BAB VI PEMBAHASAN
6.2 Pelatihan VCT dan Pelatihan RAS Meningkatkan
Pada saat sebelum pelatihan VCT nilai pre test keseimbangan berdiri sebesar 23 dan setelah dilakukan pelatihan nilai post test menjadi 33 sehingga terjadi peningkatan keseimbangan berdiri pasien pascastroke sebesar 43,48%. Sedangkan
pada pelatihan RAS nilai pretest keseimbangan berdiri adalah 22 dan sesudah pelatihan RAS nilai pos test 32 sehingga terjadi peningkatan sebesar 45,45%.
Keseimbangan yang baik tergantung dari informasi yang akurat dan adekuat dari indera. Mempertahankan keseimbangan adalah tugas komplek yang dilakukan oleh otak yang dilakukan dengan cara menggabungkan dan menginterpretasi informasi sensorik. Ketika informasi sensorik dari system vestibular, somatosensorik dan visual tidak akurat dan adekuat, keseimbangan akan terganggu. Penelitian Dozza
et al.(2005) menunjukkan bahwa informasi akustik/ suara berhubungan dengan
gerakan tubuh sehingga menyebabkan peningkatan stabilitas berdiri (Dozza et al.,2005).
Dalam mempertahankan keseimbangan berdiri diperlukan feedback yang efektif dan efisien dari input sensorik yang bervariasi (Tanaka et al., 2001).
Pemulihan keseimbangan pada pasien pascastroke mempunyai karakteristik
berkurangnya goyangan dan ketidakstabilan pada saat berdiri serta berkurangnya
ketergantungan visual khususnya yang berhubungan dengan keseimbangan pada
bidang frontal. Pemulihan tersebut mendasari pembelajaran kemampuan untuk
berdiri dan berjalan secara mandiri (Haart et al.,2004).
Beberapa penelitian membuktikan keefektifan terapi biofeedback
menggunakan isyarat visual dan auditori untuk meningkatkan control postural pada pasien hemiplegic pascastroke.
6.3 Pelatihan VCT dan Pelatihan RAS Meningkatkan Kemampuan Fungsional Berjalan pada Pasien Pascastroke
Pada saat sebelum pelatihan VCT, nilai pre test fungsional berjalan sebesar 318 dan setelah dilakukan pelatihan VCT nilai post test menjadi 514 sehingga terjadi
peningkatan keseimbangan berdiri pasien pascastroke sebesar 61,64%. Sedangkan
pada saat sebelum pelatihan RAS, nilai pre test fungsional berjalan sebesar 318
dan setelah pelatihan RAS nilai post test menjadi sebesar 480 sehingga terjadi
peningkatan fungsional berjalan sebesar 50,94%. Hal ini menunjukkan bahwa
pelatihan VCT dan RAS dapat meningkatkan kemampuan fungsional berjalan
pasien pascastroke.
Jaffe et al., (2004) juga menyatakan bahwa pelatihan pada pasien
pascastroke untuk melangkah di atas isyarat visual dapat meningkatkan parameter
gait, kemampuan untuk melangkah melewati objek, dan ketahanan berjalan. Penelitian Sidaway et al., (2006) membuktikan bahwa pelatihan jalan
menggunakan isyarat visual menyebabkan perbaikan yang menetap pada
kecepatan berjalan dan step length juga meningkatnya stabilitas sistem kontrol
motorik utama pada saat berjalan pada pasien parkinson. Isyarat visual
menyediakan target gerakan, mengaktivasi jalur cerebellar visual-motor.
Penggunaan isyarat visual jangka panjang dapat menyebabkan perubahan dalam
kontrol berjalan dari jalur cortical- motor ke cerebellar visual-motor. Perubahan
ini yang mendukung peningkatan pola jalan untuk setidaknya 1 bulan setelah
isyarat visual tersebut dihilangkan (Sidaway et al., 2006)
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi
terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja
otot yang sinergi untuk mempertahankan kerja tubuh. Visual berperan sebagai
kontrol jarak terhadap objek dan memberikan sinyal posisi dan gerakan kepala
Rangsangan isyarat visual eksternal fokus kerjanya terhadap stride length.
Pada penelitian ini pasien diminta untuk berjalan diatas garis-garis untuk
menormalkan stride length mereka. Garis-garis yang ditempelkan pada lantai
dapat memberikan gambaran perhatian terhadap proses melangkah dan dapat juga
meningkatkan aliran optikal sehingga meningkatkan kemampuan fungsional
berjalan (Azulay et al., 2006).
