• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama islam di SDIT Fathoni Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama islam di SDIT Fathoni Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

ULU SUMATERA SELATAN

Oleh:

SYAHRUL RAHMAN NIM: 105011000079

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

Sumatera Selatan” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada tanggal 21 Maret 2011 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama.

Jakarta, 21 Maret 2011

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

Bahrissalim, M.Ag

NIP.:19680307 199803 1 002

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi) Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag

NIP.:19670328 200003 1 001

Penguji I

Dr. Abd. Madjid Khon M.A NIP.:

Penguji II

Dra. Sofiah MS, M.Ag NIP.:19491123 198902 2 001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(4)

ii

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

SYAHRUL RAHMAN

NIM. 105011000079

Di Bawah Bimbingan:

Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D

NIP. 19591020 198603 2 001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(5)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Syahrul Rahman

Tempat/Tgl. Lahir : Belatung, 08 Oktober 1988

NIM : 105011000079

Jurusan / Prodi : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan

Dosen Pembimbing : Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, 21 Maret 2011

(6)

Pendidikan merupakan sebuah sistem. Ketika berbicara masalah pendidikan, kita akan menemukan beberapa komponen yang saling terikat antara yang satu dengan yang lainnya, contoh, guru dengan murid. Keterikatan tersebut layaknya dua sisi mata uang yang berbeda namun tidak dapat dipisahkan, guru berada di salah satu sisi dan murid di sisi lainnya. Oleh karena itu, figur guru akan senantiasa menjadi sorotan karena guru selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar dan terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Mengingat petapa pentingnya peran guru tersebut maka timbul pertanyaan, apa perannya dan bagaimana peran guru tersebut dilaksanakan?

Selanjutnya, selama ini banyak penelitian dalam dunia pendidikan yang dilakukan di wilayah perkotaan dan pada lembaga-lembaga pendidikan yang secara umum wilayah tersebut sudah maju dan lembaga pendidikannya pun dari segi sarana dan prasarana memang bagus serta jalur akses yang didapatkan pun lebih mudah dan cepat. Dengan demikian, maka hasil yang ditemukanpun positif. Beranjak dari fenomena ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dilakukan diwilayah pedesaan atau kota kecil untuk memberikan gambaran bagaimana proses pendidikan dilaksanakan di sana dan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul ”Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan”.

Penelitian ini berbentuk penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan deskriftif analisis. Sumber data dalam penelitian ini adalah referensi untuk memperoleh istilah-istilah, pengertian-pengertian dan pendapat-pendapat dari para pakar dengan menelaah dan mengkaji buku-buku yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti dan diperolehnya teori yang relevan untuk menyusun landasan teori yang ada hubungannya dengan pembahasan dalam penelitian ini, dan data-data yang diambil langsung dari SDIT Fathona.

(7)

vii

Segala puji bagi Allah SWT karena hanya dengan karunia Nya penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : “PERAN GURU AGAMA

DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN”, sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Jakarta.

Shalawat beserta salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita

Nabi Besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga, dan pengikutnya hingga

akhir zaman. Selanjutnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak

akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah banyak

membantu penulis baik berupa moril maupun materil. Maka dari itu, dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat; selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA; selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

(8)

viii

5. Ibu Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D; selaku Pembimbing dalam penulisan

skripsi ini.

6. Ibu Sofiyah M.Ag; selaku Penasehat Akademik yang telah banyak

memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan studi.

7. Dosen pengajar serta staf dan karyawan/ti Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Kepala Yayasan Pendidikan Frania SDIT Fathona Baturaja Kabupaten

Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan beserta kepala sekolah, guru, staf

dan karyawan/ti yang telah berkenan menerima penulis untuk

melaksanakan penelitian dalam rangka menyelesaikan skripsi ini.

9. Kedua Orang Tuaku, Ayahanda tersayang Zainal Hasan dan Ibunda

Nurma, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, perhatian dan tak

henti-hentinya memperjuangkan serta mendoakanku.

10.Keluargaku tercinta, K`Bakar, K`Burhan, Ayah Fani, Y`Mala, Y`Mawa,

Y`Ani. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya baik

materi maupun non materi yang dengan tulus ihklas kalian berikan,

Jazakumullah Khairal Jaza. Dan keponakan-keponakanku; Johan, Meri,

Rina, Leni, Novi, Edo, Adi, Fani, Tiara, Zhelin yang selalu dapat

(9)

ix

penyelesaian skripsi ini. Terima kasih banyak atas kesabarannya dalam

memberikan supportdan do’anya.

12.Teman-teman PPKT 2010 SMK YANUSA Pondok Pinang Jak-Sel.

13.Teman-teman seperjuangan Angkatan 2005 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

14.Teman-teman seperjuangan di HMI; K`Eko, K`Bakti, Jonson, Azru

Muhammad Bintang, Ade Suryana. dan

15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih

banyak atas do’a dan dukungannya.

Semoga semua jasa baik mereka diterima Allah SWT dan mendapatkan

pahala yang tak terhingga, Amin…Ya Robbalalamin.

Akhir kata, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun akan penulis

terima dengan lapang dada, sekali lagi penulis ucapkan terima kasih dan mohon

maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

Jakarta, 04 Februari, 2011

Penulis

(10)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR UJI REFERENSI ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iv

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Pembatasan Masalah. ... 12

D. Perumusan Masalah ... 13

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II. KAJIAN TEORI A. Hakekat Guru Agama ... 15

1. Pengertian Guru Agama ... 15

2. Kualifikasi Guru Agama ... 21

3. Peran Guru Agama ... 27

a. Guru Sebagai Pembimbing ... 28

b. Guru Sebagai Pengajar ... 29

c. Guru Sebagai Pengelola Kelas ... 30

d. Guru Sebagai Evaluator ... 31

B. Pendidikan Agama Islam... 38

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 38

2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam ... 39

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 42

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ... 44

5. Fungsi Pendidikan Agama Islam ... 45

(11)

x

B. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 51

C. Populasi dan Sampel ... 52

D. Instrumen Penelitian ... 52

E. Teknik Pengumpulan Data ... 53

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 54

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Temuan Penelitian ... 60

1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 60

2. Profil SDIT Fathona Baturaja ... 61

B. Deskripsi Data ... 64

C. Analisa Data ... 65

D. Interpretasi Data ... 76

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83

B. Saran-saran. ... 85 DAFTAR PUSTAKA

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel-1. Kisi-kisi Instrumen Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten

Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan Untuk Siswa ... 56

Tabel-2. Kisi-kisi Instrumen Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan Untuk Guru Agama ... 57

Tabel-3. Kisi-kisi Instrumen Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan Untuk Kepala Sekolah ... 58

