PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PEDOMAN WAWANCARA
1. Pemahaman spiritualitas St. Fransiskus Asisi
¾ Sejauh mana suster mengenal St. Fransiskus Asisi sebagai bapa pelindung? 2. Penghayatan spiritualitas St. Fransiskus Asisi
¾ Hal-hal apa saja yang menghambat dari dalam diri suster agar dapat menghayati spiritualitas St. Fransikus Asisi?
¾ Tantangan atau kesulitan apa yang suster alami dalam hidup bersama dengan para suster senior di komunitas?
¾ Bagaimana sikap suster bila menghadapi konflik dengan saudari di komunitas?
¾ Apakah suster mengalami kesulitan untuk dapat terbuka kepada pembimbing?
3. Pelaksanaan Pembinaan bagi Suster Yunior
¾ Apakah proses pembinaan selama ini telah mampu memperkembangkan kematangan pribadi suster?
¾ Dalam pembinaan, bidang apa saja yang masih perlu untuk ditingkatkan?
4. Upaya Meningkatkan Pembinaan Spiritualitas dalam Mencapai Kematangan Pribadi
¾ Apakah harapan atau cita-cita yang suster inginkan sebagai suster OSF Sibolga?
¾ Bagaimana tanggapan suster bila diadakan program khusus dalam pembinaan spiritualitas bagi para suster yunior?
(8)
Hasil Wawancara
Wawancara yang dilaksanakan kepada para suster yunior di komunitas saudara Leo Yogyakarta berjalan dengan lancar. Para suster yang diwawancarai dapat menanggapi pertanyaan yang diajukan peneliti dengan baik, mau terbuka dan tidak sungkan. Jumlah suster yunior yang diwawancarai sebanyak tiga orang. Data dari wawancara diperoleh sesuai pedoman wawancara yang telah dirumuskan peneliti. Adapun hasil wawancara sebagai berikut:
1. Pemahaman spiritualitas St. Fransiskus Asisi
¾ Para suster mengenal St. Fransiskus Asisi sejak masuk Postulan di OSF Sibolga. Dalam proses pembinaan melalui pembelajaran, bimbingan dan lagu Fransiskus yang sering dinyanyikan setiap akhir ibadat sore para suster semakin mengenal St. Fransiskus sebagai bapa pelindung (spiritualitas). Pengenalan ini menimbulkan perasaan haru, kagum akan perjalanan panggilannya dan penghayatan serta pengabdiannya kepada Allah, kemanusiaan Yesus dan Bunda Maria. Fransiskus menjadi teladan melalui kesetiaan, rendah hati, terbuka akan rahmat Allah dan menjadi duta damai.
2. Penghayatan spiritualitas St. Fransiskus Asisi
¾ Hal-hal yang menghambat dari dalam diri para suster agar dapat menghayati spiritualitas St. Fransiskus Asisi sering dialami karena kelalaian, kurang rendah hati, kurang memberi waktu untuk membaca dan mendalami spiritualitas St. Fransiskus Asisi dan kurang adanya niat serta sikap tegas pada diri sendiri sehingga bila ada tawaran dan godaan cendrung untuk ikut arus. Kesadaran dari diri sendiri ada namun. Karena keterbatasan dan situasi membuat para suster kurang bersemangat untuk mau berjuang.
¾ Tantangan dan kesulitan dalam hidup bersama dengan para suster senior yakni: kurangnya keteladanan dari suster yang senior. Misalnya: pribadi yang tidak dewasa, hidup doa, disiplin waktu dan sikap yang tulus.
(9)
cepat.
¾ Para suster tidak mengalami kesulitan untuk terbuka kepada pembimbing rohani karena pembimbing merupakan sarana untuk membantu perkembangan ribadi dan rohani.
3. Pelaksanaan Pembinaan bagi Suster Yunior
¾ Para suster menjawab ”ya” karena proses pembinaan selama ini telah mampu memperkembangkan kematangan pribadi para suster
¾ Bidang pembinaan yang masih perlu untuk ditingkatkan adalah pembinaan spiritualitas, bimbingan secara teratur dan pelatihan dalam kepemimpinan
¾ Selama ini komunitas ikut serta bertanggungjawab dalam pembinaan para suster yunior dengan menganjurkan para suster yunior bimbingan kepada ibu komunitas. Semua anggota komunitas juga menjadi formator bagi setiap suster.
