• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI

B. Pendidikan Agama Islam

6. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar

Kedudukan pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah sebagai upaya penyampaian ilmu pengetahuan agama Islam tidak hanya untuk difahami dan dihayati tetapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kemampuan siswa dalam melaksanakan wudlu, shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lain yang sifatnya hubungan dengan Allah (ibadah makhdlho), dan juga kemampuan siswa dalam beribadah yang sifatnya hubungan antar sesama manusia, misalnya siswa bisa melakukan zakat, sadaqah, jual beli, dan lain-lain yang termasuk ibadah dalam arti luas (ibadah ghairu makhdloh).

Pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran pun wajib diikuti oleh seluruh siswa yang beragama Islam pada semua satuan, jenis, jenjang, dan jalur sekolah. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 yang menjamin warga Negara untuk beribadah menurut agamanya masing-masing. Pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam

57

melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk mewujudkan pribadi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Adapun kewajiban pelaksanaan Pendidikan agama dan pendidikan agama Islam di sekolah umum dan semua jenjang bisa kita lihat pada UUSPN 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu pada Bab X Kurikulum pada Pasal 37 ayat 1 yaitu: Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:

a. Pendidikan agama f. Pendidikan kewarganegaran

b. Bahasa g. Mtk

c. Ips h. Ipa

d. Seni dan budaya i. Pendidikan jasmani dan olah raga e. Keterampilan/kejuruan j. Muatan lokal.58

Lebih lanjut dalam penjelasan pasal 37 ayat 1 bagian “a” di atas bahwa: “Pendidikan agama dimaksud untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta berakhlak mulia”.59

Dengan demikian, pendidikan umum dan pendidikan agama pada khususnya, sebagai mata pelajaran menjadi bagian integral yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, melainkan saling melengkapi dan saling memperkaya antara satu dengan yang lainnya. Maka dalam kerangka operasionalnya, pelaksanaan pengajaran pendidikan umum dengan pengajaran pendidikan agama Islam harus saling mengisi, melengkapi, dan memperkaya baik secara konsep (bahan ajar) maupun praktek pendidikan.

Pendidikan agama Islam dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia yang agamis dengan menanamkan akidah keimanan, amaliah dan budi pekerti, untuk menjadi manusia yang takwa kepada Allah SWT. Untuk tercapainya tujuan secara

58

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…,h. 21

59

efektif dalam pembelajaran pendidikan agama Islam perlu diperhatikan cara-cara penyajian bahan pelajaran agama Islam pada siswa, serta strategi atau pendekatan yang dipakai dalam pengajaran pendidikan agama Islam lebih banyak dikemukakan pada suatu model pengajaran “seruan’’ atau “ajaran” yang bijaksana dan pembentukan sikap manusia (afektif).

Hal ini diajarkan sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur`an “Ajaklah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan berdiskusilah secara baik dengan mereka” (Q.S. 16 : 125). Dengan berpedoman pada makna ayat tersebut ada dua pendekatan yang dipakai untuk menyeru/mengajak orang lain agar taat dan patuh terhadap perintah Allah, yakni (1) hikmah, dan (2) mauidzah (nasehat). Sedangkan teknik yang dipakai adalah salah satunya dengan melakukan diskusi secara tertib dan baik.60

Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan secara didaktis pedagogis, maka salah satu cara yang dapat diterapkan dalam pengajaran pendidikan agama Islam yang efektif dan efisien adalah dengan menggunakan alat peraga dengan maksud memberikan kejelasan secara realita terhadap pesan yang disampaikan, sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Dengan alat peraga, diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme yaitu siswa hanya tahu kata-kata yang diucapkan oleh guru tetapi tidak tahu maksudnya. Selain itu alat peraga juga dapat mengefisienkan waktu yang memang untuk pelajaran agama masih sangat sedikit bila melihat banyaknya materi yang harus disampaikan kepada siswa, terutama di sekolah-sekolah umum.

Untuk itu, sangat diperlukan alat peraga dalam pengajaran terutama pada siswa tingkat dasar. Disamping juga didukung dengan adanya sarana dan fasilitas yang memadai seperti laboratorium agama, disamping masjid, laboratorium agama tersebut dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang

60

membawa peserta didik untuk lebih menghayati agama, misalnya video yang bernapaskan keagamaan, musik dan nyanyian, syair, puisi, foto-foto keagamaan, alat-alat peraga pendidikan agama, dan lain sebagainya yang merangsang emosional keberagamaan peserta didik.61

Diantara hal yang perlu diingat dan selalu disadari oleh guru agama ialah anak-anak pada umur sekolah dasar sedang dalam pertumbuhan kecerdasan cepat, khayal dan fantasinya sedang subur dan kemampuan untuk berpikir logis sedang dalam pertumbuhan.62 Oleh karena itu, cerita-cerita beragamaan akan lebih menarik perhatian mereka. Kegiatan keagamaan lainnya yang juga menarik minat mereka adalah yang tidak asing bagi mereka dan mengandung gerak, mereka gembira untuk aktif dalam upacara dan kegiatan keagamaan misalnya melakukan ibadah sosial, praktik cara berwudlu dan shalat berjamaah di sekolah dan sebagainya. Selain itu, pengaruh teman sebaya pada anak usia sekolah dasar mendapatkan tempat yang layak karena kegiatan keagamaan yang dilakukan secara bersama-sama menyenangkan bagi mereka.63

Hendaknya guru agama dalam mendekatkan ajaran agama itu kedalam kehidupan sehari-khari. Dekatkanlah anak kepada Tuhan, dengan menonjolkan sifat pengasih dan penyayang-Nya. Sehingga melalui sikapkasih sayang itu akan melatih anak untuk saling menyayangi satu sama lain, melalui tindakan-tindakan yang dirasakan dan dilakukan langsung oleh anak seperti tolong menolong sesama temannya dan sebagainya.

Di samping itu, perlu disadari bahwa anak-anak sampai umur 12 tahun, belum mampu berpikir abstrak (Maknawi), oleh karena itu agama harus diberikan dalam jangkauannya yaitu kehidupannya. Disinilah letak pentingnya pembiasaan-pembiasaan dalam pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama khususnya.

61

M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam...,h. 7-8

62

Zakia Drajat, Ilmu Jiwa Agama…., h. 72

63

Hubungan anak dengan orang tuanya, mempunyai pengaruh dalam perkembangan agama si anak. Si anak mulai mengenal Tuhan melalui orang tua dan lingkungan keluarganya, serta kata-kata, sikap, tindakan dan perbuatan orang itu sangat mempengaruhi perkembangan agama pada anak. Si anak yang merasakan adanya hubungan hangat dengan orang tuanya, merasa bahwa ia disayangi dan dilindungi serta mendapatkan perlakuan baik, biasanya akan mudah menerima dan mengikuti kebiasaan orang tuanya dan sebaliknya akan cenderung kepada agama. Akan tetapi sebaliknya, hubungan yang kurang serasi, penuh ketakutan dan kecemasan, akan menyebabkan sukarnya perkembangan agama pada anak64

Jadi perkembangan agama pada anak tidak hanya dipengaruhi oleh peran guru saja, akan tetapi peran orang tua dan lingkungan itu juga sangat mendukung untuk perkembangan agamanya. Karena pendidik atau pembimbing pertama adalah orang tua, lingkungan baru kemudian guru.

64

51

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Jadwal Penelitian

Tempat yang dijadikan objek penelitian ini adalah SDIT Fathona yang terletak di JL. R. Suprapto No. 469 Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan. Adapun waktu yang ditargetkan untuk pelaksanaan penelitian ini pada bulan Desember tahun 2010.

Dokumen terkait