Tabel 4 Prestasi Yang Peranah Dicapai Sekolah ... 62

Tabel 5 Jumlah siswa dalam 2 Tahun Terakhir ... 63

Tabel 6 Keadaan Siswa 2 Tahun Terakhir Per Juli 2009 ... 63

Tabel 7 Data Rombongan Belajar Tahun 2009/2010 ... 63

Tabel 8 Kondisi Orang Tua Siswa TP. 2008/2009 ... 64

Tabel 9. Memberikan Semangat Untuk Melaksanakan Shalat Berjamaah ... 65

Tabel 10. Memberikan Semangat Untuk Membaca Al-Qur`an ... 66

Tabel 11. Memberikan Semangat Untuk Berbuat Baik ... 66

Tabel 12. Memberikan Semangat Untuk Belajar Pendidikan Agama Islam ... 67

Tabel 13. Siswa Hadir Dalam Shalat Berjamaah ... 67

Tabel 14. Guru Agama Hadir Dalam Shalat Berjamaah Di Sekolah ... 68

Tabel 15. Guru Agama Berbicara Sopan Kepada Anak Didik ... 68

Tabel 16. Siswa Berprilaku Baik Dengan Sesama Teman ... 69

Tabel 17. Siswa Rajin Membaca Al-Qur`An ... 69

Tabel 18. Guru Menjelaskan Materi Pendidikan Agama Islam Dengan Jelas ... 70

(13)

xii

Tabel 22. Siswa mengerti terhadap materi-materi pendidikan agama islam ... 72

Tabel 23. Guru Agama mengawasi pelaksanaan pendidikan agama islam

dalam kegiatan shalat berjamaah di sekolah ... 72

Tabel 24. Guru Agama mengawasi pelaksanaan pendidikan agama islam

dalam kegiatan membaca Al-Qur`an ... 73

Tabel 25. Siswa senang belajar pendidikan agama islam ... 73

Tabel 26. Guru agama mengajar pendidikan agama islam menggunakan alat peraga ... 74

Tabel 27. Siswa belajar pendidikan agama islam di rumah ... 74

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara tentang pendidikan, apalagi pendidikan agama bukanlah merupakan persoalan yang mudah, sebab hal ini menyangkut eksistensi bangsa di masa mendatang. Pendidikan merupakan totalitas yang mengantarkan peserta didik untuk tumbuh dan berkembang sebagai sosok individual, sebagai anggota keluarga, masyarakat, bangsa dan negara1. Pendidikan merupakan salah satu sarana yang sangat penting, baik bagi masyarakat yang ada di perkotaan maupun di pedesaan untuk mencapai kesejahteraan. Karena Pendidikan yang diberikan dengan sengaja dari orang dewasa kepada anak dalam pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakat.2

Pendidikan agama tidak boleh lepas dari pengajaran agama, yaitu pengetahuan yang ditujukan kepada pemahaman hukum-hukum, syarat-syarat, kewajiban-kewajiban, batas-batas dan norma-norma yang harus dilakukan dan diindahkan. Pendidikan agama harus memberikan nilai-nilai yang dapat dimiliki dan diamalkan oleh anak didik, supaya semua perbuatannya dalam hidup mempunyai nilai-nilai agama, atau tidak keluar dari tuntunan atau moral agama.3

1

Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi,

(Jakarta: PT.Gemawindu Pancaperkasa, 2000), Cet. 1, h. 19

2

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 1992), h. 13

3

(15)

Pada kakekatnya pendidikan agama merupakan pembinaan terhadap pondasi dari moral bangsa. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa tata tertib dan ketentraman hidup sehari-hari dalam masyarakat tidak hanya semata-mata ditentukan oleh ketentuan-ketentuan hukum saja, tetapi juga didasarkan atas ikatan moral, nilai-nilai kesusilaan dan sopan santun yang didukung dan dihayati bersama oleh seluruh masyarakat. Kehidupan masyarakat yang berpegang teguh pada moralitas tak bisa diwujudkan kecuali dari pendidikan agama. Sebab moralitas yang mempunyai daya ikat masyarakat bersumber dari agama, nilai-nilai dan norma-norma agama.

Mengingat pentingnya arti dan peran agama bagi tata kehidupan perseorangan maupun masyarakat, maka dalam rangka pembangunan dan pengembangan watak bangsa haruslah bertumpu di atas landasan keagamaan yang kokoh, dan jalan untuk mewujudkannya tiada lain kecuali hanyalah dengan menempatkan pendidikan agama sebagai faktor dasar yang sangat penting.

Pembinaan moral manusia dan penghayatan keagamaan dalam kehidupan seseorang sebenarnya bukan hanya sekedar mempercayai seperangkat aqidah dan melaksanakan tata cara upacara keagamaan saja tetapi merupakan usaha yang terus menerus untuk menyempurnakan diri pribadi dalam hubungan vertikal kepada Tuhan dan horizontal terhadap sesama manusia sehingga terwujudlah keselarasan, keserasian dan keseimbangan hidup menurut fitrah kejadiannya sebagai makhluk individual, makhluk sosial, serta makhluk yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa. Pribadi yang seperti ini tidak datang dengan serta merta begitu saja, melainkan harus melalui proses pendidikan yang panjang dimana unsur agama menjadi faktor yang asasi. 4

Berkaitan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memang dengan sendirinya akan membantu manusia lebih mampu untuk menguasai dan mengelola alam dengan segala potensinya. manusia menggunakan rasionalitasnya melakukan kajian-kajian keilmuan dan teknologi, akan tetapi tanpa kemampuan manusisa untuk menguasai diri sendiri, kamajuan yang tadinya telah dicapai akan mengancam dan membahayakan diri sendiri. Dalam hal ini kiranya perlu diketahui

4

(16)

bahwa agama tidak mengatur ilmu pengetahuan, akan tetapi agama mewajibkan pemeluknya untuk mempelajarinya. Ilmu pengetahuan (Sciense) hendaknya dijadikan alat untuk memupuk dan memperkokoh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Selain itu, Gradasi manusia selain ditentukan oleh penguasaannya atas ilmu pengetahuan juga di tentukan oleh tingkat ketaqwaan/keimanannya kepada Allah SWT (Q.S 58:11). Ilmu pengetahuan tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu pengetahuan lumpuh. Agama sebagai pedoman dan pengendali penggunaan ilmu pengetahuan; lebih dari itu agama adalah sebagai pedoman dan pengendali hidup seseorang. Agama bukan hanya sekedar ritualitas, tetapi pelaksanaannya harus benar-benar dirasakan kegunaannya, menenangkan batin dan yakin akan berhasil dalam mengatasi masalah-masalah hidupnya.5

Sejalan dengan hal itu dan dengan menyadari sepenuhnya akan hakekat pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, serta sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945 untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama pada khususnya mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan sebagai upaya mewujudkan cita-cita nasional dibidang pendidikan seperti yang ditegaskan dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas, Pasal 3), disebutkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.6

Bila mengacu pada Undang-undang tersebut di atas, dapat dipahami bahwa salah satu tujuan nasional itu adalah menghasilkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, tentu hal itu tidak akan tercapai tanpa melalui pendidikan agama. Pada hakekatnya pendidikan agama baru dapat berjalan

5

Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan…, h. 18

6

(17)

secara efektif apabila dilaksanakan secara integral. Oleh sebab itu pelajaran agama merupakan pelajaran inti yang dapat digunakan sebagai landasan dari pelajaran lainnya. Ajaran-ajara agama, nilai-nilai dan norma-norma agama harus dapat dicerna sedemikian rupa hingga mudah diserap oleh kehausan jiwa manusia terhadap kebutuhan spiritual. Umumnya kelambanan daya serap terhadap agama bukan disebabkan oleh ajaran agama itu sendiri, melainkan oleh karena keringnya cernaan terhadap ajaran agama pada waktu disajikan kepada peserta didik.

