• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Evaluasi Kinerja Koperasi Jasa Keuangan Syariah

3. Pelaksanaan Prinsip Syariah

KJKS adalah koperasi yang mengkhususkan diri pada usaha jasa keuangan syariah melalui kegiatan maal dan tamwil. KJKS melak- sanakan kegiatan maal, yaitu: menghimpun dana zakat, infaq, sodaqoh dan waqaf (ziswaf) untuk disalurkan dan didayagunakan bagi para mustahiq/mauquf alaih. Baitul maal secara etimologis berasal dari kata bayt dalam bahasa Arab yang berarti rumah, dan al-maal yang berarti harta, artinya baitul maal adalah tempat mengumpulkan atau menyim- pan harta. Secara difinitif, Baitul maal adalah lembaga keuangan berorientasi sosial keagamaan yang kegiatan utamanya menampung serta menyalurkan harta masyarakat berupa zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Alquran dan Sun- nah Rasul-Nya, (Al Munjid, dalam Ilmi, 2002).

Kegiatan sosial (baitul maal) yang dilakukan oleh KJKS meru- pakan upaya proteksi atau jaminan sosial untuk menjaga proses pem- bangunan masyarakat miskin anggota/calon anggota KJKS melalui usaha produktif menjadi pelaku usaha mikro. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, usaha mikro didifinisikan sebagai usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penju- alan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Usaha mikro umumnya memperoleh pendapatan kotor Rp 25.000 s.d. 100.000,-/per hari dengan tenaga kerja 1-2 orang, sehingga usaha yang

dijalankan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kegiatan pelaku usaha mikro sangat penting dalam menolong dirinya sendiri dari ketiadaan pekerjaan dan kemiskinan. Upaya proteksi KJKS melalui kegiatan produktif bagi kaum miskin dapat menjamin distri- busi “rasa kesejahteraan” dari masyarakat yang tidak punya kepada masyarakat yang punya. Melalui kegiatan produktif bagi kaum miskin, KJKS berperan sebagaiagent of asset distribution, yang memberdayakan ekonomi ummat (Kementerian KUKM, 2012a).

Jika KJKS sebagai baitul maal berfungsi sebagai lembaga so- sial, maka KJKS sebagai baitul tamwil berfungsi sebagai lembaga bis- nis yang mencari keuntungan dengan konsep syariah (bagi hasil). Ke- giatan yang dijalankan KJKS sangat strategis karena tidak saja ber- gerak dalam usaha simpan pinjam anggota/calon anggota di sektor ke- uangan, tetapi juga berperan langsung pada sektor riil melalui pembia- yaan, piutang, sewa (ijrah), pinjaman kebajikan (qardh) dan produk lain sesuai syariah. Kegiatan baitul tamwil KJKS memiliki peran penting dalam menyebarkan ajaran Islam pada lembaga keuangan. Dalam kegi- atan bisnis tamwil tidak diperbolehkan memisahkan antara masalah- masalah duniawi dan agama, yang berimplikasi bahwa hukum Islam sebagai dasar untuk semua aspek kehidupan. Kegiatan baitul tamwil KJKS harus beroperasi dengan landaskan Al-Quran dan As-Sunnah, baik dalam aktivitas transaksi bisnis dan perilaku bisnis harus sejalan dengan ajaran Islam (Kementerian KUKM, 2012a).

Dalam ajaran Islam, tidak diperbolehkan memperjualbelikan atau memperdagangkan uang, sebagaimana dipraktekkan lembaga ke- uangan konvensional yang melaksanakan "perdagangan" dalam bentuk uang (membeli uang dari deposan dan menjual uang dalam bentuk pin- jaman). KJKS harus melaksanakan "perdagangan" dalam aset nyata atau jasa. Sebagaimana ajaran Islam, KJKS harus mendorong dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip dan hukum Islam untuk transaksi keuangan dan bisnis, (Kementerian KUKM, 2012a). Terdapat perbedaan utang uang dengan utang pembiayaan pengadaan barang.

Utang karena pinjam meminjam uang tidak boleh ada tambahan, ke- cuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya meterai, biaya notaris dan studi kelayakan. Utang karena pembiayaan pengadaan ba- rang, harus jelas harga jualnya, yang terdiri atas harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati dan tidak boleh berubah naik karena akan masuk dalam kategori riba (Antonio, 2001).

