• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI

3. Peran Guru Agama

menggunakan fasilitas yang ada secara maksimal serta dapat memelihara fasilitas dengan maksimal juga.

4. Peran guru agama sebagai evaluator yaitu untuk mengetahui hasil ujian siswa dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat.

5. Pengertian “Pendidikan Agama Islam” yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan nilai-nilai Islam baik itu dalam bentuk proses pembelajaran maupun kegiatan-kegiatan yang bercirikan Islam.

Dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam tersebut penulis membatasinya hanya pada langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru agama diantaranya: persiapan mengajar, pembelajaran, analisa evaluasi dan kegiatan-kegiatan keagamaan.

D. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana peran guru agama sebagai pembimbing dalam

pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja? 2. Bagaimana peran guru agama sebagai pengajar dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja?

3. Bagaimana peran guru agama sebagai pengelola kelas dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja? 4. Bagaimana peran guru agama sebagai evaluator dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja?

5. Sejauh mana peran guru agama tersebut telah dilaksanakan?

E. Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui peran guru agama sebagai pembimbing dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja. 2. Mengetahui peran guru agama sebagai pengajar dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.

3. Mengetahui peran guru agama sebagai pengelola kelas dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja. 4. Mengetahui peran guru agama sebagai evaluator dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.

5. Mengetahui tingkat pelaksanaan peran guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi ilmu pengetahuan tentang bagaimana pelaksanaan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan terutama sekolah sebagai lembaga formal, baik bagi penulis secara pribadi maupun pembaca pada umumnya terutama yang berkiprah di bidang pendidikan serta sekaligus merupakan sumbangan pemikiran yang dipersembahkan sebagai pengabdian kepada Almamater, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

15

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakekat Guru Agama

1. Pengertian Guru Agama

Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah ke muka bumi dengan tujuan untuk membebaskan manusia dari kejahilan kepada pemahaman dan aqidah yang benar. Dapat dikatakan bahwa Rasulullah SAW diutus untuk mengenal Allah, ajaran Islam, dan juga mengamalkan ajarannya dengan sungguh-sungguh sehingga selamat dunia akhirat.

Hal ini menunjukkan bahwa nabi Muhammad diutus untuk menjadi seorang guru agama yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan dan meluruskannya ke jalan yang baik dan benar yang diridhai Allah.

Kata guru agama terdiri dari dua kata, yaitu guru dan agama. Pengertian guru menurut Zakiah Daradjat dkk, Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua.1

Menurut Ahmad Tafsir, Guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran di sekolah.2 Sementara itu, Moh. Uzer Usman memandang guru sebagai jabatan atau profesi yang membutuhkan keahlian khusus sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai

1

Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 8, h. 39.

2

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet VII, h. 75.

guru profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu dan pendidikan prajabatan.3

Selain itu, dalam Dictionary of Education dikatakan bahwa guru adalah: (1) seseorang yang bekerja di sebuah lingkungan yang resmi dengan tujuan untuk memandu dan menunjukkan pengalaman pembelajaran pada masyarakat di dalam sebuah institusi pendidikan baik negeri maupun swasta. (2) seseorang yang karena kekayaan/pengalaman luar biasa/pendidikan/keberadaannya di lapangan yang diberikan, mampu mengkontribusikannya pada pertumbuhan dan perkembangan orang lain yan mengadakan kontrak dengannya. (3) seseorang yang dilengkapi dengan sebuah kurikulum profesional di dalam institusi pendidikan guru dan yang mempunyai pelatihan yang diakui secara resmi dengan sebuah penghargaan sertifikat pengajaran yang layak.4

Menurut UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selanjutnya dijelaskan pula pada Pasal 2 ayat 1 bahwa yang dimaksud dengan tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. 5

3

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Edisi Kedua, h. 5

4

Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), Cet. III, h. 6

5E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam

Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. III, h. 246

Dari pengertian walaupun redaksinya berbeda, namun mempunyai kesamaan maksud, yaitu bahwa guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada peserta didik di depan kelas. Tetapi juga merupakan tenaga profesional yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi, yang di samping memperhatikan aspek kognitif, juga aspek afektif dan psikomotorik pada anak didik agar timbul dan terbina secara utuh sebagai manusia berkepribadian utuh agar maksud mendidik untuk mengantarkan peserta didik menuju kedewasaan dapat tercapai. Serta untuk seoptimal mungkin mengarahkan peserta didik agar mereka memperoleh pengalaman dalam rangka meningkatkan kompetensi yang diinginkan melalui proses belajar tersebut.

