• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL JURUSAN KEBIDANAN. Are You Ready For The Evolution Of Midwives Practice And Education?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROSIDING SEMINAR NASIONAL JURUSAN KEBIDANAN. Are You Ready For The Evolution Of Midwives Practice And Education?"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL JURUSAN KEBIDANAN

Are You Ready For The Evolution Of Midwives Practice And Education?

7 Juni 2014, Audotorium Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung

HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG

(2)

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL JURUSAN KEBIDANAN

TEMA :

Are You Ready For The Evolution Of Midwives Practice And

Education?

(3)

SAMBUTAN

KETUA JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG

Assalamu alaikum Wr.Wb.

Yang terhormat, Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung yang diwakilkan oleh Pembantu Direktur II, yang terhormat para nara sumber, dari PP IBI ibu Erika Yulita, SST, M.Keb, Kepala Bidang Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dr Rr. Endang Noersita D. MPH, Bapak Asep Zaenal Mustofa, SKM,M.Epid dari Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes RI, yang terhormat para dosen Kebidanan, para tamu undangan, yang saya cintai semua peserta seminar dan seluruh panitia seminar.

Marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan kepada kita untuk melaksanakan kegiatan yang penting dan mulia ini, yaitu Seminar Nasional bertemakan Are You Ready For The Evolution Of Midwives Practice And Education?

Seminar Nasional ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung, yang bertujuan untuk mempersiapkan profesi bidan dalam menyongsong perubahan kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah dalam mengembangkan profesionalisme khususnya kebidanan perlu didukung oleh semua pihak diantaranya profesi bidan. Sehingga diperlukannya penjelasan dari pihak yang berwenang mengenai hal tersebut dalam kegiatan Seminar Nasional ini.

Untuk itu semoga kegiatan Seminar Nasional pada hari ini berjalan lancar, dan tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam melaksanakan seminar ini. Sehubungan dengan itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Kepala Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes RI 2. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung 3. Ketua PP IBI pusat atau yang mewakilinya

4. Kepala Bidang Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 5. Seluruh Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bandung

6. Seluruh Panitia yang telah bekerja keras untuk kesuksesan acara ini 7. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini

(4)

Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bandung

Dewi Purwaningsih, SSiT, M.Kes

(5)

DAFTAR ISI

SAMBUTAN KETUA JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

Kebijakan IBI Tentang Isu-Isu Profesi Bidan Masa Depan Terkait Dengan Bidan Praktik Mandiri Dan Pendidikan Bidan

Erika Yulita, SST, M.Keb, Tim Teknis, PP IBI

Kebijakan Pemerintah Tentang Isu Profesi Bidan Masa Depan Terkait Bidan Praktek Mandiri

Asep Zaenal Mustofa, SKM,M.Epid, Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes RI

Pelayanan Kebidanan Masyarakat Di Era JKN

dr Rr. Endang Noersita D. MPH, Kepala Bidang Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa barat

Holistic Care Of Postpartum Period Lia Insani

Jalan Kaki Berpengaruh Terhadap Lamanya Dilatasi Serviks Pada Fase Aktif Persalinan Normal Primipara

Yulinda, SST., MPH (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bandung)

Manfaat Vitamin C Dan E Dalam Menurunkan Risiko Preeklamsia Pada Kehamilan Rika Resmana, SKM., M.Kes (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bandung)

(6)

KEBIJAKAN IBI TENTANG ISU-ISU PROFESI BIDAN MASA DEPAN TERKAIT DENGAN BIDAN PRAKTIK MANDIRI DAN PENDIDIKAN BIDAN

Erika Yulita, SST, M.Keb, Tim Teknis, PP IBI

Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia Jl. Johar baru u/13D Kayu Awet Jakarta Pusat Tlp:

+6214226043 Fax: +624244214 Email: ppibi@cbn.net.id

Abstrak

Pendidikan Bidan dipengaruhi Kebijakan pelayanan dalam hal ini dipengaruhi oleh kebijakan dari Kementrian Kesehatan, Kebijakan pendidikan yang dikeluarkan Kementrian Pendidikan Nasional, dan dipengaruhi oleh Peranan organisasi profesi.

Pendidikan Bidan harus memenuhi standar input, standar proses, standar output sehingga mencapai outcome yang terstandar. Untuk mendapatkan pendidikan bidan yang terstandar, dalam setiap prosesnya, selalu dilakukan monitoring dan evaluating (Monev).

Pendidikan Bidan yang memenuhi standar, akan menghasilkan bidan yang professional, sehingga pelayanan yang diberikan terhadap klien akan berkualitas.

Pendidikan bidan harus sinergis dengan organisasi profesi bidan dalam hal ini PP IBI dan sinergis dengan pelayanan yang diberikan bidan.

A. Konsep Dasar 1. Organisasi Profesi

Organisasi profesi memuat aturan-aturan yang harus dijalankan oleh profesi tersebut. Profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan (body of knowledge) yang membutuhkan pendidikan dan pelatihan dan mempunyai kode etik. Pengertian lain organisasi profesi adalah wadah masyarakat ilmiah dalam suatu cabang atau lintas disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi, atau suatu bidang kegiatan profesi, yang dijamin oleh negara, untuk mengembangkan profesionalisme dan etika profesi dalam masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Ps 1 butir 14 UU No 18/2002 ttg IPTEK)

(7)

Dewan kehormatan etik dibentuk oleh organisasi profesi untuk menegakkan etika, pelaksanaan kegiatan profesi serta menilai pelanggaran profesi yang dapat merugikan masyarakat atau kehidupan profesionalisme di lingkunganya. (UU no.

18/2002 tentang iPTEK)

Tugas dan tanggung jawab organisasi profesi adalah menjaga dan menegakkan martabat dan kehormatan profesi. Misi utama organisasi profesi merumuskan etika profesi, kompetensi profesi, kebebasan profesi dan kegiatan utama organisasi profesi adalah menetapkan standar pelayanan, standar diklat, memperjuangkan kebijakan dan politik profesi.

UU RI no. 20/2003 tentang sisdiknas Pasal 59 Ayat (2) menyatakan bahwa masyarakat dan atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi.

