- Pasal 139 Draft DPRD menjadi
bab penjelasan pada RUU PA pemerintahwww.parlemen.net
udara, tanpa hambatan pajak, tarif atau hambatan lainnya.
(2) Penduduk Aceh berhak melakukan perdagangan dengan negara asing melalui darat, laut dan udara secara langsung.
Pemerintah dikembalikan bunyi pada bunyi pasal 150 Draft DPRD mengingat substansi yang diatur dalam Draft Pemerintah sebenarnya juga mengakomodir Draft DPRD. Disamping itu ada istilah-istilah tertentu yang ada dalam pasal 150 draft DPRD juga bertautan dengan istilah-istilah yang ada dalam pasal-pasal yang lain.
- Bagi hasil dan pajak-pajak yang dijadikan pajak daerah seperti PBB dan BPHTB serta 50% PPH adalah pantas
sebagai wewenang penerimaan (Revenue assignment) untuk membiayai
wewenang luas yang dilimpahkan kepada Aceh (expenditure assignment). - Penerimaan dalam rangka
penyelenggaraan
pemerintahan sendiri (pasal 150 ayat 1 butir c draf Aceh) dihapus dalam draf Pemerintah. Sumber penerimaan ini mencakup ;
bagi hasil migas dan SDA, seluruh PBB dan BPHTB, 50% PPh Pribadi dan Badan). Tetapi dalam draf Pemerintah semua sumber penerimaan ini dihapus, kecuali 70% bagi
www.parlemen.net
hasil migas. Sumber penerimaan migas diperkirakan tidak sustainable
dibandingkan sumber-sumber di luar migas (PBB, PPh dan SDA terbarui). Draf Pemerintah mengembalikan semua sumber penerimaan lain di luar migas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku umum (draf Pemerintah pasal 141, padahal Aceh menginginkan format bagi hasil dan pajak-pajak yang khusus (misalnya menjadikan PBB dan BPHTB sebagai pajak daerah). Di negara maju, property tax adalah pajak daerah ada mekanisme piggybacking atas income tax.
Pasal 140
(1) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang disebut Kawasan Sabang adalah kawasan pelabuhan bebas (free port) dan perdagangan bebas (free trade zone) yang di dalamnya berlaku fasilitas dan perlakuan khusus. (2) Pemerintah dan Pemerintah Aceh mengembangkan
Kawasan Sabang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional melalui kegiatan pengolahan, pengepakan, dan entrepot hasil-hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan industri dari kawasan
Pasal 130
(1). Kawasan Perdagangan Bebas Sabang yang disebut kawasan perdagangan bebas (free trade zone) yang di dalamnya berlaku fasilitas dan perlakuan khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2). Pemerintah dan Pemerintah Aceh mengembangkan Kawasan Sabang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional melalui kegiatan pengolahan, pengepakan, dan entreport hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan industri dari kawasan
Pasal 130 RUU PA Pemerintah agar diakomodir secara utuh Pasal 140 Draft DPRD dengan alasan Sabang
merupakan kawasan perdagangan bebas yang telah diatur dengan UU Nomor 37 Tahun 2000 tentang pelabuhan dan perdagangan bebas sabang.
www.parlemen.net
sekitarnya.
(3) Badan Pengusahaan Kawasan Sabang berwenang menerbitkan semua izin usaha, izin investasi, dan izin-izin lainnya yang berhubungan dengan pengembangan Kawasan Sabang setelah mendapat persetujuan Dewan Kawasan Sabang.
(4) Wilayah lain dalam wilayah Aceh berhak atas fasilitas perdagangan bebas terhadap barang-barang tertentu dari Kawasan Sabang.
(5) Penentuan jenis dan jumlah barang tertentu untuk kebutuhan Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan bersama oleh Gubernur atau nama lain dan Pemerintah setelah mendapat pertimbangan DPRA. (6) Peraturan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Qanun Aceh.
sekitarnya.
