• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan Warga Negara Asing yang Kawin Campur dan Hak Memperoleh Pekerjaan di Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengawasan Warga Negara Asing yang Kawin Campur dan Hak Memperoleh Pekerjaan di Indonesia."

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAWASAN WARGA NEGARA ASING YANG

KAWIN CAMPUR DAN HAK MEMPEROLEH

PEKERJAAN DI INDONESIA

GUSTI AYU MADE WIDNYANI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

KAWIN CAMPUR DAN HAK MEMPEROLEH

PEKERJAAN DI INDONESIA

GUSTI AYU MADE WIDNYANI

NIM : 1190561013

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)
(4)

iii

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 2 FEBRUARI 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Johanes Usfunan. Drs. SH. MH. Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH. MH. NIP. 195511261985111001 NIP. 195609021985032001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana Universitas Udayana

(5)

iv

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Universitas Udayana

GUSTI AYU MADE WIDNYANI, SH. NIM. 1190561013

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(6)

v

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

Nomor : 4382/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 31 Desember 2015

Ketua : Prof. Dr. Johanes Usfunan. Drs. SH. MH.

Sekretaris : Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH. MH.

Anggota : 1. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS

2. Dr. I Gede Yusa, SH., MH.

(7)

vi Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Gusti Ayu Made Widnyani

Program Studi: Ilmu Hukum

Judul Tesis : Pengawasan Warga Negara Asing Yang Kawin Campur Dan Hak

Memperoleh Pekerjaan Di Indonesia.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas Plagiat. Apabila

dikemudian hari terbukti Plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia

menerima sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17

Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 2 Februari 2016

Yang Menyatakan

Gusti Ayu Made Widnyani

(8)

vii

disertai dengan tekad yang sungguh-sungguh maka tesis yang berjudul:

Pengawasan Warga Negara Asing Yang Kawin Campur Dan Hak Memperoleh

Pekerjaan Di Indonesia dapat diselesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka

memenuhi kewajiban untuk dapat meraih gelar Magister pada Program

Pascasarjana Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Pemerintahan Universitas

Udayana.

Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat terselesaikan atas bantuan,

bimbingan serta arahan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan yang

sangat baik ini perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih yang

setulus-tulusnya kepada :

1. Pembimbing I, Bapak Prof.Dr.Johanes Usfunan.Drs.SH.MH.,pada Program

Pascasarjana S2 Ilmu Hukum Universitas Udayana, yang banyak memberikan

arahan, bimbingan dan petunjuk sampai selesainya tesis ini.

2. Pembimbing II, Ibu Dr.Ni Ketut Sri Utari, SH.MH., pada Program

Pascasarjana S2 Ilmu Hukum Universitas Udayana, yang bersedia

meluangkan waktu,dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, arahan

dan petunjuk sehingga akhirnya tesis ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Rektor Universitas Udayana, Prof.Dr. Ketut Suastika.,SP.,Pd KEMD,

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

(9)

viii terdorong untuk menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. I GustiNgurah Wairocana, SH., MH., sebagai Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

6. Ibu Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana S2

pada Universitas Udayana, Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan,

S.H.,M.Hum.,LLM. dan Sekretaris Program Studi Magister S2, Ilmu Hukum

pada Universitas Udayana, Bapak Dr.Putu Tuni Cakabawa

Landra,S.H.,M.Hum. atas segala arahan dan dorongan selama mengikuti

perkuliahan maupun dalam penyusunan tesis ini.

7. Bapak Tim Penguji, baik ketua, sekretaris dan anggota penguji tesis ini, yang

telah banyak memberikan saran, masukan atas tesis ini, sehingga penulisan

tesis yang baik dan benar dapat terwujud sesuai dengan harapan penulis.

8. Bapak dan Ibu Dosen pengajar pada Pascasarjana S2 Ilmu Hukum pada

Universitas Udayana yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu, yang

telah banyak memberikan atau mentransfer ilmu pengetahuan hukum sesuai

bidang masing-masing selama dalam proses perkuliahan dimana penulis

menuntut ilmu hukum pada konsentrasi Hukum Pemerintahan pada

Universitas Udayana.

9. Bapak Tieldwight Sabaru selaku Kepala Divisi Keimigrasian, yang telah

(10)

ix tesis ini sampai selesai.

11.Bapak Mohamad Soleh selaku Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan

Keimigrasian pada Kantor Imigrasi Klas I Khusus Ngurah Rai, yang telah

banyak membantu memberikan data dan informasi tentang pelanggaran

keimigrasiansehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan.

12.Bapak Usman selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan

Keimigrasian Pada Kantor Imigrasi Klas I Denpasar, yang telah banyak

memberikan informasi serta data pelanggaran keimigrasian.

13.Bapak Yohan Kristian Wijaya, S.H.,M.H, yang telah banyak memberikan

bantuan buku-buku asing dalam proses penulisan tesis ini.

14.Kepada rekan-rekan Magister Hukum angkatan 2011, yang telah banyak

memberikan semangat, dorongan dan saran serta motivasi yang sangat

berharga sehingga tercipta suasana perkuliahan yang kondusif, serta penulis

dapat menyelesaikan tesis dengan baik.

15.Kepada Suami, anak-anak tercinta serta orang tua yang telah ikut

mendampingi dan memberikan dorongan baik secara moril maupun materiil

sehingga proses penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

16.Serta seluruh pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah

(11)

x

Semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran serta bermanfaat bagi

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sehingga kedepan Pengawasan Warga

Negara Asing Yang Kawin Campur Dan Hak Memperoleh Pekerjaan Di

Indonesia menjadi lebih baik lagi, untuk itu kritik serta saran yang sifatnya

membangun sangat diharapkan untuk perbaikan tesis ini.

Denpasar, 2 Februari 2016

(12)

xi

keluarga dan sponsor suami/istri WNI mereka diperbolehkan untuk bekerja, hal ini diatur dalam Pasal 61 menentukan bahwa Pemegang Izin Tinggal Terbatas dan pemegang Izin Tinggal Tetap dapat melakukan pekerjaan dan/atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan/atau keluarganya.

Disisi lain bagi orang asing yang bekerja di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ditentukan tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing diatur dalam Pasal 42 sampai dengan 49 dimana ditentukan kewajiban Pemberi Kerja yang akan menggunakan Tenaga Kerja Asing harus memperoleh izin tertulis dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing, wajib melakukan penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping Tenaga Kerja Asing serta berkewajiban untuk memulangkan TKA ke negara asalnya jika hubungan kerja telah berakhir. ketentuan penjamin sebagai pemberi kerja masih kabur sehingga belum menjamin kepastian hukum tentang hak bekerja WNA pelaku perkawinan campuran di Indonesia.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan Perundang-undangan, Pendekatan Analisis Konsep Hukum dan Pendekatan kasus. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dianalisis melalui teknik deskripsi, teknik evaluasi selanjutnya diinterpretasi secara sistematis dan sosiologis terhadap kaidah hukum sehingga memperoleh kesimpulan terhadap permasalahan yang ada.

