• Tidak ada hasil yang ditemukan

dr Rr. Endang Noersita D. MPH

Kepala Bidang Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa barat

Abstrak

Berdasarkan Perpres no 12 pasal 22 dan 25 , menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang dijamin oleh JKN meliputi pelayanan kesehatan di tingkat pertama, pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan termasuk rawat jalan dan rawat inap.

Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi Pelayanan kesehatan ibu, Pelayanan kesehatan anak dan Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. Pelayanan kesehatan ibu meliputi Pelayanan konseling pada masa pra hamil, Pelayanan antenatal pada kehamilan normal, Pelayanan persalinan normal, Pelayanan ibu nifas normal, Pelayanan ibu menyusui dan Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

Bidan dalam memberikan pelayanan berwenang untuk Episiotomi, Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II, Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan, Pemberian tablet Fe pada ibu hamil, Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas, Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif, Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum, Penyuluhan dan konseling, Bimbingan pada kelompok ibu hamil, Pemberian surat keterangan kematian dan Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Landasan Hukum

Landasan Hukum dalam memberi pelayanan kebidanan di masyarakat adalah 1. UU RI nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN

2. UU RI nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS 3. UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 4. UU nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

5. PP RI nomor 101 tahun 2012 tentang PBI

6. Perpres RI no 12 th 2013 tentang Jaminan Kesehatan dan Perpres no 111 th 2013 tentang perubahan atas Perpres no 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan 7. Permenkes RI no. 69 th 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan kesehatan pada

Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program JPK

8. Permenkes RI no 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional

9. SE Menkes no. HK/Menkes/31/I/2014 tentang Pelaksanaan Standar tarif Pelkes pada FKTP dan FKTL dalam penyelenggaraan program jaminan Kesehatan

10. SE Menkes no HK /Menkes/32 /I Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pelkes bagi peserta BPJS pada FKTP dan FKTL dalam penyelenggaraan program jaminan Kesehatan

11. Permenkes No 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktis Klinis

12. Perpres 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN Pada FKTP Milik Pemerintah Daerah

13. Permenkes 19 Tahun 2014 tentang tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada FKTP Milik Pemerintah Daerah

14. Kemenkes RI No 1464/Menkes / 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktek Bidan

Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.

Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi; Penyuluhan Kesehatan perorangan (Penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit Perilaku hidup bersih dan sehat), Imunisasi Dasar (BCG, DPT dan Hepatitis-B (DPT-HB), Polio, Campak), Keluarga Berencana (konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, tubektomi), screening kesehatan (Diberikan secara selektif yang bertujuan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan).

Berdasarkan Perpres no 12 pasal 22 dan 25 , menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang dijamin oleh JKN meliputi pelayanan kesehatan di tingkat pertama, pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan termasuk rawat jalan dan rawat inap.

Sedangkan pelayanan kesehatan yang tidak dijamin JKN meliputi : a. Tidak sesuai prosedur

b. Di Fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS (kecuali untuk kasus gawat darurat)

c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja

d. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Luar Negeri e. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik

f. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas g. Meratakan gigi (ortodonsi)

h. Ganggauan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol i. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri

j. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional k. Pengobatan yang dikatagorikan sebagai percobaan l. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu m. Perbekalan rumah tangga

n. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, KLB

o. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan manfaat Jaminan kesehatan yang diberikan

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama 1. Administrasi Pelayanan

2. Pelayanan Promotif dan Preventif

3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif 5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

6. Tranfusi darah sesuai kebutuhan medis

7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama 8. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi

Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (Rawat Jalan) 1. Administrasi Pelayanan

2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis

3. Tindakan medis spesialistik sesuai indikasi medis 4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai 5. Pelayanan alat kesehatan implan

6. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis 7. Rehabilitasi medis

8. Pelayanan darah

9. Pelayanan kedokteran forensic

10. Pelayanan jenajah di fasilitas kesehatan

Jenis Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertamadi Era Jkn

 Puskesmas

 Klinik Pratama

 Praktik Dokter Mandiri

 Praktik Dokter Gigi

 Rs Kelas D Pratama

Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 21

Ayat (1) Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan : a. Penyuluhan kesehatan perorangan;

b. Imunisasi dasar;

c. Keluarga Berencana; dan d. Skrining kesehatan

Ayat (4) Pelayanan Keluarga Berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.

ayat (5) Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional

Pasal 3.

Ayat 1. FKTP yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara komprehensif.

Ayat2. Pelayanan kesehatan komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif , pelayanan kebidanan dan pelayanan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasiaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Ayat 3. dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 , bagi fasilitas kesehatan yang tidak memiliki sarana penunjang wajib membangun jejaring dengan sarana penunjang.

Ayat 4. dalam hal diperlukan pelayanan penunjang selain pelayanan penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat 2 , dapat diperoleh melalui rujukan ke fasilitas penunjang lain.

Pasal 8

Ayat (1) Dalam hal di ini suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

ayat (2) Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan di suatu wilayah tertentu, BPJS dapat bekerja sama dengan praktik bidan

ayat (3) Persyaratan bagi praktik bidan (wilayah tertentu) yaitu : a. Surat Ijin Praktik (SIP);

b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

c. Perjanjian kerja sama dengan dokter atau puskesmas pembinanya;

d. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan

Pasal 9

Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:

A. Pelayanan kesehatan ibu;

B. Pelayanan kesehatan anak; dan

C. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pasal 10

(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.