(3). Badan Pengusahaan Kawasan Sabang berwenang menerbitkan izin usaha, izin investasi, dan izin lainnya yang berhubungan dengan pengembangan Kawasan Sabang setelah mendapat persetujuan Dewan Kawasan Sabang.
(4). Urusan Pemerintah Aceh dalam mengembangkan Kawasan Sabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Qanun Aceh.
Pasal 141
Pemerintah Aceh berwenang membentuk Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone) dan Kawasan Berikat (Bonded Zone) di dalam wilayah Aceh.
Pasal 142
Pemerintah Aceh dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah Aceh dan/atau Kabupaten/Kota untuk kepentingan pengelolaan sumber daya alam, investasi dan perdagangan.
Bagian Ketujuh
Peruntukan Lahan dan Pemanfaatan Ruang Pasal 143
Bagian Ketujuh
Peruntukan Lahan dan Pemanfaatan Ruang Pasal 131
www.parlemen.net
(1) Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota di Aceh berwenang menetapkan peruntukan lahan dan pemanfaatan ruang untuk kepentingan pembangunan ekonomi.
(2) Ketentuan tentang peruntukan lahan dan pemanfaatan ruang dalam wilayah Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Qanun Aceh.
(3) Ketentuan tentang peruntukan lahan dan pemanfaatan ruang kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Qanun Kabupaten/Kota.
(1). Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan kabupaten/kota berwenang menetapkan peruntukan lahan dan pemanfaatan ruang untuk kepentingan pembangunan ekonomi sesuai peraturan perundang-undangan.
(2). Ketcntuan peruntukan lahan dan pemanfaatan ruang Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Qanun Aceh.
(3). Ketentuan peruntukan lahan dan pemanfaatan ruang kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Qanun Kabupaten/Kota.
- Pasal 131 ayat (1) RUU PA Pemerintah, sebaiknya di kembalikan kepada Draft DPRD Pasal 141 ayat (1) dengan alasan dengan adanya kata sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat membatasi/mempersempit kewenangan pemerintah aceh. - Kewenangan menetapkan “kawasan khusus” oleh Pemerintah Aceh (pasal 142 draf Aceh) tidak diakomodasi dalam draf Pemerintah. Kawasan khusus secara implisit tetap dijadikan wewenang Pemerintah Pusat sebagaimana dalam UU 32/2004. Padahal kawasan khusus (otorita, kawasan perdagangan bebas, kawasan industri, dll.) harus menjadi
wewenang khusus Pemerintah Aceh (hanya
untuk pengelolaan SDA, investasi dan perdagangan) demi kepentingan percepatan pertumbuhan ekonomi Aceh. Bagian Kedelapan Infrastruktur Ekonomi Pasal 144 Bagian Kedelapan Infrastruktur Ekonomi Pasal 132
www.parlemen.net
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Aceh membangun pelabuhan laut, pelabuhan udara, infrastruktur transportasi dan energi beserta sarananya dalam wilayah Aceh.
(2) Pengaturan dan pengelolaan pelabuhan laut, pelabuhan udara, infrastruktur transportasi dan energi beserta sarananya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Qanun Aceh.
kabupaten/kota dapat membangun pelabuhan tautt dan pelabuhan udara di Aceh.
(2). Pengelolaan pelabuhan laut dan pelabuhan udara yang dibangun oleh Pemerintah Aceh dan/atau Pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Pemerintah Aceh dan/atau Pemerintah kabupaten/kota.
(3). Pembangunan dan pengelolaan pelabuhan laut dan pelabuhan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Pasal 144 ayat (2) Draft DPRD perlu dipertahankan dengan alasan karena pengelolaan pelabuhan laut dan pelabuhan udara karena bersifat kekhususan dengan kewenanagan khusus maka perlu diberi kewenangan pengaturan melalui Qanun. - Kewenangan pengelolaan
pelabuhan laut dan pelabuhan udara baik yang dibangun oleh pemerintah dan pemerintah Aceh tetap dikelola oleh pemerintah Aceh sesuai dengan rumusan Pasal 144 ayat (2) Draft DPRD. BAB XXIV
TENAGA KERJA Pasal 145
(1) Pemerintah Aceh memfasilitasi pengembangan dan pemberdayaan tenaga kerja Aceh dengan mendirikan sentra-sentra pelatihan tenaga kerja.
