DAFTAR LAMPIRAN
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Peternakan Organik
2.3.2 Pedoman Teknis Peternakan Organik
Berikut ini adalah pedoman teknis peternakan organik menurut Otoritas Kompeten Pangan Organik tahun 2007:
1. Lahan dan Penyiapan Lahan, Kandang, Bangunan kantor dan Tenaga kerja a. Unit usaha atau peternak harus memiliki catatan riwayat penggunaan lahan
minimal dua tahun sebelum lahan tersebut diperuntukan untuk sistem peternakan organik, kecuali bagi lahan yang ada dihutan bebas, bekas hutan, dan lahan bukaan baru.
b. Unit usaha atau peternak mempunyai peta lokasi lahan yang berbatasan dengan lahan yang akan digunakan untuk peternakan organik.
c. Lahan bekas peternakan bukan organik harus mengalami periode konversi paling sedikit dua tahun sebelum penebaran ternak. Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara bertahap. Areal yang dalam proses konversi dan areal yang telah dikonversi untuk produksi ternak organik tidak boleh diubah (kembali
seperti semula atau sebaliknya) antara metode produksi te rnak organik dan konvensional.
d. Tidak menyiapkan lahan dengan cara pembakaran, termasuk pembakaran sampah.
e. Kandang pemeliharaan ternak harus ditata supaya aliran air, saluran pembuangan limbah tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan penyakit.
f. Kandang isolasi diletakan paling belakang dan terpisah dari kandang lainnya untuk menghindari penularan penyakit melalui udara, air, peralatan dan petugas kandang.
g. Bangunan kantor dan tempat tinggal karyawan harus terpisah dari areal perkandangan dan dipagar.
h. Tenaga kerja yang dipekerjakan hendaknya berbadan sehat dan mendapat pelatihan teknis budidaya ternak dan penanganan panen, pasca panen, distribusi dan pemasaran hasil peternakan organik.
2. Bibit ternak
a. Bibit ternak berasal dari ternak yang dipelihara secara organik atau sesuai dengan cara -cara yang sesuai dengan SNI .
b. Tidak menggunakan bibit ternak yang berasal dari hasil rekayasa genetika yang dibuktikan dengan sertifikat .
c. Dalam hal tidak tersedia bibit seperti yang disyaratkan tersebut maka pada tahap awal dapat menggunakan bibit tanpa perlakuan.
3. Sumber Air
a. Air yang digunakan berasal dari sumber mata air yang langsung atau dari sumber lain yang memenuhi standar air yang dibenarkan oleh SNI. Terdapat catatan hasil uji air dalam periode tertentu.
b. Air yang tidak berasal dari mata air langsung harus telah mengalami perlakuan untuk mengurangi cemaran sehingga memenuhi persyaratan baku dan terdokumentasi.
c. Tidak dizinkan mengeksploitasi air secara berlebihan dan menurunkan sumberdaya air.
4. Manajemen Kesuburan Tanah
a. Kesuburan dan aktivitas biologis tanah harus dipelihara atau ditingkatkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam SNI No 01-6729-2006.
b. Tidak menggunakan kotoran manusia. 5. Pencegahan Penyakit dan Pemeliharaan Ternak
a. Meminimalkan stres, mencegah terjadinya penyakit, tidak menggunakan obat kimia untuk pencegahan dan pengobatan penyakit, tidak menggunakan hormon pemacu pertumbuhan, tidak menggunakan pakan ternak yang mengandung obat kimia dan hormon pemacu pertumbuhan sintetis, menjaga kesehatan dan kesejahteraan hewan, serta tidak menggunakan pestisida, herbisida, dan produk hasil rekayasa genetika. b. Tidak melakukan proses pembakaran dalam pengendalian gulma.
c. Menerapkan sistem pengendalian penyakit yang terpadu sehingga dapat menekan kerugian akibat penyakit.
d. Memelihara ternak secara ekstensif pada lahan organik. Ternak yang dipelihara bukan secara ekstensif harus mempertahankan kebersihan kandang, ternak, peralatan dan orang yang menangani ternak serta kesehatan ternak dan orang yang menangani ternak.
e. Memelihara spesies ternak yang dapat hidup pada pola organik.
f. Untuk menangani ternak yang sedang sakit dapat diberikan tindakan fisioterapi, akupuntur, probiotik, dan herbal organik. Dalam keadaan terpaksa dapat menggunakan obat obat kimia seperti antibiotik,obat cacing dan lain lain harus memperhatikan dosis, cara pemberian, waktu henti obat dan dalam pengawasan dokter hewan.
g. Ternak yang sedang sakit dan dalam proses pengobatan dipelihara secara terpisah dari ternak yang sehat dan dibawah pengawasan dokter hewan. Kotoran dan air kencing hewan yang sakit tidak boleh mencemari lingkungan lahan organik.
h. Hama, penyakit dan gulma dilingkungan lahan harus dikendalikan dengan cara pemilihan spesies dan varietas yang sesuai, perlindungan musuh alami hama penyakit dan gulma melalui penyediaan habitat yang cocok
seperti pembuatan pagar hidup dan tempat sarang, zona penyangga ekologi, ekosistem yang beragam, hal ini akan bervariasi antar daerah. Sebagai contoh, zona penyangga untuk mengendalikan erosi, agroforestry, merotasikan tanaman dan sebagainya; penyiapan biodinamik dari stone meal, kotoran ternak atau tanaman; Penggunaan mulsa disebarkan diatas permukaan tanah secara rapat dapat menghindari kerusakan permukaan tanah dari terpaan hujan.
i. Jika terdapat kasus yang membahayakan atau ancaman yang serius terhadap tanaman dimana tindakan pencegahan di atas tidak efektif, maka dapat digunakan bahan lain sebagaimana dicantumkan dalam Lampiran pada SNI.
