PENGAWASAN WARGA NEGARA ASING YANG
KAWIN CAMPUR DAN HAK MEMPEROLEH
PEKERJAAN DI INDONESIA
GUSTI AYU MADE WIDNYANI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
ii
KAWIN CAMPUR DAN HAK MEMPEROLEH
PEKERJAAN DI INDONESIA
GUSTI AYU MADE WIDNYANI
NIM : 1190561013
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
iii
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 2 FEBRUARI 2016
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Johanes Usfunan. Drs. SH. MH. Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH. MH. NIP. 195511261985111001 NIP. 195609021985032001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana Universitas Udayana
iv
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Udayana
GUSTI AYU MADE WIDNYANI, SH. NIM. 1190561013
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
v
Panitia Penguji Tesis
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Nomor : 4382/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 31 Desember 2015
Ketua : Prof. Dr. Johanes Usfunan. Drs. SH. MH.
Sekretaris : Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH. MH.
Anggota : 1. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS
2. Dr. I Gede Yusa, SH., MH.
vi Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Gusti Ayu Made Widnyani
Program Studi: Ilmu Hukum
Judul Tesis : Pengawasan Warga Negara Asing Yang Kawin Campur Dan Hak
Memperoleh Pekerjaan Di Indonesia.
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas Plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti Plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia
menerima sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17
Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Denpasar, 2 Februari 2016
Yang Menyatakan
Gusti Ayu Made Widnyani
vii
disertai dengan tekad yang sungguh-sungguh maka tesis yang berjudul:
Pengawasan Warga Negara Asing Yang Kawin Campur Dan Hak Memperoleh
Pekerjaan Di Indonesia dapat diselesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka
memenuhi kewajiban untuk dapat meraih gelar Magister pada Program
Pascasarjana Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Pemerintahan Universitas
Udayana.
Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat terselesaikan atas bantuan,
bimbingan serta arahan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan yang
sangat baik ini perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada :
1. Pembimbing I, Bapak Prof.Dr.Johanes Usfunan.Drs.SH.MH.,pada Program
Pascasarjana S2 Ilmu Hukum Universitas Udayana, yang banyak memberikan
arahan, bimbingan dan petunjuk sampai selesainya tesis ini.
2. Pembimbing II, Ibu Dr.Ni Ketut Sri Utari, SH.MH., pada Program
Pascasarjana S2 Ilmu Hukum Universitas Udayana, yang bersedia
meluangkan waktu,dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, arahan
dan petunjuk sehingga akhirnya tesis ini dapat diselesaikan.
3. Bapak Rektor Universitas Udayana, Prof.Dr. Ketut Suastika.,SP.,Pd KEMD,
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
viii terdorong untuk menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. I GustiNgurah Wairocana, SH., MH., sebagai Dekan Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
6. Ibu Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana S2
pada Universitas Udayana, Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan,
S.H.,M.Hum.,LLM. dan Sekretaris Program Studi Magister S2, Ilmu Hukum
pada Universitas Udayana, Bapak Dr.Putu Tuni Cakabawa
Landra,S.H.,M.Hum. atas segala arahan dan dorongan selama mengikuti
perkuliahan maupun dalam penyusunan tesis ini.
7. Bapak Tim Penguji, baik ketua, sekretaris dan anggota penguji tesis ini, yang
telah banyak memberikan saran, masukan atas tesis ini, sehingga penulisan
tesis yang baik dan benar dapat terwujud sesuai dengan harapan penulis.
8. Bapak dan Ibu Dosen pengajar pada Pascasarjana S2 Ilmu Hukum pada
Universitas Udayana yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu, yang
telah banyak memberikan atau mentransfer ilmu pengetahuan hukum sesuai
bidang masing-masing selama dalam proses perkuliahan dimana penulis
menuntut ilmu hukum pada konsentrasi Hukum Pemerintahan pada
Universitas Udayana.
9. Bapak Tieldwight Sabaru selaku Kepala Divisi Keimigrasian, yang telah
ix tesis ini sampai selesai.
11.Bapak Mohamad Soleh selaku Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan
Keimigrasian pada Kantor Imigrasi Klas I Khusus Ngurah Rai, yang telah
banyak membantu memberikan data dan informasi tentang pelanggaran
keimigrasiansehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan.
12.Bapak Usman selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan
Keimigrasian Pada Kantor Imigrasi Klas I Denpasar, yang telah banyak
memberikan informasi serta data pelanggaran keimigrasian.
13.Bapak Yohan Kristian Wijaya, S.H.,M.H, yang telah banyak memberikan
bantuan buku-buku asing dalam proses penulisan tesis ini.
14.Kepada rekan-rekan Magister Hukum angkatan 2011, yang telah banyak
memberikan semangat, dorongan dan saran serta motivasi yang sangat
berharga sehingga tercipta suasana perkuliahan yang kondusif, serta penulis
dapat menyelesaikan tesis dengan baik.
15.Kepada Suami, anak-anak tercinta serta orang tua yang telah ikut
mendampingi dan memberikan dorongan baik secara moril maupun materiil
sehingga proses penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
16.Serta seluruh pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah
x
Semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran serta bermanfaat bagi
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sehingga kedepan Pengawasan Warga
Negara Asing Yang Kawin Campur Dan Hak Memperoleh Pekerjaan Di
Indonesia menjadi lebih baik lagi, untuk itu kritik serta saran yang sifatnya
membangun sangat diharapkan untuk perbaikan tesis ini.
Denpasar, 2 Februari 2016
xi
keluarga dan sponsor suami/istri WNI mereka diperbolehkan untuk bekerja, hal ini diatur dalam Pasal 61 menentukan bahwa Pemegang Izin Tinggal Terbatas dan pemegang Izin Tinggal Tetap dapat melakukan pekerjaan dan/atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan/atau keluarganya.
Disisi lain bagi orang asing yang bekerja di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ditentukan tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing diatur dalam Pasal 42 sampai dengan 49 dimana ditentukan kewajiban Pemberi Kerja yang akan menggunakan Tenaga Kerja Asing harus memperoleh izin tertulis dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing, wajib melakukan penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping Tenaga Kerja Asing serta berkewajiban untuk memulangkan TKA ke negara asalnya jika hubungan kerja telah berakhir. ketentuan penjamin sebagai pemberi kerja masih kabur sehingga belum menjamin kepastian hukum tentang hak bekerja WNA pelaku perkawinan campuran di Indonesia.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan Perundang-undangan, Pendekatan Analisis Konsep Hukum dan Pendekatan kasus. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dianalisis melalui teknik deskripsi, teknik evaluasi selanjutnya diinterpretasi secara sistematis dan sosiologis terhadap kaidah hukum sehingga memperoleh kesimpulan terhadap permasalahan yang ada.
Pengawasan warga negara asing yang kawin campur dan hak memperoleh pekerjaan jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian dalam pasal 61 dan jika Warga Negara Asing pelaku perkawinan campuran akan bekerja sebagai Tenaga Kerja Asing tetap harus mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Namun ketentuan tentang Penjamin yang merupakan pemberi kerja dalam hal jika Warga Negara Asing pelaku perkawinan campuran sebagai Tenaga Kerja Asing masih kabur, dimana penjamin yang diatur dalam Pasal 63 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang dalam hal ini korporasi wajib bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing tersebut selama berada di Indonesia belum jelas pengaturannya dimana pengaturan tentang kaidah hukum yang menjelaskan konsepsi-konsepsi tanggung jawab penjamin atas keberadaan dan kegiatan orang asing masih kabur sehingga identifikasi oleh pelaksana hukum dan penjamin sendiri sebagai pihak yang menjadi ruang lingkup pengaturan hukum belum jelas dan masih kabur.
xii
from his/her Indonesian spouse they are allowed to work, it is stipulated in Article 61 which determines that the holder of a Limited Stay Permit and Permanent Stay Permit can engage the work and/or the business to satisfy his/her living need written permission from the Minister or authorized officials, should have a foreign manpower plan, required to conduct Indonesian citizen appointment as assistant for Foreign Workers and the obligation to repatriate foreign workers to their home country if the employment relationship has ended.