4. Upaya Meningkatkan Pembinaan Spiritualitas dalam Mencapai Kematangan Pribadi
¾ Harapan/cita-cita para suster sebagai suster OSF Sibolga
Dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi persaudaraan, mau mengabdi Allah dengan setia, menjadi rahmat bagi setiap orang, mau menghidupi spiritualitas dan warisan pendiri.
¾ Tanggapan para suster sangat antusias bila diadakan program khusus dalam pembinaan. Para suster memiliki kerinduan akan program pembinaan dengan metode baru yang mampu membuka wawasan dan menghantar para suster pada pemahaman dan penghayatan spiritualitas secara mendalam.
Para suster juga mengharapkan kiranya pendamping untuk pembinaan itu seorang yang kompeten.
(10)
(11)
Fransiskus ingin membuat Masseo menjadi rendah hati agar karunia rahmat yang diberikan Allah kepadanya tidak memenuhi dirinya dengan kebanggaan sia-sia melainkan agar lewat keutamaan kerendahan hati ia dapat menggunakannya untuk makin berkembang dalam keutamaan. Maka ketika dia berada di sebuah tempat terpencil bersama beberapa sahabat pertamanya, antara lain Masseo, Fransiskus berkata kepadanya, ”saudara Masseo” semua saudaramu memiliki karunia untuk kontemplasi dan doa tetapi engkau memiliki karunia untuk mengkotbahkan sabda Allah dan membangun umat. Karena itu, saya menghendaki agar engkau mengambil tugas penjaga pintu, bendahara dan tukang masak agar mereka bebas membaktikan diri dalam kontemplasi. Bila saudara lain sedang makan, engkau harus mengambil makananmu dan makan di depan pintu biara. Dengan cara ini engkau dapat menyemangati mereka yang berkunjung ke biara dengan kata-kata yang berguna tentang Allah sebelum mereka mengetuk pintu. Selain engkau, saudara-saudara lain tidak boleh keluar. Lakukanlah ini, demi pahala ketaatan suci!”
Masseo menyingsingkan jubahnya, menundukkan kepalanya dan dengan rendah hati menerima serta melaksanakan tugas-tugas itu. Ia melakukan tugas sebagai penjaga pintu, bendahara dan tukang masak. Akan tetapi saudara-saudaranya yang diterangi oleh Allah, merasa tidak enak hati. Mereka tahu bahwa Masseo adalah orang yang amat sempurna, sama dengan mereka bahkan lebih tetapi semua beban biara dipikul olehnya sendiri dan bukan oleh mereka bersama. Karena itu, tergerak oleh keinginan yang sama, mereka pergi dan memohon kepada Fransiskus agar diizinkan membagi-bagi tugas antar mereka karena hati nurani mereka tidak akan tenang bila Masseo harus memikul beban seberat itu sendirian. Fransiskus mendengarkan usul mereka dan menyetujui permohonan mereka. Dipanggilnya Masseo, saudara-saudaramu ingin membagi-bagikan tugas yang telah saya berikan kepadamu. Nah, sekarang saya menghendaki agar tugas-tugas itu dibagi-bagikan. Dengan rendah hati dan sabar Masseo menjawab ”bapa, apapun yang bapa suruh saya lakukan, entah keseluruhannya atau sebagian, saya pandang itu sebagai perintah dari Allah.
Fransiskus yang menyaksikan cinta kasih para saudara dan kerendahan hati Masseo menyampaikan suatu wejangan yang bagus tentang kerendahan hati. Ia memperlihatkan bahwa semakin besar anugerah rahmat yang diberikan Allah kepada kita semakin besar pula seharusnya kerendahan hati kita. Tanpa kerendahan hati, tak ada keutamaan yang berkean kepada Allah. Setelah selesai pembicaraannya, dibagi-bagikannya tugas diantara mereka dengan rasa haru yang mendalam.