KJKS tidak diijinkan melaksanakan kontrak berdasarkan peris- tiwa yang tidak pasti. Hubungan kontrak di KJKS atau lembaga ke- uangan syariah lainnya tergantung pada sifat dari transaksi, bisa men- jadi pembagian keuntungan (mudharabah), penyimpanan (wadiah), perusahaan patungan/kemitraan (musyarakah), jual-beli (murabahah), dan sewa guna usaha (ijar). Hubungan tersebut dalam lembaga keuang- an konvensional hanya dikenal istilah kreditur-debitur. Prinsip lain yang diterapkan sesuai ajaran Islam adalah kemitraan dan pembagian risiko. KJKS menawarkan pemilik dana (anggota sebagai investor/ deposan) partisipasi dalam pembagian risiko bukan bunga tetap seperti pada deposito (konvensional). Resiko mencerminkan aset nyata dan produktif dengan tingkat variabel pengembalian terkait dengan kinerja asset. Keuangan Islam menggunakan konsep partisipasi dalam peru- sahaan, memanfaatkan dana beresiko berdasarkan pembagian laba- rugi, sehingga mendorong manajemen sumber daya lebih baik. KJKS, sebagai lembaga keuangan berbasis syariah harus berkontribusi pada dimensi penciptaan etika, sosial dan moral yang meningkatkan kese- taraan dan keadilan bagi anggota dan calaon anggota koperasi. KJKS memiliki tanggung jawab sosial terhadap kemiskinan dalam masyara- kat Islam, dan harus berkontribusi dalam upaya pengentasan kemiskin- an dan pemberdayaan masyarakat (Kementerian KUKM, 2012a).

b. Produk KJKS

1) Penghimpunan Dana Tamwil KJKS

Produk penghimpunan dana dibedakan dalam hal akad tran- saksi yang digunakan yaitu mudharabah dan wadiah. Mudharabah

adalah akad kerjasama usaha/perniagaan antara pihak pemilik dana (shahibul maal) sebagai pihak yang menyediakan modal dana se- besar 100% dengan pihak pengelola modal (mudharib), untuk di- usahakan dengan porsi keuntungan yang akan dibagi bersama (nis- bah) sesuai dengan kesepakatan dimuka dari keduabelah pihak. Jika terjadi kerugian atau kegagalan usaha, beban operasional dan tenaga kerja pengelolaan ditanggung pengelola, sedangkan KJKS sebagai penyedia dana (shahibul maal) akan menanggung kerugian atas dana yang diinvestasikan kecuali jika ditemukan ada kelalaian atau kesalahan oleh pihak pengelola (mudharib) seperti penyele- wengan, kecurangan dan penyalah gunaan dana (Kemeneg KUKM, 2010a). Sesuai fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI No. 07 Tahun 2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), LKS sebagai pe- nyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang dise- ngaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. Dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan (DSN-MUI, 2000c).

Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pi- hak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si pemilik menghendaki. Titip- an wadiah berasal dari simpanan/tabungan anggota/calon anggota, titipan dari anggota/calon anggota menggunakan akad wadiah yad dhamanah artinya anggota/calon anggota menitipkan dana tersebut dan boleh dikelola, dengan syarat jika diminta harus dikembalikan. KJKS boleh memberikan bonus kepada anggota/calon anggota de- ngan syarat tidak diperjanjikan sebelumnya (Kementerian KUKM, 2010a).

Dalam perhitungan nisbah bagi hasil simpanan dilakukan de-ngan metode distribusi bagi hasil pendapatan. Formulasi per-

b) Dana investasi tidak terikat yang berasal dari simpanan berja- ngka menggunakan akad mudharabah mutlaqah artinya ang- gota/calon anggota menyerahkan sepenuhnya investasi dana untuk dikelola dengan sistem “revenue sharing” atau berbagi hasil pendapatan. Anggota/calon anggota selaku shahibul maal menyerahkan sepenuhnya koperasi selaku mudharib, untuk me- ngelola dana tersebut secara profesional dan diinvestasikan pa- da usaha-usaha yang menguntungkan dan sesuai syariah. Pene- tapan bagi hasil dengan menggunakan metode perhitungan re-

venue sharing, artinya bagi hasil yang diterima oleh anggota/

calon anggota atas investasi dana tersebut adalah metode bagi pendapatan dengan penetapan porsi nisbah bagi hasil yang di- sepakati di awal antara pihak anggota/calon anggota dengan koperasi.

c) Dana investasi terikat menggunakan akad mudharabah muqay- yadah artinya anggota/calon anggota menyerahkan pengelolaan dana tersebut untuk dikelola dengan beberapa persyaratan ter- tentu secara profesional dan diinvestasikan pada usaha-usaha yang menguntungkan dan sesuai syariah. Akad yang digunakan terhadap dana penyertaan modal sepenuhnya menggunakan ak- ad mudharabah muqayyadah dengan penetapan porsi nisbah bagi hasil mudharabah disepakati diawal antara pihak anggota/ calon anggota dengan koperasi.

