi, palet warna dan sebagainya

2. Personality, sebuah brand memiliki kepribadian seperti halnya manusia.

Kepribadian ini memiliki fungsi untuk memposisikan diri di benak konsumen dan

juga berfungsi untuk memperkuat hubungan emosional dengan konsumen.

3. Functionality and behaviour, yaitu mengintegrasikan brand ke dalam bisnis, strategi

(45)

Logo dan system visual yang saling berkesinambungan adalah aset yang sangat

berharga. Dalam era saat ini dimana beragam media sering digunakan dikombinasikan

dengan strategi bisnis, logo bukan lagi sekedar lambang atau simbol sederhana (Morioka,

Adams. Logo Design Workbook – A Hands on Guide to Creating Logos, 2004, USA,

Rockport Publishers, Inc ).

Berikut adalah definisi tentang logo, identitas, dan brand (Ibid):

1. Logo: Simbol yang khusus dimiliki oleh perusahaan, objek, perseorangan, instansi,

atau media.

2. Identity: Sebuah kombinasi yang terdiri dari logo, elemen visual (huruf, warna,

gambar) dan sistem pengaplikasian yang ditujukan untuk membentuk pesan yang

unik dan kohesif bagi sebuah instansi, perusahaan, dan semacamnya.

3. Brand: Identity bukanlah brand. Brand adalah persepsi tentang sebuah instansi,

perusahaan dan semacamnya yang tercipta di benak audiens. Persepsi ini didapatkan

dari logo, identitas visual, pesan, produk dan service yang dilakukan oleh instansi

atau perusahaan tersebut.

Sedangkan dalam pengembangannya, logo terdiri dari beberapa elemen yaitu:

1. Tipografi, meliputi pemilihan huruf dan penataannya

2. Warna

3. Gambar dan atau iconography

4. Bentuk

5. Pengaplikasian pada media, seperti misalnya bagaimana menerapkan logo pada

beragam media: stationery, merchandise, promotion tools, atau bahkan bagaimana

(46)

Sebuah identitas haruslah bersifat dinamis sehingga dapat memenuhi kebutuhan

klien yang juga sama dinamisnya. Oleh karena itu, seorang desainer hendaknya

menciptakan logo dengan pemikiran yang fleksibel:

1. Consistency of Concept: Sistem identitas seharusnya berfungsi sebagai kesatuan

yang padu antara elemen-elemen visual maupun verbal untuk memudahkan target

audiens mengidentifikasi klien. Konsistensi adalah hal utama dalam menunjang

branding yang efektif. Identitas akan gagal jika dia mudah ditebak dan tidak

memorable. Kekuatan, kejelasan, dan kebaruan adalah elemen-elemen lain yang

juga harus ada dalam menyertai konsistensi.

2. Clarity of Message: Identitas memiliki peran untuk membentuk image sesuai yang

dibutuhkan oleh klien (harus jelas dari segi visual dan juga pesan). Agar tujuan ini

terpenuhi semua elemen visual dalam sebuah identitas harus mampu memberi

support pada logo.

3. Accomodating to the Client: Ketika sebuah sistem identitas dikerjakan, seorang

desainer harus mengerti bagaimana klien menggunakannya. Identitas harus mampu

mencerminkan kepribadian yang dimiliki oleh klien, dan desainer harus pula

menciptakan sistem yang bisa disesuaikan dangan kebutuhan klien.

4. Flexibility for Users: Sebuah identitas harus memiliki fleksibilitas agar dapat

dimodifikasi oleh bidang kreatif lain yang lebih spesifik. Seorang desainer harus

menyiapkan rencana agar identitas tersebut dapat diterapkan pada berbagai macam

(47)

2.6.1 Teori Logo

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, logo berarti huruf atau lambang yang

mengandung suatu makna yang terdiri dari atas satu kata atau lebih sebagai lambang atau

nama perusahaan. Berdasarkan definisi tersebut, logo bukan hanya sekedar symbol atau

lambang melainkan mempunyai makna tersendiri. Sebuah logo akan mudah diingat bila

logo tersebut mempunyai keunikan tersendiri yang berbeda tetapi pada saat bersamaan

mampu memberikan identitas dan membawa pesan yang ingin disampaikan. Logo dapat

dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Logotype ( Visual logo yang menggunakan type / huruf )

2. Logogram ( visual logo yang menggunakan symbol / atau karakter)

Logo untuk brand pulau tidung terdiri dari logogram dan logotype yang sintaktik.