Controls of the right to work for foreign citizens who intermarrying already clearly stipulated but for foreigners who intermarrying who work as a Foreign Workers in Indonesia still need Guarantor as an employer who will take care of work Permit and who is responsible for the existence and activities of the Foreigner while in Indonesia. And the provisions of the Guarantor which is the employers are still vague, thus not guaranteeing legal certaintly about the rights to work of foreign citizens who intermarrying in Indonesia.
This research is a normative legal research, using Regulations approaches, Legal Concepts Analysis Approach and case Approach. The primary legal materials and secondary legal materials were analyzed through the technique description, evaluation techniques in a systematic and sociological interpretation into a legal norms to derive conclusions on the existing problems.
Controls for foreign citizens who intermarrying and the right in obtaining a job in Indonesia clearly stipulated in Law of the Republic of Indonesia Number 6 of 2011 concerning Immigration in Article 61 and if foreigners who intermarrying will work as Foreign Workers still have to follow the provisions of Law of the Republic of Indonesia Number 13 of 2003 concerning Employment. However, the provisions of the Guarantor which is the employer in the case if the foreign citizens who intermarrying as Foreign Workers still blurred, where the guarantor is regulated in Article 63 of Law of the Republic of Indonesia Number 6 of 2011 concerning Immigration that in this case the corporation shall be responsible for the existence of and the activities of foreigners while in Indonesia is not yet clear arranged where the regulation of the legal rules that describe the conceptions of
guarantor’s responsibility of the existence and activities of foreigners are still
vague, so that the identification by law enforcement and the guarantor itself as the part who became the scope of legal arrangements is unclear and still blurry.
xiii (lima) bab yang disusun sebagai berikit:
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini menggambarkan tentang latar belakang masalah yang melandasi rumusan masalah yaitu : Pertama, Pengawasan warga negara asing yang kawin campur dan hak memperoleh pekerjaan di Indonesia. Kedua, Kepastian hukum atas hak warga negara asing yang kawin campur dan bekerja di Indonesia. Perlindungan hukum terhadap warga negara asing yang kawin campur dalam memperoleh pekerjaan di Indonesia telah diakomodir dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Dalam undang-undang keimigrasian yang baru ini diatur bahwa orang asing yang kawin dengan warga negara Indonesia diberikan kesempatan untuk bekerja dan berusaha di Indonesia. Ketentuan ini merupakan ketentuan pembaharuan yang menjamin Hak Asasi Manusia (HAM). Disisi lain bagi orang asing yang bekerja di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ditentukan syarat-syarat dan kewajiban Pemberi Kerja yang menggunakan TKA. Namun ketentuan tentang penjamin yang merupakan pemberi kerja dalam hal jika warga negara asing pelaku perkawinan campuran sebagai Tenaga Kerja Asing masih kabur, dimana penjamin yang diatur dalam Pasal 63 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang dalam hal ini korporasi wajib bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing tersebut selama berada di Indonesia belum jelas pengaturannya dimana pengaturan tentang kaidah hukum yang menjelaskan konsepsi-konsepsi tanggung jawab penjamin atas keberadaan dan kegiatan orang asing masih kabur sehingga identifikasi oleh pelaksana hukum dan penjamin sendiri sebagai pihak yang menjadi ruang lingkup pengaturan hukum belum jelas dan masih kabur. Sehingga menimbulkan pemaknaan yang berbeda atau penafsiran yang berbeda serta membuat institusi
pelaksananya seakan-akan bebas menentukan tafsirnya sendiri.
Bab II menguraikan tentang gambaran umum pengawasan lalu lintas orang dan pengawasan keimigrasian terhadap orang asing dalam yurisdiksi Republik
Indonesia, bagian pertama dibahas, gambaran umum tentang kedaulatan negara
dan pengawasan keimigrasian terhadap orang asing di Wilayah Negara Republik Indonesia, bagian ini membahas kewenangan keimigrasian mengatur orang masuk, keluar, dan tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing selama berada di wilayah Republik Indonesia. Kedua gambaran umum tentang dokumen keimigrasian membahas tentang pelayanan keimigrasian bagi warga negara
Indonesia dan Pelayanan Keimigrasian bagi Warga Negara. Ketiga, gambaran
xiv
syarat-syarat perkawinan campuran dan pengaruh perkawinan campuran terhadap keluarga serta perkawinan dan perceraian bagi orang asing yang kawin campur pemegang izin tinggal tetap. Kemudian dikaji hak bertempat tinggal dan hak untuk bekerja atau berusaha bagi orang asing yang kawin campur dari sisi pengawasan dalam undang-undang keimigrasian maupun dari sisi pengawasan dalam undang-undang ketenagakerjaan, selanjutnya dikaji pengawasan hukum warga negara asing yang kawin campur dalam memperoleh pekerjaan atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan/atau keluarganya disertai uraian beberapa contoh kasus yang relevan dengan warga negara asing pelaku perkawinan campuran dalam memperoleh pekerjaan beserta analisis terhadap kasus tersebut dalam kontek kebijakan keimigrasian.
Bab IV membahas tentang kepastian hukum atas hak warga negara asing yang kawin campur dalam memperoleh pekerjaan di Indonesia. Bagian ini membahas tentang pengawasan keimigrasian dan pengawasan ketenagakerjaan terhadap orang asing yang bekerja di Indonesia khususnya pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang kawin campur dalam pemberian izin tinggalnya serta pengawasan ketenagakerjaan asing. Kemudian dibagian berikutnya dibahas pemaknaan/penafsiran dalam praktek hak bertempat tinggal dan hak untuk bekerja warga negara asing yang kawin campur, dimana justru ketentuan mengenai penjamin dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian ini yang masih ambigu, dimana penjamin bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing selama berada di Indonesia. Supaya penjamin memahami arti keberadaan dan kegiatan, mestinya ada rumusan kaidah hukum menjelaskan konsepsi-konsepsi tersebut sehingga mudah diidentifikasi oleh pelaksana hukum dan penjamin sebagai pihak yang menjadi ruang lingkup pengawasan hukum. karena tidak jelas diberlakukan apakah penjamin itu sebagai syarat permohonan atau dasar pembatalan izin tinggal. Lagipula, ketentuan tersebut sama sekali tidak menyebut akibat hukum tertentu atau tidak memuat konsekuensi hukum tertentu terkait norma kewajiban yang diaturnya, memuat norma (kewajiban) administratif, tanpa disertai kejelasan definisi/ ruang lingkup pengaturannya yang tegas dan jelas dan konsekuensi hukum yang menyertainya,
seharusnya diatur pula bentuk konsekuensinya, didalam peraturan
pelaksanaannya, ketidakjelasan ini semakin kentara, apakah kewajiban memiliki penjamin itu dimaksudkan sebagai syarat permohonan dengan konsekuensi penolakan jika tidak dipenuhi, atau merupakan dasar pembatalan jika kewajiban itu dilanggar atau sebagai suatu sanksi sehingga jika tidak dipenuhi maka izin yang diberikan batal.
xv
Tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian kewajiban memiliki penjamin ini dijadikan syarat baru untuk perpanjangan izin tinggal yang tentu saja bertentangan dengan ketentuan undang-undangnya sendiri. Kemudian di bagian berikutnya dibahas kepastian hukum atas hak warga negara asing yang kawin campur dalam bekerja di indonesia, bahwa Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dan tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis, dalam arti ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma dengan norma lain. Kepastian hukum dapat diwujudkan dari penormaan yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang dan akan jelas pula penerapannya.