Nampaknya, dunia modern seperti sekarang ini merindukan kehadiran spiritualitas agama, namun banyak kalangan masyarakat modern merasakan kurang puas terhadap doktrin-doktrin normatif yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga keagamaan yang ada, dengan mengemukakan salah satu alasan bahwa kekurangmampuan pembawa misi agama untuk secara sistemik menyesuaikan ”bahasa” yang dipergunakan dalam diskusi-diskusinya atau pesan-pesannya dengan perkembangan keilmuan dan kemasyarakatan, hal itu menyebabkan ”bahasa agama” terasa kering dan kurang relevan dengan tingkat perkembangan wilayah pengalaman manusia pada abad teknologi industri sekarang ini.7

Berkenaan dengan hal itu, Zamroni dalam Paradigma Pendidikan Masa Depan, menjelaskan bahwa upaya untuk mewujudkan suatu sistem pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila harus terus dilaksanakan dan semangat untuk itu harus terus menerus diperbaharui. Selain itu, adanya tembok yang memisahkan antara ”dunia pendidikan” di satu pihak dan ”dunia kerja” di pihak lainnya. selama masih adanya kesenjangan antara hasil pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja, adanya kesenjangan harapan akan prestasi yang ada, selama itu pula problem pendidikan senantiasa dibicarakan dan gaung tuntutan pembaharuan pendidikan akan terus bergema. Ditambah lagi tantangan utama bangsa Indonesia dewasa ini dan di masa depan adalah kemampuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Dalam kaitan ini menarik untuk dikaji bagaimana kualitas pendidikan kita dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan

7

Muhammad Tholchah Hasan, Diskursus Islam dan Pendidikan; Sebuah Wacana Kritis,

(18)

sehingga bisa menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas sebagaimana yang diharapkan, agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang produktif dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan global ini.8 Dengan kata lain, pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan yang mampu berpikir global (think globally), dan mampu bertindak lokal (act loccaly), serta dilandasi oleh akhlak yang mulia (akhlakul karimah).

E.Mulyasa juga mengutarakan bahwa kualitas pendidikan dipengaruhi oleh penyempurnaan sistemik terhadap komponen pendidikan seperti peningkatan kualitas dan pemerataan penyebaran guru, kurikulum yang disempurnakan, sumber belajar, sarana dan prasarana yang memadai, iklim pembelajaran yang kondusif, serta didukung oleh kebijakan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Dari semuanya itu, guru merupakan komponen paling menentukan; karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi suatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik.9

Ketika berbicara masalah pendidikan, kita akan menemukan beberapa faktor yang saling terikat antara yang satu dengan yang lainnya, contoh, guru dengan murid. Keterikatan tersebut layaknya dua sisi mata uang yang berbeda namun tidak dapat dipisahkan, guru berada di salah satu sisi dan murid di sisi lainnya. Oleh karena itu, figur guru akan senantiasa menjadi sorotan karena guru selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar- mengajar dan terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas.

Dengan memperhatikan hal tersebut, pemerintahpun melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan standar kompetensi dan sertifikasi guru, antara lain dengan disahkannya Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

(19)

Dosen. Dalam Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa kedudukan guru sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak pada usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan pada Pasal 4 menjelaskan bahwa kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran serta untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional; Kemudian ditegaskan pula pada Pasal 6, bahwa guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pedidikan nasional.10 Dengan demikian, peran guru pada umumnya dan guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam khususnya perlu mendapatkan perhatian dan penanganan intensif, agar tujuan yang termaktub dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional itu dapat terwujudkan, sehingga nilai-nilai positif dapat diinternalisasikan oleh anak didik kita.

Sejalan dengan itu, Dede Rosyada memaparkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tidak hanya bergantung pada satu pihak yaitu guru saja, tetapi juga ditentukan oleh murid itu sendiri. Dalam proses belajar mengajar tingkat keberhasilannya sangat ditentukan pula oleh seberapa besar mereka merasa perlu belajar, dan seberapa besar kesiapan mereka untuk belajar. Guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya hanyalah fasilitas yang dapat mereka berdayakan untuk seoptimal mungkin memperoleh pengalaman dalam rangka meningkatkan berbagai kompetensi yang diinginkan melalui melalui proses belajar tersebut. Secara ideal, siswa-siswi pada tingkatan sekolah menengah atau pada tingkat pendidikan dasar berjenjang SLTP, sebenarnya bisa dimulai untuk dilatih berpikir kritis dan kreatif sesuai dengan dunianya, karena bentuk ideal warga negara yang cerdas tidak saja pandai menghitung dalam matematika, pandai ilmu-ilmu fisika atau ilmu kealaman lainnya, atau pandai berbagai bahasa, kalau tidak kritis dan tidak kreatif, kecerdasannya akan kurang berguna.11

10

E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen” dalam

Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru..., h. 228

11

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan

(20)

Adapun pendidikan agama di sekolah-sekolah merupakan arena yang strategis untuk pembinaan bangsa. Manusia-manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, yang bertanggung jawab, cerdas, terampil, mandiri, memiliki budi pekerti luhur, berkepribadian, disiplin dan bekerja keras serta tangguh, akan tumbuh subur, sekiranya peserta didik mendapatkan pendidikan agama yang cukup.

Dalam proses pendidikan, sekolah dasar menempati posisi yang sangat vital dan strategis. Kekeliruan dan ketidak tepatan dalam melaksanakan pendidikan di tingkat dasar ini akan berakibat fatal untuk pendidikan tingkat selanjutnya. Sebaliknya, keberhasilan pendidikan pada tingkat ini akan membuahkan keberhasilan pendidikan tingkat lanjutan. Sayangnya, berbagai pihak justeru menempatkan pendidikan dasar lebih rendah daripada tingkat pendidikan yang lain, terbukti antara lain, dengan adanya kualifikasi dan gaji guru sekolah dasar yang berbeda dengan sekolah lanjutan.12 Bakaruddin dan Rumaya13 Senin, 9 November 2010 lalu, saat dikonfirmasi oleh penulis tentang hal tersebut, keduanyapun dalam penjelasannya, juga membenarkan adanya kesenjangan antara kualifikasi dan gaji guru sekolah dasar dengan sekolah lanjutan.

Sementara itu, di lain pihak, Faktor identifikasi dan meniru pada anak-anak amat penting, sehingga mereka menjadi terbina, terdidik, dan belajar dari pengalaman langsung. Hal ini pula yang nantinya akan mempengaruhi lebih besar dari pada informasi atau pengajaran lewat instruksi dan petunjuk yang disampaikan dengan kata-kata. Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa pendidikan, pembinaan iman, dan takwa anak belum dapat menggunakan kata-kata (Verbal), akan tetapi diperlukan contoh yang langsung sebagai teladan,

12

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan..., h. 105

13

(21)

pembiasaan latihan yang terlaksana di dalam keluarga sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak yang berlangsung secara alamiah.14

Pendidikan pada masa anak-anak seharusnya sudah dilakukan oleh orang tua, yaitu dengan cara membiasakan mereka dengan tingkah laku dan akhlak yang diajarkan agama. Beliau juga memaparkan bahwa, seharusnya para pendidik senantiasa selalu memikirkan moral, tingkah laku, dan sikap yang harus ditumbuhkan dan dibina pada anak didik. Ia tidak cukup sekedar menuangkan pengetahuan ke otak anak-anak; hanya memikirkan peningkatan ilmiah dan kecakapan serta meningkatkan ritus-ritus formal keagamaan semata.

