• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN NILAI RELIGIUS DI SDIT ANAK SHOLEH DESA ARGOREJO KECAMATAN SEDAYU KABUPATEN BANTUL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAKSANAAN NILAI RELIGIUS DI SDIT ANAK SHOLEH DESA ARGOREJO KECAMATAN SEDAYU KABUPATEN BANTUL."

Copied!
234
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN NILAI RELIGIUS DI SDIT ANAK SHOLEH DESA ARGOREJO KECAMATAN SEDAYU

KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Farida Dwi Utami NIM 12108241117

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

i

PELAKSANAAN NILAI RELIGIUS DI SDIT ANAK SHOLEH DESA ARGOREJO KECAMATAN SEDAYU

KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Farida Dwi Utami NIM 12108241117

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

v MOTTO

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku

(Terjemahan QS Adz Dzaariyaat: 56)

Jadikanlah ayat-ayat Al Quran sebagai teman untuk melangkah, dan jadikanlah keyakinan sebagai kekuatan untuk menuntun arah.

(7)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT, saya persembahkan karya ini dengan tulus kepada:

1. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan doa, kasih sayang, perhatian, dan dukungan hingga karya ini dapat terselesaikan. Saya yakin keberhasilan saya dalam menyelesaikan karya ini tidak lepas dari kedua orang tua saya. 2. Almamater kebanggaan saya Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

(8)

vii

PELAKSANAAN NILAI RELIGIUS DI SDIT ANAK SHOLEH DESA ARGOREJO KECAMATAN SEDAYU

KABUPATEN BANTUL

Oleh: Farida Dwi Utami NIM. 12108241117

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Subjek penelitian dipilih secara purposive yaitu kepala sekolah, guru agama, guru kelas III dan V, dan siswa kelas III dan V. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumen. Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pengujian keabsahan data dilakukan dengan triangulasi teknik dan sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan nilai religius berupa keyakinan agama, praktik agama, pengetahuan agama, pengalaman agama, dan pengamalan agama di SDIT Anak Sholeh melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler. Pelaksanaan nilai religius tersebut terdiri dari 1) keyakinan agama dengan meyakini adanya Tuhan dan patuh terhadap perintah Tuhan, 2) praktik agama dengan menjawab salam, berdoa, sholat, membaca Al Quran, hafalan, dan infak, 3) pengetahuan agama dengan mengetahui sejarah agama, ibadah, dan sikap-sikap terpuji, 4) pengalaman agama dengan merasa dekat dengan Tuhan dan takut akan dosa, dan 5) pengamalan agama dengan belajar dengan sungguh-sungguh, mengerjakan tugas dengan baik, setia kawan, menolong teman, makan dengan tangan kanan, dan membuang sampah pada tempatnya.

(9)

viii

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Nilai Religius di SDIT Anak Sholeh Desa Argorejo

Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul“. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Karya ini tersusun atas kerjasama, bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar, Drs. Suparlan, M. Pd. I. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memaparkan gagasan skripsi ini.

(10)
(11)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Fokus Penelitian ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Pendidikan Karakter ... 9

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 9

2. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter ... 16

B. Tinjauan tentang Nilai Religius ... 18

1. Pengertian Nilai Religius ... 18

2. Macam-Macam Nilai Religius ... 24

3. Pentingnya Nilai Religius ... 30

(12)

xi

1. Kegiatan Belajar Mengajar ... 34

2. Budaya Sekolah ... 35

3. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 40

D. Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Nilai Religius di Sekolah ... 41

E. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar ... 42

F. Kerangka Berpikir ... 45

G. Pertanyaan Penelitian ... 46

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 48

B. Subjek Penelitian ... 49

C. Waktu dan Tempat Penelitian... 50

D. Teknik Pengumpulan Data ... 51

E. Instrumen Penelitian ... 53

F. Teknik Analisis Data ... 55

G. Uji Keabsahan Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

B. Hasil Penelitian ... 62

1. Pelaksanaan Nilai Religius Melalui Kegiatan Belajar Mengajar ... 62

2. Pelaksanaan Nilai Religius Melalui Budaya Sekolah ... 71

3. Pelaksanaan Nilai Religius Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler ... 78

C. Pembahasan ... 85

1. Pelaksanaan Nilai Religius Melalui Kegiatan Belajar Mengajar ... 85

2. Pelaksanaan Nilai Religius Melalui Budaya Sekolah ... 90

3. Pelaksanaan Nilai Religius Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(13)

xii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter ... 17

Tabel 2. Indikator Keberhasilan Pengembangan Karakter Religius ... 42

Tabel 3. Kisi-Kisi Pedoman Obervasi Pelaksanaan Nilai Religius ... 54

Tabel 4. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Pelaksanaan Nilai Religius ... 54

Tabel 5. Data Jumlah Siswa SDIT Anak Sholeh ... 59

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 106

Lampiran 2. Hasil Wawancara ... 109

Lampiran 3. Analisis Data Hasil Wawancara ... 129

Lampiran 4. Pedoman Observasi ... 155

Lampiran 5. Hasil Observasi ... 156

Lampiran 6. Analisis Data Hasil Observasi ... 169

Lampiran 7. Dokumen Hasil Penelitian ... 176

Lampiran 8. Foto Hasil Observasi ... 212

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan komponen penting dalam rangka memajukan suatu bangsa. Sebagaimana fungsi dan tujuan pendidikan Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang mengemukakan bahwa

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan di atas, dapat dilihat bahwa tujuan pendidikan di Indonesia tidak hanya membentuk manusia yang pandai secara akademik namun juga manusia yang memiliki watak atau karakter yang baik. Dalam upaya membentuk peserta didik yang berkarakter baik, pemerintah telah mencanangkan adanya pendidikan karakter.

(17)

2

Karakter-karakter yang digalakkan dalam pendidikan karakter cukup banyak. Salah satu karakter yang harus dimiliki oleh peserta didik adalah karakter religius. Nilai religius merupakan karakter yang sangat penting dalam rangka membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Sebagaimana yang kita tahu bahwa negara Indonesia adalah negara yang beragama dan juga yang tercantum dalam Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Melihat hal tersebut, dapat kita simpulkan bahwa nilai religius sangatlah penting bagi warga negara Indonesia.

Deskripsi nilai religius menurut Kemendiknas (2010: 9) adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Oleh karena itu, nilai religius sangatlah penting dalam membentuk warga negara yang taat dengan agama yang dianutnya sekaligius toleran dan rukun terhadap umat agama lain.

(18)

3

beragama Islam dan kejadian ini menyebabkan satu orang tewas. Hal tersebut tentu membuat masyarakat prihatin terhadap kejadian ini. Oleh karena itu pendidikan karakter yang berkaitan dengan karakter nilai religius ini perlu ditanamkan sejak dini.