Berkenaan dengan ketiga aspek tersebut di atas, Haidar Putra Daulay menjelaskan bahwa:

Pertama, aspek kognitif adalah upaya yang ditekankan pada pengisian otak peserta didik (tranfer of knowledge), yaitu pemberian materi/bahan ajar yang dimulai dari yang sederhana seperti menghafal sampai analisis. Hal ini merupakan langkah awal untuk penanaman dan memberikan pemahaman atas konsep-konsep dasar atau teori-teori keilmuan kedalam otak peserta didik.

Kedua, aspek afektif yang merupakan upaya mengisi hati, melahirkan sikap positif (tranfer of value), menumbuhkan kecintaan kepada kebaikan dan membenci kejahatan. Hal ini berkenaan dengan masalah emosi (kejiwaan), terkait dengan rasa suka, benci, simpati, antipati dan lain sebagainya. Dengan demikian afektif itu adalah sikap batin seseorang. Dengan kata lain pendidikan agama yang berorientasi kepada ranah pembentukan afektif ini adalah pembentukan sikap mental peserta didik ke arah menumbuhkan kesadaran beragama sebagai salah satu bentuk penerapan hasil pelajaran yang tidak hanya pada ranah pemikiran saja, melainkan juga memasuki ranah rasa. Karena itu sentuhan-sentuhan emosional beragama perlu dikembangkan.

Ketiga, aspek psikomotorik/perbuatan (tranfer of activity), yaitu timbulnya keinginan untuk melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk berdasarkan konsep bahan yang telah diperolehnya sebagai implementasi dari materi-materi yang telah diajarkan melalui proses pembelajaran yang direfleksikan dan teraktualisasikan ke dalam tindakan atau praktik kehidupannya sehari-hari.6

Sementara itu, agama merupakan sesuatu yang menyangkut kepentingan mutlak setiap manusia. Oleh karena itu, setiap orang beragama terlibat dengan agama yang dipeluknya, maka tidaklah mudah menarik sebuah definisi yang mencangkup semua agama. Hal tersebut karena setiap orang yang beragama cenderung memahami agama menurut ajaran agamanya sendiri. Hal ini pula ditambah dengan fakta bahwa dalam kenyataan agama di dunia ini amat beragam. Namun, karena ada segi agama yang sama, suatu rumusan umum dapat dikemukakan dengan pengertian bahwa agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara, penyembahan, permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia sesuai dengan dasar ajaran agama tersebut.7

Di lain sisi, definisi agama dalam pengertian agama Islam, secara terminologi sebagaimana yang diutarakan oleh Abullah Al-Masdoosi (cendikiawan muslim asal Fakistan); menurut pandangan Islam, agama ialah kaidah hidup yang diturunkan kepada ummat manusia, sejak manusia digelar ke atas buana ini, dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Al-Qur`an yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia baik spritual maupun materi.8

6

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,

(Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 39

7

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2000), Cet III, h.39-40

8

learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam/bab3-agama_islam. Rabu 23 Maret 2011, Pkl. 10.30

Sedangkan kata Islam sendiri, berasal dari kata aslama-yuslimu-islaman artinya tunduk, patuh, menyerahkan diri. Kata Islam diambil dari kata dasar salama atau salima yang artinya selamat, sejahtera, tidak cacat, tidak tercela. Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah sendiri, sebagaimana ayat Al-Qur`an menyebutkan Innad-dina`indallahi Al-Islam