Bab V merupakan bab Penutup yang berisikan simpulan dan saran, simpulan
yang dapat ditarik adalah Pertama : Pengawasan terhadap warga negara asing
yang kawin campur dan hak memperoleh pekerjaan dan berusaha di Indonesia diatur dalam Pasal 61 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Menurut Permennakertrans Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penggunaan TKA, Pasal 4 ditentukan Pemberi Kerja TKA yang berbentuk persekutuan Perdata, Firma (Fa), Persekutuan Komanditer (CV) dan Usaha Dagang (UD) dilarang mempekerjakan TKA kecuali diatur dalam Undang-Undang. Dari telaah contoh kasus diatas yaitu kasus II WNA atas nama Mustafa Mercan dan contoh kasus ke III WNA atas nama Mehmet Serdar Bayir, adalah WNA yang kawin campur dan memiliki usaha bersama istrinya tidak dikenakan Tindakan atau Sanksi Administratif Keimigrasian (TIMKIM) berupa deportasi karena WNA tersebut pemegang Visa penyatuan keluarga dengan indeks C 317, sehingga boleh berusaha dan bekerja sesuai Pasal 61 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Dalam hal ini Penjamin/sponsor adalah istri/suami WNI, dan dalam Permennakertrans Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penggunaan TKA memberi pengecualian yaitu Pemberi Kerja TKA yang berbentuk persekutuan Perdata, Firma (Fa), Persekutuan Komanditer (CV) dan Usaha Dagang (UD) dilarang mempekerjakan TKA kecuali diatur dalam Undang-Undang, dari pengecualian ini ditafsirkan WNA yang kawin campur bisa
berusaha dan bekerja di badan usaha tersebut. Simpulan kedua: Kepastian hukum
xvi
Saran yang dapat disampaikan dalam penulisan ini adalah :
1. Perlu adanya ketegasan tentang kepastian pengaturan ketentuan mengenai
kewajiban penjamin atau sponsor yang mempekerjakan orang asing di perusahaannya, khususnya bagi pemegang visa Penyatuan Keluarga sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal 63.
2. Perlu pembentukan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru sebagai
pengganti dari Permennakertrans Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
3. Agar terus dilakukan penyempurnaan terhadap sistem pengawasan
ketenagakerjaan sehingga peraturan perundang-undangan tentang
ketenagakerjaan dapat dilaksanakan secara efektif oleh para pelaku industri
xvii
HALAMAN PENGESAHAN TESIS...
HALAMAN PENETAPAN PENGUJI TESIS...
iii
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v
UCAPAN TERIMA KASIH... vi
ABSTRAK... x
ABSTRACT... xi
RINGKASAN... xii
DAFTAR ISI... xvi
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah... 7
1.3 Ruang Lingkup Masalah... 7
1.4 Tujuan Penelitian... 8
1.4.1 Tujuan Umum... 8
1.4.2 Tujuan Khusus... 9
1.5 Manfaat Penelitian... 9
1.5.1 Manfaat Teoritis... 9
1.5.2 Manfaat Praktis... 9
1.6 Orisinalitas Penelitian... 10
xviii
1.7.3 Asas Kepastian Hukum... 24
1.7.4 Teori Kewenangan... 26
1.7.5 Kebijakan Keimigrasian... 31
1.8 Metode Penelitian... 35
1.8.1 Jenis Penelitian... 35
1.8.2 Jenis Pendekatan... 36
1.8.3 Sumber Bahan Hukum... 38
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum... 39
1.8.5 Teknik Analisa Bahan Hukum... 41
BAB II GAMBARAN UMUM PENGAWASAN LALU LINTAS ORANG DAN PENGAWASAN KEIMIGRASIAN TERHADAP ORANG ASING DALAM YURISDIKSI REPUBLIK INDONESIA... 42
2.1 Kedaulatan Negara Dan Pengawasan Keimigrasian Terhadap Orang Asing Di Indonesia... 42
2.1.1 Kewenangan Keimigrasian Mengatur Orang Masuk, Keluar, Dan Tinggal Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia... 46
2.1.2 Pengawasan Terhadap Keberadaan Dan Kegiatan Orang Asing Selama Berada Di Wilayah Republik Indonesia... 50
xix
2.3.1 Kebijakan Pengawasan Penggunaan Tenaga Kerja Asing... 74
2.3.2 Prosedur dan Persyaratan Sebagai Tenaga Kerja Asing Di
Indonesia... 82
2.4 Perkawinan Campuran Antara Warga Negara Indonesia dengan
Orang Asing... 85
2.4.1 Pengertian Perkawinan Campuran ...
2.4.2 Soal Kewarganegaraan Dalam Perkawinan Campuran... 85
BAB III PENGAWASAN WARGA NEGARA ASING YANG KAWIN
CAMPUR DAN HAK MEMPEROLEH PEKERJAAN DI
INDONESIA... 94
3.1 Prosedur Perkawinan Campuran Orang Asing Dengan Warga
Negara Indonesia... 94
3.1.1 Syarat-Syarat Perkawinan Campuran dan Pengaruh
Perkawinan Campuran Terhadap Keluarga... 94
3.1.2 Perkawinan dan Perceraian Bagi Orang Asing Yang Kawin
Campur pemegang Izin Tinggal Tetap... 101
3.2 Hak Bertempat Tinggal Dan Hak Untuk Bekerja Atau Berusaha
Bagi Orang Asing Yang Kawin Campur... 104
3.2.1 Pengawasan Dalam Undang-Undang Keimigrasian... 104
xx
YANG KAWIN CAMPUR DAN BEKERJA DIINDONESIA... 144
4.1 Pengawasan Keimigrasian Dan Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Orang Asing Yang Bekerja Di Indonesia... 144
4.1.1 Pengawasan Keimigrasian Terhadap Orang Asing Yang Kawin Campur dalam Pemberian Izin Tinggalnya... 144
4.1.2 Pengawasan Ketenagakerjaan Asing... 153
4.2 Pemaknaan/Penafsiran Dalam Praktek Hak Bertempat Tinggal Dan Hak Untuk Bekerja Warga Negara Asing Yang Kawin Campur... 161
4.3 Kepastian Hukum Atas Hak Warga Negara Asing Yang Kawin Campur Dan Bekerja Di Indonesia... 182
BAB V PENUTUP... 206
5.1 Simpulan... 206
5.2 Saran... 208
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perlindungan hukum terhadap warga negara asing yang kawin campur
dalam memperoleh pekerjaan di Indonesia telah diakomodir dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Dalam undang-undang
Keimigrasian yang baru ini diatur bahwa orang asing yang kawin dengan warga
negara Indonesia diberikan kesempatan untuk bekerja dan berusaha di Indonesia.
Ketentuan ini merupakan ketentuan pembaharuan yang menjamin Hak Asasi
Manusia (HAM), sejalan dengan kebijakan dalam Undang-Undang
Kewarganegaraan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 dimana dalam Pasal
19 ayat 1 ditentukan bahwa warga negara asing yang kawin secara sah dengan
warga negara Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan Pejabat. Hal
ini memberikan peluang dan kesempatan kepada setiap orang baik laki-laki
ataupun perempuan untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia karena asas
penyatuan keluarga atau karena perkawinan dan berhak untuk hidup layak di
Indonesia.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal 61
menentukan bahwa Pemegang Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 huruf e dan huruf f dan pemegang Izin Tinggal Tetap sebagaimana
dan/atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan/atau keluarganya.