Nilai religius perlu untuk dilaksanakan sejak dini tak terkecuali di sekolah dasar. Banyak usaha yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam rangka melaksanakan nilai religius kepada peserta didik. Oleh karena itu, pihak sekolah perlu menyadari akan pentingnya melaksanakan nilai religius bagi peserta didik. Untuk mengetahui realita yang terjadi di lapangan terkait pelaksanaan nilai religius di sekolah-sekolah kemudian dilakukan observasi. Observasi dilakukan di tiga sekolah dasar yang terletak di Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul yaitu SD Bandut, SD Krapyak, dan SDIT Anak Sholeh.

Observasi yang pertama dilakukan SD Bandut pada tanggal 23 Oktober 2015. Siswa di SD Bandut ini sebagian besar beragama Islam dan ada beberapa yang beragama Katolik. Berdasarkan observasi tersebut diketahui bahwa siswa ini hidup dengan rukun walaupun memiliki agama yang berbeda. Hal tersebut tentu sangat kita harapkan mengingat negara kita merupakan negara yang memiliki agama beragama.

(19)

4

pendek dalam Al Quran dan juga belum lancar dalam membaca huruf hijaiyah. Hal tersebut perlu lebih diperhatikan lagi, mengingat membaca Al Quran merupakan salah satu ibadah dalam agama Islam. Sehingga setiap orang perlu diajarkannya sejak kecil mengenai membaca Al Quran. Namun, di SD Bandut ini belum ada kegiatan khusus yang diadakan untuk mengajarkan siswanya tentang cara membaca Al Quran. Selain itu, nilai religius dilaksanakan dengan mengadakan kegiatan yang bersifat insidental seperti perayaan Maulid Nabi, buka bersama, Qurban, dan lain-lain. Hal tersebut tentu perlu dipertimbangkan lagi, mengingat pentingnya pelaksanaan religius sejak dini terutama di sekolah dasar.

Sementara observasi yang kedua dilakukan di SD Krapyak pada tanggal 26 Oktober 2015. Seperti dengan sekolah yang sebelumnya, di SD Krapyak ini siswanya juga beragama yang berbeda-beda. Namun, mayoritas siswa beragama Islam. Berdasarkan observasi tersebut diketahui bahwa siswa ini hidup dengan rukun walaupun memiliki agama yang berbeda. Selain itu, di SD Krapyak ini terdapat beberapa usaha yang dilakukan sekolah untuk melaksanakan nilai religius siswa seperti dengan mengadakan kegiatan TPA yang rutin dilakukan seminggu sekali setiap kelasnya. Selain itu, pelaksanaan nilai religius dilakukan dengan mengadakan kegiatan yang bersifat insidental seperti perayaan Maulid Nabi, buka bersama, Qurban, dan lain-lain.

(20)

5

Agama Islam diketahui bahwa masih ada siswa yang belum hafal bacaan niat sholat fardhu dari sholat shubuh, dhuhur, ashar, maghrib, dan isya. Berdasarkan observasi saat kegiatan TPA diperoleh hasil bahwa masih ada siswa yang belum lancar dalam membaca bacaan sholat. Hal tersebut tentu perlu dipertimbangkan lagi, mengingat pentingnya pelaksanaan religius sejak dini terutama di sekolah dasar.

Selanjutnya, observasi yang terakhir dilakukan di SDIT Anak Sholeh pada tanggal 30 Oktober 2015. Seluruh siswa di SDIT Anak Sholeh ini beragama Islam termasuk para guru dan stafnya mengingat SD ini merupakan sekolah dasar yang menerapkan pendidikan yang bernuansa Islami. Pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh sudah dilakukan dengan kegiatan-kegiatan agama seperti sholat dhuha. Selain itu, sudah banyak prestasi yang diraih oleh siswa di SDIT Anak Sholeh dalam bidang keagamaan. Hal tersebut tentu menjadi sebuah kebanggaan bagi kita mengingat peserta didik yang masih berusia SD sudah memiliki prestasi yang baik di bidang agama.

(21)

6

dengan 40 ayat. Melihat hal tersebut, dapat diketahui bahwa siswa sudah mampu menghafal bacaan sholat dan juga surat pada Al Quran. Namun, pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh ini belum diketahui secara mendalam.

Berdasarkan pemaparan hasil observasi di tiga sekolah dasar tersebut diketahui bahwa masih banyak permasalahan di sekolah dasar yang berkaitan dengan nilai religius siswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka mengkaji lebih dalam tentang pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh. Penelitian ini mengangkat sebuah judul yaitu “Pelaksanaan Nilai Religius di SDIT Anak Sholeh Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Masih ada siswa yang tidak serius dalam berdoa di SD Bandut dan SD Krapyak.

2. Masih ada siswa yang belum mampu membaca bacaan Al Qur’an dengan lancar di SD Bandut dan SD Krapyak.

3. Masih ada siswa yang belum hafal bacaan sholat di SD Bandut dan SD Krapyak.

(22)

7 C. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini difokuskan pada pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis

(23)

8 2. Manfaat praktis

Manfaat praktis yang diperoleh antara lain: 1. Bagi Kepala Sekolah dan Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai refleksi dan acuan dalam mengoptimalkan pelaksanaan nilai religius di sekolah. 2. Bagi Peneliti

(24)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan tentang Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan suatu program pemerintah yang sedang gencar untuk dilaksanakan dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang berkaraker. Berikut ini penjelasan mengenai pendidikan karakter.

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Pengertian pendidikan karakter dapat dijelaskan dengan mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian pendidikan, pengertian karakter, dan selanjutnya pengertian pendidikan karakter. Berikut ini penjelasan tentang pengertian pendidikan karakter.

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang mendasar dalam rangka kelangsungan hidup suatu bangsa. Pengertian pendidikan sendiri menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

(25)

10

perkembangan kepribadian. Sementara Umar Tirtarahardja dan La Sulo (2010: 34) menyatakan bahwa pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.

Dwi Siswoyo, dkk (2011: 53) juga berpendapat mengenai pengertian pendidikan, yang merupakan proses di mana masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan, dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilai dan keterampilan dari generasi ke generasi. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Umar Tirtarahardja dan La Sulo (2010: 34) yang berpendapat bahwa pendidikan sebagai proses transformasi budaya dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain.

(26)

11

Sedangkan pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi dimaksudkan bahwa pendidikan berusaha membentuk peserta didik menjadi pribadi yang baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sementara pendidikan sebagai proses transformasi warisan budaya masyarakat dimaksudkan bahwa pendidikan merupakan upaya untuk mewariskan budaya masyarakat yang dianggap perlu untuk dipertahankan sehingga tidak hilang pada masa selanjutnya. Mengetahui pengertian pendidikan tersebut, tampak jelas bahwa pendidikan merupakan usaha yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup bangsa.

b. Pengertian Karakter

Karakter dapat diartikan secara etimologis, menurut Ryan and Bohlin dalam Darmiati Zuchdi dkk (2012: 15) kata karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu charassein yang berarti to engrave. To engrave bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau

menggoreskan.