2. Mutu Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, Kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sisdiknas 20/2003)

b. Standar Sisdiknas Pendidikan (SNP)

 Standar isi

 Standar Proses

 Standar Kompetensi Lulusan

 Standar Lembaga Pendidikan

 Standar Sarana Prasarana

 Standar Pengelolaan

 Standar Pembiayaan

 Standar Penilaian Pendidikan c. Mutu Pendidikan

Suatu evaluasi atas proses pendidikan yang dapat untuk meningkatkan kebutuhan untuk mengembangkan dan membina bakat peserta didik, proses pendidikan itu sendiri; dan bersamaan dengan itu, memenuhi standar akuntabilitas yang ditetapkan oleh mereka yang membiayai dan menerima lulusan pendidikan. (Charles Hoy, Improving Quality in Education, 2000)

(8)

Faktor faktor yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan mutu pendidikan:

1. Gedung yang terawat baik 2. Pendidik yang bermutu 3. Nilai moral yang tinggi 4. Hasil ujian yang sangat baik 5. Spesialisasi program dan produk 6. Dukungan orang tua

7. Sumber belajar yang banyak 8. Penerapan teknologi mutakhir.

3. Definisi Bidan

Bidan diartikan sebagai seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. (Sumber IBI 2007)

Menurut Permenkes No. 1464/ 2010 pasal 2, bidan adalah seorang perempuan yang lulus pendiikan bidan minimal Diploma Tiga Kebidanan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi, memiliki kompetensi yang sudah teregistrasi.

4. Dasar Hukum Praktik Bidan

(1) UU Kesehatan No.36 th 2009 pasal 23 menyatakan bahwa untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah dan harus sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki

(2) Permenkes no 1464 / 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Pasal 3 dan 4, menyatakan bahwa Setiap bidan yang bekerja harus memiliki SIKB dan Bidan praktik mandiri harus memiliki SIPB dan salah satu syarat pengajuan SIKB/SIPB adalah STR.

(9)

(3) KEPMENKES 369/ 2007 tentang Kompetensi Bidan yaitu terdiri dari : 1. Ilmu sosial, budaya, komunikasi, etika, dan kesehatan masyarakat 2. Pra konsepsi, keluarga berencana, dan genekologi

3. Asuhan dan konseling selama kehamilan 4. Asuhan selama kehamilan dan persalinan 5. Asuhan pada ibu nifas dan menyusui 6. Asuhan pada bayi baru lahir

7. Asuhan pada bayi dan balita 8. Kebidanan komunitas

9. Asuhan pada ibu dengan gangguan Reproduksi 5. Azas pelayanan kebidanan

a. Perikemanusiaan b. Nilai ilmiah c. Etika d. Manfaat e. Keadilan

f. Perlindungan dan keselamatan klien/pasien 6. Registrasi dan Registrasi Ulang

Berdasarkan permenkes 1464/2010 dan 146/ 2013 bahwa Setiap Bidan yang akan menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya harus memiliki STR dan STR tersebut berlaku selama 5 tahun. Untuk mendapatkan STR , bidan harus memenuhi persyaratan yaitu telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi dibidangnya dan memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan atau kegiatan ilmiah lainnya.

Lingkup asuhan praktik bidan meliputi Masa pra kehamilan, kehamilan, persalinan, pasca persalinan, dan menyusui; Yankes bayi dan balita; Yan kesrep perempuan termasuk KB; dan Yankeb komunitas.

Peran bidan meliputi memberi pelayanan, mengelola pelayanan, pendidik, penggerak peran serta masyarakat dan sebagai peneliti. Sedangkan kewajiban bidan adalah melengkapi sarana dan prasarana; memberikan Pelayanan Kebidanan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan, menghormati hak Klien; merujuk Klien, merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang Klien; mendokumentasikan Asuhan Kebidanan sesuai dengan standar; memberikan informasi yang lengkap, benar, jelas dan mudah dimengerti oleh klien/pasien.

(10)

Hak bidan adalah memperoleh perlindungan hokum, memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur, menerima imbalan atas jasa, menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan standar profesi, standar pelayanan, standar operasional prosedur, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak pasien adalah mendapatkan informasi secara benar, jelas, dan jujur tentang tindakan kebidanan yang akan dilakukan; meminta pendapat Bidan lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya; mendapatkan Pelayanan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar operasional prosedur; memberi persetujuan atau penolakan tindakan kebidanan yang akan dilakukan; dan terjaga kerahasiaan kondisi kesehatannya.

Dan kewajiab pasien adalah memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah kesehatannya; mematuhi nasihat dan petunjuk Bidan; mematuhi ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 369/2002 Tentang Registrasi dan Praktek Bidan, Jakarta 2002

Departemen Kesehatan RI, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 369/2007 Tentang Standar Profesi Bidan, Jakarta 2007

Departemen Pendidikan Nasional, UU RI No. 20/2003 Tentang Pendidikan Nasional, Jakarta 2004

Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Sistem Penjaminan untuk Perguruan tinggi, Jakarta 2008

H.A.R Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, PT. Rineka Cipta, Jakarta 2002

Badan Pusat Statistik, Survei Demografi dan kesehatan Indonesia 2007, Jakarta 2008 Harni Koesno, Profil Bidan, Makalah Presentasi 2009

Harni Koesno, Prospek Pendidikan Bidan ke Depan, Makalah Presentasi 2008 Harni Koesno, Menjaga Mutu Pendidikan Bidan, Makalah Presentasi 2008 Harni Koesno, Harapan IBI terhadap lulusan Bidan , Makalah Presentasi 2007

(11)
(12)

KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG ISU PROFESI BIDAN MASA DEPAN TERKAIT BIDAN PRAKTEK MANDIRI

Asep Zaenal Mustofa, SKM,M.Epid Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes RI

Abstrak

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.

Arah pengembangan upaya kesehatan, berawal dari kuratif bergerak ke arah promotif, preventif sesuai kondisi dan kebutuhan. Visi dari pembangunan Kesehatan adalah masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.

Berdasarkan Permenkes1464/MENKES/PER/X/2010 pasal 2 : Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan dan Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan.

A. Pendahuluan

Permenkes 1464/MENKES/PER/X/2010, menyatakan bahwa Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.

Arah pengembangan upaya kesehatan, berawal dari kuratif bergerak ke arah promotif, preventif sesuai kondisi dan kebutuhan. Tahapannya terdiri dari empat rencana pembangunan jangka menengah yaitu pada RPJMN I (2005-2009) diarahkan pada pengembangan Kesehatan (Bangkes) yaitu meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan. RPJMN II (2010-2014) diarahkan pada akses masyarakat terhadap pelayanan

(13)

kesehatan yang berkualitas telah lebih berkembang dan meningkat. Pada RPJMN III (2015- 2019) diharapkan Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah mulai mantap dan pada tahap RPJMN IV (2020-2025) diharapkan kesehatan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah menjangkau dan merata di seluruh wilayah Indonesia.