6. Pakan Ternak
a. Menggunakan bahan baku pakan ternak organik, tidak menggunakan bahan baku yang berasal dari rekayasa genetik.
b. Susu yang diminum oleh ternak muda harus berasal dari susu induk organik
c. Ternak yang dipelihara secara ekstensif dan intensif atau semi intensif harus mengkonsumsi pakan dari lahan organik.
d. Air minum yang digunakan untuk minum, membersihkan ternak dan lingkungan harus berasal dari air organik.
e. Bahan pakan tambahan seperti mineral dan vitamin diperoleh secara alami dan berasal dari sumber sumber organik dan dalam proses produksinya tidak menggunakan pelarut kimia.
f. Probiotik, enzim dan mikroorganisme diperbolehkan untuk digunakan. 7. Penanganan Panen, Pasca Panen, Penyimpanan, Transportasi dan Pemasaran
a. Pencucian peralatan,ternak produk ternak organik segar dilakukan denga menggunakan air standar baku yang diizinkan untuk sistem pangan organik.
b. Tidak mencampur produk organik dengan produk non- organik dalam penanganan pasca panen termasuk dalam pengolahan, penyimpanan dan transportasi dan pemasaran.
c. Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dalam proses penanganan pasca panen, penyimpanan, dan pengangkutan.
d. Peralatan pada waktu dan pasca panen harus bebas dari kontaminasi bahan kimia sintetis.
e. Tidak menggunakan bahan pembungkus yang menimbulkan kontaminasi produk.
f. Dalam pengemasan menggunakan bahan yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali atau menggunakan bahan yang mudah mengalami dekomposisi. Menggunakan kemasan untuk makanan organik.
g. Selalu menjaga integritas produk organik selama penanganan, penyimpanan dan transportasi serta dalam pemasaran.
8. Dokumentasi dan Rekaman
a. Untuk setiap butir yang relevan perlu tersedia ”Standar Prosedur Operasional” (SPO) yang terdokumentasikan.
b. Setiap butir yang relevan harus terdapat catatan, rekaman, atau dokumentasinya untuk membuktikan pemenuhan terhadap standar ini. 2.4 Susu Organik
Susu organik merupakan susu hasil perahan ternak dari peternakan organik. Penelitian yang dilakukan oleh University of Aberdeen, Italian Research Council, dan Institute of Grassland and Environmental Research menunjukkan susu sapi organik mengandung jumlah vitamin E, antioksidan, dan asam lemak esensial omega-3 lebih banyak dibandingkan susu non-organik. Hasil penelitian ini disampaikan dalam Kongres Quality Low Impact Food yang diselenggarakan oleh University of Newscastle, awal Januari 2005. 4
Sapi yang dipelihara secara organik – hanya memakan berbagai jenis rumput segar dalam jumlah banyak dan rumput yang difermentasi – memproduksi susu yang mengandung vitamin E (alpha tocopherol) 50 persen lebih tinggi, beta karotin (di dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A) 75 persen lebih tinggi,
4
Surjad i, Harry. 2005. Susu Organik Lebih Be rvita min Da ripada Susu Non -Organik. http://www.beritabumi.org [10 Juli 2009]
dan antioksidan lutein dan zeaxanthine dua sampai tiga kali lebih banyak dibandingkan susu non-organik. University of Aberdeen dan Institute of Grassland and Environmental Research menemukan jumlah asam lemak esensial omega-3 lebih tinggi dalam susu organik. Meminum 568 mililiter susu sehari telah mencukupi 17,5 persen kebutuhan vitamin E bagi perempuan dan 14 persen bagi laki- laki, dan mendapatkan beta karotin sama banyaknya dengan beta karotin dari satu porsi sayuran.
Buah dan sayuran adalah sumber utama asupan antioksidan tetapi penelitian ini menunjukkan susu organik bisa menjadi sumber tambahan antioksidan dan vitamin lainnya yang sangat bermanfaat. Manfaat susu organik berasal dari makanan sapi yang alami, berdasarkan ketentuan standar organik di Eropa. Sementara itu, sapi non-organik mendapatkan makanan kaya konsentrat yang lebih murah untuk meningkatkan jumlah produksi susu. Selain itu, peternak sapi non-organik boleh menggunakan makanan yang berasal dari tanaman transgenik, tanaman yang dipupuk dengan urea, larutan dari sisa makanan, yang terlarang bagi peternak sapi organik.