(27)

12

Darmiati Zuchdi dkk (2012: 15) berpendapat bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun lingkungan yang terwujud dalam perilaku sehari-hari. Tidak jauh dari pendapat di atas, Tobroni dalam Syamsul Kurniawan (2013: 29) menyatakan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan YME, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma.

Imam Ghozali dalam Masnur Muslich (2011: 70) menyatakan bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Syamsul Kurniawan (2013: 29) menyatakan bahwa karakter berasal dari kebiasaan seseorang yang pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang menempel pada seseorang dan sering orang yang bersangkutan tidak menyadari karakternya justru orang lain yang lebih mudah untuk menilai karakter seseorang.

(28)

13

sehari-hari. Sehingga karakter merupakan ciri khas dari seseorang yang dapat dilihat dari pemikiran, perasaan, sikap, dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka hubungan terhadap Tuhannya, terhadap sesama manusia, maupun terhadap lingkungan.

Karakter seseorang tidak selalu sejalan antara pemikiran, perasaan, sikap, maupun perilakunya. Ada seseorang yang pemikirannya bagus tetapi perilakunya kurang bagus begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, karakter seseorang perlu dibentuk sebaik mungkin agar seseorang memiliki karakter yang baik secara utuh baik dalam pemikiran, perasaan, sikap, maupun perilakunya.

c. Pengertian Pendidikan Karakter

Pengertian pendidikan karakter didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut. Muchlas Samani dan Hariyanto, (2013: 44) menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good character) pada peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dengan Tuhannya.

(29)

14

45) juga mendefinisikan pendidikan karakter sebagai proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, piker, raga, serta rasa dan karsa.

Selain itu, Muchlas Samani dan Hariyanto (2013: 45) juga memaknai pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan. H E Mulyasa (2013: 3) mengungkapkan bahwa pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan tentang hal-hal baik dalam kehidupan, sehingga peserta didik memiliki kesadaran, pemahaman yang tinggi, kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupannya.

(30)

15

mempraktikkannya dalam kehidupannya baik dalam keluarga, masyarakat, maupun negara.

Berdasarkan pengertian pendidikan sebagai proses pengembangan potensi peserta didik, proses pembentukan pribadi, hingga proses transformasi warisan budaya masyarakat dan pengertian karakter yaitu sesuatu yang abstrak yang melandasi pemikiran, perasaan, sikap, dan perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari, dapat diketahui bahwa pendidikan karakter merupakan suatu usaha untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi yang baik dengan mengajarkan tentang bagaimana seharusnya pemikiran, perasaan, sikap, dan perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian pendidikan karakter di atas, pendidikan karakter juga dapat diartikan proses pendidikan yang berusaha menanamkan karakter-karakter mulia kepada peserta didik dengan memberikan pemahaman, tuntunan, mempraktikkan, dan membiasakan dalam kehidupan sehari-hari.

(31)

16

maupun masyarakat. Oleh karena itu, adanya pendidikan karakter sangat diperlukan dalam mewujudkan manusia Indonesia yang berkarakter.

2. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berupaya untuk mengembangkan nilai-nilai karakter yang cukup banyak. Ratna Megawangi dalam Dharma Kesuma dkk (2013: 14), pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun 9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan karakter, yaitu 1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, 2) kemandirian dan tanggung jawab, 3) kejujuran/amanah, bijaksana, 4) hormat dan santun, 5) dermawan, suka menolong, dan gotong royong , 6) percaya diri, kreatif, dan pekerja keras, 7) kepemimpinan dan keadilan , 8) baik dan rendah hati, 9) toleran, kedamaian,dan kesatuan.

Nilai-nilai karakter bangsa Indonesia yang perlu dikembangkan merupakan nilai-nilai karakter yang sangat diperlukan dalam rangka memperbaiki karakter bangsa yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan berdasarkan Kemendiknas

(2010: 910) yaitu terdapat 18 nilai dalam pendidikan karakter yang

(32)
[image:32.595.126.523.99.668.2]

17

Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter

NILAI DESKRIPSI

Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

Cinta Tanah Air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

Bersahabat/ Komuniktif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

Tanggung-jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

(33)

18

Dari delapan belas nilai karakter di atas, peneliti hanya memfokuskan pada pelaksanaan nilai karakter yang hubungannya dengan Tuhan yaitu nilai religius. Nilai religius merupakan nilai karakter yang sangat penting bagi kita mengingat negara Indonesia merupakan negara yang beragama. Selain itu, pengakuan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius juga dapat dilihat dari Pancasila sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal tersebut menjadi bukti bahwa nilai religius sangatlah penting untuk diajarkan dan dilaksanakan dalam kehidupan seseorang.

B. Tinjauan tentang Nilai Religius

Nilai religius merupakan salah satu nilai karakter yang penting dalam program pendidikan karakter. Oleh karena itu, nilai religius perlu untuk dimiliki oleh setiap orang. Berikut ini penjelasan mengenai nilai religius. 1. Pengertian Nilai Religius

Pengertian nilai religius dapat diuraikan mulai dari pengertian nilai, pengertian religius, dan pengertian nilai religius. Berikut penjelasan mengenai pengertian-pengertian tersebut.

a. Pengertian Nilai

(34)

19

dapat diketahui bahwa nilai itu melekat pada suatu obyek sehingga tidak terpisahkan dari suatu obyek.

Sementara itu, Frankena dalam Kaelan (2010: 87) berpendapat bahwa nilai artinya “keberhargaan” (worth) atau” kebaikan”

(goodness). Melihat pengertian tersebut dapat diketahui bahwa nilai itu menunjukkan sesuatu yang berharga atau mengandung kebaikan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Kaelan (2010: 88) bahwa nilai itu mengandung cita-cita, harapan- harapan, dambaan- dambaan, dan keharusan.

Berbicara mengenai nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukan das Sein (Rukiyati, dkk, 2008: 58). Nilai berkaitan dengan bidang normatif bukan kognitif. Dengan kata lain, nilai berkaitan dengan yang ideal bukan yang real. Namun, keduanya saling berkaitan antar das Sollen dan das Sein. Artinya das Sollen harus menjelma menjadi das Sein, yang ideal harus menjadi real, yang bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta (Kodhi dalam Kaelan, 2010: 88).

(35)

20

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diuraikan bahwa nilai merupakan sesuatu yang ideal yang terdapat dalam suatu obyek yang menjadi landasan manusia dalam bersikap dan berperilaku. Dengan adanya nilai, manusia akan mengendalikan perilakunya sesuai dengan nilai yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, nilai sangat penting dalam kehidupan masyarakat untuk mengatur semua tingkah laku masyarakat.

b. Pengertian Religius

Religius berasal dari kata dasar dalam bahasa Inggris yaitu religion. Religion merupakan istilah lain dari agama. Religion berasal

dari kata religere dan religare. Kata religere menurut Cicero berarti to treat carefully (melakukan perbuatan dengan penuh kehati-hatian).

