• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI

1. Pengertian Guru Agama

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakekat Guru Agama

1. Pengertian Guru Agama

Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah ke muka bumi dengan tujuan untuk membebaskan manusia dari kejahilan kepada pemahaman dan aqidah yang benar. Dapat dikatakan bahwa Rasulullah SAW diutus untuk mengenal Allah, ajaran Islam, dan juga mengamalkan ajarannya dengan sungguh-sungguh sehingga selamat dunia akhirat.

Hal ini menunjukkan bahwa nabi Muhammad diutus untuk menjadi seorang guru agama yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan dan meluruskannya ke jalan yang baik dan benar yang diridhai Allah.

Kata guru agama terdiri dari dua kata, yaitu guru dan agama. Pengertian guru menurut Zakiah Daradjat dkk, Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua.1

Menurut Ahmad Tafsir, Guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran di sekolah.2 Sementara itu, Moh. Uzer Usman memandang guru sebagai jabatan atau profesi yang membutuhkan keahlian khusus sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai

1

Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 8, h. 39.

2

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet VII, h. 75.

guru profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu dan pendidikan prajabatan.3

Selain itu, dalam Dictionary of Education dikatakan bahwa guru adalah: (1) seseorang yang bekerja di sebuah lingkungan yang resmi dengan tujuan untuk memandu dan menunjukkan pengalaman pembelajaran pada masyarakat di dalam sebuah institusi pendidikan baik negeri maupun swasta. (2) seseorang yang karena kekayaan/pengalaman luar biasa/pendidikan/keberadaannya di lapangan yang diberikan, mampu mengkontribusikannya pada pertumbuhan dan perkembangan orang lain yan mengadakan kontrak dengannya. (3) seseorang yang dilengkapi dengan sebuah kurikulum profesional di dalam institusi pendidikan guru dan yang mempunyai pelatihan yang diakui secara resmi dengan sebuah penghargaan sertifikat pengajaran yang layak.4

Menurut UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selanjutnya dijelaskan pula pada Pasal 2 ayat 1 bahwa yang dimaksud dengan tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. 5

3

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Edisi Kedua, h. 5

4

Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), Cet. III, h. 6

5E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam

Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. III, h. 246

Dari pengertian walaupun redaksinya berbeda, namun mempunyai kesamaan maksud, yaitu bahwa guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada peserta didik di depan kelas. Tetapi juga merupakan tenaga profesional yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi, yang di samping memperhatikan aspek kognitif, juga aspek afektif dan psikomotorik pada anak didik agar timbul dan terbina secara utuh sebagai manusia berkepribadian utuh agar maksud mendidik untuk mengantarkan peserta didik menuju kedewasaan dapat tercapai. Serta untuk seoptimal mungkin mengarahkan peserta didik agar mereka memperoleh pengalaman dalam rangka meningkatkan kompetensi yang diinginkan melalui proses belajar tersebut.

Berkenaan dengan ketiga aspek tersebut di atas, Haidar Putra Daulay menjelaskan bahwa:

Pertama, aspek kognitif adalah upaya yang ditekankan pada pengisian otak peserta didik (tranfer of knowledge), yaitu pemberian materi/bahan ajar yang dimulai dari yang sederhana seperti menghafal sampai analisis. Hal ini merupakan langkah awal untuk penanaman dan memberikan pemahaman atas konsep-konsep dasar atau teori-teori keilmuan kedalam otak peserta didik.

Kedua, aspek afektif yang merupakan upaya mengisi hati, melahirkan sikap positif (tranfer of value), menumbuhkan kecintaan kepada kebaikan dan membenci kejahatan. Hal ini berkenaan dengan masalah emosi (kejiwaan), terkait dengan rasa suka, benci, simpati, antipati dan lain sebagainya. Dengan demikian afektif itu adalah sikap batin seseorang. Dengan kata lain pendidikan agama yang berorientasi kepada ranah pembentukan afektif ini adalah pembentukan sikap mental peserta didik ke arah menumbuhkan kesadaran beragama sebagai salah satu bentuk penerapan hasil pelajaran yang tidak hanya pada ranah pemikiran saja, melainkan juga memasuki ranah rasa. Karena itu sentuhan-sentuhan emosional beragama perlu dikembangkan.

Ketiga, aspek psikomotorik/perbuatan (tranfer of activity), yaitu timbulnya keinginan untuk melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk berdasarkan konsep bahan yang telah diperolehnya sebagai implementasi dari materi-materi yang telah diajarkan melalui proses pembelajaran yang direfleksikan dan teraktualisasikan ke dalam tindakan atau praktik kehidupannya sehari-hari.6

Sementara itu, agama merupakan sesuatu yang menyangkut kepentingan mutlak setiap manusia. Oleh karena itu, setiap orang beragama terlibat dengan agama yang dipeluknya, maka tidaklah mudah menarik sebuah definisi yang mencangkup semua agama. Hal tersebut karena setiap orang yang beragama cenderung memahami agama menurut ajaran agamanya sendiri. Hal ini pula ditambah dengan fakta bahwa dalam kenyataan agama di dunia ini amat beragam. Namun, karena ada segi agama yang sama, suatu rumusan umum dapat dikemukakan dengan pengertian bahwa agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara, penyembahan, permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia sesuai dengan dasar ajaran agama tersebut.7