Adapun bunyi Pasal 52 huruf e dan f adalah bahwa Izin Tinggal Terbatas
diberikan kepada orang asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia atau anak dari orang asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia. Demikian juga dalam Pasal 54 huruf (b) dan (d) ditentukan bahwa Izin
Tinggal Tetap dapat diberikan kepada keluarga karena perkawinan campuran dan
kepada orang asing eks warga negara Indonesia dan eks subyek anak
berkewarganegaraan ganda Republik Indonesia. Dari ketentuan diatas maka bagi
orang asing pelaku kawin campur dan keluarganya bisa berusaha dan bekerja di
Indonesia dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi dia
dan keluarganya.
Disisi lain bagi orang asing yang bekerja di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ditentukan syarat-syarat
dan kewajiban Pemberi Kerja yang menggunakan TKA harus memperoleh izin
tertulis dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, harus memiliki Rencana
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (yang selanjutnya disingkat dengan RPTKA) ,
wajib melakukan penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA serta
kewajiban untuk memulangkan TKA ke negara asalnya jika hubungan kerja telah
berakhir. Orang asing yang datang ke Indonesia dapat bekerja apabila ada yang
mempekerjakan dan pekerjaan tersebut harus benar-benar sesuai dengan
kegiatan yang ada di dalam negeri.1 Dengan demikian orang asing yang hanya
memiliki kualifikasi yang dibutuhkan di pasar kerja dalam negerilah yang dapat
diberikan izin masuk dan tinggal untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja Asing
(TKA) di Indonesia, dengan kata lain hanya orang asing yang memiliki kualifikasi
yang benar-benar dibutuhkan oleh pasar kerja di Indonesia yang bisa bekerja di
Indonesia dan akan diberikan Visa Tinggal Terbatas untuk bekerja di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (yang
selanjutnya akan disingkat menjadi UUK) dan dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Tata
Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Yang selanjutnya akan disingkat dengan
Permennakertrans tentang TCPTKA) menentukan bahwa yang dimaksud dengan
Tenaga Kerja Asing (TKA) adalah warga negara asing pemegang visa dengan
maksud bekerja di wilayah Indonesia.
Adapun prosedur orang asing yang akan bekerja sebagai TKA di Indonesia
wajib memiliki penjamin di Indonesia yaitu Pemberi Kerja TKA seperti : instansi
pemerintah, badan-badan internasional, perwakilan negara asing, kantor
perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing, kantor perwakitan
berita asing, perusahaan swasta asing, badan hukum yang didirikan berdasarkan
hukum Indonesia atau badan usaha asing yang terdaftar di instansi berwenang di
Indonesia, lembaga sosial, keagamaan, pendidikan dan kebudayaan serta usaha
jasa impresariat.
Bagi Pemberi Kerja TKA hanya dapat mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta harus
memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yaitu rencana
penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA
untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk. RPTKA ini akan digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan Izin
Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), karena setiap Pemberi Kerja yang
mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk.
Keharusan memiliki RPTKA dikecualikan bagi Pemberi Kerja TKA dari
instansi pemerintah, badan-badan internasional, perwakilan negara asing (Pasal 5
ayat 2 Permennakertrans RI Nomor 12 Tahun 2013 Tentang TCPTKA) dan
Pemberi Kerja yang mempekerjakan TKA yang berstatus kawin campuran (Pasal
30 ayat 3 Permennakertrans RI Nomor 12 Tahun 2013 Tentang TCPTKA), tetapi
pengecualian tersebut hanyalah tidak perlu mengurus pengesahan RPTKA dan
juga persetujuan Visa bekerja (TA-01) bagi TKA yang berstatus kawin campur.
Menurut hasil penelitian Charles Christian bahwa Undang-Undang
Keimigrasian yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 memberikan
kesempatan kepada orang asing pelaku kawin campur dengan sponsor istri atau
suami untuk bekerja di Indonesia, bertentangan dengan peraturan ketenagakerjaan
yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mana masih mengharuskan
setiap orang asing yang bekerja di Indonesia memiliki sponsor dari perusahaan
disharmoni dan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi WNA khususnya
orang asing pelaku kawin campur yang ingin bekerja di Indonesia.2 Namun
disharmoni tersebut dihilangkan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI nomor 12 tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga
Kerja Asing. Dalam Permennakertrans tersebut diatur ketentuan pengecualian
bagi pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA yang berstatus kawin campur
dalam tata cara permohonan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), dimana
pengecualian tersebut Pemberi Kerja TKA yang akan mempekerjakan TKA yang
berstatus kawin campur tidak perlu mengurus pengesahan RPTKA dan juga
persetujuan Visa bekerja (TA-01) bagi TKA yang berstatus kawin campur,
karena mereka sudah tinggal di Indonesia dengan Visa Penyatuan Keluarga.
Namun demikian bagi WNA pelaku perkawinan campuran jika akan bekerja
sebagai TKA di Indonesia tetap perlu Penjamin selaku Pemberi Kerja yang akan
mengurus RPTKA maupun IMTA nya, dan Penjamin yang dalam hal ini
Korporasilah yang bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan Orang Asing
selama berada di wilayah Indonesia, hal ini diatur dalam Pasal 63 ayat (2) UU
Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, dimana ditentukan bahwa Penjamin
bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan Orang Asing yang dijamin
selama tinggal di Wilayah Indonesia serta berkewajiban melaporkan setiap
perubahan status sipil, status Keimigrasian, dan perubahan alamat, namun
pengaturan tentang kaidah hukum yang menjelaskan konsepsi-konsepsi tanggung
2 Charles Christian , 2013, Politik Hukum Pemberian Izi Politik Hukum Pemberian Izin Tinggal Terbatas Bagi WNA Yang Bekerja Dan Atau Menikah Di Indonesia, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang,
jawab penjamin sebagai pemberi kerja atas keberadaan dan kegiatan orang asing
masih kabur, dalam ketentuan umum belum dijelaskan secara jelas dan pasti, apa
yang dimaksud pada kata “penjamin bertanggung jawab atas keberadaan dan
kegiatan dengan keberadaan dan kegiatan orang asing, mengingat ada dua pihak
yang bertanggung jawab terhadap orang asing pelaku perkawinan campuran yang
juga akan menjadi TKA, penanggung jawab yang dalam hal ini adalah suami/istri
WNI, sementara jika orang asing pelaku perkawinan campuran akan menjadi
TKA dia wajib memiliki penjamin sebagai Pemberi Kerja.
Implementasi kebijakan pemerintah yang baru di bidang keimigrasian dan
juga di bidang ketenagakerjaan terhadap orang asing pelaku kawin campur
diberikan untuk bekerja dan berusaha di Indonesia menarik untuk diteliti,
bagaimana pengawasan warga negara asing yang kawin campur dalam
memperoleh pekerjaan, apakah peraturan yang ada telah menjamin kepastian
hukum atas hak warga negara asing yang kawin campur dalam melakukan
pekerjaan di Indonesia, mengingat ada kekaburan norma pasal 63 ayat (2) UU
Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, serta belum jelasnya bagi WNA
pelaku perkawinan campuran jika bekerja disektor informal, punya usaha sendiri dan tidak berbadan hukum atau membantu istri atau suami WNI diperusahaan milik keluarga (berbentuk CV), apakah bisa bekerja dan apakah harus mengurus IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing) masih ada ketidakjelasan dan kekaburan norma tentang hak memperoleh pekerjaan bagi warga negara asing pelaku perkawinan campuran dalam hal jika mereka akan bekerja atau berusaha di sektor informal, tidak diatur dengan jelas. Pengaturan tentang ketenagakerjaan tersebut hanya mengatur tentang TKA yang
untuk bisa bertahan hidup dan menafkahi keluarganya belum diatur dan masih
belum jelas, mengingat keputusan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang
jabatan-jabatan tertentu yang dapat dan atau di larang diduduki oleh TKA hanya
mengatur sektor formal pekerjaan yang berklasifikasi standar internasional.