(2) Pemerintah Aceh mengupayakan terciptanya lapangan kerja dengan mempercepat pertumbuhan investasi dan pembangunan di berbagai sektor.
(3) Pemerintah Aceh berwenang mengeluarkan izin
BAB XXIII TENAGA KERJA
Bagian Pertama
Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Pasal 133
(1). Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota berwenang mengeluarkan izin pendirian badan usaha jasa pengerahan tenaga kerja ke luar negeri berdasarkan peraturan perundangundangan.
(2). Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota bekerja sama dengan badan usaha jasa pengerahan tenaga kerja ke luar negeri sebagaimana dimaksud
- Pasal 133 RUU PA
Pemerintah agar mengadopsi secara utuh Draft DPRD NAD karena tidak saja mengatur tentang penempatan tenaga kerja luar negeri tetapi juga mengatur tentang pengerahan tenaga kerja di Aceh.
www.parlemen.net
pendirian badan usaha jasa tenaga kerja Aceh untuk pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
(4) Pemerintah Aceh bekerjasama dengan badan usaha jasa tenaga kerja Aceh untuk memberi perlindungan bagi tenaga kerja Aceh yang bekerja di luar negeri. (5) Pemerintah Aceh dan Pemerintah memberi
perlindungan bagi tenaga kerja Aceh yang bekerja di luar negeri bekerjasama dengan pemerintah negara dimana Tenaga Kerja Aceh bekerja.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Qanun Aceh.
pada ayat (1) guna memberikan perlindungan bagi tenaga kerja yang berasal dari Aceh dan kabupaten/kota yang bekerja di luar negeri.
(3). Pemerintah, Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota memberikan perlindungan bagi tenaga kerja yang berasal dari Aceh dan kabupaten/kota yang bekerja di luar negeri bekerja sama dengan pemerintah negara tujuan masing-masing.
(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan tenaga kerja ke luar negeri diatur dalam Qanun.
Bagian Kedua
Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja Pasal 134
(1). Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan dan kesejahteraan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2). Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota dapat mengatur perlindungan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(3). Pengaturan lebih lanjut mengenai perlindungan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja dan keluarganya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Qanun.
Pasal 135
(1). Setiap tenaga kerja mempunyai hak yang sama mendapat pekerjaan yang layak di Aceh, baik dari dalam maupun dari luar Aceh.
www.parlemen.net
(2). Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan kesempatan dan perlindungan kerja bagi tenaga kerja dari luar Aceh untuk bekerja di Aceh, dan dapat bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota asal tenaga kerja yang bersangkutan.
(3). Tenaga kerja yang berasal dari luar Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus terdaftar pada instansi ketenagakerjaan masing-masing Kabupaten/Kota.
(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran tenaga kerja yang berasal dari luar Aceh diatur dalam Qanun. Pasal 146
(1) Tenaga kerja luar Aceh adalah tenaga kerja yang berasal dari provinsi-provinsi di Indonesia.
(2) Untuk bekerja di Aceh, tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Aceh.
(3) Pemerintah Aceh memberi perlindungan bagi tenaga kerja luar Aceh yang bekerja di Aceh bekerja sama dengan Pemerintah provinsi asal tenaga kerja tersebut. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tenaga kerja luar Aceh
diatur dengan Qanun Aceh. Pasal 147
(1) Pemerintah Aceh berwenang sepenuhnya untuk mengeluarkan izin tenaga kerja asing yang akan bekerja di Aceh.