Perbuatan yang dimaksud dalam hal ini adalah usaha atau peribadatan yang dilakukan dalam rangka mengabdi pada Tuhan (Ajat Sudrajat, dkk, 2008: 8). Sedangkan kata religare berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat ikatan antara manusia dengan Tuhan, dan agama lebih lanjut memang mengikat manusia dengan Tuhan (Abdudin Nata, 2009: 10). Sehingga di sini, religion atau agama bersifat mengikat bagi pemeluknya.

(36)

21

pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber dari kekuatan tersebut. Harun Nasution dalam Abdudin Nata (2009: 10) berpendapat bahwa intisari dari istilah di atas adalah ikatan. Agama mengandung ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Religion atau agama sangatlah penting karena merupakan suatu pedoman hidup bagi yang pemeluknya.

Sementara itu, Ngainun Naim (2012: 124) mendefinisikan religius sebagai penghayatan dan implementasi ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga religius sangat berkaitan dengan perilaku seseorang terkait dengan agama yang diyakininya.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diuraikan bahwa definisi religius merupakan pemikiran, perasaan, sikap, dan perilaku seseorang dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Atau dengan kata lain religius itu melambangkan bagaimana seseorang mengimplementasikan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, seseorang yang rajin dalam mengamalkan ajaran agamanya dapat dikatakan sebagai seseorang yang bersifat religius.

c. Pengertian Nilai Religius

(37)

22

perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Kemendiknas, 2010: 9).

Syamsul Kurniawan (2013: 127) berpendapat bahwa seseorang disebut religius ketika ia merasa perlu dan berusaha mendekatkan dirinya dengan Tuhan sebagai penciptanya, dan patuh melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Adanya kedekatan dengan Tuhan ini merupakan ciri dari manusia religius.

Sementara itu, Mohamad Mustari (2014: 1) mengungkapkan bahwa seseorang yang religius akan menunjukkan bahwa pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau ajaran agamanya. Keyakinan yang dapat merasakan akan adanya Tuhan ini, sebenarnya di dalam jiwa manusia itu sendiri sudah tertanam. Rasa semacam ini sudah merupakan fitrah (naluri insan). Inilah yang disebut dengan naluri keagamaan (religius instinc).

Mohamad Mustari (2014: 2) menyatakan bahwa manusia religius berkeyakinan bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah merupakan bukti yang jelas terhadap adanya Tuhan. Unsur-unsur perwujudan serta benda-benda alam ini pun mengukuhkan keyakinan bahwa di situ ada Maha Pencipta dan Pengatur alam ini.

(38)

23

bersikap dan berperilaku dan pengertian religius sebagai pemikiran, perasaan, sikap, dan perilaku seseorang dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, dapat diuraikan bahwa nilai religius merupakan sesuatu yang ideal dalam melandasi manusia dalam pemikiran, perasaan, sikap, dan perilakunya untuk melaksanakan ajaran agama yang diyakininya. Nilai religius ini berkaitan dengan keyakinan manusia terhadap Tuhan yang diyakininya dan melaksanakan semua perintah dari Tuhannya.

Nilai religius ini mencakup cara-cara atau usaha-usaha manusia dalam melaksanakan ajaran Tuhan yang diyakininya. Nilai religius menjadi dasar bagi manusia dalam bertingkah laku. Hal ini karena, religius seseorang dapat dilihat dari keyakinannya terhadap Tuhan. Sehingga ia akan takut apabila berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh Tuhan.

(39)

24 2. Macam-Macam Nilai Religius

Nilai religius masih bersifat abstrak, sehingga perlu diidentifikasi mengenai macam-macam nilai religius. C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25) menyatakan bahwa ada lima dimensi yang dapat mengembangkan manusia menjadi religius. Lima dimensi tersebut yaitu keyakinan agama, praktik agama, pengetahuan agama, pengalaman agama, dan konsekuensi (pengamalan). Berikut ini penjelasan mengenai kelima dimensi tersebut.

a. keyakinan agama (religious believe)

(40)

25 b. praktik agama (religious practice)

C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25) menyatakan bahwa praktik agama meliputi perilaku simbolik dari makna-makna keagamaan yang terkandung di dalamnya. Praktik agama ini juga disebut sebagai ibadat yang merupakan cara melakukan penyembahan kepada Tuhan dengan segala rangkaiannya (Mohamad Mustari, 2014: 3). Unsur ini merupakan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual atau ibadat di dalam agamanya. Di dalam agama Islam misalnya sholat, zakat, puasa, dan sebagainya. Dengan melakukan ibadat ini dapat meremajakan keimanan, menjaga diri dari kemerosotan budi pekerti atau dari mengikuti hawa nafsu yang berbahaya. Semua aktivitas bisa jadi ibadat jika sesuai dengan hokum Tuhan dan hati yang berbuatnya dipenuhi dengan ketakutan terhadap Tuhan.

c. pengetahuan agama (religious knowledge)

(41)

26

Oleh karena itu, pengetahuan agama mencakup seluruh pengetahuan mengenai ajaran agama.

d. pengalaman agama (religious feeling)

C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25) menyatakan bahwa pengamalan agama yang menuju pada seluruh keterlibatan subjek dengan hal-hal suci dalam agama. Mohamad Mustari (2014: 3) berpendapat bahwa pengalaman agama adalah perasaan yang dialami orang beragama seperti seseorang merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, dan lain-lain. Unsur ini merupakan sejauh mana seseorang memiliki perasaan atau pengalaman keagamaan yang pernah dirasakan atau dialaminya. Pengalaman keagamaan ini terkadang cukup mendalam pada diri pribadi seseorang.

e. Konsekuensi atau pengamalan (religious effect)

(42)

27

baik tetapi sikap, ucapan, dan tindakannya tidak sesuai dengan norma-norma agama.

Berdasarkan pada konsep religiusitas versi Stark dan Glock, dimensi keyakinan agama dapat disejajarkan dengan akidah, ibadat (praktik agama) disejajarkan dengan syariah, konsekuensi (pengamalan) disejajarkan dengan akhlak (Fauzan, 2013: 56). Hal tersebut sesuai dengan bagian pokok ajaran Islam yang terdiri dari Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak (Ajat Sudrajat, dkk, 2008: 69).

Berikut ini penjelasan dari bagian pokok ajaran Islam tersebut. a. Aqidah

Fauzan (2013: 56) berpendapat bahwa aqidah menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan Muslim terhadap ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ajat Sudrajat, dkk (2008: 73) yang mendefinisikan aqidah sebagai perjanjian manusia dengan Tuhan yang berisi tentang kesediaan manusia untuk tunduk dan patuh secara sukarela pada kehendak Allah. Oleh karena itu, aqidah dapat diartikan sebagai keyakinan hati seorang Muslim terhadap Allah.

b. Syari’ah

Ajat Sudrajat, dkk (2008: 77) menyatakan bahwa syari’ah

(43)

28

maupun di dunia yang akan datang. Sementara itu, Fauzan (2013: 56) berpendapat bahwa syari’ah menunjukkan seberapa tingkat

kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana dianjurkan oleh agamanya.

Ruang lingkup syari’ah menurut Mahmud Syaltout dalam

Ajat Sudrajat, dkk (2008: 77) terdapat dua garis besar yaitu ibadat dan muamalat. Ibadat merupakan peraturan Allah yang berkaitan dengan perbuatan manusia guna mendekatkan diri kepada Allah. Contoh ibadat antara lain sholat, zakat, puasa, dan haji. Mu’amalat merupakan peraturan Allah yang berkaitan dengan perbuatan untuk menemukan kebaikan bersama dan mengurangi kedzaliman atas orang lain pada umumnya. Contoh mu’amalat antara lain pernikahan, pembagian harta waris, pertukaran barang atau jasa, hak-hak dasar manusia, dan lain-lain. Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa syari’ah merupakan peraturan Allah yang berkaitan

dengan perbuatan manusia dalam rangka mematuhi perintah Allah. c. Akhlak

(44)

29

tindakan membentuk atau membiasakan perbuatan yang bermanfaat bagi orang lain.

Ruang lingkup akhlak menurut Ajat Sudrajat, dkk (2008:

8182) terdiri dari akhlak kepada Allah dan akhlak kepada manusia.

Contoh akhlak kepada Allah yaitu menjaga tubuh dan pikiran dalam keadaan bersih, menyadari bahwa semua manusia sederajat di hadapan Allah, dan lain-lain. Sementara contoh akhlak kepada manusia yaitu saling tolong menolong, bertenggang rasa, dan lain-lain. Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa akhlak merupakan perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam menerapkan ajaran agama.

(45)

30 3. Pentingnya Nilai Religius

Indonesia merupakan negara yang beragama. Agama-agama yang ada di Indonesia sangat diakui di negara ini. Bahkan, setiap warga negara harus menganut salah satu dari agama-agama tersebut. Seperti yang terdapat pada Pancasila sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Orang yang beragama berarti orang yang taat kepada

perintah dan larangan Tuhan. Dengan ini pula, sebagai sebuah bangsa, kita tunjukkan kepada bangsa lain di dunia bahwa kita adalah bangsa yang religius, yang konsekuen lahir batin untuk menjunjung tinggi ajaran agama.

Ngainun Naim (2012: 124) menyatakan bahwa agama mencakup totalitas tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang dilandasi dengan iman, menjadikan seseorang terbiasa dalam pribadi dan perilakunya sehari-hari sehingga nilai religius merupakan nilai pembentuk karakter yang sangat penting artinya. Sehingga nilai religius sangat penting bagi seseorang agar ia terjaga dari hal yang kurang baik dalam setiap tingkah lakunya.

(46)

31

seseorang untuk mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan yang anarkis dengan meyakini Tuhan di atas hal lainnya.

Nilai religius perlu ditanamkan sedini mungkin pada anak. Penanaman nilai religius ini juga tidak cukup hanya dilakukan pada saat pelajaran agama. Menurut Syamsul Kurniawan (2013: 85) nilai religius pada anak tidak cukup diberikan melalui pelajaran, pengertian, penjelasan, dan pemahaman. Namun, penanaman nilai religius memerlukan bimbingan, mengarahkan, sekaligus mendampingi anak dalam situasi yang dialaminya.

Berdasarkan paparan di atas, dapat dikaji bahwa nilai religius sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan nilai religius, manusia memiliki keyakinan adanya Tuhan yang mengatur kehidupan dunia ini. Hal ini menjadikan manusia tidak berbuat sesuatu yang melanggar dari ajaran Tuhannya. Inilah yang diharapkan dengan adanya nilai religius, manusia menjadi makhluk yang bermartabat dan selalu menjaga segala pikiran, perkataaan, dan perilakunya.

Hal tersebut menjadi harapan bagi kita bangsa Indonesia yang saat ini tengah gencar terjadi konflik agama di antara masyarakat kita. Seperti yang menjadi masalah dalam penelitian ini bahwa saat ini masih banyak siswa yang belum dapat mengamalkan ajaran agamanya dengan baik seperti belum bisa membaca Al Qur’an dan doa sehari-hari bagi

(47)

32

Melihat masalah tersebut, penanaman nilai religius ini sangat penting dilakukan bagi anak sejak usia sedini mungkin terutama usia sekolah dasar agar anak telah memiliki nilai religius sejak dini dan dapat diterapkan dalam kehidupannya sejak dini hingga dewasa nantinya. Mengingat pentingnya nilai religius untuk ditanamkan sedini mungkin, peneliti berupaya untuk mengetahui lebih dalam mengenai pelaksanaan nilai religius yang dilaksanakan di SDIT Anak Sholeh.

C. Pelaksanaan Nilai Religius di Sekolah

Nilai religius sebagai salah satu nilai karakter yang sedang gencar digalakkan dalam pendidikan karakter, tentu pelaksanaannya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Untuk menumbuhkan nilai religius tidaklah mudah. Syamsul Kurniawan (2013: 85) menyatakan bahwa nilai religius pada anak tidak cukup diberikan melalui pelajaran, pengertian, penjelasan, dan pemahaman. Namun, penanaman nilai religius memerlukan bimbingan, mengarahkan, sekaligus mendampingi anak dalam situasi yang dialaminya.

(48)

33

karakter di sekolah. Oleh karena itu, semua pihak yang berkepentingan di sekolah harus saling membantu pelaksanaan nilai religius di sekolahnya.

[image:48.595.140.509.364.678.2]

Nilai religius sebagai salah satu karakter yang terdapat pada pendidikan karakter dapat dilaksanakan sesuai dengan pelaksanaan pendidikan karakter. Pelaksanaan nilai religius sebagai bagian dari pendidikan karakter ini perlu dilakukan secara menyeluruh di sekolah baik dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Pendidikan karakter dapat dilaksanakan sesuai dengan program pendidikan karakter dalam konteks mikro menurut Kemendiknas (2010: 28) yang dapat dilihat dari gambar berikut.

(49)

34

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pendidikan karakter dapat dilaksanakan melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah. Namun karena keterbatasan peneliti, peneliti tidak melakukan penelitian di rumah siswa. Hal ini dikarenakan jumlah siswa yang cukup banyak sehingga peneliti kesulitan untuk mengetahui kegiatan keseharian setiap siswa di rumah. Oleh karena itu, peneliti hanya memfokuskan pada program pendidikan karakter yang terjadi di sekolah yaitu melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler. Berikut penjelasan mengenai pelaksanaan nilai religius di sekolah.

1. Kegiatan Belajar Mengajar

Melalui kegiatan belajar mengajar, pengembangan nilai karakter bangsa diintegrasikan pada setiap mata pelajaran yang dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus menurut Kemendiknas (2010: 18) ditempuh melalui cara-cara berikut ini: a. mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya; b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK

dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;

c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus;

d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;

(50)

35

f. memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku

Novan Ardy Wiyani (2012: 108) berpendapat bahwa pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam mata pelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran yang berlangsung. Oleh karena itu, guru perlu melakukan hal tersebut untuk meningkatkan nilai religius siswa melalui kegiatan belajar mengajar.

Berdasarkan paparan di atas, tampak jelas bahwa pelaksanaan nilai religius melalui kegiatan belajar mengajar perlu dilakukan mengingat kegiatan belajar mengajar merupakan aktivitas utama siswa di sekolah. Sehingga, guru perlu sepandai mungkin untuk mengintegrasikan nilai religius di dalam pembelajaran.

2. Budaya Sekolah

Pelaksanaan pendidikan karakter melalui budaya sekolah dilakukan melalui integrasi ke dalam kegiatan sehari-hari siswa di sekolah. Pengertian budaya sekolah menurut Kemendiknas (2010: 19) yaitu suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, antar anggota kelompok masyarakat di sekolah.

(51)

36

Wiyani (2012: 140) menyampaikan bahwa pembentukan budaya sekolah berbasis pendidikan karakter dapat dilakukan melalui empat hal yang meliputi kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengondisian. a. Kegiatan rutin

Ngainun Naim (2012: 125) menyatakan bahwa untuk menanamkan nilai religius siswa dapat dilakukan melalui kegiatan rutin dalam hari-hari belajar biasa yang terintegrasi dengan kegiatan yang telah diprogramkan sehingga tidak memerlukan waktu khusus. Kemendiknas (2010: 15) mendefinisikan kegiatan rutin sebagai kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus-menerus dan konsisten setiap saat.

Berikut ini contoh kegiatan rutin berkaitan dengan pelaksanaan nilai religius di sekolah, yaitu dengan mengucapkan salam sebelum dan sesudah kegiatan, berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, melaksanakan kegiatan infak, melakukan sholat berjamaah, dan lain-lain. Kegiatan- kegiatan tersebut sangat perlu untuk dilakukan secara rutin oleh peserta didik untuk menjadikan sebuah kebiasaan bagi peserta didik.

b. Kegiatan spontan

(52)

37

berpendapat bahwa kegiatan spontan itu terjadi pada saat itu juga, secara spontan, pada waktu terjadi keadaan tertentu.

Kemendiknas (2010: 15) menyatakan bahwa kegiatan spontan dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik dan perlu dikoreksi saat itu juga. Kegiatan spontan juga berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang baik untuk dipuji sementara yang kurang baik untuk dikoreksi. Ngainun Naim (2012: 126) menyatakan bahwa guru dapat memberikan pengetahuan nilai religius secara spontan ketika menghadapi sikap atau perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Manfaat pendidikan secara spontan ini antara lain menjadikan peserta didik langsung mengetahui dan menyadari kesalahan yang dilakukannya dan langsung pula mampu memperbaikinya, dapat dijadikan sebagai pelajaran atau hikmah bagi peserta didik lainnya, jika perbuatan salah jangan ditiru, sebaliknya jika ada perbuatan yang baik harus ditiru (Ngainun Naim, 2012: 126). Kegiatan ini misalnya guru memberi teguran pada peserta didik yang tidak ikut ibadah, kurang serius dalam berdoa, memberi pujian bagi siswa yang sudah baik ibadahnya atau prestasi agamanya.

c. Keteladanan

(53)

38

contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Muchlas Samani dan Hariyanto, (2013: 146) berpendapat bahwa timbulnya sikap dan perilaku peserta didik karena meniru perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan di sekolah.

Berdasakan uraian diatas, dapat diketahui bahwa seluruh warga sekolah baik itu kepala sekolah, guru, atau siswa dapat menjadi teladan bagi siswa sehingga perlu adanya teladan yang baik untuk siswa. Keteladanan yang dapat dilakukan oleh warga sekolah dalam pelaksanaan nilai religius dapat berwujud ketaatan dalam beribadah, beribadah tepat waktu, dan lain-lain.

d. Pengondisian

Muchlas Samani dan Hariyanto, (2013: 147) mendefinisikan pengondisian sebagai penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter. Sementara Kemendiknas (2010: 16) menyatakan bahwa untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan tersebut.

(54)

39

tergambar dari perilaku sehari-hari dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh guru dan peserta didik.

Ngainun Naim (2012: 126) juga berpendapat bahwa untuk menanamkan nilai religius perlu menciptakan lingkungan lembaga pendidikan yang mendukung dalam menumbuhkan budaya religius (religius culture). Ngainun Naim (2012: 127) juga mendeskripsikan contoh menciptakan situasi atau keadaan religius dapat dilakukan dengan pengadaan peralatan peribadatan seperti tempat untuk sholat (masjid atau mushola), alat-alat sholat seperti sarung, peci, mukena, sajadah, atau pengadaan Al Quran.

Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pengondisian merupakan cara yang dilakukan dalam menciptakan kondisi yang mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Karakter yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai religius. Contoh pengondisian antara lain dengan guru mengondisikan siswa dalam berbagai aktivitas religius dan pengkonsisian fisik yang dilakukan sekolah untuk mendukung pelaksanaan nilai religius seperti pengadaan tempat ibadah, alat-alat ibadah, pengadaan Al Quran, dan fasilitas lainnya seperti tulisan di dinding tentang ajakan beribadah.

(55)

40

Seluruh kegiatan tersebut perlu dilaksanakan dengan kerja sama semua pihak di sekolah agar berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. 3. Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan yang diadakan sekolah dalam menunjang kemampuan siswanya sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa. Novan Ardy Wiyani (2013: 110) mendefinisikan kegiatan ekstrakurikuler sebagai kegiatan pendidikan yang tercakup dalam kurikulum di luar mata pelajaran untuk mengembangkan bakat, minat kreativitas, dan karakter peserta didik di sekolah. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ngainun Naim (2012: 127) bahwa salah satu cara menanamkan nilai religius siswa yaitu dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan diri, menumbuhkan bakat, minat, dan kreativitas pendidikan agama dalam keterampilan dan seni.

Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan di luar pembelajaran yang bertujuan menumbuhkan bakat dan minat siswa. Kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan berkaitan dengan nilai religius antara lain seperti membaca Al Quran, adzan, sari tilawah, keikutsertaan dalam perlombaan, pendampingan pada siswa yang ikut lomba, dan lain-lain.

(56)

41

dan kegiatan ekstrakurikuler. Dalam kegiatan belajar mengajar perlu tercantum dalam silabus dan RPP dan dalam proses pembelajarannya dalam menanamkan nilai religius. Sementara melalui budaya sekolah dapat dilakukan dengan kegiatan yang bersifat religius dapat berupa kegiatan rutin, spontan, keteladanan, serta pengondisian. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler juga perlu untuk mengembangkan potensi siswa terkait dengan nilai religius.

Seluruh kegiatan tersebut perlu dilaksanakan secara maksimal oleh seluruh warga sekolah baik guru, siswa, dan pihak sekolah lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian mengenai pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler.

D. Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Nilai Religius di Sekolah

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari pelaksanaan nilai religius sebagai salah satu nilai dalam pendidikan karakter diperlukan suatu indikator keberhasilan dalam pelaksanaan nilai religius tersebut. Kemendiknas (2010: 23) menyatakan bahwa ada 2 (dua) jenis indikator yang dikembangkan dalam pedoman pendidikan karakter, yaitu 1) indikator untuk sekolah dan kelas dan 2) indikator untuk mata pelajaran.

(57)
[image:57.595.138.511.96.229.2]

42

Tabel 2. Indikator Keberhasilan Pengembangan Karakter Religius

Indikator Sekolah Indikator Kelas

 Merayakan hari-hari besar nasional

 Memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk beribadah

 Memberi kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah

 Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran

 Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah

Sumber: Kemendiknas (2010: 25)

Sementara, indikator keberhasilan mata pelajaran menggambarkan perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu (Kemendiknas, 2010: 25). Perilaku afektif dalam hal ini berkaitan dengan nilai religius siswa yang berkenaan dengan mata pelajaran tertentu.

Berdasarkan paparan di atas, dapat diuraikan bahwa indikator keberhasilan dalam pelaksanaan nilai religius baik itu indikator sekolah dan kelas, maupun indikator mata pelajaran sangat diperlukan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan nilai religius di sekolah. Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat keberhasilan sekolah mengenai pelaksanaan nilai religius baik itu di sekolah dan kelas maupun dalam mata pelajaran.

E. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar

(58)

43

Anak usia sekolah dasar merupakan masa-masa emas bagi anak dalam belajar. Hal tersebut diperkuat oleh Hurlock, Elizabeth B (1980: 146) yang menyatakan bahwa pada usia sekolah dasar ini, anak diharapkan memperoleh dasar-dasar yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa, dan mempelajari berbagai keterampilan penting.

Berbagai perkembangan yang terjadi pada anak usia sekolah dasar sangat perlu untuk diperhatikan dalam rangka mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Perkembangan anak tersebut meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, moral, dan sosial anak.

Perkembangan fisik anak usia sekolah dasar lebih stabil dan tenang, kenaikan tinggi dan berat badan bervariasi antara anak yang satu dengan yang lain. Anak banyak melakukan kegiatan fisik atau keterampilan gerak seperti berlari, memanjat, melompat, naik sepeda, dan lain-lain (Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 105).

Piaget dalam Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 35) berpendapat bahwa anak usia sekolah dasar memiliki kemampuan kognitif di mana awalnya berupa konsep yang samar-samar sekarang menjadi lebih konkret. Anak sudah mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah-masalah yang bersifat konkret.

(59)

44

menunjukkan empati yang tulus dan pemahaman emosional lebih tinggi dari masa sebelumnya. Pergaulan anak usia sekolah dasar semakin luas dengan teman sekolah dan teman sebayanya sehingga dapat mengembangkan emosinya. Misalnya anak belajar bahwa ungkapan emosi yang kurang baik tidak diterima oleh temannya sehingga anak belajar mengendalikan emosinya (Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 111).

Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 110) menyatakan bahwa pada tahap ini, perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku di masyarakat. Perilaku moral anak banyak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dan perilaku orang di sekitarnya. Dengan demikian, peran serta dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya tak terkecuali pihak sekolah sangat diperlukan dalam menumbuhkan perilaku moral yang baik bagi anak.

Piaget dalam Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 110) berpendapat bahwa pada usia 5 sampai 12 tahun konsep anak tentang keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku tentang benar dan salah yang telah dipelajari menjadi berubah. Dalam hal ini, anak dapat menerjemahkan mana yang baik dan mana yang buruk tergantung pada situasi yang dihadapinya.

(60)

45

yang menjadi landasan bagi pendidik untuk menanamkan nilai-nilai religius pada peserta didik pada usia sekolah dasar.

Perkembangan sosial anak usia sekolah dasar dapat dilihat dari pergaulannya di lingkungan baik dalam berhubungan dengan teman sekolah maupun dengan teman sebayanya. Hurlock, Elizabeth B (1980: 148) menyatakan bahwa anak usia ini sering disebut usia bermain karena luasnya minat dan kegiatan bermain anak usia ini. Dengan demikian, pada masa ini anak cenderung lebih berminat atau lebih menyukai bermain dibanding masa yang lain.

Berdasarkan paparan di atas, dapat diuraikan bahwa anak usia sekolah dasar merupakan masa yang penting dalam membentuk pribadi yang baik berdasarkan pada perkembangan fisik, kognitif, emosi, moral dan sosialnya. Anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik yang unik sehingga dalam penanamaan nilai religius di sekolah juga harus selalu memperhatikan perkembangan anak. Hal ini perlu dilakukan agar anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya dalam rangka pembentukan karakter religius siswa di sekolah.

F. Kerangka Berpikir

(61)

46

sangatlah penting adanya. Nilai religius merupakan suatu nilai yang menunjukkan adanya keyakinan terhadap Tuhan dan melaksanakan segala cara atau usaha sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Dengan nilai religius, manusia akan mengendalikan tingkah lakunya agar tidak menyimpang dari agama yang dianutnya. Oleh karena itu, nilai religius sangat dianjurkan untuk dimiliki oleh setiap orang.

Nilai religius perlu ditanamkan pada anak sejak usia sedini mungkin seperti ketika masih sekolah dasar. Nilai religius ini dapat dilaksanakan sesuai dengan pelaksanaan pendidikan karakter, yaitu melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler. Pelaksanaan nilai religius ini memerlukan kerja sama yang baik oleh seluruh warga sekolah agar dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, sekolah diharapkan dapat melaksanakan nilai religius sebagai salah satu nilai dalam pendidikan karakter dengan baik.

G. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat dimunculkan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

(62)

47

2. Bagaimana pelaksanaan nilai religius berupa keyakinan agama, praktik agama, pengetahuan agama, pengalaman agama, dan pengamalan agama dalam budaya sekolah di SDIT Anak Sholeh?

(63)

48 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Peneliti bermaksud untuk meneliti secara mendalam tentang pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh. Hal ini sesuai dengan pendapat Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 60) yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif (qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan unjuk mendeskripsikan dan

menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.

(64)

49 B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini dipilih secara purposive yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru agama, guru kelas III dan V, dan siswa kelas III dan V SDIT Anak Sholeh. Berikut ini penjelasan dari masing-masing subjek penelitian.

1. Kepala sekolah

Kepala sekolah dipilih sebagai subjek penelitian karena kepala sekolah merupakan pemimpin yang menentukan kebijakan yang akan diterapkan di sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah lebih mengetahui tentang segala program yang ada di sekolah termasuk data terkait dengan pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh.

2. Guru agama

Guru agama dipilih sebagai subjek penelitian karena guru agama merupakan salah satu pelaksana nilai religius di sekolah yang memasuki semua kelas dalam pembelajaran Agama Islam. Oleh karena itu, guru agama dijadikan sumber data terkait pelaksanaan nilai religius.