Bila pembinaan kepribadian dan moral agama tidak disertakan dalam pendidikan anak-anak, maka akan lahir manusia-manusi yang tinggi pengetahuannya namun mereka tidak dapat memberikan manfaat yang betul-betul kepada masyarakat. Mereka hanya akan memikirkan dan menggunakan ilmu pengetahuannya untuk mencari keuntungan dan kesenangan diri sendiri.

Akhirnya, beliau menegaskan bahwa pendidikan agama tidak mungkin terlepas dari pengajaran agama. Jika penanaman jiwa agama tak mungkin dilakukan oleh orang tua di rumah, maka harus dilakukan dengan bimbingan seorang guru. Untuk itu pendidikan agama harus dilanjutkan di sekolah, tidak cukup oleh orang tua saja. Apalagi dalam masyarakat masih banyak orang tua yang tidak mengerti agama, ditambah lagi faktor kesibukan orang tua yang menyita banyak waktu sehingga waktu yang tersedia untuk anak-anak mereka sangat sedikit. Akibatnya peran orang tua dalam membina mental dan akhlak anak-anak agaknya terabaikan.15

Bidang study pendidikan agama Islam merupakan bagian dari integral dari semua program pengajaran dan merupakan usaha bimbingan dan pembinaan guru terhadap siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam sehingga mereka menjadi manusia yang bertakwa dan menjadi warga negara yang baik. Pendidikan agama juga perlu diberikan kepada anak

14

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), Cet. II, h. 56

15

(22)

didik sejak dini, baik dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah. Karena, Pendidikan agama berfungsi sebagai pengontrol, pembimbing, dan pendorong bagi diri anak.

Oleh karena itu seorang guru (tentang guru agama) dituntut untuk menumbuhkan sikap mental, perilaku dan kepribadian yang tentu saja memerlukan pendekatan yang bijaksana dan hati-hati dari guru. Untuk itu dibutuhkan kecakapan motivasi dan berpikir jauh kedepan, dengan mencontohkan kepribadian dan keteladanan seorang guru itu sendiri sebagai contoh atau model yang artinya setiap guru mampu memberikan contoh bagi anak didiknya, bagaimana berbuat, bersikap dan bertingkah laku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, adanya peran guru agama yang dijadikan teladan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam tersebut diharapkan agar siswa bisa melihat langsung contoh dari materi-materi yang telah disampaikan. Memberikan motivasi kepada siswa dalam merealisasikan pendidikan agama Islam tersebut sehingga siswa terpacu untuk melaksanakannya, seperti shalat berjamaah dan membaca al-qur`an, dilaksanakan bertujuan untuk menambah pendidikan agama. Disinilah peran guru agama itu sangat penting bagi pelaksanaan pendidikan agama di sekolah.

Dengan menyadari urgensi peran guru di atas, guru dan tenaga pendidik tersebut perlu dibina, dikembangkan, dan diberikan penghargaan yang layak sesuai dengan tuntutan visi, misi, dan tugas yang diembannya. Hal ini penting, terutama bila dikaitkan dengan berbagai kajian dan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa guru memiliki peran yang sangat strategis dan juga turut menentukan keberhasilan pendidikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran, serta membentuk kompetensi peserta didik. Berbagai kajian dan hasil penelitian tersebut dikemukan oleh E. Mulyasa sebagai berikut:

(23)

2. Brand dalam Educational leadership (1993) menyatakan bahwa hampir semua usaha reformasi pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode pembelajaran, semuanya bergantung kepada guru. Tanpa penguasaan materi dan strategi pembelajaran, serta tanpa dapat mendorong siswanya untuk belajar bersungguh-sungguh, segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.

3. Cheng dan Wong, (1996), berdasarkan hasil penelitiannya di Zhejiang, Cina, melaporkan empat karakteristik sekolah dasar yang unggul (berprestasi), yaitu: (1) adanya dukungan pendidikan yang konsisten dari masyarakat, (2) tingginya derajat profesionalisme di kalangan guru, (3) adanya tradisi jaminan kualitas (quality assurance) dari sekolah, dan (4) adanya harapan yang tinggi dari siswa untuk berprestasi.

4. Jalal dan Mustafa, (2001), menyimpulkan bahwa komponen guru sangat mempengaruhi kualitas pengajaran melalui (1) Penyediaan waktu lebih banyak pada peserta didik, (2) interaksi dengan peserta didik yang lebih intensif/sering, (3) tingginya tanggung jawab mengajar dari guru. Karena itu, baik buruknya sekolah sangat bergantung pada peran dan fungsi guru.16

Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut, E. Mulyasa juga menjelaskan setidaknya terdapat tujuh indikator yang menunjukkan lemahnya kinerja guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar yaitu: (a) rendahnya pemahaman tentang strategi pembelajaran, (b) kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas, (c) rendahnya kemampuan melakukan dan memanfaatkan penelitian tindakan kelas (classroom action research), (d) rendahnya motivasi berprestasi, (e) kurang disiplin, (f) rendahnya komitmen Profesi, (g) serta rendahnya kemampuan manajemen waktu.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, tujuan pendidikan nasional kita sudah dirumuskan dalam undang-undang. Di sana sudah digambarkan profil manusia dan masyarkat Indonesia yang diinginkan, yakni manusia dan masyarakat Indonesia yang religius, etis, kreatif, berkepribadian, dan patriotis. Ringkasnya, ciri-ciri manusia berkualitas tercakup tuntas. Ambil saja satu dimensi manusia religius yang disebut ”beriman dan bertakwa”. Dari hal itu maka muncullah pertanyaan bagaimana merumuskan profil seorang yang dikatakan bertakwa itu sebagai acuan dalam pendidikan secara praktikal? Apakah seorang yang bertakwa itu adalah gambaran pribadi yang penuh

16

(24)

kepatuhan dalam beribadah, ataukah seseorang yang sungguh-sungguh memiliki kepekaan dalam menangkap pesan-pesan esensial risalah diniyah? Pilihan tentang penekanan dalam memberikan arti terhadap ”ketakwaan” itu menjadi sangat penting, karena akan memberikan corak terhadap perwujudan program pendidikan (Islam) yang hendak kita selenggarakan. Taruhlah misalnya, kalau manusia takwa itu kita artikan sebagai seorang yang memiliki ”kesalehan individu” dan sekaligus memiliki ”kesalehan sosial”, maka persoalan yang timbul berikutnya ialah: Kapan dan dalam lingkungan pendidikan yang bagaimana, bagian-bagian dari kesalehan tersebut dapat ditumbuhkan?17

Di SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Fathona yang terletak di Jl. R. Suprapto No. 469 Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu (Kabupaten Induk sekarang) Provinsi Sumatera Selatan, sebagai akibat dari otonomi daerah yang berimplikasi juga terhadap otonomi pendidikan, maka pihak sekolah mengambil satu kebaikan yaitu dengan mengadakan shalat Dzuhur berjamaah, tahsin dan tahfidz al-Qur`an sebagai implementasi pelaksanaan pendidikan agama bagi siswa siswinya.