Visi dari pembangunan Kesehatan adalah masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.

B. CAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN 2010-2014

NO INDIKATOR STATUS

AWAL (2009)

CAPAIAN

TARGE

T 2014 STATUS 2011 2012 2013

1 Umur harapan hidup waktu

lahir (tahun) 70,7 71,1 71,1 n.a 72,0

2 Angka kematian ibu melahirkan

per 100.000 kelahiran hidup 228* n.a 359* n.a 118

3 Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan

terlatih 84,3 86,38 88,64 86,9*** 90

4 Angka kematian bayi per 1.000

kelahiran hidup 34 34 32 n.a 24

5

Prevalensi kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi buruk) pada

anak balita 18,4 n.a n.a 19,6*** <15,0

6 Total Fertility Rate (TFR): Angka Kelahiran Total (per perempuan usia reproduksi )

2,6 n.a 2,6 n.a 2,1

7 Persentase rumah tangga dengan akses air minum yang

layak 47,7 55,04 41,66 66,8*** 68

8 Prevalensi kasus HIV pada

penduduk usia 15 - 49 th 0,16 0,30 0,32 0,43 <0,5

(14)

Keterangan : *) SDKI **) SP, *** Riskesdas 2013

Hasil Rapat Kerja Kesehatan Nasional menyatakan bahwa isu strategis dan rancangan kebijakan

pembangunan kesehatan 2015-2019 adalah Peningkatan Status Kesehatan pada setiap kelompok usia, Peningkatkan Status Gizi, Pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular (PTM) dan Penyehatan lingkungan, Penguatan Sistem Kesehatan dan Peningkatan Akses pelayanan kesehatan. Kebijakan strategis pembangunan kesehatan 2015-2019 adalah

1. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu, bayi, balita, remaja dan lanjut usia

2. Meningkatkan akses terhadap pelayanan gizi masyarakat

3. Meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan

4. Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan dan kualitas farmasi, alat kesehatan

5. Meningkatkan pengawasan obat dan makanan

6. Meningkatkan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat 7. Mengembangkan Jaminan Kesehatan Nasional

8. Meningkatkan ketersediaan, penyebaran dan kualitas sumber daya manusia kesehatan

9. Menguatkan manajemen dan sistem informasi kesehatan 10. Meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan

11. Mengembangkan pelayanan kesehatan primer

12. Menguatkan pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas 9 Annual Parasite Incidence- (API)

malaria 1,85 1,75 1,69 1,38 1

10 Persentase penduduk yang

memiliki jaminan kesehatan 49 63,1 66,82 n.a 80,10

(15)

B. PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN

Berdasarkan data per tanggal 1 Januari 2014, bahwa jumlah tenaga kesehatan di Indonesia masih kurang. Terdapat 938 puskesmas tanpa ada tenaga dokter, 2.898 puskesmas tanpa tenaga gizi dan sebanyak 5.895 puskesmas tanpa tenaga promkes. Dari jumlah tenaga kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan setiap propinsi berdistribusi tidak merata.

Beberapa daerah tertentu sulit untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan. Kebijakan SDM kesehatan diarahkan terhadap ketersediaan, penyebaran dan kualitas SDM kesehatan melalui Penguatan perencanaan, Pengembangan jenis tenaga kesehatan, Penyesuaian kurikulum, Pengembangan kapasitas SDM Kesehatan, Kebijakan afirmasi, Pengiriman berbasis tim, Ikatan kerja, Strategi insentif, Uji kompetensi (sertifikasi) untuk semua tenaga kesehatan, Mekanisme registrasi dan lisensi, Akreditasi pelatihan.

Strategi yang dijalankan dalam kebijakan SDM kesehatan, yaitu Peningkatan distribusi tenaga yang terintegrasi, mengikat dan lokal spesifik, Pengembangan insentif baik material dan non material untuk tenaga kesehatan dan SDMK, Peningkatan produksi SDM Kesehatan yang bermutu, Penerapan mekanisme registrasi dan lisensi tenaga dengan uji kompetensi pada seluruh tenaga kesehatan, Peningkatan mutu pelatihan melalui akreditasi pelatihan, Pengendalian peserta pendidikan dan hasil pendidikan, Peningkatan pendidikan dan pelatihan jarak jauh, Peningkatan pelatihan yang berbasis kompetensi dan persyaratan jabatan, dan Pengembangan sistem kinerja.

C. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Dan Pemberdayaan SDM Kesehatan UUD 45 Pasal 28H ayat (1):

Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperolweh pelayanan kesehatan

Pasal 34 ayat (3):

Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak

UU no 36 tahun 2009

Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

(16)

Pasal 21

(1) Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

(2) Ketentuan mengenai perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(3) Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan Undang-Undang.

Pasal 22

(1) Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.

(2) Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 23

(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.

(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.

(4) Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana maksud pada ayat (1) dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.

(5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 24

(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.

(17)

(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 25

(1) Pengadaan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat melalui pendidikan dan/atau pelatihan.

(2) Penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.

(3) Ketentuan mengenai penyelengaraan pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 26

(1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk pemerataan pelayanan kesehatan.

(2) Pemerintah daerah dapat mengadakan dan mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya.

(3) Pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan:

a. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat;

b. Jumlah sarana pelayanan kesehatan; dan

c. Jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada.

(4) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan hak tenaga kesehatan dan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan tenaga kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah

Pasal 27

(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

(18)

(3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 28

(1) Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib melakukan pemeriksaan kesehatan atas permintaan penegak hukum dengan biaya ditanggung oleh negara.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kompetensi dan kewenangan sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki.

Pasal 29

Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.

Pengadaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

1. Standar pendidikan tenaga kesehatan mengacu kepada standar kompetensi dan standar pelayanan serta perlu didukung oleh etika profesi, (Pasal 289).

2. Pemerintah dengan melibatkan organisasi profesi dan masyarakat menetapkan standar kompetensi dan standar pendidikan yang berlaku secara nasional, (Pasal 291)

3. Pemerintah bertanggung jawab mengatur pendirian institusi pendidikan dan pembukaan program pendidikan tenaga kesehatan yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan, (Pasal 292).