Di lain sisi, definisi agama dalam pengertian agama Islam, secara terminologi sebagaimana yang diutarakan oleh Abullah Al-Masdoosi (cendikiawan muslim asal Fakistan); menurut pandangan Islam, agama ialah kaidah hidup yang diturunkan kepada ummat manusia, sejak manusia digelar ke atas buana ini, dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Al-Qur`an yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia baik spritual maupun materi.8

6

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,

(Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 39

7

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2000), Cet III, h.39-40

8

learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam/bab3-agama_islam. Rabu 23 Maret 2011, Pkl. 10.30

Sedangkan kata Islam sendiri, berasal dari kata aslama-yuslimu-islaman artinya tunduk, patuh, menyerahkan diri. Kata Islam diambil dari kata dasar salama atau salima yang artinya selamat, sejahtera, tidak cacat, tidak tercela. Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah sendiri, sebagaimana ayat Al-Qur`an menyebutkan Innad-dina`indallahi Al-Islam

(Q.S, 3:19). Islam merupakan agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-rasulnya untuk diajarkan kepada manusia yang dibawa dari generasi ke generasi berikutnya. Yang disampaikan secara estafet bak mata rantai yang sambung-menyambung, tetapi dalam satu kesatuan tugas yaitu menyampaikan risalah ilahiyah (tauhid) yang berisikan ajaran dan peringatan bagi manusia serta dilengkapi dengan hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan dari Allah sesuai dengan hajat dan kebutuhan saat itu. Maka ketika Islam datang kepada Nabi Muhammad SAW, Islam menjadi agama universal atas berbagai suku golongan di muka bumi dan akan disampaikan kepada manusia sampai akhir zaman dalam satu komando

Lailaha illallah Muhammadarrasulullah. Islam bukan sekadar akhlak, ritual ibadah harian, bukan juga hanya untuk memenuhi segi spiritual kehidupan manusia saja, akan tetapi merangkumi semua segi dari kehidupan ini9

Agama dalam Islam adalah cara hidup, cara berfikir, berideologi, dan bertindak. Agama meliputi sistem-sistem politik, ekonomi, sosial, undang-undang dan ketata-negaraan. Agama berperan dalam membentuk pribadi insan kamil disamping juga membentuk masyarakat yang ideal, agama menitik beratkan pembentukan moral dan spiritual sebuah masyarakat tetapi tidak lupa juga membangun tamadun dan membina empayar yang kukuh dan berwibawa dimata dunia. Lebih daripada itu Islam adalah cara hidup (way of life). Agama Islam memberi jawaban kepada pertanyaan abadi kehidupan (eternal question of life) pertanyaan tersebut adalah darimanakah asal-usul manusia? Kemanakah mereka akan pergi dan apakah arti kehidupan ini? Dari awal Islam telah memberikan jawaban

kepada persoalan tersebut dengan jelas. Bahkan menyediakan jalan bagaimana manusia harus hidup agar mereka tidak sia-sia dan sesat dengan menerangkan bahwa satu-satunya cara untuk selamat adalah dengan menuju kearah al-sirat al-mustaqim (jalan yang lurus) Inilah yang dinamakan agama menurut Islam, jadi apa yang dianggap agama oleh barat adalah bukan agama (tidak lengkap) menurut Islam, ataupun Islam bukan hanya sekadar agama dalam pengertian Barat yang sempit.10

Jadi, dari penjelasan tentang definisi guru dan agama di atas dapat dipahami bahwa guru agama Islam adalah seorang pendidik yang mengajarkan pendidikan agama Islam yang mencakup mata pelajaran Al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqh dan Sejarah Kebudayaan Islam agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.

Selain itu, di samping melaksanakan tugas pengajaran, yaitu memberikan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak, di samping menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketakwaan para peserta didik, Serta ia pun harus memperbaiki mana yang kurang baik pada mereka, karena anak didik datang ke sekolah telah membawa berbagai nilai dan pengalaman keagamaan yang diperolehnya dari orang tuanya masing-masing. Ada yang sudah baik, tapi ada juga yang kurang, bahkan mungkin ada yang tidak baik sama sekali, sesuai dengan keadaan orang tuanya masing-masing.11

Karena itu guru agama masuk ke dalam kelas dengan segala apa yang ada padanya. Caranya berpakaian, berbicara, bergaul, bahkan caranya berjalan, makan, minum, duduk dan diamnya, semuanya ikut menunjang keberhasilannya dalam melaksanakan tugas pendidikan agama bagi peserta didik.

10

www.angelfire.com/country/maridjan/agama.htm, Rabu 23 Maret 2011, Pkl. 10.30

11

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), Cet. II, h. 99-100

Dokumen terkait