(Q.S, 3:19). Islam merupakan agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-rasulnya untuk diajarkan kepada manusia yang dibawa dari generasi ke generasi berikutnya. Yang disampaikan secara estafet bak mata rantai yang sambung-menyambung, tetapi dalam satu kesatuan tugas yaitu menyampaikan risalah ilahiyah (tauhid) yang berisikan ajaran dan peringatan bagi manusia serta dilengkapi dengan hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan dari Allah sesuai dengan hajat dan kebutuhan saat itu. Maka ketika Islam datang kepada Nabi Muhammad SAW, Islam menjadi agama universal atas berbagai suku golongan di muka bumi dan akan disampaikan kepada manusia sampai akhir zaman dalam satu komando

Lailaha illallah Muhammadarrasulullah. Islam bukan sekadar akhlak, ritual ibadah harian, bukan juga hanya untuk memenuhi segi spiritual kehidupan manusia saja, akan tetapi merangkumi semua segi dari kehidupan ini9

Agama dalam Islam adalah cara hidup, cara berfikir, berideologi, dan bertindak. Agama meliputi sistem-sistem politik, ekonomi, sosial, undang-undang dan ketata-negaraan. Agama berperan dalam membentuk pribadi insan kamil disamping juga membentuk masyarakat yang ideal, agama menitik beratkan pembentukan moral dan spiritual sebuah masyarakat tetapi tidak lupa juga membangun tamadun dan membina empayar yang kukuh dan berwibawa dimata dunia. Lebih daripada itu Islam adalah cara hidup (way of life). Agama Islam memberi jawaban kepada pertanyaan abadi kehidupan (eternal question of life) pertanyaan tersebut adalah darimanakah asal-usul manusia? Kemanakah mereka akan pergi dan apakah arti kehidupan ini? Dari awal Islam telah memberikan jawaban

kepada persoalan tersebut dengan jelas. Bahkan menyediakan jalan bagaimana manusia harus hidup agar mereka tidak sia-sia dan sesat dengan menerangkan bahwa satu-satunya cara untuk selamat adalah dengan menuju kearah al-sirat al-mustaqim (jalan yang lurus) Inilah yang dinamakan agama menurut Islam, jadi apa yang dianggap agama oleh barat adalah bukan agama (tidak lengkap) menurut Islam, ataupun Islam bukan hanya sekadar agama dalam pengertian Barat yang sempit.10

Jadi, dari penjelasan tentang definisi guru dan agama di atas dapat dipahami bahwa guru agama Islam adalah seorang pendidik yang mengajarkan pendidikan agama Islam yang mencakup mata pelajaran Al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqh dan Sejarah Kebudayaan Islam agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.

Selain itu, di samping melaksanakan tugas pengajaran, yaitu memberikan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak, di samping menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketakwaan para peserta didik, Serta ia pun harus memperbaiki mana yang kurang baik pada mereka, karena anak didik datang ke sekolah telah membawa berbagai nilai dan pengalaman keagamaan yang diperolehnya dari orang tuanya masing-masing. Ada yang sudah baik, tapi ada juga yang kurang, bahkan mungkin ada yang tidak baik sama sekali, sesuai dengan keadaan orang tuanya masing-masing.11

Karena itu guru agama masuk ke dalam kelas dengan segala apa yang ada padanya. Caranya berpakaian, berbicara, bergaul, bahkan caranya berjalan, makan, minum, duduk dan diamnya, semuanya ikut menunjang keberhasilannya dalam melaksanakan tugas pendidikan agama bagi peserta didik.

10

www.angelfire.com/country/maridjan/agama.htm, Rabu 23 Maret 2011, Pkl. 10.30

11

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), Cet. II, h. 99-100

2. Kualifikasi Guru Agama

Menurut bahasa, kata kualifikasi diartikan dengan ”Pembatasan; penggolongan; tingkatan kapabilitas; kecakapan; syarat; watak; sifat”.12

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kualifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu. Jadi, kualifikasi mendorong seseorang untuk memiliki suatu keahlian atau kecakapan khusus.13 Kualifikasi guru dapat dipandang sebagai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang mumpuni. Bahkan, kualifikasi terkadang dapat dilihat dari segi derajat lulusannya, sebagaimana dalam penjelasan UU Sisdiknas 2003, ditetapkan bahwa guru Sekolah Dasar (SD) saja harus lulusan Strata 1 (S-1), apalagi bagi guru yang mengajar pada tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU). (PP RI No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 29 ayat 2).14