4. Pendirian institusi pendidikan dan pembukaan program pendidikan ditekankan untuk menghasilkan lulusan tenaga kesehatan yang bermutu dan dapat bersaing secara global dengan memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan, dinamika pasar baik di dalam maupun di luar negeri, dan kemampuan pengadaan tenaga kesehatan dengan yang sudah ada, (Pasal 293).

5. Pemerintah dengan melibatkan organisasi profesi membentuk badan regulator profesi yang bertugas menyusun berbagai peraturan persyaratan, menentukan kompetensi umum, prosedur penetapan kompetensi khusus tenaga kesehatan, serta menentukan sertifikasi institusi pendidikan dan pelatihan profesi, (Pasal 294).

6. Kompetensi tenaga kesehatan harus setara dengan kompetensi tenaga kesehatan di dunia internasional, sehingga registrasi tenaga kesehatan lulusan dalam negeri dapat diakui di dunia internasional, (Pasal 295).

(19)

7. Penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan harus memenuhi akreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Institusi/fasilitas pelayanan kesehatan yang terakreditasi wajib mendukung penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan, (Pasal 296).

Pengawasan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan

1. Pembinaan, penyelenggaraan, pengembangan, dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan diberbagai tingkatan dan/atau organisasi memerlukan komitmen yang kuat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta dukungan peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan tersebut, (Pasal 309).

2. Pembinaan dan pengawasan praktik profesi bagi tenaga kesehatan dilakukan melalui uji kompetensi, sertifikasi, registrasi, dan pemberian izin praktik/izin kerja bagi tenaga kesehatan yang memenuhi syarat, (Pasal 310).

3. Sertifikasi tenaga kesehatan dalam bentuk ijazah diberikan oleh institusi pendidikan yang terakreditasi dan dalam bentuk sertifikat kompetensi diberikan setelah melalui uji kompetensi yang dilaksanakan oleh kolegium atau lembaga uji sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait, (Pasal 311).

4. Registrasi tenaga kesehatan dilakukan oleh lembaga/instansipemerintah yang berwenang untuk itu sebagai bentuk pengesahan kompetensi tenaga kesehatan dan sebagai dasar pemberian kewenangan melakukan praktik profesi di seluruh wilayah Indonesia, (Pasal 312).

5. Pemberian izin praktik/izin kerja bagi tenaga kesehatan dilakukan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah kabupaten/kota di bidang kesehatan setelah mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi terkait sebagai bentuk pemberian kewenangan melakukan praktik profesi pada tempat tertentu dalam rangka memperoleh penghasilan secara mandiri dari profesinya dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (Pasal 313)

6. Pengawasan sumber daya manusia kesehatan dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran etik/disiplin/hukum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang bekerja dalam bidang kesehatan. Pelanggaran etik dapat dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yang bersangkutan. Pelanggaran disiplin dapat dikenakan sanksi disiplin

(20)

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila pelanggaran tersebut menyebabkan kerugian kepada pihak lain, maka dalam rangka melindungi masyarakat, yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, (Pasal 315).

D. KOMPETENSI DAN REGISTERASI TENAGA KESEHATAN

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Jenis-jenis tenaga kesehatan 1. Tenaga medis

Dokter dan dokter gigi 2. Keperawatan

Perawat dan bidan 3. Gizi

Nutrisionist dan dietisien 4. Farmasi

Apoteker, asisten apoteker dan analis farmasi 5. Keterapian fisik

Fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara dan akupunturis 6. Kesehatan Masyarakat

Epidemiolog Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Mikrobiolog Kesehatan, Penyuluh Kesehatan, Administrator Kesehatan dan Sanitarian

7. Keteknisian Medis

Perekam Medis, Radiografer, Radioterapis, Teknisi Gigi, Teknisi Elektromedis, Analis Kesehatan, Refraksionis Optisien, Ortotik Prostetik, Teknisi Transfusi Darah, Teknisi Kardiovaskuler, dan Fisikawan Medik.

(21)

Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterlampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang di tetapkan dalam PP 31/2006 ttg Sistem Pelatihan Kerja Nasional.

Kompetensi dan standar kompetensi diatur dalam PP no. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan : Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Peraturan Pemerintah no. 31/2006 mengatur tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional, bahwa Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Standar profesi daiartikan sebagai batasan kemampuan minimal (knowledge, skill and professional attitude) yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi (UU no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran)

Faktanya saat ini secara nasional jumlah tenaga kesehatan dengan kualifikasi pendidikan Jenjang Pendidikan Menengah (JPM) dan Jenjang Pendidikan Tinggi Diploma I (JPT-DI) sebanyak 146.542 orang. Dari data tersebut, jumlah tenaga bidan dan perawat yang belum DIII di Indonesia dan menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan berjumlah 116.216 orang terdiri dari 42.453 orang bidan dan 72.763 orang perawat. Tenaga Kesehatan tersebut tersebar di 33 Provinsi dan 497 kabupaten/kota.

Berdasarkan Permenkes1464/MENKES/PER/X/2010 pasal 2 : Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan dan Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan.

E. Tahapan Registrasi Tenaga Kesehatan

• Sertifikasi adalah Suatu penetapan yg diberikan oleh organisasi profesi terhadap seseorang untuk menunjukkan bahwa orang tsb mampu untuk melakukan suatu pekerjaan / tugas yg spesifik. Proses untuk memperoleh sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi

• Registrasi adalah Pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya

(22)

• Lisensi adalah Bentuk pemberian kewenangan melakukan praktik/pekerjaan profesi pada tempat tertentu dalam rangka memperoleh penghasilan secara mandiri dari profesinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional

Peraturan menteri kesehatan republic Indonesia nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik bidan

Peraturan menteri kesehatan republic Indonesia nomor 46 tahun 2013 tentang registrasi tenaga kesehatan

Undang undang republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

(23)

PELAYANAN KEBIDANAN MASYARAKAT DI ERA JKN

dr Rr. Endang Noersita D. MPH

Kepala Bidang Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa barat

Abstrak

Berdasarkan Perpres no 12 pasal 22 dan 25 , menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang dijamin oleh JKN meliputi pelayanan kesehatan di tingkat pertama, pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan termasuk rawat jalan dan rawat inap.

Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi Pelayanan kesehatan ibu, Pelayanan kesehatan anak dan Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. Pelayanan kesehatan ibu meliputi Pelayanan konseling pada masa pra hamil, Pelayanan antenatal pada kehamilan normal, Pelayanan persalinan normal, Pelayanan ibu nifas normal, Pelayanan ibu menyusui dan Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

Bidan dalam memberikan pelayanan berwenang untuk Episiotomi, Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II, Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan, Pemberian tablet Fe pada ibu hamil, Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas, Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif, Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum, Penyuluhan dan konseling, Bimbingan pada kelompok ibu hamil, Pemberian surat keterangan kematian dan Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Landasan Hukum

Landasan Hukum dalam memberi pelayanan kebidanan di masyarakat adalah 1. UU RI nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN

2. UU RI nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS 3. UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 4. UU nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

(24)

5. PP RI nomor 101 tahun 2012 tentang PBI

6. Perpres RI no 12 th 2013 tentang Jaminan Kesehatan dan Perpres no 111 th 2013 tentang perubahan atas Perpres no 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan 7. Permenkes RI no. 69 th 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan kesehatan pada

Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program JPK

8. Permenkes RI no 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional

9. SE Menkes no. HK/Menkes/31/I/2014 tentang Pelaksanaan Standar tarif Pelkes pada FKTP dan FKTL dalam penyelenggaraan program jaminan Kesehatan

10. SE Menkes no HK /Menkes/32 /I Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pelkes bagi peserta BPJS pada FKTP dan FKTL dalam penyelenggaraan program jaminan Kesehatan

11. Permenkes No 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktis Klinis

12. Perpres 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN Pada FKTP Milik Pemerintah Daerah

13. Permenkes 19 Tahun 2014 tentang tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada FKTP Milik Pemerintah Daerah

14. Kemenkes RI No 1464/Menkes / 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktek Bidan

Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.

Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi; Penyuluhan Kesehatan perorangan (Penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit Perilaku hidup bersih dan sehat), Imunisasi Dasar (BCG, DPT dan Hepatitis-B (DPT-HB), Polio, Campak), Keluarga Berencana (konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, tubektomi), screening kesehatan (Diberikan secara selektif yang bertujuan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan).

Berdasarkan Perpres no 12 pasal 22 dan 25 , menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang dijamin oleh JKN meliputi pelayanan kesehatan di tingkat pertama, pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan termasuk rawat jalan dan rawat inap.

Sedangkan pelayanan kesehatan yang tidak dijamin JKN meliputi : a. Tidak sesuai prosedur

b. Di Fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS (kecuali untuk kasus gawat darurat)

(25)

c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja

d. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Luar Negeri e. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik

f. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas g. Meratakan gigi (ortodonsi)

h. Ganggauan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol i. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri

j. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional k. Pengobatan yang dikatagorikan sebagai percobaan l. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu m. Perbekalan rumah tangga

n. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, KLB

o. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan manfaat Jaminan kesehatan yang diberikan

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama 1. Administrasi Pelayanan

2. Pelayanan Promotif dan Preventif

3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif 5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

6. Tranfusi darah sesuai kebutuhan medis

7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama 8. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi

Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (Rawat Jalan) 1. Administrasi Pelayanan

(26)

2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis

3. Tindakan medis spesialistik sesuai indikasi medis 4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai 5. Pelayanan alat kesehatan implan

6. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis 7. Rehabilitasi medis

8. Pelayanan darah

9. Pelayanan kedokteran forensic

10. Pelayanan jenajah di fasilitas kesehatan

Jenis Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertamadi Era Jkn

 Puskesmas

 Klinik Pratama

 Praktik Dokter Mandiri

 Praktik Dokter Gigi

 Rs Kelas D Pratama

Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 21

Ayat (1) Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan : a. Penyuluhan kesehatan perorangan;

b. Imunisasi dasar;

c. Keluarga Berencana; dan d. Skrining kesehatan

(27)

Ayat (4) Pelayanan Keluarga Berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.

ayat (5) Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional

Pasal 3.

Ayat 1. FKTP yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara komprehensif.

Ayat2. Pelayanan kesehatan komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif , pelayanan kebidanan dan pelayanan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasiaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Ayat 3. dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 , bagi fasilitas kesehatan yang tidak memiliki sarana penunjang wajib membangun jejaring dengan sarana penunjang.

Ayat 4. dalam hal diperlukan pelayanan penunjang selain pelayanan penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat 2 , dapat diperoleh melalui rujukan ke fasilitas penunjang lain.

Pasal 8

Ayat (1) Dalam hal di ini suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

ayat (2) Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan di suatu wilayah tertentu, BPJS dapat bekerja sama dengan praktik bidan

ayat (3) Persyaratan bagi praktik bidan (wilayah tertentu) yaitu : a. Surat Ijin Praktik (SIP);

b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

c. Perjanjian kerja sama dengan dokter atau puskesmas pembinanya;

d. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

(28)

Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan

Pasal 9

Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:

A. Pelayanan kesehatan ibu;

B. Pelayanan kesehatan anak; dan

C. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pasal 10

(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.

(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil;

b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal;

c. Pelayanan persalinan normal;

d. Pelayanan ibu nifas normal;

e. Pelayanan ibu menyusui; dan

f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

(3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:

a. Episiotomi;

b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;

c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;

d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil;

e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;

f. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;

(29)

g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;

h. Penyuluhan dan konseling;

i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil;

j. Pemberian surat keterangan kematian; dan k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Pasal 11

(1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.

(2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:

1. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan BBL pada masa neonatal (0 — 28 hari), dan perawatan tali pusat;

2. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;

3. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;

4. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;

5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;

6. Pemberian konseling dan penyuluhan;

7. Pemberian surat keterangan kelahiran; dan 8. Pemberian surat keterangan kematian.

Pasal 12

 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi

 Perempuan dan keluarga berencana sebagaimana

 Dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:

1. memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan

2. memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.

(30)

Pasal 13

(1) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:

a. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;

b. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter;

c. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan;

d. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan;

e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;

f. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;

g. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya;

h. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan

i. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.

(2) Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.

Pasal 14

(1) Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

(2) Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

(3) Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.

(31)

Pasal 15

(1) Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.

(6) Bidan praktik mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah provi nsi/kabupaten/kota.

Pasal 16

(1) Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.

(2) Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.

(3) Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.

Pasal 17

(1) Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:

 Memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;

 Menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan; dan

 Memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

Pasal 18

(1) Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:

a. Menghormati hak pasien;

b. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;

c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;

d. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;

(32)

e. Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan- undangan;

f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis;

g. Mematuhi standar ; dan

h. Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.

(2) Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.

(3) Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Pasal 19

Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:

a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar;

b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;

c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan d. Menerima imbalan jasa profesi.