3. Guru kelas III dan V

(65)

50

dijadikan sebagai subjek penelitian. Data tersebut diperoleh baik dalam proses pembelajaran maupun di luar pembelajaran.

4. Siswa kelas III dan V

Siswa kelas III dan V yang dipilih sebagai subjek penelitian adalah 3 siswa dari masing-masing kelas. Siswa kelas III dipilih sebagai subjek penelitian dari kelas rendah karena siswa kelas III sudah bisa diajak berkomunikasi dalam rangka kegiatan wawancara dengan siswa terkait pelaksanaan nilai religius. Sementara kelas V dipilih sebagai subjek penelitian kelas tinggi karena siswa kelas V merupakan siswa dengan usia paling tua di sekolah sehingga lebih mudah diajak berkomunikasi. Di SDIT Anak Sholeh ini baru terdiri dari kelas I sampai kelas V.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Berikut ini waktu dan tempat dilaksanakannya penelitian. 1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai bulan Maret 2016.

2. Tempat penelitian

(66)

51 D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah melalui observasi, wawancara, dan dokumen. Berikut ini penjelasan mengenai masing-masing teknik pengumpulan data tersebut.

1. Observasi

Peneliti melakukan observasi tentang pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh. Observasi yang dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan nilai religius melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 220) yang menyatakan bahwa observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.

Observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah observasi nonpartisipan. Jadi, peneliti sebagai pengamat dalam kegiatan pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh dan tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sugiyono (2013: 204) yang menyatakan bahwa observasi nonpartisipan adalah di mana peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen.

2. Wawancara

(67)

52

terkait pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh. Peneliti melakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru dan siswa SDIT Anak Sholeh.

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur karena wawancara semi terstruktur termasuk dalam kategori wawancara mendalam (indepth interview). Peneliti berupaya untuk mengetahui lebih dalam dan terbuka terkait pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sugiyono (2013: 320) yang menyatakan bahwa tujuan dari wawancara semi terstruktur adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Peneliti melakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru agama, guru kelas III dan V, dan siswa kelas III dan V.

3. Dokumen

(68)

53 E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian pada penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Dalam penelitian ini, peneliti mengembangkan instrumen penelitian melalui observasi dan wawancara. Hal ini mengacu pada pendapat Sugiyono (2013: 307) yang menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana.

Peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa pedoman observasi dan pedoman wawancara untuk mengumpulkan data. Berikut ini penjelasan dari masing-masing instrumen penelitian.

1. Pedoman observasi

(69)
[image:69.595.142.517.96.326.2]

54

Tabel 3. Kisi-Kisi Pedoman Obervasi Pelaksanaan Nilai Religius

Variabel Komponen Indikator

Pelaksanaan nilai religius

Pelaksanaan nilai religius melalui kegiatan belajar mengajar

1. Keyakinan agama 2. Praktik agama 3. Pengetahuan agama 4. Pengalaman agama 5. Pengamalan agama Pelaksanaan nilai religius

melalui budaya sekolah

Keyakinan agama 2. Praktik agama 3. Pengetahuan agama 4. Pengalaman agama 5. Pengamalan agama Pelaksanaan nilai religius

melalui kegiatan ekstrakurikuler

1. Keyakinan agama 2. Praktik agama 3. Pengetahuan agama 4. Pengalaman agama 5. Pengamalan agama 2. Pedoman wawancara

[image:69.595.142.518.459.690.2]

Pedoman wawancara yang dibuat pada penelitian ini terdiri dari pedoman wawancara pada kepala sekolah, guru agama, guru kelas, dan siswa. Berikut ini kisi-kisi pedoman wawancara pelaksanaan nilai religius. Tabel 4. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Pelaksanaan Nilai Religius

Variabel Komponen Indikator

Pelaksanaan nilai religius

Pelaksanaan nilai religius melalui kegiatan belajar mengajar

1. Keyakinan agama 2. Praktik agama 3. Pengetahuan agama 4. Pengalaman agama 5. Pengamalan agama Pelaksanaan nilai religius

melalui budaya sekolah

1. Keyakinan agama 2. Praktik agama 3. Pengetahuan agama 4. Pengalaman agama 5. Pengamalan agama Pelaksanaan nilai religius

melalui kegiatan ekstrakurikuler

(70)

55 F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan model interaktif (interactive model) menurut Miles and Huberman. Langkah-langkah dalam analisis data dengan model interaktif (interactive model) menurut Miles and Huberman ditunjukkan pada gambar berikut.

[image:70.595.133.470.251.391.2]

Gambar 2. Komponen dalam analisis data (interactive model) menurut Miles and Huberman

Sumber: Sugiyono (2013: 338)

Berikut ini penjelasan dari langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini.

1. Pengumpulan data (data collection)

Peneliti melakukan pengumpulan data terkait pelaksanaan nilai religius melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler. Seluruh data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan untuk dianalisis selanjutnya.

Data collection

Data display Data reduction

(71)

56 2. Reduksi data (data reduction)

Dalam penelitian ini peneliti melakukan reduksi data atau merangkum data dari semua data yang dikumpulkan dari kegiatan obervasi, wawancara, dan analisis dokumen agar data menjadi lebih jelas dan fokus. Hal ini didasarkan pada pernyataan Sugiyono (2013: 338) yang mengemukakan bahwa mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membu

Gambar

Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter
Gambar. 1 Program Pendidikan Karakter pada Konteks Mikro Sumber: Kemendiknas (2010: 28)
Tabel 2. Indikator Keberhasilan Pengembangan Karakter Religius
Tabel 4. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Pelaksanaan Nilai Religius
+5

Referensi

Dokumen terkait

Ngabehi Yosodipuro di Pengging Boyolali; /2/ mendeskripsikan profil para peziarah; /3/ mendeskripsikan pelaksanaan wisata religius berupa sanggaran dan ngalap berkah apem;

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang, alat-alat dan perlengkapan, prosesi upacara, serta nilai-nilai religius dalam tradisi Temu Manten pada

Penelitian ini bertujuan: 1) Untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan pembentukkan karakter religius melalui kegiatan pembiasaan di sekolah, 2) Untuk mendeskripsikan

Penelitian ini bertujuan: 1) Untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan pembentukkan karakter religius melalui kegiatan pembiasaan di sekolah, 2) Untuk mendeskripsikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media audio visual terhadap kecerdasan kinestetik anak kelompok B RA Anak Sholeh Colomadu Karanganyar tahun ajaran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuai sejarah dan latar belakang, alat yang digunakan, prosesi dan aspek pendidikan nilai religius dan gotong-royong tradisi

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembiasaan nilai agama dan moral pada anak usia 5-6 tahun di PAUD Terpadu Mutiara Yogyakarta. Nilai

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai moral di SDIT Luqman Hakim Internasional (LHI) dan menjelaskan program-program sekolah dalam praktik pendidikan karakter SDIT