Selain itu, Perlulah disimak dengan cermat tuntutan terhadap kualifikasi guru secara formal. Hal ini dengan jelas tercantum dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Pasal 20 yang menyatakan sebagai berikut: “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: (b) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkebangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.”15

Berkenaan dengan hal itu, berbagai upaya peningkatan program pendidikan kini terus direncanakan, dilaksanakan dan terus dievaluasi untuk mencapai hasil maksimal. Hal ini tidak lain adalah perwujudan atau refleksi dari adanya tugas yang mulia yang diemban oleh Departemen Pendidikan Nasional dan merupakan salah satu lisensi kebijakan

12

Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Karya Utama, 2002), h. 338

13

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 621.

14

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), (Bandung, Citra Umbara, 2008), Cet. I, h. 74

15E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam

pemerintah untuk para guru dalam kelayakan pelaksanaan pendidikan, sehingga profesionalisme yang dimaksudkan dapat tercapai, yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan bagi generasi muda bangsa Indonesia yang diharapkan mampu memiliki pengetahuan, ketrampilan dan akhlak mulia agar mampu tetap survive dalam persaingan ketat di era globalisasi yang mau atau tidak mau harus dihadapi oleh bangsa ini. Lebih luas lagi, profesionalisme guru tersebut adalah sebagai konsekuensi logis, bahwa profesi keguruan merupakan

concern dunia pendidikan.

Hal ini pula mengisyaratkan bahwa guru sebagai ujung tombak pengemban tugas mendidik anak-anak bangsa, yang juga merupakan agen pembangunan dan sekaligus agen pembaharuan ditutut agar tidak ketinggalan zaman dengan begitu pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun sebaliknya dituntut agar mampu berkreativitas dan berinovasi seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Artinya bahwa dalam melaksanakan tugas mendidik bangsa, guru dituntut mampu melaksanakan tugas secara profesional, efisien dan efektif. Dengan kata lain guru dari TK, SD,SLTP dan SMA dituntut oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional memeliki kualifikasi ideal, yaitu bersertifikat S1/D IV.

Menurut Anwar Jasin yang dikutip oleh Mujtahid salah seorang dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang; kualifikasi guru dapat ditilik dari tiga hal. 16

Pertama, memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kualitas seperti ini tercermin dari diri pendidik. Adapun persyaratan yang harus dimiliki oleh jiwa pendidik antara lain:

a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Berwawasan ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945

16

Mujtahid, http://www.komunitaspendidikan.blogspot.com/memahami-tentang-kualifikasi-guru-di.html, Sabtu, 20 Nov 2010, pkl. 20.20.

c. Berkepribadian dewasa, terutama dalam melaksanakan fungsinya, sebagai orangtua kedua, in loco parentis, bagi siswa-siswanya d. Mandiri (independen judgement), terutama dalam mengambil

keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

e. Penuh rasa tanggungjawab, mengetahui fungsi, tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik dan pelatih, serta mampu memutuskan sesuatu dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsi, tugas dan tanggungjawabnya, serta tidak menyalahkan orang lain dalam memikul konsekuensi dari keputusannya terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

f. Berwibawa, mempunyai kelebihan terhadap para siswanya terutama penguasaan materi pelajaran dan ketrampilan megerjakan sesuatu dalam pembelajaran dan pengelolaan kelas.

g. Berdisiplin, mematuhi ketentuan peraturan dan tata tertib sekolah dan kelas.

h. Berdedikasi, memperlihatkan ketekunan dalam melaksanakan tugas membimbing, mengajar dan melatih para siswanya, sebagai pengabdi atau ibadat.17

Kedua, memiliki kemampuan umum sebagai pengajar. Sebagai pengajar, seorang guru, di samping memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik, juga perlu dan harus memiliki kemampuan sebagai prasyarat untuk mencapai kemampuan khusus dalam rangka memperoleh kualifikasi dan kewenangan mengajar. Kemampuan umum itu terdiri dari atas penguasaan antara lain:

a. Ilmu pendidikan atau pedagogik, didaktik dan metodik umum, psikologi belajar, ilmu-ilmu keguruan lain yang relevan dengan jenis jenjang pendidikan.

b. Bahan kajian akademik yang relevan dengan isi dan bahan pelajaran (kurikulum) yang diajarkannya.