(2) Penempatan tenaga kerja asing di Aceh hanya diperbolehkan untuk posisi pekerjaan tertentu sesuai
Pasal 136
(1). Tenaga kerja asing dapat bekerja di Aceh setelah pemberi kerja yang mempergunakan tenaga kerja asing memiliki izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2). Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan setelah pemberi kerja membuat rencana penggunaan tenaga kerja asing yang
- Pasal 136 ayat (1) RUU PA Pemerintah, kata ”sesuai dengan peraturan perundang-undangan” di ganti dengan Qanun.
www.parlemen.net
dengan kebutuhan di Aceh.
(3) Pemerintah Aceh dan Pemerintah akan memberi perlindungan bagi tenaga kerja asing yang bekerja di Aceh bekerja sama dengan Pemerintah negara asal pekerja asing tersebut.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tenaga kerja asing diatur dengan Qanun Aceh.
disahkan oleh Menteri yang membidangi masalah ketenagakerjaan.
(3). Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu setelah mendapat rekomendasi dari Pemerintah Aceh.
(4). Ketentuan pemberian izin untuk jabatan tertentu dan untuk jangka waktu tertentu serta mekanisme memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Qanun Aceh.
Pasal 148
(1) Pemerintah Aceh menjamin hak pekerja di Aceh untuk mendirikan organisasi-organisasi pekerja.
(2) Organisasi-organisasi pekerja di Aceh adalah organisasi independen yang dapat melakukan kerjasama dengan organisasi atau asosiasi pekerja lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Qanun Aceh.
Pasal 137
(1). Setiap pekerja berhak rnembentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2). Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota dapat mengatur sarana khusus mengenai organisasi dan keanggotaan dalam organisasi pekerja/buruh yang lebih baik bagi pekerja/buruh.
(3). Tata cara pembentukan dan syarat keanggotaan dalam organisasi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Qanun. BAB XXV KEUANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 149
(1) Penyelenggaraan urusan Pemerintah di Aceh dan di Kabupaten/Kota dibiayai atas beban Anggaran
BAB XXIV KEUANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 138
(1). Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Aceh didanai dari dan atas beban
www.parlemen.net
Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Penyelenggaraan urusan Pemerintah Aceh dan DPRA dibiayai atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh.
(3) Penyelenggaraan urusan Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRK dibiayai atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota.
APBA.
(2). Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota didanai dari dan atas beban APBK.
(3). Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di Aceh dan kabupaten/kota didanai dari dan atas beban APBN.
Bagian Kedua
Sumber Penerimaan dan Pengelolaan Paragraf 1
Sumber Penerimaan Pasal 150 (1) Sumber penerimaan Aceh terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Aceh yang selanjutnya disebut PAA;
b. dana perimbangan;
c. penerimaan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan sendiri;
d. dana tambahan;
e. pinjaman Pemerintah Aceh; dan f. lain-lain penerimaan yang sah.
Bagian Kedua
Sumber Penerimaan dan Pengelolaan Paragraf 1
Sumber Penerimaan Pasal 139
Sumber penerimaan Aceh/kabupaten/kota terdiri atas: a. pendapatan asli Aceh/kabupaten/kota; b. dana perimbangan;
c. dana tambahan;
d. pinjaman Aceh/kabupaten/kota; dan
e. lain-lain penerimaan Aceh/kabupaten/kota yang sah.
- Pasal 139 RUU PA
Pemerintah dikembalikan bunyi pada bunyi pasal 150 Draft DPRD mengingat substansi yang diatur dalam Draft Pemerintah sebenarnya juga mengakomodir Draft DPRD. Disamping itu ada istilah-istilah tertentu yang ada dalam pasal 150 draft DPRD juga bertautan dengan istilah-istilah yang ada dalam pasal-pasal yang lain.