Dengan melihat urgensi peran guru, khususnya guru agama dalam melaksanakan rangkaian-rangkaian kegiatan pengajaran agama yang dengannya diharapkan agar siswa siswinya mampu memahami dan mengimplementasikan pendidikan agama yang telah diberikan, baik ketika belajar di sekolah maupun diaplikasikan dalam kehidupan sehari-sehari. Serta dengan memperhatikan bagaimana realita kualitas pendidikan kita dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga bisa menghasilkan SDM yang lebih berkualitas sebagaimana yang diharapkan, agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang produktif dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan global ini. Dengan dasar itulah penulis merasa perlu dan tertarik untuk meneliti fenomena di atas yang kemudian dituangkan dalam bentuk sebuah skripsi dengan judul:

“Peran Guru Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Di SDIT Fathona Baturaja Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan”

17

(25)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya peran guru agama dalam proses pelaksanaan Pendidikan Agama Islam.

2. Kurangnya derajat profesionalisme dan rasa tanggung jawab guru agama dalam proses pelaksanaan Pendidikan Agama Islam.

3. Kurang efektifnya metode yang digunakan guru agama dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam.

4. Adanya faktor-faktor yang menghambat proses pelaksanaan Pendidikan Agama Islam.

5. Kurangnya jam pelajaran untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kekaburan pemahaman dan ruang lingkup yang akan dibahas, kiranya perlu dikemukakan penjelasan istilah-istilah serta pembatasan masalah antara lain:

1. Yang dimaksud dengan guru agama dalam penelitian ini adalah guru agama Islam

2. Yang dimaksud dengan peran guru agama sebagai pendidik (pembimbing dan pengajar) yaitu guru memberikan bantuan kepada peserta didik berupa memberikan motivasi kepada peserta didik dan memberikan keteladanan bagi siswa yang bersumber dari guru serta dapat menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik dengan baik.

3. Peran guru agama sebagai pengelola kelas yaitu guru mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar yang baik dan dapat menggunakan fasilitas yang ada secara maksimal serta dapat memelihara fasilitas dengan maksimal juga.

(26)

5. Pengertian “Pendidikan Agama Islam” yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan nilai-nilai Islam baik itu dalam bentuk proses pembelajaran maupun kegiatan-kegiatan yang bercirikan Islam.

Dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam tersebut penulis membatasinya hanya pada langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru agama diantaranya: persiapan mengajar, pembelajaran, analisa evaluasi dan kegiatan-kegiatan keagamaan.

D. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana peran guru agama sebagai pembimbing dalam

pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja? 2. Bagaimana peran guru agama sebagai pengajar dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja?

3. Bagaimana peran guru agama sebagai pengelola kelas dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja? 4. Bagaimana peran guru agama sebagai evaluator dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja?

5. Sejauh mana peran guru agama tersebut telah dilaksanakan?

E. Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui peran guru agama sebagai pembimbing dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja. 2. Mengetahui peran guru agama sebagai pengajar dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.

3. Mengetahui peran guru agama sebagai pengelola kelas dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja. 4. Mengetahui peran guru agama sebagai evaluator dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.

(27)

F. Manfaat Penelitian

(28)

15

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakekat Guru Agama

1. Pengertian Guru Agama

Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah ke muka bumi dengan tujuan untuk membebaskan manusia dari kejahilan kepada pemahaman dan aqidah yang benar. Dapat dikatakan bahwa Rasulullah SAW diutus untuk mengenal Allah, ajaran Islam, dan juga mengamalkan ajarannya dengan sungguh-sungguh sehingga selamat dunia akhirat.

Hal ini menunjukkan bahwa nabi Muhammad diutus untuk menjadi seorang guru agama yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan dan meluruskannya ke jalan yang baik dan benar yang diridhai Allah.

Kata guru agama terdiri dari dua kata, yaitu guru dan agama. Pengertian guru menurut Zakiah Daradjat dkk, Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua.1

Menurut Ahmad Tafsir, Guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran di sekolah.2 Sementara itu, Moh. Uzer Usman memandang guru sebagai jabatan atau profesi yang membutuhkan keahlian khusus sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai

1

Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 8, h. 39.

2

(29)

guru profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu dan pendidikan prajabatan.3

Selain itu, dalam Dictionary of Education dikatakan bahwa guru adalah: (1) seseorang yang bekerja di sebuah lingkungan yang resmi dengan tujuan untuk memandu dan menunjukkan pengalaman pembelajaran pada masyarakat di dalam sebuah institusi pendidikan baik negeri maupun swasta. (2) seseorang yang karena kekayaan/pengalaman luar biasa/pendidikan/keberadaannya di lapangan yang diberikan, mampu mengkontribusikannya pada pertumbuhan dan perkembangan orang lain yan mengadakan kontrak dengannya. (3) seseorang yang dilengkapi dengan sebuah kurikulum profesional di dalam institusi pendidikan guru dan yang mempunyai pelatihan yang diakui secara resmi dengan sebuah penghargaan sertifikat pengajaran yang layak.4

Menurut UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selanjutnya dijelaskan pula pada Pasal 2 ayat 1 bahwa yang dimaksud dengan tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. 5

3

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Edisi Kedua, h. 5

4

Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), Cet. III, h. 6

5E. Mulyasa, ”Undang

-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam

(30)

Dari pengertian walaupun redaksinya berbeda, namun mempunyai kesamaan maksud, yaitu bahwa guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada peserta didik di depan kelas. Tetapi juga merupakan tenaga profesional yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi, yang di samping memperhatikan aspek kognitif, juga aspek afektif dan psikomotorik pada anak didik agar timbul dan terbina secara utuh sebagai manusia berkepribadian utuh agar maksud mendidik untuk mengantarkan peserta didik menuju kedewasaan dapat tercapai. Serta untuk seoptimal mungkin mengarahkan peserta didik agar mereka memperoleh pengalaman dalam rangka meningkatkan kompetensi yang diinginkan melalui proses belajar tersebut.

Berkenaan dengan ketiga aspek tersebut di atas, Haidar Putra Daulay menjelaskan bahwa:

Pertama, aspek kognitif adalah upaya yang ditekankan pada pengisian otak peserta didik (tranfer of knowledge), yaitu pemberian materi/bahan ajar yang dimulai dari yang sederhana seperti menghafal sampai analisis. Hal ini merupakan langkah awal untuk penanaman dan memberikan pemahaman atas konsep-konsep dasar atau teori-teori keilmuan kedalam otak peserta didik.

(31)

Ketiga, aspek psikomotorik/perbuatan (tranfer of activity), yaitu timbulnya keinginan untuk melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk berdasarkan konsep bahan yang telah diperolehnya sebagai implementasi dari materi-materi yang telah diajarkan melalui proses pembelajaran yang direfleksikan dan teraktualisasikan ke dalam tindakan atau praktik kehidupannya sehari-hari.6

Sementara itu, agama merupakan sesuatu yang menyangkut kepentingan mutlak setiap manusia. Oleh karena itu, setiap orang beragama terlibat dengan agama yang dipeluknya, maka tidaklah mudah menarik sebuah definisi yang mencangkup semua agama. Hal tersebut karena setiap orang yang beragama cenderung memahami agama menurut ajaran agamanya sendiri. Hal ini pula ditambah dengan fakta bahwa dalam kenyataan agama di dunia ini amat beragam. Namun, karena ada segi agama yang sama, suatu rumusan umum dapat dikemukakan dengan pengertian bahwa agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara, penyembahan, permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia sesuai dengan dasar ajaran agama tersebut.7

Di lain sisi, definisi agama dalam pengertian agama Islam, secara terminologi sebagaimana yang diutarakan oleh Abullah Al-Masdoosi (cendikiawan muslim asal Fakistan); menurut pandangan Islam, agama ialah kaidah hidup yang diturunkan kepada ummat manusia, sejak manusia digelar ke atas buana ini, dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Al-Qur`an yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia baik spritual maupun materi.8

6

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,

(Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 39

7

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2000), Cet III, h.39-40

8

(32)

Sedangkan kata Islam sendiri, berasal dari kata aslama-yuslimu-islaman artinya tunduk, patuh, menyerahkan diri. Kata Islam diambil dari kata dasar salama atau salima yang artinya selamat, sejahtera, tidak cacat, tidak tercela. Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah sendiri, sebagaimana ayat Al-Qur`an menyebutkan Innad-dina`indallahi Al-Islam

(Q.S, 3:19). Islam merupakan agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-rasulnya untuk diajarkan kepada manusia yang dibawa dari generasi ke generasi berikutnya. Yang disampaikan secara estafet bak mata rantai yang sambung-menyambung, tetapi dalam satu kesatuan tugas yaitu menyampaikan risalah ilahiyah (tauhid) yang berisikan ajaran dan peringatan bagi manusia serta dilengkapi dengan hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan dari Allah sesuai dengan hajat dan kebutuhan saat itu. Maka ketika Islam datang kepada Nabi Muhammad SAW, Islam menjadi agama universal atas berbagai suku golongan di muka bumi dan akan disampaikan kepada manusia sampai akhir zaman dalam satu komando

Lailaha illallah Muhammadarrasulullah. Islam bukan sekadar akhlak, ritual ibadah harian, bukan juga hanya untuk memenuhi segi spiritual kehidupan manusia saja, akan tetapi merangkumi semua segi dari kehidupan ini9

Agama dalam Islam adalah cara hidup, cara berfikir, berideologi, dan bertindak. Agama meliputi sistem-sistem politik, ekonomi, sosial, undang-undang dan ketata-negaraan. Agama berperan dalam membentuk pribadi insan kamil disamping juga membentuk masyarakat yang ideal, agama menitik beratkan pembentukan moral dan spiritual sebuah masyarakat tetapi tidak lupa juga membangun tamadun dan membina empayar yang kukuh dan berwibawa dimata dunia. Lebih daripada itu Islam adalah cara hidup (way of life). Agama Islam memberi jawaban kepada pertanyaan abadi kehidupan (eternal question of life) pertanyaan tersebut adalah darimanakah asal-usul manusia? Kemanakah mereka akan pergi dan apakah arti kehidupan ini? Dari awal Islam telah memberikan jawaban

(33)

kepada persoalan tersebut dengan jelas. Bahkan menyediakan jalan bagaimana manusia harus hidup agar mereka tidak sia-sia dan sesat dengan menerangkan bahwa satu-satunya cara untuk selamat adalah dengan menuju kearah al-sirat al-mustaqim (jalan yang lurus) Inilah yang dinamakan agama menurut Islam, jadi apa yang dianggap agama oleh barat adalah bukan agama (tidak lengkap) menurut Islam, ataupun Islam bukan hanya sekadar agama dalam pengertian Barat yang sempit.10

Jadi, dari penjelasan tentang definisi guru dan agama di atas dapat dipahami bahwa guru agama Islam adalah seorang pendidik yang mengajarkan pendidikan agama Islam yang mencakup mata pelajaran Al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqh dan Sejarah Kebudayaan Islam agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.

Selain itu, di samping melaksanakan tugas pengajaran, yaitu memberikan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak, di samping menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketakwaan para peserta didik, Serta ia pun harus memperbaiki mana yang kurang baik pada mereka, karena anak didik datang ke sekolah telah membawa berbagai nilai dan pengalaman keagamaan yang diperolehnya dari orang tuanya masing-masing. Ada yang sudah baik, tapi ada juga yang kurang, bahkan mungkin ada yang tidak baik sama sekali, sesuai dengan keadaan orang tuanya masing-masing.11

Karena itu guru agama masuk ke dalam kelas dengan segala apa yang ada padanya. Caranya berpakaian, berbicara, bergaul, bahkan caranya berjalan, makan, minum, duduk dan diamnya, semuanya ikut menunjang keberhasilannya dalam melaksanakan tugas pendidikan agama bagi peserta didik.

10

www.angelfire.com/country/maridjan/agama.htm, Rabu 23 Maret 2011, Pkl. 10.30

11

(34)

2. Kualifikasi Guru Agama

Menurut bahasa, kata kualifikasi diartikan dengan ”Pembatasan; penggolongan; tingkatan kapabilitas; kecakapan; syarat; watak; sifat”.12 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kualifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu. Jadi, kualifikasi mendorong seseorang untuk memiliki suatu keahlian atau kecakapan khusus.13 Kualifikasi guru dapat dipandang sebagai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang mumpuni. Bahkan, kualifikasi terkadang dapat dilihat dari segi derajat lulusannya, sebagaimana dalam penjelasan UU Sisdiknas 2003, ditetapkan bahwa guru Sekolah Dasar (SD) saja harus lulusan Strata 1 (S-1), apalagi bagi guru yang mengajar pada tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU). (PP RI No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 29 ayat 2).14

Selain itu, Perlulah disimak dengan cermat tuntutan terhadap kualifikasi guru secara formal. Hal ini dengan jelas tercantum dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Pasal 20 yang menyatakan sebagai berikut: “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: (b) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkebangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.”15

Berkenaan dengan hal itu, berbagai upaya peningkatan program pendidikan kini terus direncanakan, dilaksanakan dan terus dievaluasi untuk mencapai hasil maksimal. Hal ini tidak lain adalah perwujudan atau refleksi dari adanya tugas yang mulia yang diemban oleh Departemen Pendidikan Nasional dan merupakan salah satu lisensi kebijakan

12

Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Karya Utama, 2002), h. 338

13

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 621.

14

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), (Bandung, Citra Umbara, 2008), Cet. I, h. 74

15E. Mulyasa, ”Undang

-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam

(35)

pemerintah untuk para guru dalam kelayakan pelaksanaan pendidikan, sehingga profesionalisme yang dimaksudkan dapat tercapai, yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan bagi generasi muda bangsa Indonesia yang diharapkan mampu memiliki pengetahuan, ketrampilan dan akhlak mulia agar mampu tetap survive dalam persaingan ketat di era globalisasi yang mau atau tidak mau harus dihadapi oleh bangsa ini. Lebih luas lagi, profesionalisme guru tersebut adalah sebagai konsekuensi logis, bahwa profesi keguruan merupakan

concern dunia pendidikan.

Hal ini pula mengisyaratkan bahwa guru sebagai ujung tombak pengemban tugas mendidik anak-anak bangsa, yang juga merupakan agen pembangunan dan sekaligus agen pembaharuan ditutut agar tidak ketinggalan zaman dengan begitu pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun sebaliknya dituntut agar mampu berkreativitas dan berinovasi seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Artinya bahwa dalam melaksanakan tugas mendidik bangsa, guru dituntut mampu melaksanakan tugas secara profesional, efisien dan efektif. Dengan kata lain guru dari TK, SD,SLTP dan SMA dituntut oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional memeliki kualifikasi ideal, yaitu bersertifikat S1/D IV.

Menurut Anwar Jasin yang dikutip oleh Mujtahid salah seorang dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang; kualifikasi guru dapat ditilik dari tiga hal. 16

Pertama, memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kualitas seperti ini tercermin dari diri pendidik. Adapun persyaratan yang harus dimiliki oleh jiwa pendidik antara lain:

a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Berwawasan ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945

16

(36)

c. Berkepribadian dewasa, terutama dalam melaksanakan fungsinya, sebagai orangtua kedua, in loco parentis, bagi siswa-siswanya d. Mandiri (independen judgement), terutama dalam mengambil

keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

e. Penuh rasa tanggungjawab, mengetahui fungsi, tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik dan pelatih, serta mampu memutuskan sesuatu dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsi, tugas dan tanggungjawabnya, serta tidak menyalahkan orang lain dalam memikul konsekuensi dari keputusannya terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

f. Berwibawa, mempunyai kelebihan terhadap para siswanya terutama penguasaan materi pelajaran dan ketrampilan megerjakan sesuatu dalam pembelajaran dan pengelolaan kelas.

g. Berdisiplin, mematuhi ketentuan peraturan dan tata tertib sekolah dan kelas.

h. Berdedikasi, memperlihatkan ketekunan dalam melaksanakan tugas membimbing, mengajar dan melatih para siswanya, sebagai pengabdi atau ibadat.17

Kedua, memiliki kemampuan umum sebagai pengajar. Sebagai pengajar, seorang guru, di samping memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik, juga perlu dan harus memiliki kemampuan sebagai prasyarat untuk mencapai kemampuan khusus dalam rangka memperoleh kualifikasi dan kewenangan mengajar. Kemampuan umum itu terdiri dari atas penguasaan antara lain:

a. Ilmu pendidikan atau pedagogik, didaktik dan metodik umum, psikologi belajar, ilmu-ilmu keguruan lain yang relevan dengan jenis jenjang pendidikan.

b. Bahan kajian akademik yang relevan dengan isi dan bahan pelajaran (kurikulum) yang diajarkannya.

17

(37)

c. Materi kurikulum (isi dan bahan pelajaran) yang relevan dan cara-cara pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman kegiatan belajar mengajar.

d. Kemahiran mengoperasionalkan kurikulum (GBPP) termasuk pembuatan satuan pelajaran, persiapan mengajar harian, merancang KBM, dan lain-lain.

e. Kemahiran pembelajaran dan mengelola kelas.

f. Kemahiran memonitor dan mengevaluasi program, proses kegiatan dan hasil belajar.

g. Bersikap kreatif dan inovatif dalam melaksanakan kurikulum, serta mengatasi masalah-masalah praktis pembelajaran dan pengelolaan kelas.18

Ketiga, mempunyai kemampuan khusus sebagai pelatih. Kemampuan khusus ini bertujuan untuk melatih para siswanya agar terampil menguasai materi pelajaran. Terutama mata pelajaran yang membutuhkan keterampilan langsung dari siswa. Karena itu, untuk memperoleh kewenangan mengajar, guru berkewajiban menjabarkan program pembelajaran yang tertera dalam rancangan kurikulum ke dalam sistem belajaran yang yang lebih bersifat operasional. Untuk mempermudah dalam proses belajar mengajar, para guru diminta memiliki keahlian khusus dalam mendesain pengajaran secara mandiri. Materi atau mata pelajaran butuh penjabaran teknis yang harus dilakukan guru, supaya dapat diterima oleh peserta didik dengan mudah.19

Dengan demikian, modal kualifikasi kependidikan yang ditawarkan di atas, diharapkan bisa meringankan tugas guru dalam menghadapi masa depan dapat terwujudkan secara tepat dan cermat. Sebab, jika tingkat kompetitif guru yang dihadapi dengan kualifikasi kependidikan, maka eksistensi guru akan tetap survive dengan sendirinya. Bahkan prospek masa depannya juga akan semakin baik serta banyak yang akan membutuhkan dan mencarinya.

18

Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan...,

19

(38)

Dari beberapa persyaratan guru yang dikemukan di atas menunjukkan bahwa seorang guru terutama guru agama bukan hanya orang yang berilmu pengetahuan saja, akan tetapi harus beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, sebab guru agama adalah figur Rasulullah SAW bagi ummat Islam yang diteladani segala tingkah lakunya serta memiliki kompetensi, dimana dalam Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 10 ayat 1 bahwa: ”Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadiaan, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.20

Adapun kompetensi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa:

1. Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.

Kemampuan tersebut meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pegembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

2. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuann kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.

Mengenai kompetensi kepribadian ini, tercakup pula di dalamnya bahwa kepribadian guru tersebut tidak hanya menjadi dasar bagi guru untuk berperilaku, tetapi juga akan menjadi model keteladanan bagi para siswanya dalam perkembangannya.21

20

E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam

standar..., h.229

21

(39)

Kepribadian terpadu dapat menghadapi segala persoalan dengan wajar dan sehat, karena segala unsur dalam pribadinya bekerja seimbang dan serasi. Pikirannya mampu bekerja dengan tenang, setiap permasalahan dapat dipahaminya secara obyektif, memahami kelakuan anak didik sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya.

Perasaan dan emosinya tampak stabil, optimis dan menyenangkan. Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya. Apalagi bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah orang yang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Cara guru berpakaian, berbicara, berjalan dan bergaul yang juga mempunyai pengaruh terhadap anak didik. Kalaulah tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, pada umumnya akhlak anak didik akan rusak olehnya, karena anak mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya.22

3. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasan materi pelajaran secara luas dan mendalam.

Kompetensi profesional guru ini dapat dicerminkan dengan kemampuan penguasaan materi pelajaran, kemampuan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, kemampuan pengembangan profesi, dan pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan, yang memungkinkannya untuk membimbing peserta didik untuk memenuhi Standar Nasional Pendidikan.

4. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.23

22

Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005), Cet. Ke-4, h. 10-13

23E. Mulyasa, ”Undang

-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam

(40)

Bagi seorang guru agama, selain diperlukan syarat-syarat untuk menjadi guru dan memiliki kompetensi guru, juga guru hendaknya mengetahui pula sekedar ciri perkembangan jiwa agama pada anak dalam tiap tahap pada umur, serta mengetahui pula latar belakang dan pengaruh pendidikan, serta lingkungan di mana si anak lahir dan di besarkan. Agar ia dapat melaksanakan tugasnya, dengan cara yang berhasil guna dan berdaya guna untuk mencapai tujuan pendidikan agama yang telah ditentukan.24

3. Peran Guru Agama

Peranan adalah dari kata dasar “peran” yang ditambahkan akhiran “an”. Peran memiliki arti ”perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki untuk orang yang berkedudukan di masyarakat”, sedangkan peranan adalah ”bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan”.25Kata ”peran”

bisa juga di artikan dengan pemeran, pelaku, dan pemain; sedangkan ”peranan” dapat diartikan dengan fungsi, kedudukan atau bagian kedudukan.26

Peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama (di dalamnya terjadi sesuatu hal). Peranan berarti ”bagian yang harus dilakukan di dalam suatu kegiatan”.27

Peran dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukan oleh Adams dan Decey dalam

Basic Principles of Student Teaching, antara lain: guru sebagai pembimbing, pengajar, pemimpin, pengelola kelas, dan evaluator. 28

24

Zakia Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), Cet.17, h. 77-80

25

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 870

26

Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer..., h. 468

27

Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problem Remaja, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), Cet I, h. 9.

28

(41)

a.

Guru Sebagai Pembimbing

Guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan adalah dua macam peranan yang mengandung banyak perbedaan dan persamaannya. Keduanya sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang bersikap mengasihi dan mencintai murid. Dalam hal ini sekurang-kurangnya yang harus dipelihara oleh guru secara terus menerus adalah suasanan keagamaan, keja sama, rasa persatuan, perasaan puas murid terhadap pekerjaan dan kelasnya. Dengan terjadinya pengelolaan yang baik, maka guru akan lebih mudah mempengaruhi murid di kelasnya dalam rangka pendidikan dan pengajaran agama Islam khususnya.29

Peran guru dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Tugas guru dalam layanan bimbingan di kelas:

Peran guru sebagai pembimbing dalam melaksanakan proses belajar mengajar, sebagaimana berikut:

a) Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian.

b)Mengusahakan agar siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat dan pembawaan.

c) Mengembangkan sikap-sikap dasar baga tingkah laku sosial yang baik.

d)Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

e) Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minat.30

Di samping tugas-tugas tersebut, dapat melakukan tugas-tugas bimbingan dalam proses pembelajarannya yaitu melaksanakan kegiatan diagnostis kesulitan-kesulitan belajar dan dapat memberikan

29

Zakia Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1995), h. 266-268

30

(42)

bantuan sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya kepada murid dalam memecahkan masalah pribadi.

2. Tugas guru dalam operasional bimbingan di luar kelas.

Tugas guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam kegiatan proses belajar mengajar atau dalam kelas saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan bimbingan di luar kelas. Tugas-tugas bimbingan itu antara lain:

a) Memberikan pengajaran perbaikan

b) Membeerikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa c) Melakukan kunjungan rumah

d) Menyelenggarakan kelompok belajar.31

Jadi guru sebagai pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konsoling terhadap sejumlah peserta didik, serta dapat memberikan motivasi dalam hal belajar, menjalankan ibadah dan prilaku baik, dan memberikan contoh atau keteladanan kepada peserta didik dengan sumber keteladanan yaitu guru.

b.

Guru Sebagai Pengajar

Menurut Raflis Kosasi sebagaimana yang dikutif oleh Nasyiruddin bahwa, mengajar ialah suatu usaha untuk membuat siswa dapat belajar, yaitu usaha yang dilakukan oleh guru sehingga menyebabkan adanya perubahan tingkah laku pada diri anak. Selain itu Nasyiruddin juga mengutarakan pendapat Nasution bahwa mengajar merupakan usaha untuk mengatur dan mengorganisir lingkungan sehingga dapat tercipta suatu situasi dan kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar. Dengan demikian anak dapat belajar secara aktif dan guru berperan sebagai pembimbing dan pengorganisir terhadap kondisi belajar anak. Pembelajaran ini disebut dengan (Pupil Centered) dan peran guru disebut (Manajer of Learning).32

31

Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan,……h. 110

32

(43)

Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam sekolah (kelas). Ia menyampaikan pelajaran agar peserta didik memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah disampaikannya. Selain dari itu Ia juga berusaha agar terjadi perubahan sikap, keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial, apresiasi, dll melalui pengajaran yang diberikannya. Guru juga merupakan personal sekolah yang memiliki kesempatan untuk bertatap muka lebih banyak dengan siswa dibandingkan dengan personil lainnya sehingga guru dapat leluasa dalam melaksanakan perannya.

Mengingat lingkup pekerjaan guru, seperti yang dilukiskan diatas, maka tugas guru itu meliputi; pertama tugas pengajaran atau sebagai pengajar, kedua tugas bimbingan dan penyuluhan termasuk juga didalamnya guru sebagai motivator, dan ketiga tugas administrasi atau guru sebagai ”pemimpin” (manajer kelas).33 Jadi dapat disimpulkan bahwa, mengajar adalah usaha bagaimana mengatur lingkungan dan adanya interaksi subjek (anak) dengan lingkungannya sehingga terciptalah kondisi belajar yang baik. Ketiga tugas tersebut dilaksanakan secara seimbang dan serasi. Tidak boleh ada satupun yang terabaikan, karena semuanya fungsional dan saling berkaitan dalam menuju keberhasilan pendidikan sebagai suatu kepaduan yang tidak terpisahan.

c.

Guru Sebagai Pengelola Kelas

Dalam perannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap lingkungan belajar itu turut menentukan sejauhmana lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang baik dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman, dan kepuasan dalam mencapai tujuan.34

33

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam…, h. 265

34

Gambar

Tabel 20.     Guru agama memberikan kesempatan bertanya kepada sisiwa ....... 71
Tabel  7.  Data Rombongan Belajar Tahun 2009/2010
Tabel. 8 Kondisi Orang Tua Siswa Tahun Pelajaran 2008/2009
Tabel diatas menunjukkan bahwa persentase terbesar 91% siswa menjawab
+7

Referensi

Dokumen terkait

• System Sistem pemasaran baru memberikan peluang yang lebih baik.. Menjadikan Koperasi Konsumen sebagai Saluran

Based on the results of testing and discussion in the previous chapter can be concluded: (1) Contractibility positively affects the performance of public sector

Plat komposit bondek merupakan alternatif desain untuk metode yang sudah ada sebelumnya yaitu metode halfslab sehingga perhitungan volume pekerjaan dan

bahwa Indonesia merupakan negara dengan prevalensi perokok pasif di rumah.. tertinggi (78 %) dan prevalensi perokok pasif di tempat umum tertinggi

Jika 3 berkas sequential, seperti master file, transaction file dan update master file yang digunakan oleh sebuah program. Karena hanya ada 2 tape drive, maka salah satu dari

(1996) pada dasarnya sebuah robot bawah laut yang dikendalikan oleh operator ROV, untuk tetap dalam kondisi yang aman, pada saat ROV bekerja di lingkungan yang berbahaya [11]..

Belanja Modal Pengadaan Perangkat Lunak

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bersama dengan PT Bank DBS Indonesia (DBS) dan KATADATA menggelar kompetisi model bisnis bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) secara khusus