d) Dana titipan berupa simpanan/tabungan wadiah merupakan ti- tipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan ketika pe- milik menghendaki. Simpanan/tabungan wadiah terdiri atas 2 jenis wadiah yaitu wadiah yad amanah dan wadiah yad dhama- nah. Pada wadiah yad amanah, pihak yang dititipi tidak diper- bolehkan memanfaatkan barang yang dititipkan dan pada saat titipan dikembalikan, barang yang dititipkan berada dalam kon- disi yang sama pada saat dititipkan dan sebagai imbalan atas

tanggung jawab pemeliharaaan titipan, pihak yang menerima titipan dapat meminta biaya penitipan. Pada wadiah yad dha- manah penerima titipan diperbolehkan memanfaatkan dan ber- hak mendapat keuntungan dari titipan, penerima titipan ber- tanggung jawab atas titipan, bila terjadi kerusakan atau kehi- langan dan keuntungan yang diperoleh pihak yang menerima titipan dapat diberikan sebagian kepada yang menitipkan seba- gai bonus dengan syarat tidak diperjanjikan sebelumnya.

2) Penyaluran Dana Tamwil KJKS

Layanan penyaluran dana antara lain dilakukan melalui pembiayaan mudharabah, pembiayaan musyarakah, piutang mura- bahah, piutang salam, dengan rincian sebagai berikut (Kementerian KUKM, 2010a):

a) Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerjasama usaha/ per- niagaan antara KJKS (shahibul maal) sebagai pihak yang me- nyediakan dana dengan pihak pengelola modal (mudharib), untuk diusahakan dengan porsi keuntungan akan dibagi ber- sama (nisbah) sesuai dengan kesepakatan awal dari kedua belah pihak. Akad kerjasama mudharabah dibedakan dalam dua jenis yaitu: 1) mudharabah muthlaqah, adalah perjanjian mudhara- bah yang tidak mensyaratkan perjanjian tertentu (investasi tidak terikat), misalnya dalam ijab pemilik modal tidak men- syaratkan kegiatan usaha apa yang harus dilakukan dan keten- tuan-ketentuan lainnya, yang pada intinya memberkan kebe- basan kepada pengelola dana untuk melakukan pengelolaan in- vestasinya, dan 2) mudharabah muqayyadah, perjanjian men- cantumkan persyaratan-persyaratan tertentu (investasi yang terikat) yang harus dipenuhi dan dijalankan oleh pengelola dana yang berkaitan dengan tempat usaha, tata cara usaha, dan obyek investasinya.

a) Pembiayaan musyarakah, adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (DSN-MUI, 2000d). Masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta dalam pelaksanaan manajemen usaha tersebut.

b) Piutang murabahah adalah jual beli barang pada harga asal (harga perolehan) dengan tambahan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh kedua belah pihak (penjual dan pembeli). Penjual harus me- negaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayar- nya dengan harga yang lebih sebagai laba (DSN-MUI, 2000b). Cara pembayaran dan jangka waktu disepakati bersama, dapat secara langsung ataupun secara angsuran(bai’ bitsaman ajil). a) Piutang salam adalah akad pembelian (jual-beli) yang dilaku-

kan dengan cara, pembeli melakukan pemesanan terlebih da- hulu atas barang yang dipesan/diinginkan dan melakukan pem- bayaran atas barang tersebut, baik dengan cara pembayaran sekaligus ataupun dengan cara mencicil, yang keduanya harus diselesaikan pembayarannya (dilunasi) sebelum barang yang dipesan/diinginkan diterima kemudian (ditangguhkan).

Model transaksi dalam penyaluran dana adalah kerjasama berbagi hasil (syirkah), jual-beli (bu-yu’), sewa (ijarah) maupun pinjaman (qardh). Transaksi penyaluran dana berdasarkan akad kerjasama bagi hasil (syirkah) dilakukan dengan transaksi mudha- rabah dan musyarakah. Transaksi penyaluran dana berdasarkan akad

jual beli (buyu’) adalah jual beli barang (murabahah), pem-belian

(jual-beli) barang dengan pemesanan (salam) dan jual beli barang dengan pembuat (istishna). Transaksi penyaluran dana ber-dasarkan akad sewa (ijarah) terdapat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayan Ijarah (DSN-MUI, 2000e). Dalam praktek pembiayaan Ijarah terdiri atas sewa (ijarah)

dan sewa beli (ijarah muntahiya bittamlik). Transaksi berdasarkan akad pinjaman (qardh) dilakukan dengan akad qardh (Kementerian KUKM, 2010a).

