• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelayanan Keimigrasian bagi Warga Negara Asing

YURISDIKSI REPUBLIK INDONESIA

3.2. Dokumen Keimigrasian

3.2.2. Pelayanan Keimigrasian bagi Warga Negara Asing

3.2.2. Pelayanan Keimigrasian bagi Warga Negara Asing

Pelayanan Keimigrasian bagi Warga Negara Asing telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Dalam pasal 74 ditentukan persyaratan persyaratan dan tata cara permohonan, jenis kegiatan, dan jangka waktu penggunaan visa. Pelayanan Keimigrasian bagi WNA (Warga Negara Asing) meliputi pelayanan pemberian:

(1) Visa;

(2) Tanda Masuk dan Tanda Keluar; (3) Izin Tinggal.

Visa adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang di Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain yang ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi Orang Asing untuk melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia dan menjadi dasar untuk pemberian Izin Tinggalnya. Setiap Orang Asing yang

masuk Wilayah Indonesia wajib memiliki Visa yang sah dan masih berlaku, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang ini dan perjanjian internasional. Oleh karena itu setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib memiliki Visa serta memiliki Dokumen Perjalanan (Paspor) yang sah dan masih berlaku jika hendak masuk atau keluar Wilayah Indonesia.

(1) Visa terdiri atas :

1) Visa Diplomatik

Diberikan kepada Orang Asing pemegang paspor diplomatik dan paspor lain untuk masuk Wilayah Indonesia guna melaksanakan tugas yang bersifat diplomatik.

2) Visa Dinas

Diberikan kepada Orang Asing pemegang paspor dinas dan paspor lain yang akan melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dalam rangka melaksanakan tugas resmi yang tidak bersifat diplomatik dari pemerintah asing yang bersangkutan atau organisasi internasional.

3) Visa Kunjungan

Diberikan kepada Orang Asing yang akan melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dalam rangka kunjungan tugas pemerintahan , pendidikan, sosial, budaya, pariwisata, bisnis, keluarga, jurnalistik, atau singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara lain.

4) Visa Tinggal Terbatas Diberikan kepada Orang Asing :

Sebagai rohaniawan, tenaga ahli, pekerja, peneliti, pelajar, investor, lanjut usia, dan keluarganya serta Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga Negara Indonesia, yang akan melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia untuk bertempat tinggal dalam jangka waktu yang terbatas. Dalam rangka bergabung untuk bekerja di atas kapal, alat apung, atau instalasi yang beroperasi di wilayah perairan nusantara, laut territorial, landas kontinen, dan/atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang keimigrasian ditentukan bahwa Pemberian Visa diplomatik dan Visa dinas merupakan kewenangan Menteri Luar Negeri dan dalam pelaksanaannya dikeluarkan oleh pejabat dinas luar negeri di Perwakilan Republik Indonesia. Sedangkan Pemberian Visa kunjungan dan Visa tinggal terbatas merupakan kewenangan Menteri Hukum dan HAM RI, hal ini diatur dalam pasal 40 dimana visa ini diberikan dan ditandatangani oleh Pejabat Imigrasi di Perwakilan RI di Luar Negeri.

Menurut Undang - Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yaitu pada Pasal 42, permohonan Visa dapat ditolak apabila pemohon :

a. Namanya tercantum dalam daftar penangkalan;

b. Tidak memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku;

c. Tidak cukup memiliki biaya hidup bagi dirinya dan/atau keluarganya

selama berada di Indonesia;

d. Tidak memiliki tiket kembali atau tiket terusan untuk melanjutkan

e. Tidak memiliki izin masuk kembali ke Negara asal atau tidak memiliki visa ke Negara lain;

f. Menderita penyakit menular, gangguan jiwa, atau hal lain yang dapat

membahayakan kesehatan atau ketertiban umum;

g. Terlibat tindak pidana transnasional yang terorganisasi atau

membahayakan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau termasuk dalam jaringan praktik atau kegiatan prostitusi, perdagangan orang, dan penyelundupan manusia.