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (PERMENKES nomor 71 tahun 2013) 1. Puskesmas beserta jejaringnya;

2. Praktik dokter dengan jejaringnya (apotek, laboratorium, bidan, perawat);

3. Praktik dokter gigi beserta jejaringnya;

4. Klinik pratama beserta jejaringnya;

5. Fasilitas kesehatan milik TNI/POLRI beserta jejaringnya;

6. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara

(33)

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 455/Menkes/SK/XI/2013 tentang Asosiasi Fasilitas Kesehatan

Dibentuk Asosiasi Fasilitas Kesehatan yang akan melakukan negosiasi dengan BPJS.

Asosiasi terdiri dari :

1. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sebagai perwakilan asoasiasi rumah sakit;

2. Asosiasi Dinas Kesehatan seluruh Indonesia (ADINKES) sebagai perwakilan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan praktik perorangan bidan;

3. Asosiasi Klinik Indonesia (ASKLIN) sebagai perwakilan klinik; dan

4. Perhimpunan Klinik dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia (PKFI) sebagai perwakilan klinik dan praktik perorangan dokter/dokter gigi.

SK Menkes no. HK/Menkes/31/I/2014 tentang Pelaksanaan Standar tarif Pelkes pada FKTP dan FKTL dlm penyelenggaraan prog jaminan Kesehatan. Tarif Pelayanan Kesehatan Kebidanan dan Neonatal yang dilakukan oleh bidan sebagaimana dimaksud pada angka 1(

ANC) , Angka 49 (PNC ) dan angka 7 ( pelayanan KB ) dalam lampiran 1 angka II huruf B Peraturan Menteri Kesehatan no 69 tahun 2013 hanya berlaku untuk pelayanan kesehatan kebidanan dan neonatal diluar FKTP ( Puskesmas, RS kelas D pratama, klinik Pratama atau faskes yang setara) yang bekerjasama dengan BPJS.

Tarif pelayanan kesehatan oleh bidan dan perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama dengan kapitasi Rp 8000,00/jiwa/bulan

SK Menkes no HK /Menkes/32 /I Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS pada FKTP dan FKTL dlm penyelenggaraan program jaminan Kesehatan Surat rujukan :

a. Kedaruratan medik tidak membutuhkan surat rujukan

b. Surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke FKTL dan selanjutnya selama masih dalam perawatan dan belum dirujuk balik ke FKTP tdk dibutuhkan lagi surat rujukan.

Dokter yang menangani memberi surat keterangan masih dalam perawatan

a. Penjaminan terhadap bayi baru lahir dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a.

Bayi Baru Lahir dari peserta PBI secara otomatis dijamin oleh BPJS kesehatan . Bayi

(34)

tersebut dicatat dan dilaporkan kepada BPJS Kes oleh faskes untuk kepentingan rekonsiliasi data PBI

b. Bayi anak ke 1 ( satu ) sampai dengan anak ke 3 ( tiga ) dari peserta pekerja penerima upah secara otomatis dijamin oleh BPJS Kes

c. Bayi baru lahir dari :

1. Peserta pekerja bukan penerima upah 2. Peserta bukan pekerja dan

3. Anak ke-4( empat) atau lebih dari peserta penerima upah, dijamin hingga hari ke-7 (tujuh) sejak kelahirannya dan harus segera didaftarkan sebagai peserta..

d. Apabila bayi sebagaimana dimaksud dalam huruf c. tidak didaftarkan hingga hari ke -7 (tujuh) sejak kelahirannya, mulai hari ke -8 (delapan) bayi tersebut tidak dijamin oleh BPJS

DAFTAR PUSTAKA

Undang Undang Republik Indonesia tahun 2004 tentang SJSN Undang Undang Republik Indonesia tahun 2011 tentang BPJS

Undang Undang tahun 2009 tentang Kesehatan dan tentang Rumah Sakit Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun 2012 tentang PBI

Peraturan Presiden Republik Indonesia tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan kesehatan pada Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program JPK dan tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 tentang Panduan Praktis Klinis dan tentang tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada FKTP Milik Pemerintah Daerah

Peraturan Presiden Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN Pada FKTP Milik Pemerintah Daerah

(35)

HOLISTIC CARE OF POSTPARTUM PERIOD

Lia Insani

Abstrak

Masa Nifas adalah masa pemulihan, mulai dari partus selesai sampai kembalinya alat-alat kandungan seperti sebelum hamil (Varney, 1997). Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, yang mana 50% kematian ibu pada masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Di samping itu, masa tersebut juga merupakan masa kritis dari kehidupan bayi, karena dua pertiga kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir (Winkjosastro et al, 2002).

Perubahan pada masa nifas yang dialami oleh ibu seringkali tidak dianggap serius oleh anggota keluarga ataupun tenaga medis, berbeda sekali dengan disaat ibu masih dalam masa kehamilan, ini adalah tradisi yang salah karena saat nifas selain hal hal yang disebutkan di atas ada beberapa hal yang dianggap kecil yang sebetulnya membutuhkan perhatian lebih oleh keluarga dan tenaga medis.

Holistic Care Dalam Terapi Kebidanan Komplementer

The holistic concept in medical practice, which is distinct from the concept in the alternative medicine, upholds that all aspects of people's needs including psychological, physical and social should be taken into account and seen as a whole. A 2007 study said the concept was alive and well in general medicine in Sweden (Standberg,et al, 2007)

Konsep dalam Holistic Care adalah menyeluruh (body, mind, soul). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Terapi merupakan usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan penyakit, perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat menyempurnakan (Preventif dan promotif).

Terapi Komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung atau pendamping kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis yang konvensional.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan komplementer tradisional-alternatif atau sering disebut dengan CAM (Complementary Alternative Medicine) adalah pengobatan non konvensional yang di tunjukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik. Artinya Pengobatan

(36)

komplementer adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvesional/medis.

Dasar Hukum Pelayanan Pengobatan Komplementer-Alternatif antara lain : 1. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Pasal 1 butir 16 Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat 3. Pasal 48 Pelayanan kesehatan tradisional

4. Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisonal

5. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1076/Menkes/SK/2003 tentang pengobatan tradisional.

6. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan.

7. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan hiperbarik.

8. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No. HK.03.05/I/199/2010 tentang pedoman kriteria penetepan metode pengobatan komplementer – alternatif yang dapat diintegrasikan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Tujuan dari pelayanan masa nifas ini adalah dengan menggunakan pendekatan menyeluruh dari fisik, psikologis dan pikiran. Dan menggunakan ilmu pengetahuan konvensional, seni dan alam. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik. Mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat. Memberikan pelayanan keluarga berencana (Winkjosastro et al, 2005).

Konsep kebidanan masa nifas komplementer dilakukan dengan tujuan memberikan pelayanan kebidanan nifas secara fisik dan psikologis agar ibu nifas dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai ibu baru tanpa menghilangkan jati dirinya dan kebutuhannya sebagai individual yang mempunyai kebutuhan berbeda beda, mampu merawat bayinya dan mencintai dan merawat tubuhnya saat masa nifas.

Dukungan fisik dan mental untuk ibu nifas sangat diperlukan dalam melewati masa nifas yang seringkali dianggap kurang, terutama di wilayah perkotaan, dimana ibu nifas dalam keadaan sehat secara fisik akan terlupakan kebutuhan psikologisnya.

(37)

Herbalisme

Menurut Ayurweda (Ilmu Kedokteran Hindu), Faktor yang mempengaruhi sehat adalah unsur Tri Dosha yang seimbang yakni vatta, pitta, dan kapha. Tiga Prilaku Sehat:

Ahara ( Makanan Sehat) Vihara ( Berprilaku sehat, melakukan kebiasaan hidup yang wajar dan alami) Nidra ( Istirahat yg cukup ).

Tumbuhan obat atau disebut dengan Ausadha dalam bahasa sansekerta. Tumbuhan yang dapat dipergunakan sebagai bahan obat dan sebagainya. Di Bali, Ausadha atau Usadha bermakna lebih luas yakni seluruh pengetahuan dan praktek yang dipergunakan untuk menetapkan diagnosis, pencegahan, dan penyembuhan terhadap gangguan kesehatan fisik, mental maupun sosial dan sepenuhnya. Tumbuhan obat adalah adalah tumbuhan yang berkhasiat menghilangkan rasa sakit, meningkatkan daya tahan tubuh, membunuh bibit penyakit dan memperbaiki organ yg rusak serta menghambat pertumbuhan tidak normal seperti tumor dan kanker.

Dalam masyarakat kita lebih dikenal dengan istilah Jamu, di dalam PERMENKES jamu termasuk Obat Tradisional, dimana jamu sendiri dalam kesehatan ibu nifas dapat berupa topikal, oral maupun digunakan uap dari rebusan. Body Image seringkali mempengaruhi fungsi dan peran sebagai ibu baru, kadang hal ini pun diperberat dengan adanya penurunan hormon dalam masa nifas.

Dalam tradisi di Indonesia herbal topikal seperti tapel selalu diberikan dengan terapi bengkung tradisional, dimana di luar negeri pun telah dikenal dengan “Belly Binding”, Bengkung dapat membantu ibu mengatasi rasa nyeri pada punggung belakang dan rasa menggantung di rahim setelah bersalin.

Aroma terapi adalah teknik perawatan tubuh dengan menggunakan atau memanfaatkan minyak atsiri (essential oil) yang berkhasiat. Cara pengguanaan aroma terapi dapat dengan penghirupan, pengompresan, pengolesan dikulit, perendaman dan akan lebih efektif disertai pijatan.

Menurut Permenkes 1205/Menkes/Per/X/2004 bahan yang digunakan dalam aroma terapi adalah zat aktif yang diambil dari tumbuh-tumbuhan aromatic ( ekstraksi dari bunga, daun, akar, batang/ ranting, buah, biji, dan lain-lain yang memberikan efek stimulasi atau relaksasi.

Massage (Pemijatan)

Massage (Pemijatan) adalah suatu bentuk terapi dengan merangsang berbagi daerah refleks ( zona atau mikrosistem ) di kaki, tangan dan telinga yang ada hubungannya dengan ( mewakili ) berbagai kelenjar, organ dan bagian tubuh lainnya. Relaksasi terapeutik ini berperan menormalkan kembali fungsi organ – organ tubuh yang terganggu, secara efektif memfasilitasi proses penyembuhan alami, meningkatkan vitalitas, dan memperbaharui kesehatan secara menyeluruh.

(38)

Pada ibu pasca bersalin, refleksiologi dapat dimanfaatkan untuk : 1) Membantu rahim lebih cepat kembali ke ukuran normalnya 2) Membuat payudara tidak terlalu membengkak

3) Membantu proses laktasi

4) Depresi paska melahirkan juga jarang ditemui pada ibu yang melakukan pijat refleksi secara rutin.

Keuntungan pijat ASI adalah membantu pengeluaran ASI, mencegah terjadinya bendungan ASI. Berbagai minyak obat merupakan sarana yang paling penting dalam terapi masase dibuat dari kombinansi berbagai ramuan. Minyak ini dibuat dengan bahan-bahan yang sesuai dengan masing-masing orang. Masase dengan minyak ini akan meningkatkan stamina dan energi serta melindungi tubuh dari penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Varney H., Buku Ajar Asuhan Kebidanan . Jakarta: EGC, 1997

Wiknjosastro, Hanifa, Prof. dr., SpOG. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan RI, tahun 2003 tentang pengobatan tradisional.

Peraturan Menteri Kesehatan RI, tahun 2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan.

Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2008 tentang standar pelayanan hiperbarik Peraturan Menteri Kesehatan RI, tahun 2004

(39)

JALAN KAKI BERPENGARUH TERHADAP LAMANYA DILATASI SERVIKS PADA FASE AKTIF PERSALINAN NORMAL PRIMIPARA

Yulinda

Abstrak

Menurut SDKI 2007, kejadian partus lama di Indonesia sekitar 37% dan menyumbangkan kematian ibu sebesar 9%. Kondisi ini dapat dicegah melalui Asuhan masa antenatal yang baik, diantaranya dengan menjaga kondisi fisik dan mental melalui senam selama hamil dan jalan kaki. Latihan teratur selama hamil dapat meningkatkan tingkat kebugaran dan membantu secara efisien mengurangi lamanya waktu persalinan.

Latihan yang teratur selama hamil memiliki risiko minimal terhadap janin dan memberikan keuntungan untuk kesehatan ibu. Karena itu perlu dilakukan penelitian apakah senam hamil dan jalan kaki dapat berpengaruh terhadap proses dilatasi serviks pada fase aktif persalinan normal.