Berdasarkan hal tersebut diatas, terlihat masih adanya kekaburan norma dan
pengaturan yang masih tidak jelas tentang hak tinggal dan hak bekerja dari WNA
yang kawin campur dalam melakukan pekerjaan, sehingga perlu dilakukan
pengkajian tentang pengawasan hukum terhadap WNA yang kawin campur dalam
melakukan pekerjaan dan kepastian hukum atas hak WNA yang kawin campur
dalam melakukan pekerjaan di Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dirumuskan
sebagai berikut :
1.2.1. Bagaimanakah pengawasan bagi warga negara asing yang kawin campur
dan bekerja di Indonesia?
1.2.2. Bagaimana kepastian hukum atas hak warga negara asing yang kawin
campur dan bekerja di Indonesia?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Dalam Penelitian ini pembahasan dibatasi mengenai Pengawasan hukum
Indonesia dan Kepastian hukum atas Hak warga negara asing yang kawin campur
dalam melakukan pekerjaan di Indonesia.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, adapun tujuan
umum (het doel van het onderzoek) dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
pemahaman dan untuk mengembangkan ilmu hukum terkait dengan paradigma
ilmu sebagai proses (science as a process), dengan pandangan ini ilmu adalah
sebagai suatu proses jadi ilmu secara nyata/khas merupakan suatu aktifitas
manusia yakni melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia, dan ilmu tidak
hanya aktifitas tunggal tetapi merupakan rangkaian aktifitas sehingga merupakan
suatu proses. Dengan paradigma ini ilmu tidak akan pernah mandeg (final) dalam
proses penggaliannya atas suatu kebenaran dari obyeknya masing-masing. Tujuan
Khusus (het doel in het onderzoek) mendalami permasalahan hukum yang dikaji
dan dianalisis secara khusus dan dijabarkan dalam rumusan permasalahan dalam
penelitian ini yaitu kajian dan analisis tentang pengawasan warga negara asing
yang kawin campur dan hak memperoleh pekerjaan di Indonesia.3
1.4.1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menggali dan menganalisis agar
ada kejelasan jaminan untuk bekerja dan pengawasan hukum terhadap warga
negara asing yang kawin campur dalam melakukan pekerjaan atau usaha untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
1.4.2. Tujuan Khusus
Penelitian ini diharapkan mencapai tujuan yang lebih spesifik dan khusus
yaitu :
1. Mengkaji Pengawasan hukum terhadap warga negara asing yang kawin campur
dalam melakukan pekerjaan di Indonesia.
2. Menganalisis kepastian hukum atas hak warga negara asing yang kawin campur
dalam melakukan pekerjaan di Indonesia.
Manfaat Penelitian
1.4.3. Manfaat Teoritis
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian
dalam penyusunan peraturan bagi WNA yang bekerja di Indonesia yang kawin
campur dalam rangka pembuatan aturan pembaharuan yang lebih menjamin Hak
Asasi Manusia (HAM) sehingga kepastian hukum atas hak WNA yang kawin
campur dan bekerja dapat dijamin dan diatur dengan lebih jelas sehingga tidak
menimbulkan suatu kekeliruan dalam pemaknaannya.
1.4.4. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan sebagai masukan untuk bahan pertimbangan bagi
instansi lintas sektoral dalam menyikapi persoalan orang asing yang bekerja
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan dalam rangka penyatuan
1.5. Orisinalitas Penelitian
Tesis ini merupakan karya asli Penulis, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
Adapun tesis yang menyangkut tenaga kerja asing yakni :
1. Tesis dengan judul “Pembatasan Penggunaan Tenaga kerja Asing pada
Perusahaan-perusahaan PMA di Jawa Tengah” ditulis oleh Sri Badi
Purwaningsih, 2005, Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, Semarang, diakses tanggal 22 Desember 2013
dengan rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah pelaksanaan pembatasan penggunaan TKA pada
perusahaan-perusahaan PMA di Jawa Tengah dan apa manfaat dari
penggunaan TKA?
b. Apa saja kebijakan-kebijakan yang dipergunakan untuk mengatur
penggunaan TKA pada perusahaan PMA di Jawa Tengah ?
Pada tesis ini dikaji mekanisme penggunaan TKA pada perusahaan PMA ,
manfaat dan kebijakan-kebijakan pengawasan penggunaan TKA pada
perusahaan PMA, sedangkan usulan proposal ini mengkaji Pengawasan
hukum terhadap warga negara asing yang kawin campur dalam melakukan
pekerjaan di Indonesia dan menganalisis kepastian hukum atas hak warga
negara asing yang kawin campur dalam melakukan pekerjaan di Indonesia
sehingga substansi usulan Proposal ini berbeda dengan tesis tersebut diatas.
2. Tesis dengan judul “Politik Hukum Pemberian Izin tinggal Terbatas bagi
Christian, 2013, Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas
Brawijaya Malang, diakses tanggal 23 Desember 2013, dibahas masalah
Politik Hukum dibalik pemberian Izin Tinggal Terbatas terhadap WNA
yang bekerja atau menikah dengan WNI. Pada Tesis ini dikaji tentang
Politik hukum diberikannya ITAS terhadap warga negara asing yang bekerja
atau menikah dengan warga negara Indonesia. Usulan penelitian ini
membahas Pengawasan terhadap warga negara asing yang kawin campur
dan bekerja di Indonesia serta mengkaji kepastian hukum atas hak warga
negara asing tersebut sehubungan dengan adanya aturan baru berkaitkan
dengan Ketenagakerjaan yaitu Tata Cara Penggunaan TKA.
3. Tesis dengan judul “ Analisis Hukum Perkawinan Campuran Dalam Status
Kewarganegaraan menurut Undang-Undang nomor 12 tahun 2006”. Ditulis
oleh Damerianti Purba, 2012, Universitas Simalungun, Pematang Siantar,
diakses 22 Desember 2013, dengan rumusan masalah kedudukan hukum
yang berbeda kewarganegaraan asing dalam suatu keluarga. Dalam tesis ke 3
ini menganalisis mengenai Hukum Perkawinan Campuran Dalam Status
Kewarganegaraan menurut Undang-Undang nomor 12 tahun 2006.
Sedangkan dalam usulan proposal ini dikaji pengawasan hukum bagi WNA
yang kawin campur dalam memperoleh pekerjaan di Indonesia serta
bagaimana kepastian hukum atas hak WNA yang kawin campur melakukan
pekerjaan di Indonesia. Berdasarkan ke 3 penelitian sebelumnya penelitian
ini berbeda kajiannya baik secara substansial maupun judulnya sehingga
1.6. LandasanTeoritis
Dalam landasan teori ini pula dilengkapi dengan pandangan-pandangan para
sarjana. Pandangan-pandangan teoritik dimaksud untuk memberikan dasar
ketentuan-Ketentuan konstitusional, peraturan perundang-undangan, dan
instrumen-instrumen hukum pemerintah, khususnya pengawasan pemerintah
terhadap warga negara asing yang kawin campur dalam melakukan pekerjaan di
Indonesia dan mengkaji kepastian hukum atas hak warga negara asing yang kawin
campur dalam melakukan pekerjaan di Indonesia.