Kebijakan penetapan bebas visa hanya bagi negara yang juga dapat memberikan fasilitas bebas visa kepada warga negara Indonesia (asas timbal balik/resiprokal) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian bilateral, dan bagi orang asing yang telah memperoleh fasilitas BVKS (Bebas Visa Kunjungan Singkat) diberikan kesempatan yang terbatas dengan diberi perpanjangan waktu untuk tetap tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan dan jangka waktu tertentu, adapun 15 negara yang mendapatkan fasilitas bebas visa kunjungan berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2015 Tentang Bebas Visa Kunjungan sehingga ada 13 (tiga belas) negara tertentu dan 2 (dua) negara pemerintah wilayah administratif khusus dari negara tertentu mendapatkan bebas visa kunjungan antara lain: Thailand; Malaysia; Singapore; Brunei Darussalam; Philipina; Chili; Maroko; Peru; Vietnam; Ekuador; Kamboja; Laos; dan Myanmar dan 2 (dua ) pemerintah wilayah administratif khusus dari negara tertentu yaitu negara Hongkong SAR (Hongkong Spesial Administration Region); Macao SAR ( Macao Spesial Administration Region). Untuk mendapatkan fasilitas bebas visa kunjungan dari 15 negara tersebut diatas diberlakukan ketentuan :

1. Dapat melakukan kunjungan dalam rangka tugas pemerintahan, pendidikan, sosial budaya, wisata, bisnis, keluarga, jurnalistik atau singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara lain.

2. Dapat masuk dan keluar ke wilayah Indonesia melalui seluruh TPI

(Tempat Pemeriksaa Imigrasi dan diberikan cap tanda masuk Bebas Visa Kunjungan Singkat. Syarat untuk mendapatkan bebas visa tersebut diatas Paspor harus valid minimal 6 (enam) bulan dari tanggal kedatangan, Memiliki tiket pulang-pergi, tidak dapat diperpanjang (Non extendable) dan tidak dapat dialihstatuskan menjadi izin tinggal lainnya, serta berlaku selama waktu 30 (tiga puluh) hari, Selain kebijakan tersebut diatas diberikan kemudahan terhadap 75 negara tertentu untuk mendapatkan bebas visa kunjungan wisata sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2015 antara lain : Afrika Selatan, Aljazair, Amerika Serikat, Angola, Argentina, Austria, Azerbaijan, Bahrain, Belanda, Belarusia, Belgia, Bulgaria, Ceko, Denmark, Dominika, Fiji, Finlandia, Ghana, Hongaria, India, Inggris, Irlandia, Islandia, Italia, , Jepang, Jerman, Kanada, Kazakhstan, Kirgistan, Kroasia, Korea Selatan, Kuwait, Latvia, Lebanon, Liechtenstein, Lithuania, Luxemburg, Maladewa, Malta, Meksiko, Mesir, Monako, Norwegia, Oman, Panama, Papua New Guinea, Perancis, Polandia, Portugal, Qatar, Republik Rakyat

Tiongkok, Rumania, Rusia, San Marino, Saudi Arabia, Selandia Baru,

Taiwan, Tanzania, Timor Leste, Tunisia, Turki, Uni Emirat Arab, Vatikan, Venezuela, Yordania, Yunani dan dengan ketentuan:

a. Hanya dapat melakukan kunjungan dalam rangka wisata;

b. Dapat keluar masuk wilayah Indonesia melalui 9 (sembilan) TPI

meliputi :

1) TPI Bandar Udara :

a) Soekarno-Hatta, di Jakarta; b) Ngurah Rai, di Bali; c) Kualanamu, di Medan; d) Juanda, di Surabaya; e) Hang Nadim, di Batam; 2) TPI Pelabuhan Laut :

a) Sri Bintan Pura, di Tanjung Pinang; b) Batam Center, di Batam;

c) Sekupang, di Batam;

d) Tanjung Uban, di Tanjung Uban.

Kebijakan yang lain dari pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi wisatawan mancanegara yaitu pemberian Visa On Arrival (VOA) yang

diberikan kepada 65 negara. antara lain: Afrika Selatan, Aljazair, Amerika

Serikat, Argentina, Australia, Austria, Bahrain, Belgia, Belanda, Brazilia, Bulgaria, Ceko, Cyprus, Denmark, Emirat Arab, Estonia, Fiji, Finlandia, Hongaria, India, Inggris, Iran, Irlandia, Islandia, Italia, Jepang, Jerman, Kamboja, Kanada, Korea Selatan, Kuwait, Laos, Latvia, Lisya,

Liechtenstein, Lithuania, Luxemburg, Maladewa, Malta, Meksiko, Mesir, Monako, Norwegia, Oman, Panama, Perancis, Polandia, Portugal, Qatar, RRC (cina), Rumania, Rusia, Saudi Arabia, Selandia Baru, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Suriname, Swedia, Swiss, Taiwan, Timor Leste, Republik Rakyat Tiongkok, Tunisia dan Yunani.