Logogram akan dibuat dengan shape yang sederhana dan mengalami proses stilasi dan

memiliki keunikan agar mudah diingat oleh target audience. Logotype akan

menggunakan jenis font san serif dengan tetap memperhatikan kesinambunganya

terhadap mood dan logogram.

2.6.2 Teori Typography

Menurut Sihombing (2001, p80 ) dalam bukunya tipografi dalam desain grafis,

mengungkapkan bahwa proses perancangan dengan menggunakan huruf merupakan

tahapan yang paling menentukan dalam solusi masalah tipografi, seorang designer akan

bertindak sebagai komunikator visual yang memiliki berbagai peluang mengontrol setiap

keputusan kreatif yang dapat memperkuat efetivitas dan efisiensi dari sebuah pesan yang

(48)

Menurut Rob Carter, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam tipografi

diantaranya adalah :

• Legibility, yaitu mudah dibaca. Penting dalam penyampaian pesan dan gagasan.

• Readability, yaitu dapat dibaca

• Visibility, mudah diliat

• Clarity, Jelas

Tipe huruf yang digunakan dalam logotype maupun body text dalam media

promosi dan aplikasi lain adalah sans serif yang dimaksudkan sebagai bagian penting

untuk menguatkan mood yang ingin dicapai yaitu ramah dan simple. Pemilihan jenis

huruf akan didasarkan dari tingkat readabilitas yang tinggi agar lebih mudah dibaca oleh

khalayak sasaran.

2.6.3 Teori Warna

Warna mempunyai kekuatan untuk menciptakan emosi, mengekspresikan

kepribadian, serta memacu ingatan untuk memberikan sensasi Menggunakan wana yang

tepat dalam bidang desain grafis meerupakan sesuatu yang cukup rumit, hal ini

disebabkan warna mempunyai konotasi yang berbeda disetiap kebudayaan dan masyrakat

yang berbeda. Seperti dikatakan oleh Henry Dreyfuss, bahwa warna digunakan dalam

simbol-simbol grafis untuk mempertegas maksud dari simbol-simbol tersebut.

Warna juga dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu terang, sedang, gelap dan

sebagai pertimbangan dari daya lihat target audience, maka daya pantul cahaya dapat

(49)

• Warna terang adalah warna yang disukai muda-mudi, yang dapat membuat

produk menjadi lebih besar dan lebih dekat ke mata

• Warna keras/ hangat seperti merah, orange, kuning, warna-warna ini dapat

menjadi daya tarik dan dampak sangat besar, dan sangat tepat diaplikasikan pada

media

• Warna lembut/dingin seperti hijau dan biru, warna ini sangat dinamis dan cocok

untuk produk-produk tertentu

• Warna tua, seperti coklat dan hitam, warna ini harus dikomposisikan dengan

warna yang tingkat pantulnya tinggi serta latar belakang yang harus diletakkan

dengan warna yang lebih kontras

2.6.4 Teori Fotografi

Sebuah Foto akan terlihat baik apabila foto tersebut dapat mengungkapkan ataun

menceritakan banyak hal kepada audience tentang sesuatu yang ada dalam foto tersebut.