Berdasarkan atas hal-hal tersebut diatas maka Teori, Konsep yang
digunakan sebagai landasan untuk membahas permasalahan dalam tesis ini
adalah:
1). Konsep Negara Hukum
2). Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)
3). Asas Kepastian Hukum
4). Teori Kewenangan
5). Kebijakan Keimigrasian
1.7.1. Konsep Negara Hukum
Konsep Negara hukum Indonesia pada hakekatnya sedikit banyak tidak lepas
dari pengaruh perkembangan konsep Negara hukum di dunia, dimana dalam
Konsep negara hukum modern dikenal dengan istilah “Rechtstaat”. Penggunaan
Inggris dan Government of law but not of man4. Sedangkan dalam tradisi Anglo Saxon, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey
dengan sebutan “The Rule of Law”, Dicey mengemukakan unsur-unsur Rule of
Law antara lain: (1) Supremasi aturan-aturan hukum (Supremacy of the law) yaitu
tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary Power), dalam
arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum; (2)
Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (Equality before the law) dalil
ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat; (3) Terjaminnya
hak-hak manusia oleh undang-undang (di negera lain oleh undang-undang dasar) serta
keputusan-keputusan pengadilan. 5 Konsep negara hukum yang disebut dengan
“The Rule of Law”, menurut pendapat Hilaire Barnett bahwa “The essence of the rule of law is the sovereignty or supremacy of law over man”6 (esensi dari The Rule of Law adalah kedaulatan atau supremasi hukum atas manusia). Namun
konsep negara hukum Indonesia memiliki karakter tersendiri yang membedakan
dengan konsep rechtstaat. Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam recshtstaat
mengedepankan prinsip “Wet Matigheid” yang kemudian menjadi prinsip “Recht
Matigheid” sedangkan negara hukum Indonesia yang menjadi titik sentralnya
adalah keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat Indonesia,
sebaiknya syarat umum rechtsstaat maupun the rule of law juga harus dipenuhi.
Negara hukum rechtsstaat itu sendiri didasari oleh:
a). Asas Legalitas, setiap tindakan pemerintah harus didasarkan atas dasar
peraturan perundang-undangan (wetelijke gronslag).
b). Pembagian kekuasaan, syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan
Negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan.
c). Hak-hak dasar (grondrechten), hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan
hukum bagi rakyat dan sekaligus membatasi kekuasaan pembentukan
Undang-Undang.
d). Pengawasan pengadilan, bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang
bebas untuk menguji keabsahan tindakan pemerintah (rechtmatigheids
toetsing).
e). Negara hukum Indonesia dirumuskan dalam penjelasan Undang-Undang dasar,
dan juga dalam pasal 1 ayat 3 UUD Negara RI Tahun 1945 yaitu Negara
Indonesia adalah Negara hukum (rechtsstaat) sebagai Negara hukum, maka
konsep atau pola tersebut disesuaikan dengan kondisi Indonesia, yaitu dengan
menggunakan tolak ukur pandangan bangsa Indonesia ialah Pancasila.7
Dan rumusan yang hampir sama, yaitu pendapat H.D. Van Wijk/Willem
Konijnenbelt menyebutkan prinsip-prinsip (rechtsstaat) antara lain :
1. Pemerintahan berdasarkan undang-undang
2. Pemerintah hanya memiliki kewenangan yang secara tegas diberikan oleh
UUD atau UU lainnya;
3. Hak-hak asasi
Terdapat hak-hak manusia yang sangat fundamental yang harus dihormati
oleh pemerintah;
4. Pembagian Kekuasaan
Kewenangan pemerintah tidak boleh dipusatkan pada satu lembaga, tetapi
harus dibagi-bagi pada organ-organ yang berbeda agar saling mengawasi
yang dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan;
5. Pengawasan lembaga kehakiman
Pelaksanaan kekuasaan pemerintahan harus dapat dinilai aspek hukumnya
oleh hakim yang merdeka.8
Menurut Mukthie Fadjar, bahwa elemen-elemen yang penting dari Negara
hukum, yang merupakan ciri khas dan tidak boleh tidak ada (merupakan syarat
mutlak), adalah :
a). Asas pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia,
b). Asas legalitas,
c). Asas pembagian kekuasaan negara,
d). Asas peradilan yang bebas dan tidak memihak,
e). Asas kedaulatan rakyat,
f). Asas demokrasi, dan
g). Asas konstitusional.9)
Terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini bahwasannya dalam
negara hukum terdapat asas legalitas dan kepastian hukum, asas legalitas
digunakan untuk membatasi kekuasaan pemerintah berdasarkan hukum,
8
H.D. Van Wijk/Willem Konijnenbelt, 1995, Hoofdstukken van Administratief Recht (Utrecht: Uitgeverij Lemma BV), hal., 41
9
pembatasan ini menjadi penting untuk mengimbangi kewenangan yang diberikan
kepada pemerintah dan untuk mencegah agar penguasa tidak melanggar hak-hak
dasar merupakan sasaran perlindungan hukum bagi rakyat dan sekaligus
membatasi kekuasaan pembentukan Undang-Undang. Relevan dengan hal ini
maka pengawasan hukum oleh pemerintah terhadap warga negara asing yang
kawin campur dalam rangka penyatuan keluarga diberikan hak – hak dasarnya
untuk melakukan pekerjaan atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sebagai TKA, ini merupakan ketentuan yang menjamin kepastian hukum bagi
WNA yang kawin campur yaitu hak memperoleh pekerjaan sebagai TKA. Hal ini
ditentukan dalam UU Keimigrasian yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2011 Tentang Keimigrasian pasal 61 bahwa pemegang ITAS dan ITAP
dapat melakukan pekerjaan dan/atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
/atau keluarganya.
Relevan dengan hal tersebut diatas menurut Diana Halim Koentjoro ada
beberapa ciri negara yang dapat disebut sebagai negara hukum yaitu : a.
Supremacy of the law; b. Equality before the law; c. Constitusional based on the human right.10 Bahwa dalam negara hukum diperlukan asas perlindungan, artinya dalam UUD ada ketentuan yang menjamin hak-hak asasi manusia, dimana asas
yang mengandung makna perlindungan antara lain:
a. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan (Pasal 28)
b. Berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27)
c. Kemerdekaan memeluk agama (Pasal 29)
d. Berhak ikut mempertahankan negara (Pasal 30).
Dari uraian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa suatu negara hukum
mempunyai ciri-ciri Pertama; adanya pembatasan kekuasaan negara (asas
legalitas) sehingga tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of
arbitrary Power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau
melanggar hukum, Kedua; kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum
(Equality before the law) dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat, Ketiga adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia (terjaminnya
hak-hak manusia oleh undang-undang), hal ini terkait dengan permasalahan penelitian
pengawasan hukum terhadap WNA yang kawin campur dalam memperoleh
pekerjaan, dimana semakin maraknya kawin campur di Indonesia maka untuk
menjamin dan melindungi hak - hak mereka khususnya hak untuk memperoleh
pekerjaan serta untuk menjamin kepastian hukum atas hak warga negara asing
yang berdiam dan bertempat tinggal di Indonesia khususnya orang asing yang
kawin campur dalam melakukan pekerjaan maka pemerintah mengeluarkan
kebijakan yang mengakomodir kepentingan tersebut dan menjamin hak
memperoleh pekerjaan bagi warga negara asing yang kawin campur dalam rangka
untuk memenuhi kebutuhan hidup dia dan keluarganya. Asas legalitas digunakan
untuk membatasi kekuasaan pemerintah berdasarkan hukum, pembatasan ini
menjadi penting untuk mengimbangi kewenangan yang diberikan kepada
yang merupakan sasaran perlindungan hukum bagi rakyat dan sekaligus
membatasi kekuasaan pembentukan Undang-Undang.