Penerapan kebijakan pemberian Visa selain untuk alasan keamanan dan hukum keimigrasian juga merupakan lambang otoritas pemerintah atas pemberian izin bagi siapa-siapa saja WNA yang berhak masuk kewilayah dan untuk keperluan apa saja. Oleh sebab itu penetapan bebas visa sebaiknya dilakukan secara resiprokal, karena hal ini juga menyangkut harkat dan martabat Pemerintah RI dalam rangka perlindungan teritorial Indonesia melalui pelaksanaan kebijakan dan fungsi keimigrasiannya.

MenurutUndang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Bagian Kelima mengenai Area Imigrasi Pasal 22 Ayat 1, 2, 3, dan 4 disebutkan:

1) Setiap Tempat Pemeriksaan Imigrasi ditetapkan suatu area tertentu untuk

melakukan pemeriksaan Keimigrasian yang disebut dengan area imigrasi.

2) Area imigrasi merupakan area terbatas yang hanya dapat dilalui oleh

penumpang atau awak alat angkut yang akan keluar atau masuk Wilayah Indonesia atau pejabat dan petugas yang berwenang.

3) Kepala Kantor Imigrasi bersama-sama dengan penyelenggara bandar

udara, pelabuhan laut, dan pos lintas batas menetapkan area imigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

4) Penyelenggara bandar udara, pelabuhan laut, dan pos lintas batas dapat

mengeluarkan tanda untuk memasuki area imigrasi setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Imigrasi.

Yang dimaksud dengan Area Imigrasi adalah suatu area di Tempat Pemeriksaan Imigrasi, yang dimulai dari antrean pemeriksaan keimigrasian pada keberangkatan sampai dengan alat angkut atau dari alat angkut sampai dengan konter pemeriksaan keimigrasian pada kedatangan. Area Imigrasi sangat penting, ini sering disebut sebagai steril area atau dianggap sebagai wilayah interrnasional dalam artian sempit dimana didalam area tersebut dapat ditentukannya status seseorang apakah telah meninggalkan/ keluar wilayah Indonesia atau telah masuk wilayah Indonesia. Sebagai area internasional yang ditandai oleh garis kuning (yellow line), area imigrasi memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan kedaulatan suatu negara. Walaupun hanya sebatas garis imajiner, area imigrasi memiliki representasi kewibawaan dari negara tersebut, dimana Kepala Kantor Imigrasi bersama-sama dengan penyelenggara bandar udara, pelabuhan laut, dan pos lintas batas menetapkan area imigrasi, oleh karenanya area imigrasi memiliki

kedudukan hukum (legal standing) yang jelas dan harus dihargai.45

(2). Tanda Masuk

Adalah tanda tertentu berupa cap yang dibubuhkan pada Dokumen Perjalanan warga Negara Indonesia dan Orang Asing, baik manual maupun elektronik, yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi sebagai tanda bahwa yang bersangkutan masuk Wilayah Indonesia. Tanda Masuk diatur dalam pasal 44 UU Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Tanda masuk tersebut merupakan bukti sah secara hukum bagi orang yang melintas dan masuk ke

45 Alvin Syahrin M, 2014, Menakar Eksistensi Area Imigrasi di Indonesia, Tim Wijaya Kusuma BhumiPura, Jakarta, hal., 40

wilayah Republik Indonesia. Tanda masuk tersebut diberikan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) baik di pelabuhan udara, pelabuhan laut, perbatasan negara (border) dan tempat lain yang ditentukan, dalam hal ini Tanda Masuk dapat diberikan di atas alat angkut pesawat udara maupun kapal laut.

Hubungan antara Kedaulatan dan Keimigrasian akan sangat tampak pada saat diberikannya Keputusan Tanda Masuk kepada seseorang yang akan memasuki wilayah Republik Indonesia. Keputusan pemberian Tanda Masuk merupakan bentuk dari hak kedaulatan negara dalam menerima atau mengusir seseorang. Sehingga keputusan Keimigrasian di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dapat dianalogikan sebagai keputusan mutlak suatu negara terhadap individu dalam rangka menjaga kedaulatan yang dimilikinya.