(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil;

b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal;

c. Pelayanan persalinan normal;

d. Pelayanan ibu nifas normal;

e. Pelayanan ibu menyusui; dan

f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

(3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:

a. Episiotomi;

b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;

c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;

d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil;

e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;

f. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;

g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;

h. Penyuluhan dan konseling;

i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil;

j. Pemberian surat keterangan kematian; dan k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Pasal 11

(1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.

(2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:

1. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan BBL pada masa neonatal (0 — 28 hari), dan perawatan tali pusat;

2. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;

3. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;

4. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;

5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;

6. Pemberian konseling dan penyuluhan;

7. Pemberian surat keterangan kelahiran; dan 8. Pemberian surat keterangan kematian.

Pasal 12

 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi

 Perempuan dan keluarga berencana sebagaimana

 Dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:

1. memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan

2. memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.

Pasal 13

(1) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:

a. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;

b. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter;

c. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan;

d. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan;

e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;

f. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;

g. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya;

h. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan

i. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.

(2) Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.

Pasal 14

(1) Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

(2) Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

(3) Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.

Pasal 15

(1) Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.

(6) Bidan praktik mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah provi nsi/kabupaten/kota.

Pasal 16

(1) Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.

(2) Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.

(3) Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.

Pasal 17

(1) Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:

 Memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;

 Menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan; dan

 Memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

Pasal 18

(1) Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:

a. Menghormati hak pasien;

b. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;

c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;

d. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;

e. Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;

f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis;

g. Mematuhi standar ; dan

h. Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.

(2) Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.

(3) Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Pasal 19

Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:

a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar;

b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;

c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan d. Menerima imbalan jasa profesi.

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (PERMENKES nomor 71 tahun 2013) 1. Puskesmas beserta jejaringnya;

2. Praktik dokter dengan jejaringnya (apotek, laboratorium, bidan, perawat);

3. Praktik dokter gigi beserta jejaringnya;

4. Klinik pratama beserta jejaringnya;

5. Fasilitas kesehatan milik TNI/POLRI beserta jejaringnya;

6. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 455/Menkes/SK/XI/2013 tentang Asosiasi Fasilitas Kesehatan

Dibentuk Asosiasi Fasilitas Kesehatan yang akan melakukan negosiasi dengan BPJS.

Asosiasi terdiri dari :

1. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sebagai perwakilan asoasiasi rumah sakit;

2. Asosiasi Dinas Kesehatan seluruh Indonesia (ADINKES) sebagai perwakilan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan praktik perorangan bidan;

3. Asosiasi Klinik Indonesia (ASKLIN) sebagai perwakilan klinik; dan

4. Perhimpunan Klinik dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia (PKFI) sebagai perwakilan klinik dan praktik perorangan dokter/dokter gigi.

SK Menkes no. HK/Menkes/31/I/2014 tentang Pelaksanaan Standar tarif Pelkes pada FKTP dan FKTL dlm penyelenggaraan prog jaminan Kesehatan. Tarif Pelayanan Kesehatan Kebidanan dan Neonatal yang dilakukan oleh bidan sebagaimana dimaksud pada angka 1(

ANC) , Angka 49 (PNC ) dan angka 7 ( pelayanan KB ) dalam lampiran 1 angka II huruf B Peraturan Menteri Kesehatan no 69 tahun 2013 hanya berlaku untuk pelayanan kesehatan kebidanan dan neonatal diluar FKTP ( Puskesmas, RS kelas D pratama, klinik Pratama atau faskes yang setara) yang bekerjasama dengan BPJS.

Tarif pelayanan kesehatan oleh bidan dan perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama dengan kapitasi Rp 8000,00/jiwa/bulan

SK Menkes no HK /Menkes/32 /I Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS pada FKTP dan FKTL dlm penyelenggaraan program jaminan Kesehatan Surat rujukan :

a. Kedaruratan medik tidak membutuhkan surat rujukan

b. Surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke FKTL dan selanjutnya selama masih dalam perawatan dan belum dirujuk balik ke FKTP tdk dibutuhkan lagi surat rujukan.

Dokter yang menangani memberi surat keterangan masih dalam perawatan

a. Penjaminan terhadap bayi baru lahir dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a.

Bayi Baru Lahir dari peserta PBI secara otomatis dijamin oleh BPJS kesehatan . Bayi

tersebut dicatat dan dilaporkan kepada BPJS Kes oleh faskes untuk kepentingan rekonsiliasi data PBI

b. Bayi anak ke 1 ( satu ) sampai dengan anak ke 3 ( tiga ) dari peserta pekerja penerima upah secara otomatis dijamin oleh BPJS Kes

c. Bayi baru lahir dari :

1. Peserta pekerja bukan penerima upah 2. Peserta bukan pekerja dan

3. Anak ke-4( empat) atau lebih dari peserta penerima upah, dijamin hingga hari ke-7 (tujuh) sejak kelahirannya dan harus segera didaftarkan sebagai peserta..

d. Apabila bayi sebagaimana dimaksud dalam huruf c. tidak didaftarkan hingga hari ke -7 (tujuh) sejak kelahirannya, mulai hari ke -8 (delapan) bayi tersebut tidak dijamin oleh BPJS

Dokumen terkait