- Bagi hasil dan pajak-pajak yang dijadikan pajak daerah seperti PBB dan BPHTB serta 50% PPH adalah pantas
sebagai wewenang penerimaan (Revenue assignment) untuk membiayai
www.parlemen.net
dilimpahkan kepada Aceh (expenditure assignment). Penerimaan dalam rangka
penyelenggaraan
pemerintahan sendiri (pasal 150 ayat 1 butir c draf Aceh) dihapus dalam draf Pemerintah. Sumber penerimaan ini mencakup ;
bagi hasil migas dan SDA, seluruh PBB dan BPHTB, 50% PPh Pribadi dan Badan). Tetapi dalam draf Pemerintah semua sumber penerimaan ini dihapus, kecuali 70% bagi hasil migas. Sumber penerimaan migas diperkirakan tidak sustainable
dibandingkan sumber-sumber di luar migas (PBB, PPh dan SDA terbarui). Draf Pemerintah mengembalikan semua sumber penerimaan lain di luar migas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku umum (draf Pemerintah pasal 141, padahal Aceh menginginkan format bagi hasil dan pajak-pajak yang khusus (misalnya menjadikan PBB dan BPHTB sebagai pajak daerah). Di negara maju, property tax adalah pajak daerah ada mekanisme piggybacking atas
www.parlemen.net
income tax. (2) Sumber PAA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri dari : a. pajak daerah; b. retribusi daerah;
c. hasil perusahaan milik daerah dan penyertaan modal daerah;
d. zakat;
e. hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan; dan
f. lain-lain PAA yang sah.
Pasal 140
(1). Sumber pendapatan asli Aceh dan pendapatan asli kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 huruf a, terdiri dari:
a) pajak Aceh/kabupaten/kota; b) retribusi Aceh/kabupaten/kota;
c) hasil perusahaan milik Aceh/kabupaten/kota dan penyertaan modal Aceh/kabupaten/kota;
d) zakat; dan
e) lain-lain pendapatan asli Aceh dan pendapatan ash kabupaten/kota yang sah.
(2). Sumber pendapatan asli Aceh dan pendapatan asli Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Bagaimana dengan infaq, sadaqah dan waqaf dan harta agama lainnya?
(3) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah dana perimbangan bagian Aceh dan Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan, terdiri atas :
a. Bagi hasil pajak dan bagi hasil penerimaan negara dari sumber daya alam yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu 80 % (delapan puluh persen) bagian penerimaan sumber daya alam dari sektor kehutanan, 80 % (delapan puluh persen) bagian penerimaan pertambangan umum, 80 % (delapan puluh persen) bagian penerimaan perikanan, dan 80 % (delapan puluh persen) bagian penerimaan
Pasal 141
(1). Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 huruf b, terdiri atas:
a) bagi hasil pajak, yaitu:
1. bagian dari penerimaan pajak bumi dan bangunan sebesar 90%.
2. bagian dari penerimaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar 80%. 3. bagian dari penerimaan pajak penghasilan
orang pribadi sebesar 20%.
b) bagi hasil penerimaan negara bukan pajak yang bersumber dari hidrokarbon dan sumber daya alam lain:
www.parlemen.net
panas bumi.
b. dana alokasi umum yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan c. dana alokasi khusus yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
d. Penerimaan Aceh dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan sendiri, terdiri atas:
(1) 70 % (tujuh puluh persen) bagian penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi serta sumber daya alam hidrokarbon lainnya yang ada dalam wilayah Aceh;
(2) 80 % (tujuh puluh persen) bagian penerimaan negara dari kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi serta penerimaan negara lainnya dari sumber daya alam lainnya yang ada di darat dan laut sekitar Aceh;
(3) seluruh penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; dan
(4) seluruh penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan pajak-pajak tidak langsung lainnya.
(5) 50% (lima puluh persen) bagian Pajak Penghasilan Orang Pribadi, Pajak Penghasilan Badan dan Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap dari usaha-usaha ekonomi dalam wilayah Aceh.
2. Perikanan sebesar 80%.
3. Pertambangan umum sebesar 80%. 4. Pertambangan panas bumi sebesar 80%. 5. Pertambangan minyak bumi sebesar 70%. 6. Pertambangan gas alam sebesar 70%. c) Dana Alokasi Umum yang besarnya sesuai
peraturan perundang-undangan.
d) Dana Alokasi Khusus yang besarnya sesuai peraturan perundang-undangan.