Dalam UU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, ini terdapat perubahan yang berkaiatan dengan penangkalan, bahwa saat ini untuk Warga Negara Indonesia sudah tidak diberlakukan penangkalan, karena dirasakan melanggar hak asasi seseorang. Bahwa seorang warga negara mempunyai hak untuk memasuki negaranya sehingga berkaitan dengan pemberian tanda masuk, maka bagi warga negara Indonesia pasti akan diberikan tanda masuk selama membawa dokumen perjalanan yang sah.

(3) Izin Tinggal

Adalah izin yang diberikan kepada Orang Asing oleh Pejabat Imigrasi atau pejabat dinas luar negeri untuk berada di Wilayah Indonesia. Setiap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia wajib memiliki Izin Tinggal

dan Izin Tinggal tersebut diberikan kepada Orang Asing sesuai dengan Visa yang dimiliki nya, namun terhadap Orang Asing yang sedang menjalani penahanan untuk kepentingan proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan atau menjalani pidana kurungan atau pidana penjara di lembaga pemasyarakatan, sedangkan izin tinggalnya telah lampau waktu, Orang Asing tersebut tidak dikenai kewajiban memiliki Izin Tinggal. Izin Tinggal terdiri atas:

a. Izin Tinggal Diplomatik

Diberikan kepada Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia dengan Visa Diplomatik.

b. Izin Tinggal Dinas diberikan kepada Orang Asing yang masuk

Wilayah Indonesia dengan Visa Dinas.

c. Izin Tinggal Kunjungan diberikan kepada Orang Asing yang masuk

Wilayah Indonesia dengan Visa kunjungan atau anak yang baru lahir di Wilayah Indonesia dan pada saat lahir ayah dan/atau ibunya pemegang Izin Tinggal kunjungan.

Izin Tinggal Kunjungan berakhir karena pemegang Izin Tinggal Kunjungan :

1. Kembali ke Negara asalnya;

2. Izinnya telah habis masa berlaku;

3. Izinnya beralih status menjadi Izin Tinggal terbatas;

4. Izinnya dibatalkan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk;

5. Dikenai Deportasi atau;

6. Meninggal dunia.

d. Izin Tinggal Terbatas diberikan kepada :

1. Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia dengan Visa Tinggal

Terbatas;

2. Anak yang pada saat lahir di Wilayah Indonesia ayah dan/atau

ibunya pemegang Izin Tinggal Terbatas;

3. Orang Asing yang diberikan alih status dari Izin Tinggal Kunjungan;

4. Nahkoda, awak kapal, atau tenaga ahli asing di atas kapal laut, alat

wilayah yurisdiksi Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

5. Orang Asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara

Indonesia;

6. Anak dari Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga Negara

Indonesia.

Izin Tinggal Terbatas berakhir karena pemegang izin terbatas :

a. Kembali ke Negara asalnya dan tidak bermaksud masuk lagi ke

Wilayah Indonesia;

b. Kembali ke Negara asalnya dan tidak kembali lagi melebihi masa

berlaku izin masuk kembali yang dimilikinya;

c. Memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia;

d. Izinnya telah habis masa berlaku;

e. Izinnya beralih status menjadi Izin Tinggal Tetap;

f. Izinnya dibatalkan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk;

g. Dikenai Deportasi;

h. Meninggal dunia.

e. Izin Tinggal Tetap diberikan kepada :

1. Orang Asing pemegang Izin Tinggal terbatas sebagai rohaniawan,

pekerja, investor, dan lanjut usia;

2. Keluarga karena perkawinan campuran;

3. Suami, istri, dan/atau anak dari Orang Asing pemegang Izin Tinggal

tetap

4. Orang Asing eks warga Negara Indonesia dan eks subjek anak

berwarganegaraan ganda Republik Indonesia;

Izin Tinggal Tetap dapat berakhir karena pemegang Izin Tinggal Tetap :

a. Meninggalkan Wilayah Indonesia lebih dari 1 (satu) tahun atau tidak

bermaksud masuk lagi ke Wilayah Indonesia;

b. Tidak melakukan perpanjangan Izin Tinggal Tetap setelah 5 (lima)

tahun;

c. Memperoleh kewarganegaraan Republik indonesia;

d. Izinnya dibatalkan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk;

e. Dikenai tindakan deportasi;

f. Meninggal dunia.