3) Penghimpunan dan Penyaluran Dana Maal KJKS a) Penghimpunan dan Penyaluran Dana Zakat

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai de- ngan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak me- nerimanya. Zakat sebagai pelaksanaan rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu membayarnya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Quran (Kementerian Agama, 2011):

"Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu".

(Surat Al Baqarah, ayat: 267) “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

(Surat At-Taubah, ayat: 103). Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan sum- ber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umat khususnya mustahik. Tujuan pengelolaan zakat adalah pelayanan ibadah zakat, meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kese- jahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat dalam pengentasan kemiskinan (Kementerian KUKM, 2012a)

Tugas KJKS sebagai amil zakat meliputi penghimpunan zakat dari masyarakat, dan mendistribusikan kembali kepada

para mustahiq di lingkungan tersebut, baik secara langsung maupun melalui program pemberdayaan serta tugas-tugas turu- nan seperti pencatatan, pemeliharaan dan melakukan invest- tigasi untuk menentukan orang-orang yang berhak menerima zakat serta potensi orang-orang yang membayar zakat (Kemen- terian KUKM, 2012a).

Berdasarkan UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat, KJKS dapat berpeluang menjadi Lembaga Amil Zakat di dae- rah, namun setelah berubah menjadi UU No. 23 Tahun 2011 tentang Zakat peluang KJKS sebagai pengelola zakat hanya dapat dilakukan melalui kerjasama dengan Lembaga Amil Za- kat (LAZ) yang telah disahkan Pemerintah menjadi Mitra Pe- ngelola Zakat dari LAZ (Kementerian KUKM, 2012a).

Penyaluran dana zakat berdasarkan Al-Quran dan As- Sunah diberikan kepada delapan kelompok (asnaf) yaitu fakir, miskin, amil zakat, mualaf, budak (riqab), orang yang berutang (gharimiin), untuk jalan allah (fisabilillah), musafir (ibnus-

sabil). Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Quran (Ke-

menterian Agama, 2011):

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang- orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang- orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

(Surat. At-Taubah, ayat: 60). Terkait dengan pendayagunaan dana zakat, beberapa ulama berpendapat bahwa zakat dapat diberikan melalui: (1) Program konsumtif: berorientasi pada pemenuhan langsung

kebutuhan primer mustahik, termasuk kesehatan dan pen- didikan, sebagaimana firman Allah dalam Al Quran (Kemen- terian Agama, 2011):

“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat- sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”

(QS. Al-Baqarah: 273). Ayat tersebut menggambarkan bahwa zakat konsumtif yang diberikan kepada kelompok fakir yang tidak memiliki ke- mampuan dan kesempatan untuk berusaha.

(2) Program produktif : berorientasi pada pemberdayaan eko- nomi mustahik, agar bisa lebih mandiri.

Dalam kaitan dengan pemberian zakat yang bersifat produktif, terdapat pendapat yang menarik sebagaimana dikemukakan oleh Yusuf al-Qardhawi dalam Fiqh Zakat

bahwa diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau peru- sahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepe- milikan dan keuntungannya bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepan- jang masa (Kementerian KUKM, 2012a).

Pendayagunaan dana zakat melalui program pro- duktif memiliki beberapa manfaat antara lain (Kementerian KUKM, 2012a):

(a) Menumbuhkan jiwa wirausaha (micro-entrepreneur)

para mustahik melalui usaha mikro produktif.

(b) Memberdayakan ekonomimustahiquntuk jangka waktu yang lebih panjang.

(c) Mengoptimalkan potensi mustahiq dalam memberdaya- kan diri dan keluarganya.

(d) Mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan pen- dapatan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pendayagunaan zakat yang bersifat produktif (Kementerian KUKM, 2012a), yakni:

(a) Mustahiq atau penerima dana zakat adalah salah satu kelompok dari delapan asnaf yang telah diatur oleh aga- ma, yaitu kelompok faqir dan miskin yaitu orang yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan akan tetapi penghasilannya tersebut tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya, amil atau petugas zakat, fi sabilillah yaitu orang yang dengan ikhlas berjuang di jalan Allah, muallaf yaitu orang yang baru memeluk Islam, ibnu sabil yaitu yang terputus bekalnya untuk bepergian yang halal, gharim yaitu orang yang menang- gung hutang untuk keperluan dasar, dan riqab atau membebaskan budak.

(b) Harus diberikan kepada pribadi mustahiq tidak boleh diberikan atas nama lembaga atau institusinya, karena zakat itu milik (hak milik pribadi) mustahik bukan lem- baga.

(c) Diberikan dalam bentuk hibah bukan dana bergulir ka- rena sudah menjadi milik mereka. Namun demikian, terdapat pandangan ulama yang membolehkan zakat di- produktifkan dengan pertimbangan aspek pendidikan dan pendampingan usaha dan agar kebutuhan dasar fakir miskin dapat tetap terpenuhi maka dana zakat di- berikan dengan mendayagunakan dana zakat sebagai modal usaha produktif mustahiq.

Model pendayagunaan dana zakat juga dapat dibuat secara kelompok. Namun pada awal akad disampaikan bah- wa dana zakat adalah hak masing-masing individu musta- hiq yang dikelola sebagai modal usaha bersama dan keuntu-

ngannya baru dibagikan untuk memenuhi kebutuhan para mustahiq penerima zakat (Kementerian KUKM, 2012a).

Terdapat pula model pendayagunaan melalui titipan di baitul tamwil sebagai pembiayaan qordul hasan (pinja- man dengan pengembalian pokok) sebagai upaya mempro- duktifkan zakat melalui usaha produktif mustahiq. Model lainnya adalah titipan di baitul tamwil sebagai titipan dapat diproduktifkan. Titipan tidak boleh melebihi 1 tahun dan dalam jangka waktu tersebut dana diproduktifkan oleh KJKS dalam pembiayaan komersial (misalnya: mudhara- bah/murabahah). Pengembangannya dari bagi hasil dana zakat yang dititipkan tersebut dapat dialokasikan untuk aktivitas sosial seperti beasiswa, pengobatan gratis untuk ibu dan anak miskin (Kementerian KUKM, 2012a).

b) Penghimpunan, Pengelolaan dan Pendayagunaan Wakaf

Selama ini, umat Islam mengenal wakaf sebagai aset yang memberikan manfa’at yang terbatas, dan lazimnya hanya

digunakan sebagai lahan pemakaman (tanah pekuburan), mas- jid dan madrasah saja. Pengumpulan, pengelolaan dan penda- yagunaannya juga hanya dilakukan secara tradisional.

Dalam UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dite- gaskan harta wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak. Harta tidak bergerak antara lain meliputi hak atas tanah, bangunan, tanaman dan hak milik atas satuan rumah su- sun. Harta benda bergerak adalah benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi antara lain meliputi: uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual dan hak sewa benda bergerak.

Dalam UU Wakaf tersebut, fungsi harta benda wakaf disamping untuk sarana ibadah, pendidikan dan kesehatan, juga

digunakan untuk kemajuan dan peningkatan ekonomi umat dan kemajuan kesejahteraan umum yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundangan-undangan. Ditegaskan pula bahwa pengelolaan dan pendayagunaan harta benda wakaf harus dilakukan secara produktif, bahkan apabila diperlukan penjamin untuk menjaga resiko, dapat menggunakan lembaga penjamin syariah.

Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf an- tara lain dilakukan dengan cara investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkan- toran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan dan usaha- usaha yang tidak bertentangan dengan syariah. Pengelolaan dan pendayagunaan harta benda wakaf tersebut dapat juga disi- nergikan dengan dana zakat, infaq dan shadaqoh (Kementerian KUKM, 2012a).

Dalam praktek sekarang ini pengelolaan wakaf KJKS masih saat ini jumlahnya masih sedikit, umumnya belum mem- peroleh legalitas sebagai nazir dan pengelolaannya masih ter- batas harta wakaf tidak bergerak (tanah wakaf). KJKS sebagai badan hukum berdasarkan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dapat menjadi nazir atau Lembaga Keuangan Syarih Pe- nerima Wakaf Uang. Terkait pengelolaan wakaf oleh KJKS, Kementerian Koperasai dan UKM pada bulan September 2012 telah menadatangani Nota Kesepakatan Bersama dengan Badan Wakaf Indonesia dan Lembaga Nazir Wakaf Dompet Dhuafa dan Baitulmaal Muamalat dalam rangka Pemberdayaan usaha mikro dan kecil melalui pendayagunaan wakaf. Melalui kerja- sama tersebut diagendakan penyusunan pedoman pengelolaan dan pendayagunaan Wakaf oleh koperasi baik KJKS sebagai

nazir atau bekerjasama dengan Nazir yang ada (Kementerian KUKM, 2012a).

Dokumen terkait