Penelitian ini merupakan penelitian case control pada ibu yang datang periksa di Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kota dan Kabupaten Bandung. Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik consecutive sampling. Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis univaribel dan bivariabel. Analisis bivariabel yang dipilih untuk menguji hipotesis adalah uji chi kuadrat. Sedangkan untuk menganalisis factor risiko kedua kelompok menggunakan odds rasio.

Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden mengalami dilatasi serviks uteri ≤ 6 jam baik pada kelompok senam hamil maupun jalan kaki. Hasil uji statistic tidak ada perbedaan lamanya dilatasi serviks uteri baik pada kelompok senam hamil maupun jalan kaki.

Diharapkan ibu hamil untuk tetap melakukan latihan selama hamil tanpa melihat jenis latihan.

Abstrack

According to the Demographic and Health Survey 2007, the incidence of prolonged labor in Indonesia contributed about 37% and maternal mortality by 9%. This condition can be prevented through antenatal care is good, such as by maintaining the physical and mental condition through exercise during pregnancy and on foot. Regular exercise during pregnancy can improve fitness levels and help to efficiently reduce the duration of labor.

Regular exercise during pregnancy has minimal risk to the fetus and provide health benefits for the mother. Because it is necessary to study whether the pregnancy exercise and walking can affect the process of cervical dilatation in the active phase of normal labor.

This study is a case-control study in women who come check in Independent Practice Midwife in the region and the city of Bandung regency. Sampling this study using consecutive sampling technique. The analysis in this study uses univaribel and bivariate analysis.

Bivariate analysis were selected to test the hypothesis is chi squared test. While analyzing the risk factors for both groups using odds ratios.

(40)

The result showed that the majority of respondents had cervical dilatation ≤ 6 hours on a good pregnancy exercise group or on foot. Results of statistical tests no differences in the amount either dilatation of the cervix uteri in pregnancy exercise group or on foot.

Pregnant women are expected to keep doing exercises during pregnancy regardless of exercise.

Pendahuluan

Kehamilan merupakan proses fisiologis dan terjadi secara alamiah diikuti perubahan- perubahan sistem tubuh dalam beradaptasi terhadap keseimbangan maternal dan janin.

Proses perubahan selama kehamilan ini juga merupakan adaptasi tubuh untuk mempersiapkan persalinan. Kondisi maternal saat persalinan yang tidak baik dapat mempengaruhi proses persalinan, diantaranya partus lama yang dapat berakibat buruk pada kondisi maternal dan janin. Partisipasi perempuan di sektor publik saat ini cukup tinggi di Indonesia, sehingga upaya perempuan untuk menjaga kondisi fisiknya selama hamil terbatas pada waktu untuk melakukan latihan secara teratur. Aktivitas fisik secara teratur ini telah menjadi bagian dari gaya hidup perempuan untuk menjaga kesehatan dan berpengaruh terhadap kehamilan. Namun banyak petugas kesehatan menyarankan untuk mengurangi aktivitas fisik selama kehamilan. Padahal dengan olahraga, dapat meningkatkan cardiac output, central blood volume dan meningkatkan stoke volume.

Menurut SDKI 2009, kejadian partus lama di Indonesia sekitar 37% dan berkontribusi terhadap kematian ibu sebesar 9%. Kondisi persalinan yang baik dapat dipersiapkan melalui Asuhan masa antenatal yang baik, diantaranya dengan melakukan senam selama hamil ataupun jalan kaki secara teratur. Latihan teratur selama hamil dapat meningkatkan tingkat kebugaran dan membantu secara efisien waktu dalam persalinan.1,2

Clapp dalam penelitiannya menyatakan bahwa dilatasi serviks fase aktif persalinan ditemukan 30% lebih pendek pada kelompok yang melakukan latihan, serta hambatan selama kala II persalinan menurun secara signifikan. Kondisi otot otot yang berperan dalam persalinan, seperti otot abdomen, otot panggul dan ektremitas bawah menjadi lebih terlatih. Selama latihan, terjadi peningkatan output catecholamines, umumnya noradrenaline yang dapat menstimulasi aktifitas uterus yang dapat berkontraksi lebih efisien, sehingga proses persalinan dapat berlangsung menjadi lebih pendek. Penelitian ini juga menyebutkan dengan latihan teratur menyebabkan berkurangnya intervensi medik seperti oksitosin drip, ekstraksi forseps, dan seksio sesarea. 3

Latihan yang teratur selama hamil memiliki risiko minimal terhadap janin dan memberikan keuntungan untuk kesehatan ibu. Latihan selama hamil dapat dilakukan dalam bentuk senam hamil, jalan kaki, bersepeda, berenang dan mengangkat beban. Dalam meta analisis, latihan –latihan tersebut tidak ada efek yang merugikan. 3-6 Selain itu, ibu- ibu yang melakukan senam hamil terbukti mampu menyusui bayinya lebih lama dari kelompok ibu yang tidak latihan.6

Walaupun para ibu mengetahui manfaat latihan selama hamil bagi ibu dan janin, namun mereka tidak melakukan latihan dengan berbagai alasan. Karena itu perlu dilakukan

Referensi

Dokumen terkait

(7) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sudah lengkap dan sesuai persyaratan, PPK atau pejabat yang memiliki kewenangan di bidang

Isikan jawaban yang Anda pilih (A, B, C, atau E) pada Lembar Jawaban Ujian (LJU) yang tersedia sesuai dengan nomor soal dengan menghitamkan secara penuh huruf jawaban

Sedangkan, dalam hal implementasi dengan menggunakan (DSK) TMS320C6713 melalui Code Composer Studio (CCS) dapat diambil kesimpulan bahwa sistem komunikasi fraktal ini memiliki

SUMBER: http://www2.ca.uky.edu/agc/pubs/agr/agr11/agr11.htm Fiksasi Kalium oleh mineral

Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Yogyakarta berencana lebih mengembangkan sekaligus membenahi wisata malam yang berada di sepanjang jalan Malioboro, perencanaan

(Surah ar-Rad) Sebenarnya alam al-wujud ini tidaklah sekali-kali diserahkan kepada undang-undang otomatik yang membuta tuli, malah di sebalik undang- undang itu selalunya wujud

menjadi bentuk yang sesuai dengan media transmisi yang akan digunakan misalnya pulsa listrik, gelombang elektromagnetik, PCM.. (Pulse Code Modulation)

Hasil uji statistik kualitas preparat papsmear mengandung Orange G dan tanpa Orange G menggunakan Chi Square dan Kappa diperoleh hasil p &gt; 0,05 yang artinya