Dalam hal ITAP (Izin Tinggal Tetap) WNA berakhir maka orang asing atau sponsor di Indonesia harus

1. Terbukti melakukan tindak pidana terhadap Negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang - undangan;

2. Melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan Negara;

3. Melanggar pernyataan integrasi;

4. Mempekerjakan tenaga kerja asing tanpa izin kerja;

5. Memberikan informasi yang tidak benar dalam pengajuan

permohonan Izin Tinggal Tetap;

6. Orang Asing yang bersangkutan dikenai Tindakan Administratif

Keimigrasian;

7. Putus hubungan perkawinan Orang Asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia karena perceraian dan/atau atas putusan pengadilan, kecuali perkawinan yang telah berusia 10 (sepuluh) tahun atau lebih.

2.3. Pengawasan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

2.3.1. Kebijakan Pengawasan Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Indonesia sebagai salah satu anggota WTO (World Trade Organization) telah sepakat dan menyetujui bahwa pasar bebas khususnya untuk sektor

perdagangan barang (goods) dan jasa (services) dikawasan negara-negara ASEAN

sudah dimulai pada tahun 2003, sedangkan dikawasan Asia Pasifik diberlakukan mulai 2010 dan untuk kawasan dunia pada tahun 2020. Terkait hal tersebut diatas tidak menutup kemungkinan akan terjadi peningkatan jumlah Tenaga Kerja Asing yang masuk ke Indonesia, karena kebutuhan modal dan teknologi serta tenaga terampil, sehingga untuk melindungi Tenaga Kerja Lokal, telah ditetapkan berdasarkan asas kebutuhan dan keberadaan tenaga kerja asing sesuai ditetapkan berdasarkan atas permintaan dari Pengguna tenaga kerja.

Ancaman globalisasi terhadap masuknya tenaga kerja asing dan bahkan peningkatan jumlah tenaga kerja asing dipasar kerja nasional akan semakin kompleks, bukan hanya merupakan ancaman kepada tenaga kerja indonesia di

juga kepada tenaga kerja indonesia pada segmen labor surplus (pasar kerja tidak

terampil dengan pendidikan relatif rendah).46

Oleh karena itu kebijakan yang perlu diterapkan oleh pemerintah terkait dengan penggunaan tenaga kerja asing harus tetap mengacu pada prinsip selektivitas (selektive policy) dan satu pintu (One Gate Policy), dengan tujuan agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif khususnya terhadap masalah keamanan ( security) dan berkurangnya kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia, maka penggunaan TKA harus mempertimbangkan asas dalam

sistem penilaian kelayakan penggunaan tenaga kerja asing yang meliputi :47

a. Asas Hubungan Bilateral dimana pada prinsipnya penggunaan TKA

dipertimbangkan sepanjang TKA yang akan dipekerjakan berasal dari negara yang mempunyai hubungan bilateral dengan negara Republik Indonesia;

b. Asas Sponsorship bahwa TKA yang dapat bekerja di Indonesia hanya atas

permintaan penggunan atau pemberi kerja artinya bahwa TKA tersebut tidak diperbolehkan bekerja secara mandiri;

c. Asas Manfaat yang dapat dirinci antara lain sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi

Pada prinsipnya penggunaan TKA harus membawa dampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.

2. Perluasan Kesempatan Kerja

Penggunaan TKA harus mampu menciptakan kesempatan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung kepada tenaga kerja Indonesia,

artinya sebagai Multiplier effect terhadap perluasan kesempatan kerja bagi

tenaga kerja lokal.

3. Keseimbangan Pendapatan

46Sumarprihatiningrum C., 2006, Penggunaan Tenaga Kerja di Indonesia, HIPSMI (Himpunan Pembina Sumberdaya Manusia Indonesia, Jakarta, hal., 54

Penggunaan TKA senantiasa harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian pendapatan yang seimbang dan wajar antara TKA dengan tenaga kerja Indonesia. Dalam asas ini yang perlu diperhatikan adalah keseimbangan dalam pemberian gaji dan upah serta pendapatan lain antara TKA dengan tenaga kerja Indonesias.