Berbicara negara hukum tidak dapat dilepaskan dengan konsep rechtsstaat.
MenurutP.H.M. Meuwissen ciri dari rechtsstaat adalah :
1. Adanya Undang-undang atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis
tentang hubungan antara penguasa dan rakyat.
2. Adanya pembagian kekuasaan negara, yang meliputi kekuasaan
pembuatan undang-undang yang ada di tangan parlemen, kekuasaan
kehakiman yang bebas, juga antara penguasa dan rakyat dan pemerintah
yang mendasarkan tindakannya atas undang-undang (wetmatig bestuur).
3. Diakui dan dilindungi hak kebebasan rakyat (vriheidsrechten van de
burger)11
Menurut Philipus M Hadjon bahwa ciri tersebut diatas menunjukan bahwa
titik sentral dari rechstaat adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi
manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan.12 Dimana relevan
dengan permasalahan yang penulis teliti bahwasannya orang asing yang berdiam
dan bertempat tinggal di Indonesia yang kawin campur diberikan kebebasan
dalam berusaha dan bekerja sebagai TKA ketentuan ini merupakan ketentuan
pembaharuan yang menjamin Hak Asasi Manusia (HAM) dan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal 61.
11Philipus M Hadjon, dkk 2001, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, (Selanjutnya disebut Philipus M Hadjon I), hal. 130
1.7.2. Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)
Untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan kesewenang-wenangan,
maka pemerintah dalam menjalankan fungsinya perlu menggunakan Asas-asas
Umum Pemerintahan Yang baik sebagai pedoman dalam membuat keputusan
maupun perbuatan nyata.
Fungsi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) merupakan
pedoman yang bersifat umum yang mempunyai nilai hukum atau minimal
mempunyai nilai penentu dalam suatu tindakan pemerintahan. Asas-asas yang
dimaksud bersifat tidak tertulis atau dalam arti tidak diatur tersendiri dalam suatu
bentuk peraturan perundang-undangan, namun walaupun sifatnya tidak tertulis
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB ) tersebut hidup dan
menjiwai dalam setiap bentuk tindakan pemerintahan yang dilakukan oleh badan
atau pejabat Tata Usaha Negara, mengisi ketidaklengkapan dan ketidakjelasan
serta kekosongan peraturan perundang-undangan, juga sekaligus sebagai
pelengkap bagi keberadaan Negara hukum Indonesia, sehubungan dengan hal
tersebut maka badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang melaksanakan urusan
pemerintahan seperti membuat keputusan (beschikking) yang materinya bersifat
konkrit umum maupun konkrit individual, serta mengeluarkan Peraturan
(regeling) merupakan perbuatan pemerintah dalam hukum publik, pengawasan yang bersifat umum abstrak dan dalam melakukan perbuatan nyata atau perbuatan
materiil (Materiil Daad), yang dilakukan oleh pemerintah. Semua tindakan
(AAUPB) baik yang formal maupun materiil sehingga keputusan tersebut
benar-benar menurut hukum dan mencerminkan kepastian hukum.
Selanjutnya maksud dirumuskannya Asas-Asas Umum Pemerintahan yang
Baik (AAUPB) adalah mewujudkan penyelenggaraan Negara yang mampu
menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh
tanggungjawab, menurut Ridwan HR Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
(AAUPB) meliputi:13
1) Asas Kepastian Hukum : asas dalam Negara hukum yang mengutamakan
landasan Peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam
setiap tindakan pemyelenggara negara;
2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara: asas ini menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian
penyelenggaraan negara, asas ini menghendaki agar penggunaan
wewenang oleh penyelenggaraan negara, tetap berdasarkan dan sesuai
dengan hukum yang berlaku sehingga terjaga keharmonisan hubungan
antara pemerintah dengan masyarakat;
3) Asas Kepentingan Umum: asas yang mendahulukan kesejahteraan umum
dengan cara aspiratif. Akomodatif dan selektif. Asas ini mengharuskan
administrasi Negara menjalankan kekuasaan untuk mencapai atau
memenuhi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara;
4) Asas Keterbukaan: asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaraan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas
hak asasi manusia, golongan dan rahasia negara;
5) Asas Proporsionalitas: asas yang mengutamakan keseimbangan hak dan
kewajiban penyelenggara negara;
6) Asas Profesionalitas: asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Asas ini mengutamakan agar pembuatan peraturan oleh pemerintah
didasarkan atas keahlian sehingga tepat dari segi aturan hukum yang
diterapkan maupun dari segi prosedurnya;
7) Asas Akuntabilitas: asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari kegiatan penyelenggara Negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dari sudut masyarakat sebagai sasaran pengawasan, maka Asas-Asas Umum
Pemerintahan yang Baik (AAUPB) tersebut hakekatnya adalah berkaitan dengan
alasan mengajukan keberatan atau pun dapat pula sebagai alasan mengajukan
gugatan apabila ternyata tindakan pemerintahan tersebut merugikan masyarakat.
Mengingat bahwa tidak dapat dipungkiri antara masyarakat dengan pemerintah
dapat terjadi perbedaan pendapat sehingga dirasakan menimbulkan kerugian,
Selain asas-asas tersebut diatas dapat dikemukakan pendapat Prof. Crince Ie
Roi mengenai unsur-unsur dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
sebagai berikut :14
1. Asas kepastian hukum
2. Asas kesamaan
3. Asas Keseimbangan
4. Asas Kecermatan
5. Asas motivasi pada setiap keputusan pemerintah
6. Asas tidak menyalahkan wewenang
7. Asas permainan yang wajar
8. Asas keadilan atau kewajaran
9. Asas menanggapi harapan yang wajar
10.Asas peniadaan akibat keputusan yang batal
11.Asas perlindungan atas pandangan hidup atau cara hidup
Eksistensi 11 (sebelas) macam AAUPB diatas dapat dipakai sebagai patokan
dan pegangan untuk menentukan suatu kebijakan, yang walaupun asas itu tidak
memberikan patokan sanksi penjara, denda namun satu hal yang universal yaitu
tanggung jawab moral karena asas ini tergolong sebagai “ code of conduct” dalam
hidup bermasyarakat. Dan khusus bagi kalangan pejabat, baik di bidang legislatif
maupun eksekutif dan yudikatif, AAUPB sebenarnya sudah terdapat baik secara
eksplisit maupun implisit, hal ini dapat dilihat dari peraturan disiplin kerja,
tatakrama sosial, Kolegialitas, standing order (tata tertib legislatif), peraturan
kepegawaian serta berbagai pedoman, dan petunjuk kerja. 15
Dari pandangan tersebut diatas dapat dipahami bahwa asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) sangat penting fungsinya yakni sebagai
pedoman atau patokan bagi badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal
membuat keputusan, mewujudkan penyelenggaraan negara yang mampu
menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung
jawab, khususnya dalam hal ini pemberian fasilitias keimigrasian berupa visa
tinggal terbatas dan izin kerja bagi Tenaga kerja Asing yang akan bekerja di
Indonesia diterapkan asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)
salahnya satunya yaitu asas kepastian hukum bagi orang asing yang kawin campur
dalam memperoleh pekerjaan di Indonesia, mengingat asas kepastian hukum
dalam Negara hukum mengutamakan landasan Peraturan perundang-undangan,
kepatutan dan keadilan dalam setiap tindakan penyelenggara negara; serta
melakukan perbuatan atau tindakan-tindakan nyata, jadi tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara termasuk tindakan yang
didasarkan pada wewenang diskresi dibatasi oleh peraturan perundang-undangan
dan asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB). Sehingga dengan telah
dimuatnya asas-asas hukum ini dalam hukum positif kita maka secara normatif
asas-asas ini dapat digunakan sebagai alasan gugatan oleh warga masyarakat
dalam membela hak-haknya terhadap tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang tidak layak dan tidak adil.