Berdasarkan Yozardi (2003) dituliskan bahwa pencahayaan alami maupun buatan

bisa memberikan efek yang bervariasi. Hal ini bergantung pada arah datangnya sumber

cahaya sehingga memberikan kesan yang berbeda – beda. Cahaya samping dapat mebuat

foto menjadi berdimensi dan dramatis. Efek cahaya dari belakang menginformasikan

mengenai bentuk objek atau yang kita kenal dengan nama siluet. Foto siluet

(50)

2.6.5 Visual Identity Manual

Menurut Mendiola B Wiryawan, dalam buku kamus branding, Visual Identity

Manual adalah panduan tata cara pemakaian elemen visual/design agar dicapai kesatuan

dan kesamaan presepsi identitas visual sebuah brand. Visual Identity manual dapat

berupa buku, CD-ROM, e-book, dan website. Istilah lainnya adalah Graphic Standard

Manual, Graphic Standard Guidelines, Brand Identity Manual, Visual Guidelines.

2.7

2.7.1 Pengertian Partisipasi

Partisipasi Masyarakat

Terdapat banyak definisi mengenai partisipasi diantaranya adalah sebagai berikut:

• Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan

seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan

kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap

usaha yang bersangkutan (Davis dalam Sastropoetro, 1988:13).

• Partisipasi adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan,

melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan (Soetrisno,

1995:207)

• Menurut FAO dalam Mikkelsen (2003:64)

- Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta

dalam pengambilan keputusan.

- Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang

(51)

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa yang

dimaksud partisipasi masyarakat dalam pembuatan brand daerah adalah keikutsertaan

dan keterlibatan masyarakat dalam suatu proses kegiatan pembuatan branda daerah,

dimulai dari proses penentuan gambar, tagline, warna dan segmentasi pemasaran daerah,

mensosialisasikannya dan mengaplikasikannya.

2.7.2 Pentingnya Partisipasi Masyarakat

Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat

merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat

demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang

kedaulatan.

Menurut Abe (2005:91), suatu perencanaan yang berbasis prakarsa masyarakat

adalah perencanaan yang sepenuhnya mencerminkan kebutuhan konkrit masyarakat dan

dalam proses penyusunannya benar-benar melibatkan masyarakat.

Melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses perencanaan akan

membawa dampak penting yaitu: (1) terhindar dari peluang terjadinya manipulasi, dan

memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat; (2) memberi nilai tambah

pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin banyak jumlah mereka yang terlibat akan

semakin baik; (3) meningkatkan kesadaran dan ketrampilan politik masyarakat.

(52)

Carter (1977), Cormick (1979), Goulet (1989) dan Wingert (1989) dalam Santosa

dan Heroepoetri (2005:2) merinci fungsi dari partisipasi masyarakat yaitu sebagai

Gambar

Gambar 2. 1 Enam Pilar Pengembangan Wilayah                            Sumber: Budiharsono, 2005
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1. Lanjutan
Gambar 3.1. Posisi Kabupaten Padang Lawas Utara  Dalam Peta Provinsi Sumatera Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan penelitian dari hasil analisis Location Quotient dan Shift Share dapat ditentukan potensi sektor unggulan dengan klasifikasi sektor maju dan tumbuh

Hasil analisis shift share dan location quotient menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur memiliki perkembangan dan kontribusi yang baik bagi perekonomian, tetapi

Berdasarkan hasil perhitungan dari analisis Location Quotient (LQ) dan analisis shift share menunjukkan bahwa yang menjadi subsektor unggulan di wilayah

Sektor unggulan berdasarkan hasil dari gabungan ( Overlay) alat analisis Tipology Klassen , LQ, Shift Share , menunjukkan bahwa sektor yang merupakan unggulan Provinsi Aceh

Penelitian menggunakan analisa location quotient (LQ) dan shift share (SS), kemudian didapat hasil bahwa sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam

Hasil analisis shift share dan location quotient menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur memiliki perkembangan dan kontribusi yang baik bagi perekonomian, tetapi

Berdasarkan gabungan perhitungan Tipology Klassen, Location Quotient, Model Rasio Pertumbuhan dan analisis Overlay menunjukkan bahwa Kabupaten Nias memiliki tiga sektor

[JUDUL SLIDE SATU BARIS] 58 PEMETAAN SEKTOR POTENSI UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL DI SUMATERA UTARA Implementasi Location Quotient, Shift Share, dan Tipologi Klassen dengan data