4. Alih Kemampuan dan Ketrampilan

Aspek ini menekankan bahwa setiap penggunaan TKA yang dipekerjakan di Indonesia harus bersedia mengalihkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketrampilannya kepada tenaga kerja Indonesia.

5. Asas Kebutuhan

Jabatan TKA adalah jabatan yang memang belum dapat dilaksanakan oleh Tenaga Kerja Indonesia baik secara kualitas maupun kuantitas.

6. Asas Selektivitas

Penggunaan TKA harus didasarkan pada rencana kebutuhan nyata dan atas kelayakan syarat jabatan, kelangkaan jabatan, dan tingkat kesulitan kerja.

7. Asas Sementara Waktu

Prinsip penggunaan TKA hanya bersifat sementara, dalam arti setelah TKA selesai melaksanakan tugasnya, maka pengguna harus segera mengembalikan TKA tersebut ke negara aslanya.

8. Asas Keamanan

TKA yang dipekerjakan harus telah mendapatkan security clearance dari instansi yang berwenang.

9. Asas Legalitas

Pengguna TKA dalam mempekerjakan TKA harus memiliki izin mempekerjakan TKA yang diterbitkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Selain keberadaan tenaga kerja asing harus berdasarkan asas tersebut diatas, juga berdasarkan kebutuhan dan manfaat, khususnya yang terkait dengan transfer

kemampuan tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia (Transfer of

Technology and Knowledge). Sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, karena dalam kesepakatan WTO masih dikenal adanya prinsip National Policy Obyektif artinya dalam pasar bebas/liberalisasi tetap berdasarkan pada aturan dari negara yang bersangkutan. Sejalan dengan hal ini Indonesia telah menjadi anggota WTO (World Trade Organization) sejak

tahun 1994 dan sebagai komitmen serta konsekuensinya, maka Indonesia harus membuka pasarnya terhadap perdagangan barang dan jasa dari negara anggota WTO lainnya dan tidak dapat lagi menutup diri dari masuknya barang dan jasa asing untuk diperdagangkan di Indonesia, dan salah satu bentuk perdagangan jasa asing di Indonesia adalah TKA (Tenaga Kerja Asing).

Pasar kerja bebas merupakan salah satu peluang dalam memecahkan masalah kesempatan kerja bagi angkatan kerja Indonesia yang saat ini belum mendapatkan kesempatan kerja di dalam negeri. Peluang kesempatan kerja dalam pasar kerja bebas, akan menjadi lebih terbuka lagi bagi tenaga kerja Indonesia, apabila kebijakan yang dibuat oleh instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan juga tetap memperhatikan ketentuan dan peraturan ketenagakerjaan dari negara-negara anggota WTO yang lain, karena dalam pasar kerja bebas berlaku asas

reciprocal (kesamaan perlakuan /timbal balik) antara negara pengirim maupun negara penerima jasa tenaga kerja.

Untuk mengantisipasi masuknya tenaga kerja asing diharapkan ada kelengkapan peraturan yang mengatur persyaratan tenaga kerja asing, serta pengamanan penggunaan tenaga kerja asing. Peraturan tersebut harus mengatur aspek-aspek dasar dan bentuk peraturan yang mengatur tidak hanya di tingkat Menteri, dengan tujuan penggunaan tenaga kerja asing secara selektif dengan tetap memprioritaskan TKI.

Indonesia telah mengatur penggunaan TKA melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Bab VIII (Pasal 42-49). Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi kemudian menerbitkan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut Permenakertrans Nomor 12/2013 tentang TCPTKA) Permenakertrans Nomor 12/2013 Tentang TCPTKA ini merupakan amanat Pasal 42 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (4) UU Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan untuk pengaturan lebih rinci mengenai tata cara penggunaan TKA di Indonesia. Dan Permennakertrans Nomor 12/2013 tentang TCPTKA ini merupakan revisi dari Permenakertrans TKA 02/MEN/III/2008 sebagai langkah perbaikan untuk pengawasan penggunaan TKA di Indonesia.

Hal baru yang diatur dalam Permenakertrans Nomor 12/2013 tentang TCPTKA mewajibkan perusaahaan atau korporasi yang mempergunakan tenaga kerja asing bekerja di Indonesia membuat RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing) kecuali bagi pemberi kerja yang mempekerjakan TKA yang berstatus kawin campuran tidak mengurus Pengesahan RPTKA dan TA 01. Ketentuan lain yang diperbarui adalah izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja