• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

C. Pelaksanaan Nilai Religius di Sekolah

Nilai religius sebagai salah satu nilai karakter yang sedang gencar digalakkan dalam pendidikan karakter, tentu pelaksanaannya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Untuk menumbuhkan nilai religius tidaklah mudah. Syamsul Kurniawan (2013: 85) menyatakan bahwa nilai religius pada anak tidak cukup diberikan melalui pelajaran, pengertian, penjelasan, dan pemahaman. Namun, penanaman nilai religius memerlukan bimbingan, mengarahkan, sekaligus mendampingi anak dalam situasi yang dialaminya.

Nilai religius perlu dilaksanakan secara menyeluruh, tidak hanya pada saat pembelajaran agama saja. Ngainun Naim (2012: 125) berpendapat bahwa pembentukan sikap, perilaku, dan pengalamaan keagamaan perlu adanya kerja sama semua unsur di sekolah, sehingga memungkinkan nilai religius dapat terinternalisasi secara lebih efektif. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Agus Wibowo (2012: 36) yang menyatakan bahwa semua komponen pemangku kepentingan atau stakeholders harus dilibatkan dalam pendidikan

33

karakter di sekolah. Oleh karena itu, semua pihak yang berkepentingan di sekolah harus saling membantu pelaksanaan nilai religius di sekolahnya.

Nilai religius sebagai salah satu karakter yang terdapat pada pendidikan karakter dapat dilaksanakan sesuai dengan pelaksanaan pendidikan karakter. Pelaksanaan nilai religius sebagai bagian dari pendidikan karakter ini perlu dilakukan secara menyeluruh di sekolah baik dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Pendidikan karakter dapat dilaksanakan sesuai dengan program pendidikan karakter dalam konteks mikro menurut Kemendiknas (2010: 28) yang dapat dilihat dari gambar berikut.

Gambar. 1 Program Pendidikan Karakter pada Konteks Mikro Sumber: Kemendiknas (2010: 28)

34

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pendidikan karakter dapat dilaksanakan melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah. Namun karena keterbatasan peneliti, peneliti tidak melakukan penelitian di rumah siswa. Hal ini dikarenakan jumlah siswa yang cukup banyak sehingga peneliti kesulitan untuk mengetahui kegiatan keseharian setiap siswa di rumah. Oleh karena itu, peneliti hanya memfokuskan pada program pendidikan karakter yang terjadi di sekolah yaitu melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler. Berikut penjelasan mengenai pelaksanaan nilai religius di sekolah.

1. Kegiatan Belajar Mengajar

Melalui kegiatan belajar mengajar, pengembangan nilai karakter bangsa diintegrasikan pada setiap mata pelajaran yang dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus menurut Kemendiknas (2010: 18) ditempuh melalui cara-cara berikut ini: a. mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya; b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK

dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;

c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus;

d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;

e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan

35

f. memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku

Novan Ardy Wiyani (2012: 108) berpendapat bahwa pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam mata pelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran yang berlangsung. Oleh karena itu, guru perlu melakukan hal tersebut untuk meningkatkan nilai religius siswa melalui kegiatan belajar mengajar.

Berdasarkan paparan di atas, tampak jelas bahwa pelaksanaan nilai religius melalui kegiatan belajar mengajar perlu dilakukan mengingat kegiatan belajar mengajar merupakan aktivitas utama siswa di sekolah. Sehingga, guru perlu sepandai mungkin untuk mengintegrasikan nilai religius di dalam pembelajaran.

2. Budaya Sekolah

Pelaksanaan pendidikan karakter melalui budaya sekolah dilakukan melalui integrasi ke dalam kegiatan sehari-hari siswa di sekolah. Pengertian budaya sekolah menurut Kemendiknas (2010: 19) yaitu suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, antar anggota kelompok masyarakat di sekolah.

Ngainun Naim (2012: 127) berpendapat bahwa untuk menciptakan suasana keagamaan di sekolah dengan interaksi sesama guru, guru dengan peserta didik, atau sesama peserta didik. Novan Ardy

36

Wiyani (2012: 140) menyampaikan bahwa pembentukan budaya sekolah berbasis pendidikan karakter dapat dilakukan melalui empat hal yang meliputi kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengondisian. a. Kegiatan rutin

Ngainun Naim (2012: 125) menyatakan bahwa untuk menanamkan nilai religius siswa dapat dilakukan melalui kegiatan rutin dalam hari-hari belajar biasa yang terintegrasi dengan kegiatan yang telah diprogramkan sehingga tidak memerlukan waktu khusus. Kemendiknas (2010: 15) mendefinisikan kegiatan rutin sebagai kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus-menerus dan konsisten setiap saat.

Berikut ini contoh kegiatan rutin berkaitan dengan pelaksanaan nilai religius di sekolah, yaitu dengan mengucapkan salam sebelum dan sesudah kegiatan, berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, melaksanakan kegiatan infak, melakukan sholat berjamaah, dan lain-lain. Kegiatan- kegiatan tersebut sangat perlu untuk dilakukan secara rutin oleh peserta didik untuk menjadikan sebuah kebiasaan bagi peserta didik.

b. Kegiatan spontan

Kemendiknas (2010: 15) mendefinisikan kegiatan spontan sebagai kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu juga. Muchlas Samani dan Hariyanto, (2013: 146)

37

berpendapat bahwa kegiatan spontan itu terjadi pada saat itu juga, secara spontan, pada waktu terjadi keadaan tertentu.

Kemendiknas (2010: 15) menyatakan bahwa kegiatan spontan dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik dan perlu dikoreksi saat itu juga. Kegiatan spontan juga berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang baik untuk dipuji sementara yang kurang baik untuk dikoreksi. Ngainun Naim (2012: 126) menyatakan bahwa guru dapat memberikan pengetahuan nilai religius secara spontan ketika menghadapi sikap atau perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Manfaat pendidikan secara spontan ini antara lain menjadikan peserta didik langsung mengetahui dan menyadari kesalahan yang dilakukannya dan langsung pula mampu memperbaikinya, dapat dijadikan sebagai pelajaran atau hikmah bagi peserta didik lainnya, jika perbuatan salah jangan ditiru, sebaliknya jika ada perbuatan yang baik harus ditiru (Ngainun Naim, 2012: 126). Kegiatan ini misalnya guru memberi teguran pada peserta didik yang tidak ikut ibadah, kurang serius dalam berdoa, memberi pujian bagi siswa yang sudah baik ibadahnya atau prestasi agamanya.

c. Keteladanan

Kemendiknas (2010: 16) mendefinisikan keteladanan sebagai perilaku atau sikap guru, tenaga pendidikan, dalam memberikan

38

contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Muchlas Samani dan Hariyanto, (2013: 146) berpendapat bahwa timbulnya sikap dan perilaku peserta didik karena meniru perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan di sekolah.

Berdasakan uraian diatas, dapat diketahui bahwa seluruh warga sekolah baik itu kepala sekolah, guru, atau siswa dapat menjadi teladan bagi siswa sehingga perlu adanya teladan yang baik untuk siswa. Keteladanan yang dapat dilakukan oleh warga sekolah dalam pelaksanaan nilai religius dapat berwujud ketaatan dalam beribadah, beribadah tepat waktu, dan lain-lain.

d. Pengondisian

Muchlas Samani dan Hariyanto, (2013: 147) mendefinisikan pengondisian sebagai penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter. Sementara Kemendiknas (2010: 16) menyatakan bahwa untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan tersebut.

Ngainun Naim (2012: 126) berpendapat bahwa menciptakan situasi atau keadaan religius bertujuan untuk mengenalkan kepada peserta didik tentang pengertian dan tata cara pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu untuk menunjukkan pengembangan kehidupan religius di lembaga pendidikan yang

39

tergambar dari perilaku sehari-hari dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh guru dan peserta didik.

Ngainun Naim (2012: 126) juga berpendapat bahwa untuk menanamkan nilai religius perlu menciptakan lingkungan lembaga pendidikan yang mendukung dalam menumbuhkan budaya religius (religius culture). Ngainun Naim (2012: 127) juga mendeskripsikan contoh menciptakan situasi atau keadaan religius dapat dilakukan dengan pengadaan peralatan peribadatan seperti tempat untuk sholat (masjid atau mushola), alat-alat sholat seperti sarung, peci, mukena, sajadah, atau pengadaan Al Quran.

Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pengondisian merupakan cara yang dilakukan dalam menciptakan kondisi yang mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Karakter yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai religius. Contoh pengondisian antara lain dengan guru mengondisikan siswa dalam berbagai aktivitas religius dan pengkonsisian fisik yang dilakukan sekolah untuk mendukung pelaksanaan nilai religius seperti pengadaan tempat ibadah, alat-alat ibadah, pengadaan Al Quran, dan fasilitas lainnya seperti tulisan di dinding tentang ajakan beribadah.

Berdasarkan paparan di atas, dapat diuraikan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter melalui budaya sekolah ini dapat dilaksanakan melalu kegiatan rutin, kegiatan, spontan, keteladanan, dan pengondisian.

40

Seluruh kegiatan tersebut perlu dilaksanakan dengan kerja sama semua pihak di sekolah agar berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. 3. Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan yang diadakan sekolah dalam menunjang kemampuan siswanya sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa. Novan Ardy Wiyani (2013: 110) mendefinisikan kegiatan ekstrakurikuler sebagai kegiatan pendidikan yang tercakup dalam kurikulum di luar mata pelajaran untuk mengembangkan bakat, minat kreativitas, dan karakter peserta didik di sekolah. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ngainun Naim (2012: 127) bahwa salah satu cara menanamkan nilai religius siswa yaitu dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan diri, menumbuhkan bakat, minat, dan kreativitas pendidikan agama dalam keterampilan dan seni.

Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan di luar pembelajaran yang bertujuan menumbuhkan bakat dan minat siswa. Kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan berkaitan dengan nilai religius antara lain seperti membaca Al Quran, adzan, sari tilawah, keikutsertaan dalam perlombaan, pendampingan pada siswa yang ikut lomba, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikaji bahwa pelaksanaan nilai religius dapat dilakukan dengan kegiatan yang terintegrasi terhadap seluruh kegiatan di sekolah yaitu melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah,

41

dan kegiatan ekstrakurikuler. Dalam kegiatan belajar mengajar perlu tercantum dalam silabus dan RPP dan dalam proses pembelajarannya dalam menanamkan nilai religius. Sementara melalui budaya sekolah dapat dilakukan dengan kegiatan yang bersifat religius dapat berupa kegiatan rutin, spontan, keteladanan, serta pengondisian. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler juga perlu untuk mengembangkan potensi siswa terkait dengan nilai religius.

Seluruh kegiatan tersebut perlu dilaksanakan secara maksimal oleh seluruh warga sekolah baik guru, siswa, dan pihak sekolah lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian mengenai pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler.