• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Tinjauan tentang Nilai Religius

Nilai religius merupakan salah satu nilai karakter yang penting dalam program pendidikan karakter. Oleh karena itu, nilai religius perlu untuk dimiliki oleh setiap orang. Berikut ini penjelasan mengenai nilai religius. 1. Pengertian Nilai Religius

Pengertian nilai religius dapat diuraikan mulai dari pengertian nilai, pengertian religius, dan pengertian nilai religius. Berikut penjelasan mengenai pengertian-pengertian tersebut.

a. Pengertian Nilai

Nilai merupakan sebuah kata yang bersifat abstrak. Para ahli mendefinisikan nilai dengan berbagai pendapat. Rukiyati, dkk (2008: 58) menyatakan bahwa nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek. Berdasarkan pengertian tersebut

19

dapat diketahui bahwa nilai itu melekat pada suatu obyek sehingga tidak terpisahkan dari suatu obyek.

Sementara itu, Frankena dalam Kaelan (2010: 87) berpendapat bahwa nilai artinya “keberhargaan” (worth) atau” kebaikan” (goodness). Melihat pengertian tersebut dapat diketahui bahwa nilai itu menunjukkan sesuatu yang berharga atau mengandung kebaikan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Kaelan (2010: 88) bahwa nilai itu mengandung cita-cita, harapan- harapan, dambaan- dambaan, dan keharusan.

Berbicara mengenai nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukan das Sein (Rukiyati, dkk, 2008: 58). Nilai berkaitan dengan bidang normatif bukan kognitif. Dengan kata lain, nilai berkaitan dengan yang ideal bukan yang real. Namun, keduanya saling berkaitan antar das Sollen dan das Sein. Artinya das Sollen harus menjelma menjadi das Sein, yang ideal harus menjadi real, yang bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta (Kodhi dalam Kaelan, 2010: 88).

Dengan demikian, nilai digunakan sebagai pedoman manusia dalam berperilaku. Hal ini sesuai dengan pendapat Rukiyati, dkk (2008: 59) yang menyatakan bahwa nilai bagi manusia dipakai dan diperlukan sebagai landasan, alasan, dan motivasi dalam segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya.

20

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diuraikan bahwa nilai merupakan sesuatu yang ideal yang terdapat dalam suatu obyek yang menjadi landasan manusia dalam bersikap dan berperilaku. Dengan adanya nilai, manusia akan mengendalikan perilakunya sesuai dengan nilai yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, nilai sangat penting dalam kehidupan masyarakat untuk mengatur semua tingkah laku masyarakat.

b. Pengertian Religius

Religius berasal dari kata dasar dalam bahasa Inggris yaitu religion. Religion merupakan istilah lain dari agama. Religion berasal dari kata religere dan religare. Kata religere menurut Cicero berarti to treat carefully (melakukan perbuatan dengan penuh kehati-hatian). Perbuatan yang dimaksud dalam hal ini adalah usaha atau peribadatan yang dilakukan dalam rangka mengabdi pada Tuhan (Ajat Sudrajat, dkk, 2008: 8). Sedangkan kata religare berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat ikatan antara manusia dengan Tuhan, dan agama lebih lanjut memang mengikat manusia dengan Tuhan (Abdudin Nata, 2009: 10). Sehingga di sini, religion atau agama bersifat mengikat bagi pemeluknya.

Ajat Sudrajat, dkk (2008: 13) menyatakan bahwa religion atau agama juga dapat diartikan sebagai pengakuan tentang adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi,

21

pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber dari kekuatan tersebut. Harun Nasution dalam Abdudin Nata (2009: 10) berpendapat bahwa intisari dari istilah di atas adalah ikatan. Agama mengandung ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Religion atau agama sangatlah penting karena merupakan suatu pedoman hidup bagi yang pemeluknya.

Sementara itu, Ngainun Naim (2012: 124) mendefinisikan religius sebagai penghayatan dan implementasi ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga religius sangat berkaitan dengan perilaku seseorang terkait dengan agama yang diyakininya.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diuraikan bahwa definisi religius merupakan pemikiran, perasaan, sikap, dan perilaku seseorang dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Atau dengan kata lain religius itu melambangkan bagaimana seseorang mengimplementasikan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, seseorang yang rajin dalam mengamalkan ajaran agamanya dapat dikatakan sebagai seseorang yang bersifat religius.

c. Pengertian Nilai Religius

Mohamad Mustari (2014: 1) menyatakan bahwa nilai religius merupakan salah satu nilai karakter yang berhubungan dengan Tuhan. Selain itu, nilai religius juga dapat diartikan sebagai sikap dan

22

perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Kemendiknas, 2010: 9).

Syamsul Kurniawan (2013: 127) berpendapat bahwa seseorang disebut religius ketika ia merasa perlu dan berusaha mendekatkan dirinya dengan Tuhan sebagai penciptanya, dan patuh melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Adanya kedekatan dengan Tuhan ini merupakan ciri dari manusia religius.

Sementara itu, Mohamad Mustari (2014: 1) mengungkapkan bahwa seseorang yang religius akan menunjukkan bahwa pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau ajaran agamanya. Keyakinan yang dapat merasakan akan adanya Tuhan ini, sebenarnya di dalam jiwa manusia itu sendiri sudah tertanam. Rasa semacam ini sudah merupakan fitrah (naluri insan). Inilah yang disebut dengan naluri keagamaan (religius instinc).

Mohamad Mustari (2014: 2) menyatakan bahwa manusia religius berkeyakinan bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah merupakan bukti yang jelas terhadap adanya Tuhan. Unsur-unsur perwujudan serta benda-benda alam ini pun mengukuhkan keyakinan bahwa di situ ada Maha Pencipta dan Pengatur alam ini.

Berdasarkan pengertian nilai sebagai sesuatu yang ideal yang terdapat dalam suatu obyek yang menjadi landasan manusia dalam

23

bersikap dan berperilaku dan pengertian religius sebagai pemikiran, perasaan, sikap, dan perilaku seseorang dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, dapat diuraikan bahwa nilai religius merupakan sesuatu yang ideal dalam melandasi manusia dalam pemikiran, perasaan, sikap, dan perilakunya untuk melaksanakan ajaran agama yang diyakininya. Nilai religius ini berkaitan dengan keyakinan manusia terhadap Tuhan yang diyakininya dan melaksanakan semua perintah dari Tuhannya.

Nilai religius ini mencakup cara-cara atau usaha-usaha manusia dalam melaksanakan ajaran Tuhan yang diyakininya. Nilai religius menjadi dasar bagi manusia dalam bertingkah laku. Hal ini karena, religius seseorang dapat dilihat dari keyakinannya terhadap Tuhan. Sehingga ia akan takut apabila berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh Tuhan.

Oleh karena itu, jelas bahwa nilai religius sangatlah penting untuk dimiliki setiap orang mengingat saat ini banyak masalah yang terjadi akibat kurangnya nilai religius seseorang. Nilai religius perlu ditanamkan pada seseorang agar dapat mengendalikan perilakunya agar tidak menyimpang dari ajaran agamanya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui tentang nilai religius yang dilaksanakan di SDIT Anak Sholeh. Mengingat bahwa SDIT Anak Sholeh merupakan sekolah yang berlandaskan pada nilai religius yaitu nilai-nilai agama Islam.

24 2. Macam-Macam Nilai Religius

Nilai religius masih bersifat abstrak, sehingga perlu diidentifikasi mengenai macam-macam nilai religius. C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25) menyatakan bahwa ada lima dimensi yang dapat mengembangkan manusia menjadi religius. Lima dimensi tersebut yaitu keyakinan agama, praktik agama, pengetahuan agama, pengalaman agama, dan konsekuensi (pengamalan). Berikut ini penjelasan mengenai kelima dimensi tersebut.

a. keyakinan agama (religious believe)

C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25) menyatakan bahwa keyakinan agama berisikan pengharapan (hopeness) sambil berpegang teguh pada teologi tertentu. Mohamad Mustari (2014: 3) berpendapat bahwa keyakinan agama merupakan kepercayaan atas doktrin Ketuhanan. Jadi, sejauh mana seseorang menerima hal-hal di dalam ajaran agamanya. Misalnya kepercayaan tentang adanya Tuhan, hari kiamat, surge, neraka, dan lain-lain. Tanpa adanya keyakinan atau keimanan tidak akan ada ketaatan kepada Tuhan. Keyakinan atau keimanan seseorang itu bisa bertambah atau berkurang, sehingga diperlukan pemupukan rasa keimanan tersebut. Keyakinan ini bersifat abstrak, sehingga perlu didukung oleh perilaku keagamaan yang bersifat praktis, yaitu ibadat (religious practice).

25 b. praktik agama (religious practice)

C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25) menyatakan bahwa praktik agama meliputi perilaku simbolik dari makna-makna keagamaan yang terkandung di dalamnya. Praktik agama ini juga disebut sebagai ibadat yang merupakan cara melakukan penyembahan kepada Tuhan dengan segala rangkaiannya (Mohamad Mustari, 2014: 3). Unsur ini merupakan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual atau ibadat di dalam agamanya. Di dalam agama Islam misalnya sholat, zakat, puasa, dan sebagainya. Dengan melakukan ibadat ini dapat meremajakan keimanan, menjaga diri dari kemerosotan budi pekerti atau dari mengikuti hawa nafsu yang berbahaya. Semua aktivitas bisa jadi ibadat jika sesuai dengan hokum Tuhan dan hati yang berbuatnya dipenuhi dengan ketakutan terhadap Tuhan.

c. pengetahuan agama (religious knowledge)

Pengetahuan agama adalah pengetahuan tentang ajaran agama meliputi berbagai segi dalam suatu agama. Unsur ini merupakan sejauh mana seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya. Hal ini berhubungan dengan aktivitas seseorang untuk mengetahui ajaran-ajaran dalam agamanya (Mohamad Mustari, 2014: 3). C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25) menyatakan bahwa pengetahuan agama meliputi keyakinan, ritus, kitab suci, dan tradisi.

26

Oleh karena itu, pengetahuan agama mencakup seluruh pengetahuan mengenai ajaran agama.

d. pengalaman agama (religious feeling)

C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25) menyatakan bahwa pengamalan agama yang menuju pada seluruh keterlibatan subjek dengan hal-hal suci dalam agama. Mohamad Mustari (2014: 3) berpendapat bahwa pengalaman agama adalah perasaan yang dialami orang beragama seperti seseorang merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, dan lain-lain. Unsur ini merupakan sejauh mana seseorang memiliki perasaan atau pengalaman keagamaan yang pernah dirasakan atau dialaminya. Pengalaman keagamaan ini terkadang cukup mendalam pada diri pribadi seseorang.

e. Konsekuensi atau pengamalan (religious effect)

C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25) menyatakan bahwa konsekuensi mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Konsekuensi adalah aktualisasi dari doktrin agama yang dihayati oleh seseorang berupa sikap, ucapan, dan perilaku atau tindakan (Mohamad Mustari (2014: 3). Dengan demikian, hal ini merupakan agregasi (penjumlahan) dari unsur lain. Walaupun demikian, sering kali pengetahuan beragama tidak berkonsekuensi pada perilaku keagamaan. Ada orang yang pengetahuan agamanya

27

baik tetapi sikap, ucapan, dan tindakannya tidak sesuai dengan norma-norma agama.

Berdasarkan pada konsep religiusitas versi Stark dan Glock, dimensi keyakinan agama dapat disejajarkan dengan akidah, ibadat (praktik agama) disejajarkan dengan syariah, konsekuensi (pengamalan) disejajarkan dengan akhlak (Fauzan, 2013: 56). Hal tersebut sesuai dengan bagian pokok ajaran Islam yang terdiri dari Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak (Ajat Sudrajat, dkk, 2008: 69).

Berikut ini penjelasan dari bagian pokok ajaran Islam tersebut. a. Aqidah

Fauzan (2013: 56) berpendapat bahwa aqidah menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan Muslim terhadap ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ajat Sudrajat, dkk (2008: 73) yang mendefinisikan aqidah sebagai perjanjian manusia dengan Tuhan yang berisi tentang kesediaan manusia untuk tunduk dan patuh secara sukarela pada kehendak Allah. Oleh karena itu, aqidah dapat diartikan sebagai keyakinan hati seorang Muslim terhadap Allah.

b. Syari’ah

Ajat Sudrajat, dkk (2008: 77) menyatakan bahwa syari’ah dapat didefinisikan sebagai peraturan Allah yang diberikan kepada manusia melalui para nabi agar manusia hidup selamat di dunia ini

28

maupun di dunia yang akan datang. Sementara itu, Fauzan (2013: 56) berpendapat bahwa syari’ah menunjukkan seberapa tingkat kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana dianjurkan oleh agamanya.

Ruang lingkup syari’ah menurut Mahmud Syaltout dalam Ajat Sudrajat, dkk (2008: 77) terdapat dua garis besar yaitu ibadat dan muamalat. Ibadat merupakan peraturan Allah yang berkaitan dengan perbuatan manusia guna mendekatkan diri kepada Allah. Contoh ibadat antara lain sholat, zakat, puasa, dan haji. Mu’amalat merupakan peraturan Allah yang berkaitan dengan perbuatan untuk menemukan kebaikan bersama dan mengurangi kedzaliman atas orang lain pada umumnya. Contoh mu’amalat antara lain pernikahan, pembagian harta waris, pertukaran barang atau jasa, hak-hak dasar manusia, dan lain-lain. Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa syari’ah merupakan peraturan Allah yang berkaitan dengan perbuatan manusia dalam rangka mematuhi perintah Allah. c. Akhlak

Fauzan (2013: 56) berpendapat bahwa akhlak menunjuk pada seberapa tingkatan Muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain. Ahmad Amin dalam Ajat Sudrajat, dkk (2008: 81) berpendapat bahwa akhlak merupakan

29

tindakan membentuk atau membiasakan perbuatan yang bermanfaat bagi orang lain.

Ruang lingkup akhlak menurut Ajat Sudrajat, dkk (2008: 8182) terdiri dari akhlak kepada Allah dan akhlak kepada manusia. Contoh akhlak kepada Allah yaitu menjaga tubuh dan pikiran dalam keadaan bersih, menyadari bahwa semua manusia sederajat di hadapan Allah, dan lain-lain. Sementara contoh akhlak kepada manusia yaitu saling tolong menolong, bertenggang rasa, dan lain-lain. Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa akhlak merupakan perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam menerapkan ajaran agama.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, indikator nilai religius yang digunakan dalam penelitian ini yaitu keyakinan agama, praktik agama, pengetahuan agama, pengalaman agama, dan pengamalan agama. Keyakinan agama berkaitan dengan tingkat keyakinan terhadap agama yang dianutnya. Praktik agama berkaitan dengan bagaimana perilaku simbolik atau ibadah yang dilaksanakan sesuai agama yang dianutnya. Pengetahuan agama berkaitan dengan sejauh mana pengetahuan seseorang terhadap agamanya. Pengalaman agama berkaitan dengan bagaimana pengalaman seseorang tentang agamanya. Pengamalan agama berkaitan dengan bagaimana seseorang mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari.

30 3. Pentingnya Nilai Religius

Indonesia merupakan negara yang beragama. Agama-agama yang ada di Indonesia sangat diakui di negara ini. Bahkan, setiap warga negara harus menganut salah satu dari agama-agama tersebut. Seperti yang terdapat pada Pancasila sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Orang yang beragama berarti orang yang taat kepada perintah dan larangan Tuhan. Dengan ini pula, sebagai sebuah bangsa, kita tunjukkan kepada bangsa lain di dunia bahwa kita adalah bangsa yang religius, yang konsekuen lahir batin untuk menjunjung tinggi ajaran agama.

Ngainun Naim (2012: 124) menyatakan bahwa agama mencakup totalitas tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang dilandasi dengan iman, menjadikan seseorang terbiasa dalam pribadi dan perilakunya sehari-hari sehingga nilai religius merupakan nilai pembentuk karakter yang sangat penting artinya. Sehingga nilai religius sangat penting bagi seseorang agar ia terjaga dari hal yang kurang baik dalam setiap tingkah lakunya.

Dengan nilai religius, seseorang dapat mengontrol perilakunya, sehingga tidak akan melakukan perilaku-perilaku yang merusak. Mohammad Takdir Ilahi (2014: 169) menyatakan bahwa peran pendidikan berbasis religius, sesungguhnya sinergis dengan sebuah konsep baru yang ingin ditawarkan dalam meredam anarkisme yang marak terjadi. Oleh karena itu, nilai religius sangat penting untuk dimiliki

31

seseorang untuk mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan yang anarkis dengan meyakini Tuhan di atas hal lainnya.

Nilai religius perlu ditanamkan sedini mungkin pada anak. Penanaman nilai religius ini juga tidak cukup hanya dilakukan pada saat pelajaran agama. Menurut Syamsul Kurniawan (2013: 85) nilai religius pada anak tidak cukup diberikan melalui pelajaran, pengertian, penjelasan, dan pemahaman. Namun, penanaman nilai religius memerlukan bimbingan, mengarahkan, sekaligus mendampingi anak dalam situasi yang dialaminya.

Berdasarkan paparan di atas, dapat dikaji bahwa nilai religius sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan nilai religius, manusia memiliki keyakinan adanya Tuhan yang mengatur kehidupan dunia ini. Hal ini menjadikan manusia tidak berbuat sesuatu yang melanggar dari ajaran Tuhannya. Inilah yang diharapkan dengan adanya nilai religius, manusia menjadi makhluk yang bermartabat dan selalu menjaga segala pikiran, perkataaan, dan perilakunya.

Hal tersebut menjadi harapan bagi kita bangsa Indonesia yang saat ini tengah gencar terjadi konflik agama di antara masyarakat kita. Seperti yang menjadi masalah dalam penelitian ini bahwa saat ini masih banyak siswa yang belum dapat mengamalkan ajaran agamanya dengan baik seperti belum bisa membaca Al Qur’an dan doa sehari-hari bagi yang beragama Islam, serta kurang serius dalam berdoa.

32

Melihat masalah tersebut, penanaman nilai religius ini sangat penting dilakukan bagi anak sejak usia sedini mungkin terutama usia sekolah dasar agar anak telah memiliki nilai religius sejak dini dan dapat diterapkan dalam kehidupannya sejak dini hingga dewasa nantinya. Mengingat pentingnya nilai religius untuk ditanamkan sedini mungkin, peneliti berupaya untuk mengetahui lebih dalam mengenai pelaksanaan nilai religius yang dilaksanakan di SDIT Anak Sholeh.