17

c. Materi kurikulum (isi dan bahan pelajaran) yang relevan dan cara-cara pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman kegiatan belajar mengajar.

d. Kemahiran mengoperasionalkan kurikulum (GBPP) termasuk pembuatan satuan pelajaran, persiapan mengajar harian, merancang KBM, dan lain-lain.

e. Kemahiran pembelajaran dan mengelola kelas.

f. Kemahiran memonitor dan mengevaluasi program, proses kegiatan dan hasil belajar.

g. Bersikap kreatif dan inovatif dalam melaksanakan kurikulum, serta mengatasi masalah-masalah praktis pembelajaran dan pengelolaan kelas.18

Ketiga, mempunyai kemampuan khusus sebagai pelatih. Kemampuan khusus ini bertujuan untuk melatih para siswanya agar terampil menguasai materi pelajaran. Terutama mata pelajaran yang membutuhkan keterampilan langsung dari siswa. Karena itu, untuk memperoleh kewenangan mengajar, guru berkewajiban menjabarkan program pembelajaran yang tertera dalam rancangan kurikulum ke dalam sistem belajaran yang yang lebih bersifat operasional. Untuk mempermudah dalam proses belajar mengajar, para guru diminta memiliki keahlian khusus dalam mendesain pengajaran secara mandiri. Materi atau mata pelajaran butuh penjabaran teknis yang harus dilakukan guru, supaya dapat diterima oleh peserta didik dengan mudah.19

Dengan demikian, modal kualifikasi kependidikan yang ditawarkan di atas, diharapkan bisa meringankan tugas guru dalam menghadapi masa depan dapat terwujudkan secara tepat dan cermat. Sebab, jika tingkat kompetitif guru yang dihadapi dengan kualifikasi kependidikan, maka eksistensi guru akan tetap survive dengan sendirinya. Bahkan prospek masa depannya juga akan semakin baik serta banyak yang akan membutuhkan dan mencarinya. 18 Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan..., 19 Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan...,

Dari beberapa persyaratan guru yang dikemukan di atas menunjukkan bahwa seorang guru terutama guru agama bukan hanya orang yang berilmu pengetahuan saja, akan tetapi harus beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, sebab guru agama adalah figur Rasulullah SAW bagi ummat Islam yang diteladani segala tingkah lakunya serta memiliki kompetensi, dimana dalam Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 10 ayat 1 bahwa: ”Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadiaan, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.20

Adapun kompetensi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa:

1. Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.

Kemampuan tersebut meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pegembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

2. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuann kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.

Mengenai kompetensi kepribadian ini, tercakup pula di dalamnya bahwa kepribadian guru tersebut tidak hanya menjadi dasar bagi guru untuk berperilaku, tetapi juga akan menjadi model keteladanan bagi para siswanya dalam perkembangannya.21

20

E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam

standar..., h.229

21

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), Edisi II, h. 169.

Kepribadian terpadu dapat menghadapi segala persoalan dengan wajar dan sehat, karena segala unsur dalam pribadinya bekerja seimbang dan serasi. Pikirannya mampu bekerja dengan tenang, setiap permasalahan dapat dipahaminya secara obyektif, memahami kelakuan anak didik sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya.

Perasaan dan emosinya tampak stabil, optimis dan menyenangkan. Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya. Apalagi bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah orang yang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Cara guru berpakaian, berbicara, berjalan dan bergaul yang juga mempunyai pengaruh terhadap anak didik. Kalaulah tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, pada umumnya akhlak anak didik akan rusak olehnya, karena anak mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya.22

3. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan

Dokumen terkait