RAS meningkatkan kecepatan jalan juga pernah diungkapkan oleh Thaut
et al., (1997) yang mengatakan bahwa fasilitasi ritmik pada saat pelatihan jalan terhadap pasien pascastroke menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap
peningkatan kecepatan jalan pada grup penelitian dibanding dengan grup kontrol
(164% vs 107%), terhadap stride length (88% vs 34%).
Terapi yang dibantu dengan musik menginduksi peningkatan fungsi
motorik pada pasien pascastroke kronik yang diikuti dengan meningkatnya
eksitabilitas traktus kortikospinal dan modifikasi kortek motorik yang dapat
diasosiasikan dengan plastisitas otak (Amenguel et al.,2013).
Penelitian terbaru menekankan pentingnya informasi sensorik perifer dan
penjalaran input ke bawah dalam membentuk fungsi central pattern generator
(CPG) dan secara khusus menunjukkan mekanisme plastisitas pascalesi sehingga
terjadi perbaikan otak (Belda-Lois et al., 2011)
RAS memandu pasien untuk menginjakkan kaki mereka saat mereka
berjalan dan secara bersamaan mendengarkan isyarat auditori eksternal,
mensinkronkan waktu kontak kaki ke tanah dengan suara (Cha et al., 2014).
Kunci utama pelatihan RAS adalah sinkronisasi auditory-motor dalam traktus
jalan. RAS mengaktivasi loop neuronal subkortikal sehingga mengontrol
keseimbangan dan gerakan bilateral tubuh dan otot-otot proksimal untuk
menghasilkan umpan balik reaktif yang dikendalikan oleh koordinasi motorik
(Kim et al., 2011). Penelitian Ford et al.(2010) membuktikan bahwa RAS dapat
meningkatkan kecepatan berjalan, stride length dan cadence pada pasien
Parkinson.
6.4 Pelatihan VCT Tidak Berbeda Signifikan dalam Meningkatkan Keseimbangan Berdiri daripada Pelatihan RAS pada Pasien Pascastroke
Hasil analisis dengan menggunakan Independent t-test terhadap hasil
penelitian keseimbangan berdiri pada post-test VCT dengan post-test RAS,
didapatkan hasil p = 0,829 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara post-test pelatihan VCT dibandingkan dengan pelatihan RAS
dalam meningkatkan keseimbangan berdiri pasien pascastroke.
Peneliti menyimpulkan bahwa pelatihan VCT dan pelatihan RAS tidak
berbeda signifikan dalam meningkatkan keseimbangan berdiri dikarenakan
adanya karakteristik sampel yang mempunyai riwayat usia rerata diatas 50 tahun.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keseimbangan berdiri adalah usia. Pada saat
usia lanjut terjadi disebabkan oleh berkurangnya sel reseptor pada organ
vestibuler, gangguan persepsi sensorik, berkurangnya kekuatan otot dan
meningkatnya waktu yang diperlukan untuk bereaksi. Gangguan keseimbangan
pada usia lanjut dapat disebabkan oleh berkurangnya aktivitas fisik (Kalish et al.,
Penyebab lain tidak adanya perbedaan adalah adanya kelemahan otot
yang terjadi pada pasien stroke yang terkena hemiparesis. Gangguan pada kontrol
terhadap range of motion, tonus, kekuatan dan otot-otot dapat menyebabkan
gangguan kontrol postural. Pada pasien hemiparetik, kelemahan dan gangguan
kontrol terhadap otot-otot tungkai bawah yang terkena dapat menyebabkan
berkurangnya range of motion dan nyeri yang timbul dapat menyebabkan
perubahan pada base of support (de Oliveira et al., 2008).
Karakteristik sampel yang mempunyai riwayat sakit lebih dari 4 tahun
sejumlah 45,5% juga dapat menyebabkan tidak adanya perbedaan. Pada fase akut
dan sub akut, khususnya pada 3 bulan pertama pascastroke, perubahan fisiologis
menuju ke recovery spontan pada otot-otot kaki yang paresis dapat meningkatkan
keseimbangan (de Oliviera et al., 2008).
Gangguan pada kontrol postural adalah penyebab utama dari gangguan
mobilitas pada pasien pascastroke yang disebabkan oleh interaksi yang kompleks
antara motorik, sensorik dan gangguan kognitif (Haart et al., 2004). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian van Peppen et al.(2006) membuktikan
bahwa terapi visual feedback dibandingkan dengan terapi konvensional
menunjukkan efek nilai tambah tidak signifikan secara statistik pada distribusi
6.5 Pelatihan VCT Tidak Berbeda Signifikan dalam Meningkatkan