(2). Pembagian Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan serta Pajak Penghasilan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3). Pembagian dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1, angka 2, angka 3 dan angka 4 sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4). Pembagian dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 5 dan angka 6 antara Aceh dan kabupaten/kota diatur dengan Qanun Aceh.
70 % (tujuh puluh persen) bagian penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi serta sumber daya alam hidrokarbon lainnya yang ada dalam wilayah Aceh; meliputi bagian pemerintah dari bagi hasil dan bagian pemerintah dari penerimaan pajak dari kegiatan dimaksud.
Pajak dimaksud merupakan pajak daerah karena sifatnya yang bersumber dari sumber daya alam di daerah.
www.parlemen.net
(4) Dana tambahan terdiri atas:
a. Penerimaan yang besarnya setara dengan 5 % (lima persen) dari plafon dana alokasi umum nasional, yang digunakan untuk pemberdayaan ekonomi kerakyatan, pembiyaan pendidikan, sosial dan kesehatan; dan
b. Dana tambahan yang besarnya ditetapkan oleh Pemerintah bersama DPR RI pada setiap tahun anggaran, yang dikelola oleh Pemerintah Aceh dan ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, termasuk harta benda publik dan perorangan yang hancur dan rusak akibat konflik dan bencana alam, serta untuk pembangunan daerah terpencil, terisolir dan kepulauan.
(5) Penerimaaan Pemerintah Aceh dari sektor eksplorasi dan eksploitasi dan sumber daya alam diatur dalam suatu kontrak bagi hasil antara Pemerintah dan Pemerintah Aceh.
(6) Penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan b terdiri atas penerimaan negara berupa pajak dan bukan pajak.
(7) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri atas;
a. Penerimaan Iuran Tetap (Land Rent);
b. Penerimaan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalty);
c. Penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan; d. Penerimaan Provisi Sumber Daya Hutan; dan e. Penerimaan-penerimaan negara bukan pajak
lainnya dari pengusahaan sumber daya alam. (8) Penerimaan negara dari sumber daya alam
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi
Pasal 142
(1). Dana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 huruf c merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk pembiayaan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pendanaan pendidikan, sosial dan kesehatan yang besarnya 1 % (satu persen) dari plafon dana alokasi umum nasional selama 5 (lima) tahun.
(2). Pembagian dana tambahan antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah kabupaten/kota diatur dengan Qanun Aceh.
(3). Penyusunan Qanun tentang Pembagian Dana Tambahan antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) difasilitasi oleh Pemerintah.
- Pasal 142 ayat (1) RUU PA Pemerintah yang menetapkan dana tambahan 1 % dari DAU Nasional perlu dikembalikan lagi kepada Draft DPRD yang menetapkan dana tamabahan yang setara dengan 5 % plafon DAU Nasional.
- Aceh menginginkan dana tambahan yang besarnya 5% dari plafon DAU nasional (Papua: 2%) dan berlangsung permanen (pasal 150 ayat 4). Draf Pemerintah hanya mengakomodasi 1% dari DAU dan hanya untuk 5 tahun. Dana tambahan dari DAU sebenarnya mrp kompensasi ats ketidakadilan thd Aceh selama pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Justifikasi;
• Eksploitasi migas sejak 1977 hingga sebelum otsus (2002) • Konflik sejak 1976 hingga 2004 menyebabkan Aceh kehilangan kesempatan membangun • Percepatan pembangunan
www.parlemen.net
penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan.
(9) Semua pajak dan bagi hasil pajak yang diperoleh melalui kewenangan pemerintahan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak menjadi faktor pengurang dalam formula penghitungan dana alokasi umum untuk Aceh.
nonfisik untuk mengejar
ketertinggalan Aceh dan kemajuan Aceh berdampak positif bagi seluruh Indonesia
• Dalam sejarah, ada contoh Marshal Plan (sejak selesai PD-II hingga 1953 AS menyuntikkan dana sebesar USD 13 milyar untuk rekonstruksi