• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI ANALISIS DATA

C. Faktor-faktor Penghambat Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Parisipasi Masyarkat

2. Pekerjaan Masyarkat

Pekerjaan/Mata Pencaharian merupakan aktifitas masyarakat merupakan salah satu patokan bagaimana masyarkat untuk bisa memperoleh taraf hidup yang layak.

Ada perbedaaan aktifitas pekerjaan antara satu karateristik daerah dengan dengan daerah lainnya. Sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan keadaan demografinya.

Plumer mengungkapkan hambatan partisipasi dengan hambatan masyarkat berpartisipasi ialah, biasanya masyarakat dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih dapat meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek pembangunan desa tertentu. Seringkali adanaya alasan yang mendasar pada masyarkat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi.

Sehubungan dengan karateristik Tanjung Morawa yang merupakan daerah industri, disini jelas bahwa masyarkat Desa limau Manis terkena dampak dalam pembangunan industri. Masyarakat secara otomatis yang dulu banyak bekerja sebagai petani mulai berganti sebagai buruh pabrik dengan taraf kehidupan yang lebih menjanjikan. Hal ini juga di konfirmasi dalam hasil wawancara oleh informan Kepala Dusun yang sangat mengenal karateristik masyarakat Desa Limau Manis. Beliau mengungkapkan dalam wawancara, pekerjaan masyarkat Desa Limau Manis memang cenderung memakan banyak waktu dan tenaga, dimana masuknya pembangunan industri yang ada di Tanjung Morawa secara langsung menarik jumlah pekerja, tidak terkecuali dari masyarakat Desa Limau Manis. Bahkan masyarkat juga mengakui bahwasanya, waktu dan tenaga yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan serta mendapatkan taraf hidup lebih baik dengan

pekerjaan memang menghambat masyarakat untuk berpartisipasi. Mayarkat jelas lebih mementingkan kebutuhan kehidupan nya daripada demi kemajuan desa.

Berdasarkan penelitian dilapangan, peneliti menemukan mata pencaharian masyarkat Desa Limau Manis ialah buruh pabrik . Masyarakat yang terserap oleh industri Tanjung Morawa adalah pekerja buruh dengan jadwal waktu bekerja yang cukup sibuk. Sebagai pekerja yang dituntut waktu serta tenaga memang kaitan nya tidak bisa dipisahkan dalam masyarkat buruh untuk memberi sumbangan baik berupa partisipasi ide,waktu tenaga yang sangat terbatas bahkan sampai tidak ada.Sedangkan Masyarakat cenderung bekerja dan tidak memiliki waktu luang. Seperti pekerja pertukangan memiliki jadwal pekerjaan yang tidak terikat, Sehingga peneliti merumuskan memang ada hubungan pekerjaan masyarkat dengan hambatan masyarkat untuk berpatisipasi dalam perencanaan, maupun pelksanaan pembangunan infrastrukur.

3. Pendidikan

SDM diketahui sangat mempengaruhi tingkat kemajuan suatu bangsa, maka sebenarnya tingkat pendidikan tinggi juga mempunyai pengaruh bagaimana cara masyarkat berfikir untuk kemajuan baik untuk pribadi maupun untuk bersama. Plummer dalam teorinya yang mengungkapkan hambatan berpartisipasi masyarkat bisa terdapat pada faktor tingkat pendidikan. Dimana pendidikan sangat mempengaruhi bagi keinginan dan kemampuan masyarkat untuk berpartispasi serta

untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi pemabangunan yang ada.

Pendidikan memang salah satu aspek pembangunan yang digalakan dalam pembangunan di Desa Limau Manis, ini ditandai dengan jumlah buta huruf masyarkat yang sama sekali tidak ada. Dan pelaksanaan pendidikan 9 tahun adalah hal yang wajib dilaksanakan di Desa Limau Manis, Bahkan semakin banyak masyarkat yang melanjut pendidikan hingga ke perguran tinggi. Namun hambatan tentang tingkatan pendidikan tidak mempengaruhi masyarkat untuk berpartisipasi. Dalam hasil wawancara informan Kepala Dusun Bapak Junaidi, dan dengan konfirmasi Tokoh Mayarakat juga Bapak Heru dalam wawancara nya diketahui bahwa masyarkat dengan pendidikan tinggi di Desa Limau Manis sangat jarang dijumpai dalam berbagai kesempatan untuk menyumbangkan partisipasinya. Malah sebaliknya masyarkat dengan pendidikan SLTA/Sederajat lah yang paling banyak mengikuti partisipasi untuk pembangunan infrastuktur. Hal ini diberi alasan masyarkat bahwasanya dengan pendidikan taraf perguruan tinggi yang ada di masyarkat memiliki kecenderungan malu untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa.

Namun, dengan penilaian peneliti sendiri di lapangan, bahwasanya pelaku pembangunan walaupun benar ada nya dominasi oleh pekerja pertukangan dengan pendidikan SLTA/Sederajat. Akan tetapi alasan para masyarakat dengan pendidikan taraf perguruan tinggi yang tidak bisa menyumbangkan partisipasinya bukan karena tidak mau ataupun malu seperti yang diungkapkan pemerintah desa,

Melainkan ada faktor dimana masyarkat yang ada di Desa Limau Manis dengan pendidikan yang cukup baik tersebut cenderung memiliki kegiatan atau aktifitas yang jauh lebih kompleks daripada masyarkat dengan pendidikan SLTA/Sederajat. Bila di telah maka sebenarnya masyarkat dengan pendidikan baik sebenarnya mau menyumbangkan minimal ide ataupun gagasan untuk kemajuan desa namun, kembali lagi kendala pekerjaan dan waktu kembali menjadi hambatan. Sehingga faktor tersebut lah yang membuat masyarkat dengan pendidikan cukup baik sulit untuk menyumbangkan berpartisipasi nya dalam setiap tahapan pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka hambatan masyarakat untuk berpartisipasi karena faktor pendidikan adalah tidak benar. Masyarkat dengan jenjang pendidikan apapun sebenarnya mau berpartisipasi dalam kemajuan desa.

3. Jenis Kelamin.

Masalah kesetaraan gender adalah hal yang cukup marak digalakan dalam berbagai aspek pembangunan tidak terkecuali wilayah pedesaan, ini ditandai dalam Musrenbang desa yang harus melibatkan peran serta jenis kelamin perempuan serta laki-laki. Plumer mengungkapkan Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarkat masih menganggap faktor jenis kelamin dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarkat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan mempunyai persepsi pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan.

Dalam hal ini keterkaitan antara jenis kelamin dengan intensitas untuk masyarkat berpartisipasi memang tidak memiliki hubungan. Seperti dalam wawancara Kepala Dusun oleh Ibu Suranata, seorang Kepala Dusun perempuan yang menjelaskan dalam wawancara bahwa jenis kelamin tidak memilki pengaruh dalam perencanaan pembangunan, akan tetapi memiliki pengaruh yang cukup spesifik dalam pelaksanaan pembangunan, seperti yang diketahui pelaksanaan pembangunan infrastruktur bukan lah pekerjaan yang ringan. Jadi pelaksana partisipasi pembangunan didominasi oleh kaum laki-laki dan perencanaan pembangunan kaum perempuan tetap diikutsertakan.

Sehubungan juga dengan penelitian di lapangan peneliti menemukan bahwa, jenis kelamin perempuan dan laki-laki yang mengikuti partisipasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Ini ditandai masih ada jenis kelamin perempuan yang mau mengikuti perencanaan pembangunan pada tingkat dusun maupun desa.

Dokumen terkait