• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Pemeliharaan Sumber Daya Manusia

2.3.8. Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Mangkuprawira dan Hubeis (2007) menyatakan bahwa untuk menerapkan strategi dan program memperkecil dan menghilangkan kecelakaan kerja, maka ada beberapa pendekatan sistematis yang dilakukan secara terintegrasi agar manajemen program keselamatan dan kesehatan kerja berjalan efektif, yaitu :

1. Pendekatan keorganisasisian a. Merancang pekerjaan

b. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program c. Menggunakan komisi keselamatan dan kesehatan kerja d. Mengkoordinasi investigasi kecelakaan

2. Pendekatan teknis

a. Merancang kerja dan peralatan kerja b. Memeriksa peralatan kerja

c. Menerapkan prinsip – prinsip ergonomi 3. Pendekatan individu

a. Memperkuat sikap dan motivasi tentang keselamatan dan kesehatan kerja b. Menyediakan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja

c. Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program intensif Program keselamatan kerja bisa kompleks, bisa pula sangat sederhana.

Menurut Flippo dalam Panggabean (2004), setiap program keselamatan dapat terdiri dari salah satu atau lebih elemen–elemen berikut :

1. Didukung oleh manajemen puncak (top management)

Dukungan manajemen puncak mutlak diperlukan agar program keselamatan kerja bisa berjalan dengan efektif. Dukungan manajemen bisa dilihat dari kehadiran karyawan pada pertemuan yang membahas masalah keselamatan kerja, inspeksi karyawan secara periodik, laporan keselamatan kerja yang teratur, dan pencantuman masalah keselamatan kerja pada berbagai rapat yang dilakukan oleh para pimpinan perusahaan.

2. Menunjuk seorang direktur program keselamatan

Untuk menjalankan setiap program, seseorang haruslah diberi tugas dan tanggung jawab untuk menyusun dan memelihara program tersebut. Jika perusahaan terlalu kecil untuk membentuk staf tersendiri yang menjalankan fungsi ini, maka perlulah seseorang diberi tambahan tugas untuk melaksanakan usaha – usaha keselamatan kerja.

Pada perusahaan yang lebih besar, biasanya diangkat seseorang staf direktur program keselamatan kerja yang disebut safety enggineer. Pejabat ini harus lebih banyak memberikan perhatian kepada aspek manusia dan bukan hanya aspek teknis. Pada beberapa perusahaan, hubungan antara direktur program dengan line

employees bersifat fungsional. Artinya direktur program berhak memerintah dan

memaksakan perintahnya untuk dijalankan, yakni dalam bidang keselamatan kerja. Sebaliknya, ada kecendrungan yang kuat bahwa kemajuan dalam bidang

keselamatan kerja terutama diperoleh dari pendidikan. Akibatnya, banyak direktur program yang lebih suka tidak mempunyai wewenang fungsional dan mereka berpendapat bahwa tugasnya adalah lebih memberikan motivasi yang positif dan bukan yang negatif.

3. Pembangunan pabrik dan operasi yang bersifat aman

Setiap usaha keselamatan kerja memerlukan perhatian aspek teknis yang seksama. Berbagai peraturan pemerintah mengenai aspek teknis ini telah dikeluarkan dengan pengawasan diserahkan pada Departemen Tenaga Kerja. Peraturan tersebut mensyaratkan antara lain bahwa tempat kerja haruslah bersih, mempunyai penerangan yang cukup, dan berventilasi cukup. Peralatan mekanis untuk material handling perlu disediakan dan semua peralatan yang berbahaya haruslah disertai dengan pengamanannya. Namun demikian, faktor manusia tetap memegang peranan penting dalam keselamatan kerja. Misalnya, keharusan untuk mengenakan kaca mata pelindung bagi pekerja metal working, pekerjaan las, dan sebagainya sering dilanggar karena karyawan kadang – kadang merasa kurang bebas (alasannya kacamata pelindungnya sering berkeringat).

Akhir – akhir ini perhatian terhadap human engineering makin meningkat.

Human engineering adalah engineering for human use. Human enginering ini

menunjukkan proses perancangan perlengkapan material dan tempat kerja sedemikian rupa, sehingga bisa dijalankan dengan efektif oleh para karyawan.

Tujuan utama dari human engineering adalah : a. Untuk meningkakan prestasi kerja

b. Untuk memelihara kondisi mental dan fisik dengan membuat kerja menjadi lebih nyaman, kurang melelahkan, dan lebih ringan.

4. Mendidik para karyawan untuk bertindak dengan aman

Sebagian besar program keselamatan kerja haruslah dititik beratkan untuk proses mendidik karyawan agar bertindak, berfikir, dan bekerja secara aman. Beberapa cara pendidikan bisa ditempuh, antara lain melalui

a. Pemberian penjelasan pada karyawan baru pada fase induksi

b. Penekanan segi – segi keselamatan kerja selama periode latihan terutama untuk on the job training

c. Usaha – usaha khusus yang dilakukan oleh atasan langsung d. Pembentukan panitia keselamatan kerja

e. Penyelenggaraan education session secara berkala

f. Penggunaan gambar – gambar dan poster – poster untuk menekankan pentingnya masalah keselamatan kerja

5. Menganalisis kecelakaan

Kecelakaan dapat dipelajari dari berbagai aspek, misalnya personalianya, pekerjaan yang menimbulkan kecelakaan, alat – alat dan perlengkapan yang dipergunakan, departemen tempat terjadinya kecelakaan dan akibatnya. Analisisi hendaknya digunakan untuk maksud – maksud perbaikan di masa mendatang.

Cara umum yang digunakan untuk menganalisis kecelakaan adalah meminta pendapat dari mandor dengan mengisi formulir laporan kecelakaan.

6. Menyelenggarakan perlombaan keamanan/keselamatan kerja

Penyelenggaran perlombaan keamanan merupakan salah satu cara untuk mendidik para karyawan. Namun, ada beberapa keberatan tentang penyelenggaraan perlombaan ini, sebab biasanya tingkat kecelakaan hanya berkurang pada periode perlombaan dan naik lagi jika periode ini berakhir.

Dasar yang umum dipakai untuk menentukan pemenang adalah kombinasi dari

frequency rate dan severity rate. Ternyata motivasi untuk memenangkan

perlombaan ini cukup mendorong masing – masing departemen untuk bekerja dengan lebih hati – hati

7. Menjalankan peraturan – peraturan keselamatan kerja

Berhasil tidaknya program keselamatan kerja bergantung pula dari pelaksanaannya. Keharusan untuk menjalankan peraturan-peraturan yang telah dibuat disertai dengan sanksi-sanksinya akan sangat membantu pelaksanaan program ini. Sanksi bisa berupa peringatan lisan sampai dengan pemecatan.

Menurut institut keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Indonesia (1998) tindakan yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah :

1. Pengendalian secara teknis (engineering control)

Pengendalian ini merupakan alternatif pertama yang harus dilakukan perusahaan dalam melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut Silalahi (1995) pengendalian ini meliputi:

a. Pengaturan sistem ventilasi b. Sistem penerangan yang memadai c. Perlengkapan pengamanan mesin

2. Keserasian pekerja dengan peralatan kerja (ergonomi) Menurut Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa:

“Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja, sehingga orang dapat bekerja pada sistem termaksud dengan baik guna mencapai tujuan melalui pekerjaan yang dilakukan dengan efisien, aman, dan nyaman.”

Setiap pekerjaan menimbulkan ketegangan dan tekanan yang disambut dengan keterampilan dan sikap. Hubungan sistem kerja dan kemampuan seseorang harus diperhitungkan. Setiap jabatan harus jelas hirarki fungsi, kegiatan, tugas dan geraknya dan setiap pekerja harus diarahkan agar hirarki – hirarki mereka sistematis. Hal ini karena keselamatan bermula pada meja perencanaan. Desain peralatan atau alokasi kerja dapat menimbulkan atau mencegah kecelakaan. Perencanaan yang sadar akan keselamatan kerja selalu memberi ruang gerak yang cukup guna mencegah kecelakaan. Selain itu dalam memilih peralatan kita harus dan perlengkapan yang efektif (tepat-guna) sesuai dengan apa yang akan diproduksikan dan dapat dimanipulasi oleh para karyawan.

Selain itu Silalahi dalam Rini (2007) juga mengungkapkan “Bahwa kesalahan utama sebagian besar kecelakaan dan kerusakan terletak ada karyawan yang

kurang bergairah, kurang terampil, kurang tepat penemapatannya, dan terganggu emosinya yang pada umumnya menyebabkan kecelakaan dan kerugian”.

3. Kesempurnaan alat pelindung diri

Alat pelindung diri merupakan alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. Alat pelindung diri dipakai setelah usaha rekayasa dan cara kerja yang aman belum cukup memenuhi pengamanan. Menurut Anizar (2009) hal - hal yang perlu diperhatikan dalam alat pelindung diri adalah :

a. Enak dan nyaman dipakai

b. Tidak mengganggu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak pekerja

c. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap segala jenis bahaya/potensi bahaya

d. Memenuhi syarat estetika

e. Memperhatikan efek samping penggunaan APD

f. Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan, dan harga terjangkau.

Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui bentuk dari alat tersebut adalah:

a. Safety Helmet

Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung.

b. Tali Keselamatan (safety belt)

Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang serupa (mobil,pesawat, alat berat, dan lain-lain) c. Sepatu Karet (sepatu boot)

Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.

d. Sepatu pelindung (safety shoes)

Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb. e. Sarung Tangan

Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.

f. Tali Pengaman (Safety Harness)

Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.

g. Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff)

Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising. h. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)

Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas). i. Masker (Respirator)

Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).

j. Pelindung wajah (Face Shield)

Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda)

k. Jas Hujan (Rain Coat)

Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).

4. Pemeliharaan alat rumah tangga perusahaan

Menurut Sintawijaya dalam Rini (2007) ketatarumahtanggaan perusahaan

(Industrial Housekeeping) adalah :

“Pemeliharaan rumah tangga didalam perusahaan atau memelihara tempat dimana kita bekerja. Industrial housekeeping merupakan pemeliharaan kebersihan, kerapian, kenyamanan dan kesehatan lingkungan tempat kerja yang harus dilaksanakan oleh setiap karyawan, bagian atau departemen yang ada diperusahaan”.

Tujuan dari industrial housekeeping adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih, aman, rapi, dan indah sebagai pencegahan kecelakaan kerja dengan sasaran: lantai, mesin dan perkakas, dan bangunan.

5. Penyuluhan dan pelatihan keselamatan kerja

Penyuluhan dilakukan dengan maksud untuk memberi informasi berupa pengertian dan kejelasan kepada orang – orang yang bersangkutan. Sedangkan pelatihan keselamatan dilakukan untuk meningkatkan keterampilan karyawan agar bekerja dengan aman dan nyaman. Penyuluhan dan pelatihan dapat dilakukan dengan pemberian atau pembuatan poster, pemuratan film, pemutaran cara kerja mesin, peringatan bahaya, cermah, diskusi, pengarahan bila terjadi kecelakaan dan pameran tentang keselamatan dan kesehatan kerja.

Menurut Suma’mur (1995) program keselamatan kerja mencakup antara lain: 1. Perencanaan yang tepat

Untuk menjamin adanya keselamatan dalam bekerja harus memperhitungkan perencanaan awal. Perencanaan tersebut meliputi : kondisi – kondisi yang mempengaruhi keselamatan (lokasi, peralatan, lantai, penerangan ventilasi, mesin, perawatan dan pencegahan kecelakaan), pemeliharaan peralatan kerja, rencana kerja yaitu menyesuaikan kemapuan pekerja dengan jenis pekerjaan yang dapat ditangani, dan pemberian latihan dan pendidikan dalam peningkatan keterampilan karyawan.

