• Tidak ada hasil yang ditemukan

PASIEN DEGAN KOINFEKSI TB DAN HIV

Dalam dokumen Pedoman Nasional. Terapi Antiretroviral (Halaman 71-75)

3TC

+

NNRTI: NVP atau EFV

ABC + ddI + PI: LPV/r atau NFV, atau SQV/r bila BB ≥25 kg

C. Pasien degan Koinfeksi TB dan HIV

ART direkomendasikan untuk semua ODHA yang

menderita TB dengan CD4 <200/mm3, dan perlu

dipertimbangkan bila CD4 <350/mm3. Pada keadaan di mana

tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka ART direkomendasikan untuk semua ODHA dengan TB. Tentu disadari bahwa akan

terjadi pasien dengan CD4 >350/mm3 ikut terobati, yang

sebenarnya belum perlu ART. Namun pengobatan TB tetap memerlukan prioritas utama untuk pasien dan tidak boleh

diganggu oleh ART66,67,68,69.

ODHA dengan TB harus mendapat perhatian khusus karena penanganan koinfeksi HIV dan TB diperumit oleh

DEPKES RI – Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral – 2004 58

adanya interaksi antara rifampisin dan NNRTI atau PI, banyaknya pil yang harus diminum, kepatuhan dan toksisitas obat. Data yang mendukung pengobatan spesifik belum

lengkap dan perlu penelitian70,71,72,73 lebih lanjut. Dengan

memperhatikan data yang ada, rekomendasi untuk terapi TB-HIV lini-pertama adalah (AZT atau d4T) + 3TC + EFV (600 atau 800 mg/hari). EFV dengan dosis 800-mg akan mencapai kadar darah lebih tinggi bila bersama rifampisin oleh karenanya dapat mengurangi kemungkinan terjadi resistensi obat pada HIV. Namun, dapat pula meningkatkan risiko toksisitas. SQV/RTV 400/400 mg setiap 12 jam, SQV/r 1600/200 mg 1 kali sehari (dalam formula soft gel - sgc) atau LPV/RTV 400/400 mg setiap 12 jam dalam kombinasi dengan NRTI utama merupakan alternatif untuk EFV, meskipun akan menghadapi masalah tolerabilitas, pemantauan klinis dan risiko terjadinya resistensi. Data lebih lanjut masih diperlukan untuk memastikan rejimen yang mengandung PI tersebut. ABC merupakan alternatif lain untuk EFV dengan keuntungan jumlah pilnya sedikit, tidak ada interaksi dengan rifampisin dan cocok untuk pasien anak dengan berat badan 25 kg atau kurang, yang belum ada dosis EFV yang cocok untuk anak. Rejimen tesebut perlu pemantauan untuk sindrom hipersensitivitas dan kekuatan virologisnya. Data tentang penggunaan NVP + rifampisin masih sangat terbatas dan masih diperdebatkan. Kadar NVP dalam darah akan berkurang bila ada rifampisin, dan pemberian NVP dengan dosis lebih tinggi belum pernah ditelaah. Meskipun beberapa penelitian klinik melaporkan respon virologis dan imunologis yang memadai dan toksisitas yang dapat diterima, rejimen ini hanya boleh diberikan bila tidak ada pilihan lain. Untuk perempuan usia subur (tanpa kontrasepsi efektif), ibu hamil, dan anak dengan TB, dianjurkan menggunakan baik SQV/r atau ABC + (d4T atau AZT) + 3TC. Untuk anak dengan

DEPKES RI – Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral – 2004 59

berat badan <25 kg dianjurkan (d4T atau AZT)/3TC/ABC sebagai alternatif74,75,76,77,78,79,80,81.

Saat yang tepat untuk memulai ART pada pasien TB belum diketahui dengan jelas. Laju kematian kasus (CFR) TB selama 2 bulan pertama pengobatan TB masih tinggi, terutama bila bersamaan dengan penyakit HIV yang sudah lanjut. Pemberian ART pada kasus tersebut mungkin sebagai penyelamat jiwa (life- saving). Di samping itu, bila akan memutuskan untuk memberikan terapi pada saatnya perlu juga diingat beban pil yang tinggi, interaksi antar obat, reaksi toksik obat, dan

adanyaIRIS68,69,82,83. Tatalaksana kasus HIV-TB menghadapi

banyak tantangan, termasuk masalah penerimaan pasien terhadap kedua diagnosis tersebut. Sebelum selesainya penelitian saat ini, rekomendasi WHO menyatakan bahwa ART pada ODHA dengan CD4<200/mm3 dimulai pada antara 2 minggu hingga 2 bulan setelah terapi TB, yaitu ketika ODHA telah stabil dengan terapi TB. Rekomendasi sementara tersebut dimaksudkan untuk memberikan penekanan pemberian terapi kepada kelompok ODHA yang memiliki kemungkinan mortalitas yang tinggi. Namun demikian, masih ada beberapa alasan yang membuat perbedaan waktu memulai ART, yaitu tergantung dari keadaan klinis masing-masing pasien. Sebagai contoh, pemberian ART kepada ODHA dengan CD4 yang lebih tinggi dapat ditunda hingga selesainya fase intensif terapi TB, guna memudahkan pemberian terapi selanjutnya.

DEPKES RI – Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral – 2004 60

Tabel 12. ART untuk pasien koinfeksi TB-HIV

CD4 Rejimen yang dianjurkan Keterangan

CD4 <200/ mm3 Mulai terapi TB.

Mulai ART segera setelah terapi TB dapat ditoleransi (antara 2 minggu hingga 2 bulan)a: Rejimen yang mengandung

EFVb, c, d.: (AZT atau d4T) + 3TC

+ EFV (600 atau 800 mg/hari). Setelah OAT selesai maka bila perlu EFV dapat diganti dengan NVP

Bila NVP terpaksa harus digunakan disamping OAT, maka dapat dilakukan dengan melakukan pemantauan fungsi hati (SGOT/SGPT) secara ketat

Dianjurkan ART.

EFV merupakan kontraindikasi untuk ibu hamil atau perempuan usia subur tanpa kontrasepsi efektif

EFV dapat diganti dengan: SQV/ RTV 400/400 mg setiap 12 jam,

SQV/r 1600/200 mg 1 kali sehari (dalam formula soft gel - sgc) atau

LPV/ RTV 400/400 mg setiap 12 jam

ABC CD4 200-350/

mm3 Mulai terapi TB. Pertimbangkan ART Mulai salah satu rejimen di bawah ini setelah selesai fase intensif. (mulai lebih dini bila penyakit berat):

Rejimen yang mengandung EFVb :

(AZT atau d4T) + 3TC + EFV (600 atau 800 mg/hari). atau

Rejimen yang mengandng NVP bila rejimen TB fase lanjutan tidak menggunakan rifampisin. (AZT atau d4T) + 3TC + NVP CD4 >350/ mm3 Mulai terapi TB. Tunda ARTe

CD4 tidak mungkin diperiksa

Mulai terapi TB. Pertimbangkan ARTa, f Keterangan:

a Saat mengawali ART harus didasarkan atas pertimbangan klinis sehubungan dengan adanya tanda lain dari imunodefisiensi (Tabel 1). Untuk TB ekstra paru, ART harus diberikan secepatnya setelah terapi TB dapat ditoleransi, tanpa memandang CD4.

b Sebagai alternatif untuk EFV adalah: SQV/r (400/400 mg setiap 12 jam atau sgc 1600/200 1 kali sehari), LPV/r (400/400 mg setiap 12 jam) dan ABC (300 mg setiap 12 jam).

c NVP (200 mg sekali sehari selama 2 minggu diikuti dengan 200 mg setiap 12 jam) sebagai pengganti EFV bila tidak ada pilihan lain. Rejimen yang mengandung NVP adalah: d4T/3TC/NVP atau AZT/3TC/NVP.

d Rejimen yang mengandung EFVadalah: d4T/3TC/EFV dan AZT/3TC/EFV. e Kecuali pada HIV stadium IV (Tabel 1), mulai ART setelah terapi TB selesai.

f Bila tidak ada tanda lain dari imunodefisiensi dan pasien menunjukkan adanya perbaikan setelah pemberian terapi TB, ART diberikan setelah terapi TB diselesaikan.

DEPKES RI – Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral – 2004 61

Dalam dokumen Pedoman Nasional. Terapi Antiretroviral (Halaman 71-75)

Dokumen terkait