1.7.3. Asas Kepastian Hukum
Asas Kepastian hukum merupakan asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan
dalam setiap kebijakan Penyelenggaraan Negara. Esensi Negara Hukum terdapat
asas legalitas dan kepastian hukum, Asas Legalitas di ilhami atas pemikiran untuk
membatasi kekuasaan penguasa dengan bersaranakan hukum. Pembatasan ini
menjadi penting untuk mengimbangi kewenangan yang diberikan kepada
pemerintah untuk ikut serta/campur tangan dalam kehidupan pribadi. Pembatasan
ini bertujuan untuk mencegah penguasa melanggar hak-hak individu, sedangkan
sarana yang membatasi campur tangan Negara pada kehidupan individu diatur
dalam undang-undang16.
Dengan demikian maka dapat dikatakan undang-undang merupakan landasan
keabsahan campur tangan negara dalam kehidupan pribadi, diluar kewenangan
yang diberikan oleh undang-undang dianggap sebagai suatu pelanggaran dalam
kehidupan pribadi. Selanjutnya tujuan utama dalam asas legalitas adalah
menciptakan kepastian hukum agar pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang.
Asas kepastian hukum merupakan asas yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, keadilan, dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan Negara. Sedangkan asas legalitas merupakan asas yang selalu
dijunjung tinggi oleh setiap negara yang menyatakan dirinya sebagai Negara
hukum17, artinya setiap wewenang pemerintah atau badan-badan pemerintah harus
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Asas kepastian hukum diberlakukan
untuk jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat maupun aparat
pemerintahan.
Terciptanya suatu kepastian hukum dalam suatu peraturan hukum apabila
dikaitkan dengan asas pembentukan peraturan Perundang-Undangan yang baik,
maka asas kepastian hukum dapat dikaitkan dengan asas kejelasan rumusan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 huruf Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Menurut penjelasan
Pasal 5 huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, asas kejelasan rumusan
adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-Undangan harus memenuhi persyaratan
teknis penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
Jadi dalam hal ini kepastian hukum dapat diartikan bahwa suatu aturan
hukum harus dirumuskan dan dibentuk secara jelas, sehingga dapat memberikan
kepastian bagi pemerintah dalam mengambil suatu tindakan hukum. begitu juga
dalam hal pemberian visa C317 bagi WNA yang karena penyatuan keluarga
terhadap mereka diberikan untuk melakukan pekerjaan dan/atau usaha untuk
memenuhi kebutuhan hidup dia dan/atau keluarganya. Kebijakan ini dirumuskan
secara jelas yaitu diatur dalam pasal 61 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011
Tentang Keimigrasian sehingga tidak menimbulkan suatu kekeliruan dalam
pemaknaannya atau tidak bertentangan antara Pasal yang satu dengan yang
lainnya, hal ini merupakan kebijakan pembaharuan yang menjamin Hak Asasi
Manusia (HAM), namun kita ketahui bahwa masalah ketenagakerjaan merupakan
kewenangan Menakertrans dimana Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan mewajibkan bahwa TKA harus memiliki sponsor dari
perusahaan tempat dia bekerja selaku Pemberi kerja tetapi disharmoni antara
kedua Undang-Undang tersebut dihilangkan oleh aturan baru yaitu
Permennakertrans nomor 12 Tahun 2013 Tentang TCPTKA sehingga orang asing
pelaku kawin campur dapat bekerja di Indonesia dapat memberikan suatu
kepastian hukum.
1.7.4. Teori Kewenangan
Kewenangan memiliki kedudukan yang penting dalam menjalankan roda
pemerintahan, dimana didalam kewenangan mengandung hak dan kewajiban
dalam suatu hubungan hukum publik.
Secara teoritis pemerintah memperoleh kewenangan dari tiga sumber yaitu,
atribusi, delegasi dan mandat.
Menurut Philipus M. Hadjon dalam tulisannya yang berjudul ”Tentang
Wewenang Pemerintah (Bestuursbevoegheid)” membedakan cara administrasi
negara (pemerintah) untuk mendapatkan kewenangan menjadi 3 yaitu secara
atribusi, delegasi (sub delegasi), ataupun mandat.18
a). Atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada undang-undang dalam arti materiil. Atribusi ini
dikatakan juga sebagai suatu cara normal untuk memperoleh wewenang
pemerintahan. Mengenai kewenangan yang didapat melalui atribusi oleh
organ pemerintah adalah kewenangan asli, karena kewenangan itu diperoleh
langsung dari peraturan perundang-undangan yang melibatkan peran serta
rakyat sebagai pemegang asli kewenangan seperti UUD 1945, undang-undang
maupun peraturan daerah.
b). Delegasi adalah penyerahan kewennagan untuk membuat suatu keputusan
oleh pejabat pemerintahan kepada pihak lain. Dalam penyerahan kewenangan
ini terjadi perpindahan tanggung jawab dari yang memberi delegasi
(delegans) kepada penerima delegasi (delegetaris).
c). Mandat adalah suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan itu
bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan
atas nama pejabat yang melimpahkan kewenangan atau memberi mandat.
Dalam mandat, tanggung jawab tidak berpindah kepada penerima mandat,
sehingga semua akibat hukum yang timbul dari keputusan yang dikeluarkan
penerima mandat menjadi tanggung jawab pemberi mandat.
Dalam relevansinya dengan penelitian ini teori kewenangan diisyaratkan
harus bertumpu pada kewenangan yang sah, tanpa kewenangan yang sah maka
pejabat ataupun badan usaha negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan,
yang kawin campur dalam rangka penyatuan keluarga merupakan kewenangan
atribusi, kewenangan asli diperoleh langsung dari peraturan perundang-undangan
yaitu UU nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian, dimana dalam hal ini
Kewenangan atribusi ada pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusian RI
yaitu kewenangan asli dalam memberikan izin Keimigrasian yaitu Visa
Kunjungan dan Visa Tinggal Terbatas, kemudian adanya pendelegasian kepada
Pejabat Dinas Luar Negeri di Perwakilan Republik Indonesia. Untuk selanjutnya
Pelaksanaannya didaerah dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia merupakan bentuk sebagian urusan pemerintahan
pusat yang dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan
Hak Asasi Manusia, kemudian pelaksanaan pemberian izin tinggal di lakukan oleh
Kepala Divisi Keimigrasian yang diberikan Mandat Untuk Menandatangani
persetujuan pemberian Perpanjangan Izin Keimigrasian Atas nama Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan HAM. Sedangkan untuk pemberian izin kerja
kepada TKA adalah kewenangan atribusi dari Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi dalam pemberian izin mempekerjakan TKA yang merupakan
kewenangan yang diperoleh dari peraturan perundangan yaitu
undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Mengenai pelimpahan wewenang pemerintahan dalam bentuk delegasi,
Philipus M. Hadjon memberikan pendapat bahwa delegasi harus memuat
syarat-syarat sebagai berikut:19