2. Ketata-rumah-tanggaan yang baik

Ketata-rumah-tanggan disini merupakan upaya perusahaan dalam menciptakan suatu lingkungan kerja yang aman dan nyaman, meliputi : Penyimpanan peralatan kerja, pembuangan sampah industri, dan ruangan kerja yang kering dan bersih. 3. Peralatan pelindung diri

Penyediaan alat pelindung diri sebagai salah satu pencegahan kecelakaan dan peniadaan bahaya, seperti: kacamata, sarung tangan, sepatu pengaman, topi pengaman, pelindung telinga dan paru-paru.

4. Tanda peringatan dan petunjuk penggunaan peralatan kerja

Meliputi : pemakaian warna, peringatan, tanda-tanda dan label untuk menciptakan keselamatan kerja.

5. Penerangan

Penerangan yang baik perlu bagi pencegahan kecelakaan ditempat-tempat yang berbahaya, faktor-faktor penerangan yang menjadi sebab kecelakaan meliputi: kesilauan langsung, pantulan dari lingkungan pekerjaan dan bayang-bayang gelap.

6. Ventilasi dan pengaturan suhu

Pengaturan ventilasi dapat mengatur suhu udara (panas/dingin) di ruangan kerja yang dapat membantu menimbulkan kecelakaan.

Panggabean (2004) menyatakan bahwa usaha keselamatan dan kesehatan kerja memerlukan partisipasi dan kerja sama dari semua pihak yaitu pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Bentuk partisipasi yang memenuhi dasar pemikiran tersebut

diatas ialah partisipasi langsung dalam wadah panitia pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan – perusahaan dan di tempat – tempat kerja lainnya.

Ketidakamanan dari kondisi tersebut dapat dikurangi dengan mendesain pekerjaan sedemikian rupa untuk mengurangi kecelakaan kerja dan sebagai tambahan penyelia dan manajer berperan dalam mengurangi kondisi yang kurang aman ini dengan melakukan pengecekan untuk mengenali dan mengatasi kecelakaan yang mungkin terjadi.

Sedangkan untuk mengurangi kecelakaan yang diakibatkan oleh kecenderungan karyawan untuk berprilaku dan bersikap yang tidak diinginkan dapat dikurangi melalui :

1. Seleksi dan alat yang lain

2. Penyebaran poster dan propaganda 3. Pelatihan keselamatan

4. Program insentif dan program penguatan yang positif 5. Komitmen manajer puncak

6. Penentuan kebijaksanaan dalam keselamatan

7. Penetapan tujuan keselamatan dan mengendalikannya

8. Melakukan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan

Flippo dalam Panggabean (2004) berpendapat bahwa tujuan program keselamatan dan kesehatan kerja karyawan dapat dicapai jika ada unsur – unsur yang mendukung yaitu:

1. Adanya dukungan dari pimpinan puncak 2. Ditunjuknya direktur keselamatan

3. Rekayasa pabrik dan kegiatan yang aman

4. Diberikannya pendidikan bagi semua karyawan untuk bertindak aman 5. Terpeliharanya catatan – catatan tentang kecelakaan

6. Menganalisis penyebab kecelakaan 7. Kontes keselamatan

8. Melaksanakan peraturan

Indikator kinerja Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) menurut Tunggul (2009) adalah:

1. Manajemen organisasi

2. Tanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan kerja 3. Identifikasi terhadap bahaya

4. Pemilihan dan penempatan tenaga kerja 5. Pelatihan

6. Motivasi

7. Investigasi kecelakaan

8. Analisis dan pencatatan kecelakaan 9. Program kesehatan industri

2.4. Teori tentang Kecelakaan Kerja 2.4.1. Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dfari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda (Depnaker, 1999). Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Didi Sugandi, 2003). Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda, tentunya hal ini dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda.

Menurut definisi tersebut ada 3 hal pokok yang perlu diperhatikan: 1. Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki,

2. Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta benda,

3. Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas tubuh atau struktur.