Pengawasan warga negara asing yang kawin campur dan hak memperoleh pekerjaan jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian dalam pasal 61 dan jika Warga Negara Asing pelaku perkawinan campuran akan bekerja sebagai Tenaga Kerja Asing tetap harus mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Namun ketentuan tentang Penjamin yang merupakan pemberi kerja dalam hal jika Warga Negara Asing pelaku perkawinan campuran sebagai Tenaga Kerja Asing masih kabur, dimana penjamin yang diatur dalam Pasal 63 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang dalam hal ini korporasi wajib bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing tersebut selama berada di Indonesia belum jelas pengaturannya dimana pengaturan tentang kaidah hukum yang menjelaskan konsepsi-konsepsi tanggung jawab penjamin atas keberadaan dan kegiatan orang asing masih kabur sehingga identifikasi oleh pelaksana hukum dan penjamin sendiri sebagai pihak yang menjadi ruang lingkup pengaturan hukum belum jelas dan masih kabur.

(13)

xii

from his/her Indonesian spouse they are allowed to work, it is stipulated in Article 61 which determines that the holder of a Limited Stay Permit and Permanent Stay Permit can engage the work and/or the business to satisfy his/her living need written permission from the Minister or authorized officials, should have a foreign manpower plan, required to conduct Indonesian citizen appointment as assistant for Foreign Workers and the obligation to repatriate foreign workers to their home country if the employment relationship has ended.

Controls of the right to work for foreign citizens who intermarrying already clearly stipulated but for foreigners who intermarrying who work as a Foreign Workers in Indonesia still need Guarantor as an employer who will take care of work Permit and who is responsible for the existence and activities of the Foreigner while in Indonesia. And the provisions of the Guarantor which is the employers are still vague, thus not guaranteeing legal certaintly about the rights to work of foreign citizens who intermarrying in Indonesia.

This research is a normative legal research, using Regulations approaches, Legal Concepts Analysis Approach and case Approach. The primary legal materials and secondary legal materials were analyzed through the technique description, evaluation techniques in a systematic and sociological interpretation into a legal norms to derive conclusions on the existing problems.

Controls for foreign citizens who intermarrying and the right in obtaining a job in Indonesia clearly stipulated in Law of the Republic of Indonesia Number 6 of 2011 concerning Immigration in Article 61 and if foreigners who intermarrying will work as Foreign Workers still have to follow the provisions of Law of the Republic of Indonesia Number 13 of 2003 concerning Employment. However, the provisions of the Guarantor which is the employer in the case if the foreign citizens who intermarrying as Foreign Workers still blurred, where the guarantor is regulated in Article 63 of Law of the Republic of Indonesia Number 6 of 2011 concerning Immigration that in this case the corporation shall be responsible for the existence of and the activities of foreigners while in Indonesia is not yet clear arranged where the regulation of the legal rules that describe the conceptions of

guarantor’s responsibility of the existence and activities of foreigners are still

vague, so that the identification by law enforcement and the guarantor itself as the part who became the scope of legal arrangements is unclear and still blurry.

(14)

xiii (lima) bab yang disusun sebagai berikit:

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini menggambarkan tentang latar belakang masalah yang melandasi rumusan masalah yaitu : Pertama, Pengawasan warga negara asing yang kawin campur dan hak memperoleh pekerjaan di Indonesia. Kedua, Kepastian hukum atas hak warga negara asing yang kawin campur dan bekerja di Indonesia. Perlindungan hukum terhadap warga negara asing yang kawin campur dalam memperoleh pekerjaan di Indonesia telah diakomodir dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Dalam undang-undang keimigrasian yang baru ini diatur bahwa orang asing yang kawin dengan warga negara Indonesia diberikan kesempatan untuk bekerja dan berusaha di Indonesia. Ketentuan ini merupakan ketentuan pembaharuan yang menjamin Hak Asasi Manusia (HAM). Disisi lain bagi orang asing yang bekerja di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ditentukan syarat-syarat dan kewajiban Pemberi Kerja yang menggunakan TKA. Namun ketentuan tentang penjamin yang merupakan pemberi kerja dalam hal jika warga negara asing pelaku perkawinan campuran sebagai Tenaga Kerja Asing masih kabur, dimana penjamin yang diatur dalam Pasal 63 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang dalam hal ini korporasi wajib bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing tersebut selama berada di Indonesia belum jelas pengaturannya dimana pengaturan tentang kaidah hukum yang menjelaskan konsepsi-konsepsi tanggung jawab penjamin atas keberadaan dan kegiatan orang asing masih kabur sehingga identifikasi oleh pelaksana hukum dan penjamin sendiri sebagai pihak yang menjadi ruang lingkup pengaturan hukum belum jelas dan masih kabur. Sehingga menimbulkan pemaknaan yang berbeda atau penafsiran yang berbeda serta membuat institusi

pelaksananya seakan-akan bebas menentukan tafsirnya sendiri.

Bab II menguraikan tentang gambaran umum pengawasan lalu lintas orang dan pengawasan keimigrasian terhadap orang asing dalam yurisdiksi Republik

Indonesia, bagian pertama dibahas, gambaran umum tentang kedaulatan negara

dan pengawasan keimigrasian terhadap orang asing di Wilayah Negara Republik Indonesia, bagian ini membahas kewenangan keimigrasian mengatur orang masuk, keluar, dan tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing selama berada di wilayah Republik Indonesia. Kedua gambaran umum tentang dokumen keimigrasian membahas tentang pelayanan keimigrasian bagi warga negara

Indonesia dan Pelayanan Keimigrasian bagi Warga Negara. Ketiga, gambaran

(15)

xiv

syarat-syarat perkawinan campuran dan pengaruh perkawinan campuran terhadap keluarga serta perkawinan dan perceraian bagi orang asing yang kawin campur pemegang izin tinggal tetap. Kemudian dikaji hak bertempat tinggal dan hak untuk bekerja atau berusaha bagi orang asing yang kawin campur dari sisi pengawasan dalam undang-undang keimigrasian maupun dari sisi pengawasan dalam undang-undang ketenagakerjaan, selanjutnya dikaji pengawasan hukum warga negara asing yang kawin campur dalam memperoleh pekerjaan atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan/atau keluarganya disertai uraian beberapa contoh kasus yang relevan dengan warga negara asing pelaku perkawinan campuran dalam memperoleh pekerjaan beserta analisis terhadap kasus tersebut dalam kontek kebijakan keimigrasian.

Bab IV membahas tentang kepastian hukum atas hak warga negara asing yang kawin campur dalam memperoleh pekerjaan di Indonesia. Bagian ini membahas tentang pengawasan keimigrasian dan pengawasan ketenagakerjaan terhadap orang asing yang bekerja di Indonesia khususnya pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang kawin campur dalam pemberian izin tinggalnya serta pengawasan ketenagakerjaan asing. Kemudian dibagian berikutnya dibahas pemaknaan/penafsiran dalam praktek hak bertempat tinggal dan hak untuk bekerja warga negara asing yang kawin campur, dimana justru ketentuan mengenai penjamin dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian ini yang masih ambigu, dimana penjamin bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing selama berada di Indonesia. Supaya penjamin memahami arti keberadaan dan kegiatan, mestinya ada rumusan kaidah hukum menjelaskan konsepsi-konsepsi tersebut sehingga mudah diidentifikasi oleh pelaksana hukum dan penjamin sebagai pihak yang menjadi ruang lingkup pengawasan hukum. karena tidak jelas diberlakukan apakah penjamin itu sebagai syarat permohonan atau dasar pembatalan izin tinggal. Lagipula, ketentuan tersebut sama sekali tidak menyebut akibat hukum tertentu atau tidak memuat konsekuensi hukum tertentu terkait norma kewajiban yang diaturnya, memuat norma (kewajiban) administratif, tanpa disertai kejelasan definisi/ ruang lingkup pengaturannya yang tegas dan jelas dan konsekuensi hukum yang menyertainya,

seharusnya diatur pula bentuk konsekuensinya, didalam peraturan

pelaksanaannya, ketidakjelasan ini semakin kentara, apakah kewajiban memiliki penjamin itu dimaksudkan sebagai syarat permohonan dengan konsekuensi penolakan jika tidak dipenuhi, atau merupakan dasar pembatalan jika kewajiban itu dilanggar atau sebagai suatu sanksi sehingga jika tidak dipenuhi maka izin yang diberikan batal.

(16)

xv

Tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian kewajiban memiliki penjamin ini dijadikan syarat baru untuk perpanjangan izin tinggal yang tentu saja bertentangan dengan ketentuan undang-undangnya sendiri. Kemudian di bagian berikutnya dibahas kepastian hukum atas hak warga negara asing yang kawin campur dalam bekerja di indonesia, bahwa Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dan tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis, dalam arti ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma dengan norma lain. Kepastian hukum dapat diwujudkan dari penormaan yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang dan akan jelas pula penerapannya.

Bab V merupakan bab Penutup yang berisikan simpulan dan saran, simpulan

yang dapat ditarik adalah Pertama : Pengawasan terhadap warga negara asing

yang kawin campur dan hak memperoleh pekerjaan dan berusaha di Indonesia diatur dalam Pasal 61 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Menurut Permennakertrans Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penggunaan TKA, Pasal 4 ditentukan Pemberi Kerja TKA yang berbentuk persekutuan Perdata, Firma (Fa), Persekutuan Komanditer (CV) dan Usaha Dagang (UD) dilarang mempekerjakan TKA kecuali diatur dalam Undang-Undang. Dari telaah contoh kasus diatas yaitu kasus II WNA atas nama Mustafa Mercan dan contoh kasus ke III WNA atas nama Mehmet Serdar Bayir, adalah WNA yang kawin campur dan memiliki usaha bersama istrinya tidak dikenakan Tindakan atau Sanksi Administratif Keimigrasian (TIMKIM) berupa deportasi karena WNA tersebut pemegang Visa penyatuan keluarga dengan indeks C 317, sehingga boleh berusaha dan bekerja sesuai Pasal 61 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Dalam hal ini Penjamin/sponsor adalah istri/suami WNI, dan dalam Permennakertrans Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penggunaan TKA memberi pengecualian yaitu Pemberi Kerja TKA yang berbentuk persekutuan Perdata, Firma (Fa), Persekutuan Komanditer (CV) dan Usaha Dagang (UD) dilarang mempekerjakan TKA kecuali diatur dalam Undang-Undang, dari pengecualian ini ditafsirkan WNA yang kawin campur bisa

berusaha dan bekerja di badan usaha tersebut. Simpulan kedua: Kepastian hukum

(17)

xvi

Saran yang dapat disampaikan dalam penulisan ini adalah :

1. Perlu adanya ketegasan tentang kepastian pengaturan ketentuan mengenai

kewajiban penjamin atau sponsor yang mempekerjakan orang asing di perusahaannya, khususnya bagi pemegang visa Penyatuan Keluarga sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal 63.

2. Perlu pembentukan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru sebagai

pengganti dari Permennakertrans Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

3. Agar terus dilakukan penyempurnaan terhadap sistem pengawasan

ketenagakerjaan sehingga peraturan perundang-undangan tentang

ketenagakerjaan dapat dilaksanakan secara efektif oleh para pelaku industri

(18)

xvii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS...

HALAMAN PENETAPAN PENGUJI TESIS...

iii

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

ABSTRAK... x

ABSTRACT... xi

RINGKASAN... xii

DAFTAR ISI... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 7

1.3 Ruang Lingkup Masalah... 7

1.4 Tujuan Penelitian... 8

1.4.1 Tujuan Umum... 8

1.4.2 Tujuan Khusus... 9

1.5 Manfaat Penelitian... 9

1.5.1 Manfaat Teoritis... 9

1.5.2 Manfaat Praktis... 9

1.6 Orisinalitas Penelitian... 10

(19)

xviii

1.7.3 Asas Kepastian Hukum... 24

1.7.4 Teori Kewenangan... 26

1.7.5 Kebijakan Keimigrasian... 31

1.8 Metode Penelitian... 35

1.8.1 Jenis Penelitian... 35

1.8.2 Jenis Pendekatan... 36

1.8.3 Sumber Bahan Hukum... 38

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum... 39

1.8.5 Teknik Analisa Bahan Hukum... 41

BAB II GAMBARAN UMUM PENGAWASAN LALU LINTAS ORANG DAN PENGAWASAN KEIMIGRASIAN TERHADAP ORANG ASING DALAM YURISDIKSI REPUBLIK INDONESIA... 42

2.1 Kedaulatan Negara Dan Pengawasan Keimigrasian Terhadap Orang Asing Di Indonesia... 42

2.1.1 Kewenangan Keimigrasian Mengatur Orang Masuk, Keluar, Dan Tinggal Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia... 46

2.1.2 Pengawasan Terhadap Keberadaan Dan Kegiatan Orang Asing Selama Berada Di Wilayah Republik Indonesia... 50

(20)

xix

2.3.1 Kebijakan Pengawasan Penggunaan Tenaga Kerja Asing... 74

2.3.2 Prosedur dan Persyaratan Sebagai Tenaga Kerja Asing Di

Indonesia... 82

2.4 Perkawinan Campuran Antara Warga Negara Indonesia dengan

Orang Asing... 85

2.4.1 Pengertian Perkawinan Campuran ...

2.4.2 Soal Kewarganegaraan Dalam Perkawinan Campuran... 85

BAB III PENGAWASAN WARGA NEGARA ASING YANG KAWIN

CAMPUR DAN HAK MEMPEROLEH PEKERJAAN DI

INDONESIA... 94

3.1 Prosedur Perkawinan Campuran Orang Asing Dengan Warga

Negara Indonesia... 94

3.1.1 Syarat-Syarat Perkawinan Campuran dan Pengaruh

Perkawinan Campuran Terhadap Keluarga... 94

3.1.2 Perkawinan dan Perceraian Bagi Orang Asing Yang Kawin

Campur pemegang Izin Tinggal Tetap... 101

3.2 Hak Bertempat Tinggal Dan Hak Untuk Bekerja Atau Berusaha

Bagi Orang Asing Yang Kawin Campur... 104

3.2.1 Pengawasan Dalam Undang-Undang Keimigrasian... 104

(21)

xx

YANG KAWIN CAMPUR DAN BEKERJA DIINDONESIA... 144

4.1 Pengawasan Keimigrasian Dan Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Orang Asing Yang Bekerja Di Indonesia... 144

4.1.1 Pengawasan Keimigrasian Terhadap Orang Asing Yang Kawin Campur dalam Pemberian Izin Tinggalnya... 144

4.1.2 Pengawasan Ketenagakerjaan Asing... 153

4.2 Pemaknaan/Penafsiran Dalam Praktek Hak Bertempat Tinggal Dan Hak Untuk Bekerja Warga Negara Asing Yang Kawin Campur... 161

4.3 Kepastian Hukum Atas Hak Warga Negara Asing Yang Kawin Campur Dan Bekerja Di Indonesia... 182

BAB V PENUTUP... 206

5.1 Simpulan... 206

5.2 Saran... 208

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perlindungan hukum terhadap warga negara asing yang kawin campur

dalam memperoleh pekerjaan di Indonesia telah diakomodir dalam

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Dalam undang-undang

Keimigrasian yang baru ini diatur bahwa orang asing yang kawin dengan warga

negara Indonesia diberikan kesempatan untuk bekerja dan berusaha di Indonesia.

Ketentuan ini merupakan ketentuan pembaharuan yang menjamin Hak Asasi

Manusia (HAM), sejalan dengan kebijakan dalam Undang-Undang

Kewarganegaraan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 dimana dalam Pasal

19 ayat 1 ditentukan bahwa warga negara asing yang kawin secara sah dengan

warga negara Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia

dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan Pejabat. Hal

ini memberikan peluang dan kesempatan kepada setiap orang baik laki-laki

ataupun perempuan untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia karena asas

penyatuan keluarga atau karena perkawinan dan berhak untuk hidup layak di

Indonesia.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal 61

menentukan bahwa Pemegang Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 52 huruf e dan huruf f dan pemegang Izin Tinggal Tetap sebagaimana

(23)

dan/atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan/atau keluarganya.

Adapun bunyi Pasal 52 huruf e dan f adalah bahwa Izin Tinggal Terbatas

diberikan kepada orang asing yang kawin secara sah dengan warga negara

Indonesia atau anak dari orang asing yang kawin secara sah dengan warga negara

Indonesia. Demikian juga dalam Pasal 54 huruf (b) dan (d) ditentukan bahwa Izin

Tinggal Tetap dapat diberikan kepada keluarga karena perkawinan campuran dan

kepada orang asing eks warga negara Indonesia dan eks subyek anak

berkewarganegaraan ganda Republik Indonesia. Dari ketentuan diatas maka bagi

orang asing pelaku kawin campur dan keluarganya bisa berusaha dan bekerja di

Indonesia dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi dia

dan keluarganya.

Disisi lain bagi orang asing yang bekerja di Indonesia diatur dalam

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ditentukan syarat-syarat

dan kewajiban Pemberi Kerja yang menggunakan TKA harus memperoleh izin

tertulis dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, harus memiliki Rencana

Penggunaan Tenaga Kerja Asing (yang selanjutnya disingkat dengan RPTKA) ,

wajib melakukan penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA serta

kewajiban untuk memulangkan TKA ke negara asalnya jika hubungan kerja telah

berakhir. Orang asing yang datang ke Indonesia dapat bekerja apabila ada yang

mempekerjakan dan pekerjaan tersebut harus benar-benar sesuai dengan

(24)

kegiatan yang ada di dalam negeri.1 Dengan demikian orang asing yang hanya

memiliki kualifikasi yang dibutuhkan di pasar kerja dalam negerilah yang dapat

diberikan izin masuk dan tinggal untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja Asing

(TKA) di Indonesia, dengan kata lain hanya orang asing yang memiliki kualifikasi

yang benar-benar dibutuhkan oleh pasar kerja di Indonesia yang bisa bekerja di

Indonesia dan akan diberikan Visa Tinggal Terbatas untuk bekerja di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (yang

selanjutnya akan disingkat menjadi UUK) dan dalam Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Tata

Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Yang selanjutnya akan disingkat dengan

Permennakertrans tentang TCPTKA) menentukan bahwa yang dimaksud dengan

Tenaga Kerja Asing (TKA) adalah warga negara asing pemegang visa dengan

maksud bekerja di wilayah Indonesia.

Adapun prosedur orang asing yang akan bekerja sebagai TKA di Indonesia

wajib memiliki penjamin di Indonesia yaitu Pemberi Kerja TKA seperti : instansi

pemerintah, badan-badan internasional, perwakilan negara asing, kantor

perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing, kantor perwakitan

berita asing, perusahaan swasta asing, badan hukum yang didirikan berdasarkan

hukum Indonesia atau badan usaha asing yang terdaftar di instansi berwenang di

Indonesia, lembaga sosial, keagamaan, pendidikan dan kebudayaan serta usaha

jasa impresariat.

(25)

Bagi Pemberi Kerja TKA hanya dapat mempekerjakan Tenaga Kerja Asing

dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta harus

memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yaitu rencana

penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA

untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri atau Pejabat yang

ditunjuk. RPTKA ini akan digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan Izin

Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), karena setiap Pemberi Kerja yang

mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau Pejabat yang

ditunjuk.

Keharusan memiliki RPTKA dikecualikan bagi Pemberi Kerja TKA dari

instansi pemerintah, badan-badan internasional, perwakilan negara asing (Pasal 5

ayat 2 Permennakertrans RI Nomor 12 Tahun 2013 Tentang TCPTKA) dan

Pemberi Kerja yang mempekerjakan TKA yang berstatus kawin campuran (Pasal

30 ayat 3 Permennakertrans RI Nomor 12 Tahun 2013 Tentang TCPTKA), tetapi

pengecualian tersebut hanyalah tidak perlu mengurus pengesahan RPTKA dan

juga persetujuan Visa bekerja (TA-01) bagi TKA yang berstatus kawin campur.

Menurut hasil penelitian Charles Christian bahwa Undang-Undang

Keimigrasian yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 memberikan

kesempatan kepada orang asing pelaku kawin campur dengan sponsor istri atau

suami untuk bekerja di Indonesia, bertentangan dengan peraturan ketenagakerjaan

yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mana masih mengharuskan

setiap orang asing yang bekerja di Indonesia memiliki sponsor dari perusahaan

(26)

disharmoni dan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi WNA khususnya

orang asing pelaku kawin campur yang ingin bekerja di Indonesia.2 Namun

disharmoni tersebut dihilangkan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI nomor 12 tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga

Kerja Asing. Dalam Permennakertrans tersebut diatur ketentuan pengecualian

bagi pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA yang berstatus kawin campur

dalam tata cara permohonan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), dimana

pengecualian tersebut Pemberi Kerja TKA yang akan mempekerjakan TKA yang

berstatus kawin campur tidak perlu mengurus pengesahan RPTKA dan juga

persetujuan Visa bekerja (TA-01) bagi TKA yang berstatus kawin campur,

karena mereka sudah tinggal di Indonesia dengan Visa Penyatuan Keluarga.

Namun demikian bagi WNA pelaku perkawinan campuran jika akan bekerja

sebagai TKA di Indonesia tetap perlu Penjamin selaku Pemberi Kerja yang akan

mengurus RPTKA maupun IMTA nya, dan Penjamin yang dalam hal ini

Korporasilah yang bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan Orang Asing

selama berada di wilayah Indonesia, hal ini diatur dalam Pasal 63 ayat (2) UU

Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, dimana ditentukan bahwa Penjamin

bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan Orang Asing yang dijamin

selama tinggal di Wilayah Indonesia serta berkewajiban melaporkan setiap

perubahan status sipil, status Keimigrasian, dan perubahan alamat, namun

pengaturan tentang kaidah hukum yang menjelaskan konsepsi-konsepsi tanggung

2 Charles Christian , 2013, Politik Hukum Pemberian Izi Politik Hukum Pemberian Izin Tinggal Terbatas Bagi WNA Yang Bekerja Dan Atau Menikah Di Indonesia, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang,

(27)

jawab penjamin sebagai pemberi kerja atas keberadaan dan kegiatan orang asing

masih kabur, dalam ketentuan umum belum dijelaskan secara jelas dan pasti, apa

yang dimaksud pada kata “penjamin bertanggung jawab atas keberadaan dan

kegiatan dengan keberadaan dan kegiatan orang asing, mengingat ada dua pihak

yang bertanggung jawab terhadap orang asing pelaku perkawinan campuran yang

juga akan menjadi TKA, penanggung jawab yang dalam hal ini adalah suami/istri

WNI, sementara jika orang asing pelaku perkawinan campuran akan menjadi

TKA dia wajib memiliki penjamin sebagai Pemberi Kerja.

Implementasi kebijakan pemerintah yang baru di bidang keimigrasian dan

juga di bidang ketenagakerjaan terhadap orang asing pelaku kawin campur

diberikan untuk bekerja dan berusaha di Indonesia menarik untuk diteliti,

bagaimana pengawasan warga negara asing yang kawin campur dalam

memperoleh pekerjaan, apakah peraturan yang ada telah menjamin kepastian

hukum atas hak warga negara asing yang kawin campur dalam melakukan

pekerjaan di Indonesia, mengingat ada kekaburan norma pasal 63 ayat (2) UU

Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, serta belum jelasnya bagi WNA

pelaku perkawinan campuran jika bekerja disektor informal, punya usaha sendiri dan tidak berbadan hukum atau membantu istri atau suami WNI diperusahaan milik keluarga (berbentuk CV), apakah bisa bekerja dan apakah harus mengurus IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing) masih ada ketidakjelasan dan kekaburan norma tentang hak memperoleh pekerjaan bagi warga negara asing pelaku perkawinan campuran dalam hal jika mereka akan bekerja atau berusaha di sektor informal, tidak diatur dengan jelas. Pengaturan tentang ketenagakerjaan tersebut hanya mengatur tentang TKA yang

(28)

untuk bisa bertahan hidup dan menafkahi keluarganya belum diatur dan masih

belum jelas, mengingat keputusan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang

jabatan-jabatan tertentu yang dapat dan atau di larang diduduki oleh TKA hanya

mengatur sektor formal pekerjaan yang berklasifikasi standar internasional.

Berdasarkan hal tersebut diatas, terlihat masih adanya kekaburan norma dan

pengaturan yang masih tidak jelas tentang hak tinggal dan hak bekerja dari WNA

yang kawin campur dalam melakukan pekerjaan, sehingga perlu dilakukan

pengkajian tentang pengawasan hukum terhadap WNA yang kawin campur dalam

melakukan pekerjaan dan kepastian hukum atas hak WNA yang kawin campur

dalam melakukan pekerjaan di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dirumuskan

sebagai berikut :

1.2.1. Bagaimanakah pengawasan bagi warga negara asing yang kawin campur

dan bekerja di Indonesia?

1.2.2. Bagaimana kepastian hukum atas hak warga negara asing yang kawin

campur dan bekerja di Indonesia?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Dalam Penelitian ini pembahasan dibatasi mengenai Pengawasan hukum

(29)

Indonesia dan Kepastian hukum atas Hak warga negara asing yang kawin campur

dalam melakukan pekerjaan di Indonesia.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, adapun tujuan

umum (het doel van het onderzoek) dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan

pemahaman dan untuk mengembangkan ilmu hukum terkait dengan paradigma

ilmu sebagai proses (science as a process), dengan pandangan ini ilmu adalah

sebagai suatu proses jadi ilmu secara nyata/khas merupakan suatu aktifitas

manusia yakni melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia, dan ilmu tidak

hanya aktifitas tunggal tetapi merupakan rangkaian aktifitas sehingga merupakan

suatu proses. Dengan paradigma ini ilmu tidak akan pernah mandeg (final) dalam

proses penggaliannya atas suatu kebenaran dari obyeknya masing-masing. Tujuan

Khusus (het doel in het onderzoek) mendalami permasalahan hukum yang dikaji

dan dianalisis secara khusus dan dijabarkan dalam rumusan permasalahan dalam

penelitian ini yaitu kajian dan analisis tentang pengawasan warga negara asing

yang kawin campur dan hak memperoleh pekerjaan di Indonesia.3

1.4.1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menggali dan menganalisis agar

ada kejelasan jaminan untuk bekerja dan pengawasan hukum terhadap warga

(30)

negara asing yang kawin campur dalam melakukan pekerjaan atau usaha untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

1.4.2. Tujuan Khusus

Penelitian ini diharapkan mencapai tujuan yang lebih spesifik dan khusus

yaitu :

1. Mengkaji Pengawasan hukum terhadap warga negara asing yang kawin campur

dalam melakukan pekerjaan di Indonesia.

2. Menganalisis kepastian hukum atas hak warga negara asing yang kawin campur

dalam melakukan pekerjaan di Indonesia.

Manfaat Penelitian

1.4.3. Manfaat Teoritis

Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian

dalam penyusunan peraturan bagi WNA yang bekerja di Indonesia yang kawin

campur dalam rangka pembuatan aturan pembaharuan yang lebih menjamin Hak

Asasi Manusia (HAM) sehingga kepastian hukum atas hak WNA yang kawin

campur dan bekerja dapat dijamin dan diatur dengan lebih jelas sehingga tidak

menimbulkan suatu kekeliruan dalam pemaknaannya.

1.4.4. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan sebagai masukan untuk bahan pertimbangan bagi

instansi lintas sektoral dalam menyikapi persoalan orang asing yang bekerja

dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan dalam rangka penyatuan

(31)

1.5. Orisinalitas Penelitian

Tesis ini merupakan karya asli Penulis, sehingga dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Adapun tesis yang menyangkut tenaga kerja asing yakni :

1. Tesis dengan judul “Pembatasan Penggunaan Tenaga kerja Asing pada

Perusahaan-perusahaan PMA di Jawa Tengah” ditulis oleh Sri Badi

Purwaningsih, 2005, Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana

Universitas Diponegoro, Semarang, diakses tanggal 22 Desember 2013

dengan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pelaksanaan pembatasan penggunaan TKA pada

perusahaan-perusahaan PMA di Jawa Tengah dan apa manfaat dari

penggunaan TKA?

b. Apa saja kebijakan-kebijakan yang dipergunakan untuk mengatur

penggunaan TKA pada perusahaan PMA di Jawa Tengah ?

Pada tesis ini dikaji mekanisme penggunaan TKA pada perusahaan PMA ,

manfaat dan kebijakan-kebijakan pengawasan penggunaan TKA pada

perusahaan PMA, sedangkan usulan proposal ini mengkaji Pengawasan

hukum terhadap warga negara asing yang kawin campur dalam melakukan

pekerjaan di Indonesia dan menganalisis kepastian hukum atas hak warga

negara asing yang kawin campur dalam melakukan pekerjaan di Indonesia

sehingga substansi usulan Proposal ini berbeda dengan tesis tersebut diatas.

2. Tesis dengan judul “Politik Hukum Pemberian Izin tinggal Terbatas bagi

(32)

Christian, 2013, Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas

Brawijaya Malang, diakses tanggal 23 Desember 2013, dibahas masalah

Politik Hukum dibalik pemberian Izin Tinggal Terbatas terhadap WNA

yang bekerja atau menikah dengan WNI. Pada Tesis ini dikaji tentang

Politik hukum diberikannya ITAS terhadap warga negara asing yang bekerja

atau menikah dengan warga negara Indonesia. Usulan penelitian ini

membahas Pengawasan terhadap warga negara asing yang kawin campur

dan bekerja di Indonesia serta mengkaji kepastian hukum atas hak warga

negara asing tersebut sehubungan dengan adanya aturan baru berkaitkan

dengan Ketenagakerjaan yaitu Tata Cara Penggunaan TKA.

3. Tesis dengan judul “ Analisis Hukum Perkawinan Campuran Dalam Status

Kewarganegaraan menurut Undang-Undang nomor 12 tahun 2006”. Ditulis

oleh Damerianti Purba, 2012, Universitas Simalungun, Pematang Siantar,

diakses 22 Desember 2013, dengan rumusan masalah kedudukan hukum

yang berbeda kewarganegaraan asing dalam suatu keluarga. Dalam tesis ke 3

ini menganalisis mengenai Hukum Perkawinan Campuran Dalam Status

Kewarganegaraan menurut Undang-Undang nomor 12 tahun 2006.

Sedangkan dalam usulan proposal ini dikaji pengawasan hukum bagi WNA

yang kawin campur dalam memperoleh pekerjaan di Indonesia serta

bagaimana kepastian hukum atas hak WNA yang kawin campur melakukan

pekerjaan di Indonesia. Berdasarkan ke 3 penelitian sebelumnya penelitian

ini berbeda kajiannya baik secara substansial maupun judulnya sehingga

(33)

1.6. LandasanTeoritis

Dalam landasan teori ini pula dilengkapi dengan pandangan-pandangan para

sarjana. Pandangan-pandangan teoritik dimaksud untuk memberikan dasar

ketentuan-Ketentuan konstitusional, peraturan perundang-undangan, dan

instrumen-instrumen hukum pemerintah, khususnya pengawasan pemerintah

terhadap warga negara asing yang kawin campur dalam melakukan pekerjaan di

Indonesia dan mengkaji kepastian hukum atas hak warga negara asing yang kawin

campur dalam melakukan pekerjaan di Indonesia.

Berdasarkan atas hal-hal tersebut diatas maka Teori, Konsep yang

digunakan sebagai landasan untuk membahas permasalahan dalam tesis ini

adalah:

1). Konsep Negara Hukum

2). Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)

3). Asas Kepastian Hukum

4). Teori Kewenangan

5). Kebijakan Keimigrasian

1.7.1. Konsep Negara Hukum

Konsep Negara hukum Indonesia pada hakekatnya sedikit banyak tidak lepas

dari pengaruh perkembangan konsep Negara hukum di dunia, dimana dalam

Konsep negara hukum modern dikenal dengan istilah “Rechtstaat”. Penggunaan

(34)

Inggris dan Government of law but not of man4. Sedangkan dalam tradisi Anglo Saxon, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey

dengan sebutan “The Rule of Law”, Dicey mengemukakan unsur-unsur Rule of

Law antara lain: (1) Supremasi aturan-aturan hukum (Supremacy of the law) yaitu

tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary Power), dalam

arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum; (2)

Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (Equality before the law) dalil

ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat; (3) Terjaminnya

hak-hak manusia oleh undang-undang (di negera lain oleh undang-undang dasar) serta

keputusan-keputusan pengadilan. 5 Konsep negara hukum yang disebut dengan

The Rule of Law”, menurut pendapat Hilaire Barnett bahwa “The essence of the rule of law is the sovereignty or supremacy of law over man”6 (esensi dari The Rule of Law adalah kedaulatan atau supremasi hukum atas manusia). Namun

konsep negara hukum Indonesia memiliki karakter tersendiri yang membedakan

dengan konsep rechtstaat. Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam recshtstaat

mengedepankan prinsip “Wet Matigheid” yang kemudian menjadi prinsip “Recht

Matigheid” sedangkan negara hukum Indonesia yang menjadi titik sentralnya

adalah keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat Indonesia,

sebaiknya syarat umum rechtsstaat maupun the rule of law juga harus dipenuhi.

(35)

Negara hukum rechtsstaat itu sendiri didasari oleh:

a). Asas Legalitas, setiap tindakan pemerintah harus didasarkan atas dasar

peraturan perundang-undangan (wetelijke gronslag).

b). Pembagian kekuasaan, syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan

Negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan.

c). Hak-hak dasar (grondrechten), hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan

hukum bagi rakyat dan sekaligus membatasi kekuasaan pembentukan

Undang-Undang.

d). Pengawasan pengadilan, bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang

bebas untuk menguji keabsahan tindakan pemerintah (rechtmatigheids

toetsing).

e). Negara hukum Indonesia dirumuskan dalam penjelasan Undang-Undang dasar,

dan juga dalam pasal 1 ayat 3 UUD Negara RI Tahun 1945 yaitu Negara

Indonesia adalah Negara hukum (rechtsstaat) sebagai Negara hukum, maka

konsep atau pola tersebut disesuaikan dengan kondisi Indonesia, yaitu dengan

menggunakan tolak ukur pandangan bangsa Indonesia ialah Pancasila.7

Dan rumusan yang hampir sama, yaitu pendapat H.D. Van Wijk/Willem

Konijnenbelt menyebutkan prinsip-prinsip (rechtsstaat) antara lain :

1. Pemerintahan berdasarkan undang-undang

2. Pemerintah hanya memiliki kewenangan yang secara tegas diberikan oleh

UUD atau UU lainnya;

3. Hak-hak asasi

(36)

Terdapat hak-hak manusia yang sangat fundamental yang harus dihormati

oleh pemerintah;

4. Pembagian Kekuasaan

Kewenangan pemerintah tidak boleh dipusatkan pada satu lembaga, tetapi

harus dibagi-bagi pada organ-organ yang berbeda agar saling mengawasi

yang dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan;

5. Pengawasan lembaga kehakiman

Pelaksanaan kekuasaan pemerintahan harus dapat dinilai aspek hukumnya

oleh hakim yang merdeka.8

Menurut Mukthie Fadjar, bahwa elemen-elemen yang penting dari Negara

hukum, yang merupakan ciri khas dan tidak boleh tidak ada (merupakan syarat

mutlak), adalah :

a). Asas pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia,

b). Asas legalitas,

c). Asas pembagian kekuasaan negara,

d). Asas peradilan yang bebas dan tidak memihak,

e). Asas kedaulatan rakyat,

f). Asas demokrasi, dan

g). Asas konstitusional.9)

Terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini bahwasannya dalam

negara hukum terdapat asas legalitas dan kepastian hukum, asas legalitas

digunakan untuk membatasi kekuasaan pemerintah berdasarkan hukum,

8

H.D. Van Wijk/Willem Konijnenbelt, 1995, Hoofdstukken van Administratief Recht (Utrecht: Uitgeverij Lemma BV), hal., 41

9

(37)

pembatasan ini menjadi penting untuk mengimbangi kewenangan yang diberikan

kepada pemerintah dan untuk mencegah agar penguasa tidak melanggar hak-hak

dasar merupakan sasaran perlindungan hukum bagi rakyat dan sekaligus

membatasi kekuasaan pembentukan Undang-Undang. Relevan dengan hal ini

maka pengawasan hukum oleh pemerintah terhadap warga negara asing yang

kawin campur dalam rangka penyatuan keluarga diberikan hak – hak dasarnya

untuk melakukan pekerjaan atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

sebagai TKA, ini merupakan ketentuan yang menjamin kepastian hukum bagi

WNA yang kawin campur yaitu hak memperoleh pekerjaan sebagai TKA. Hal ini

ditentukan dalam UU Keimigrasian yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2011 Tentang Keimigrasian pasal 61 bahwa pemegang ITAS dan ITAP

dapat melakukan pekerjaan dan/atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan

/atau keluarganya.

Relevan dengan hal tersebut diatas menurut Diana Halim Koentjoro ada

beberapa ciri negara yang dapat disebut sebagai negara hukum yaitu : a.

Supremacy of the law; b. Equality before the law; c. Constitusional based on the human right.10 Bahwa dalam negara hukum diperlukan asas perlindungan, artinya dalam UUD ada ketentuan yang menjamin hak-hak asasi manusia, dimana asas

yang mengandung makna perlindungan antara lain:

a. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan (Pasal 28)

b. Berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27)

(38)

c. Kemerdekaan memeluk agama (Pasal 29)

d. Berhak ikut mempertahankan negara (Pasal 30).

Dari uraian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa suatu negara hukum

mempunyai ciri-ciri Pertama; adanya pembatasan kekuasaan negara (asas

legalitas) sehingga tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of

arbitrary Power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau

melanggar hukum, Kedua; kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum

(Equality before the law) dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat, Ketiga adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia (terjaminnya

hak-hak manusia oleh undang-undang), hal ini terkait dengan permasalahan penelitian

pengawasan hukum terhadap WNA yang kawin campur dalam memperoleh

pekerjaan, dimana semakin maraknya kawin campur di Indonesia maka untuk

menjamin dan melindungi hak - hak mereka khususnya hak untuk memperoleh

pekerjaan serta untuk menjamin kepastian hukum atas hak warga negara asing

yang berdiam dan bertempat tinggal di Indonesia khususnya orang asing yang

kawin campur dalam melakukan pekerjaan maka pemerintah mengeluarkan

kebijakan yang mengakomodir kepentingan tersebut dan menjamin hak

memperoleh pekerjaan bagi warga negara asing yang kawin campur dalam rangka

untuk memenuhi kebutuhan hidup dia dan keluarganya. Asas legalitas digunakan

untuk membatasi kekuasaan pemerintah berdasarkan hukum, pembatasan ini

menjadi penting untuk mengimbangi kewenangan yang diberikan kepada

(39)

yang merupakan sasaran perlindungan hukum bagi rakyat dan sekaligus

membatasi kekuasaan pembentukan Undang-Undang.

Berbicara negara hukum tidak dapat dilepaskan dengan konsep rechtsstaat.

MenurutP.H.M. Meuwissen ciri dari rechtsstaat adalah :

1. Adanya Undang-undang atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis

tentang hubungan antara penguasa dan rakyat.

2. Adanya pembagian kekuasaan negara, yang meliputi kekuasaan

pembuatan undang-undang yang ada di tangan parlemen, kekuasaan

kehakiman yang bebas, juga antara penguasa dan rakyat dan pemerintah

yang mendasarkan tindakannya atas undang-undang (wetmatig bestuur).

3. Diakui dan dilindungi hak kebebasan rakyat (vriheidsrechten van de

burger)11

Menurut Philipus M Hadjon bahwa ciri tersebut diatas menunjukan bahwa

titik sentral dari rechstaat adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi

manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan.12 Dimana relevan

dengan permasalahan yang penulis teliti bahwasannya orang asing yang berdiam

dan bertempat tinggal di Indonesia yang kawin campur diberikan kebebasan

dalam berusaha dan bekerja sebagai TKA ketentuan ini merupakan ketentuan

pembaharuan yang menjamin Hak Asasi Manusia (HAM) dan diatur dalam

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal 61.

11Philipus M Hadjon, dkk 2001, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, (Selanjutnya disebut Philipus M Hadjon I), hal. 130

(40)

1.7.2. Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)

Untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan kesewenang-wenangan,

maka pemerintah dalam menjalankan fungsinya perlu menggunakan Asas-asas

Umum Pemerintahan Yang baik sebagai pedoman dalam membuat keputusan

maupun perbuatan nyata.

Fungsi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) merupakan

pedoman yang bersifat umum yang mempunyai nilai hukum atau minimal

mempunyai nilai penentu dalam suatu tindakan pemerintahan. Asas-asas yang

dimaksud bersifat tidak tertulis atau dalam arti tidak diatur tersendiri dalam suatu

bentuk peraturan perundang-undangan, namun walaupun sifatnya tidak tertulis

Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB ) tersebut hidup dan

menjiwai dalam setiap bentuk tindakan pemerintahan yang dilakukan oleh badan

atau pejabat Tata Usaha Negara, mengisi ketidaklengkapan dan ketidakjelasan

serta kekosongan peraturan perundang-undangan, juga sekaligus sebagai

pelengkap bagi keberadaan Negara hukum Indonesia, sehubungan dengan hal

tersebut maka badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang melaksanakan urusan

pemerintahan seperti membuat keputusan (beschikking) yang materinya bersifat

konkrit umum maupun konkrit individual, serta mengeluarkan Peraturan

(regeling) merupakan perbuatan pemerintah dalam hukum publik, pengawasan yang bersifat umum abstrak dan dalam melakukan perbuatan nyata atau perbuatan

materiil (Materiil Daad), yang dilakukan oleh pemerintah. Semua tindakan

(41)

(AAUPB) baik yang formal maupun materiil sehingga keputusan tersebut

benar-benar menurut hukum dan mencerminkan kepastian hukum.

Selanjutnya maksud dirumuskannya Asas-Asas Umum Pemerintahan yang

Baik (AAUPB) adalah mewujudkan penyelenggaraan Negara yang mampu

menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh

tanggungjawab, menurut Ridwan HR Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

(AAUPB) meliputi:13

1) Asas Kepastian Hukum : asas dalam Negara hukum yang mengutamakan

landasan Peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam

setiap tindakan pemyelenggara negara;

2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara: asas ini menjadi landasan

keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian

penyelenggaraan negara, asas ini menghendaki agar penggunaan

wewenang oleh penyelenggaraan negara, tetap berdasarkan dan sesuai

dengan hukum yang berlaku sehingga terjaga keharmonisan hubungan

antara pemerintah dengan masyarakat;

3) Asas Kepentingan Umum: asas yang mendahulukan kesejahteraan umum

dengan cara aspiratif. Akomodatif dan selektif. Asas ini mengharuskan

administrasi Negara menjalankan kekuasaan untuk mencapai atau

memenuhi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara;

4) Asas Keterbukaan: asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif

(42)

tentang penyelenggaraan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas

hak asasi manusia, golongan dan rahasia negara;

5) Asas Proporsionalitas: asas yang mengutamakan keseimbangan hak dan

kewajiban penyelenggara negara;

6) Asas Profesionalitas: asas yang mengutamakan keahlian yang

berlandaskan kode etik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas ini mengutamakan agar pembuatan peraturan oleh pemerintah

didasarkan atas keahlian sehingga tepat dari segi aturan hukum yang

diterapkan maupun dari segi prosedurnya;

7) Asas Akuntabilitas: asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil

akhir dari kegiatan penyelenggara Negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang

kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Dari sudut masyarakat sebagai sasaran pengawasan, maka Asas-Asas Umum

Pemerintahan yang Baik (AAUPB) tersebut hakekatnya adalah berkaitan dengan

alasan mengajukan keberatan atau pun dapat pula sebagai alasan mengajukan

gugatan apabila ternyata tindakan pemerintahan tersebut merugikan masyarakat.

Mengingat bahwa tidak dapat dipungkiri antara masyarakat dengan pemerintah

dapat terjadi perbedaan pendapat sehingga dirasakan menimbulkan kerugian,

(43)

Selain asas-asas tersebut diatas dapat dikemukakan pendapat Prof. Crince Ie

Roi mengenai unsur-unsur dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

sebagai berikut :14

1. Asas kepastian hukum

2. Asas kesamaan

3. Asas Keseimbangan

4. Asas Kecermatan

5. Asas motivasi pada setiap keputusan pemerintah

6. Asas tidak menyalahkan wewenang

7. Asas permainan yang wajar

8. Asas keadilan atau kewajaran

9. Asas menanggapi harapan yang wajar

10.Asas peniadaan akibat keputusan yang batal

11.Asas perlindungan atas pandangan hidup atau cara hidup

Eksistensi 11 (sebelas) macam AAUPB diatas dapat dipakai sebagai patokan

dan pegangan untuk menentukan suatu kebijakan, yang walaupun asas itu tidak

memberikan patokan sanksi penjara, denda namun satu hal yang universal yaitu

tanggung jawab moral karena asas ini tergolong sebagai “ code of conduct” dalam

hidup bermasyarakat. Dan khusus bagi kalangan pejabat, baik di bidang legislatif

maupun eksekutif dan yudikatif, AAUPB sebenarnya sudah terdapat baik secara

eksplisit maupun implisit, hal ini dapat dilihat dari peraturan disiplin kerja,

(44)

tatakrama sosial, Kolegialitas, standing order (tata tertib legislatif), peraturan

kepegawaian serta berbagai pedoman, dan petunjuk kerja. 15

Dari pandangan tersebut diatas dapat dipahami bahwa asas-asas Umum

Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) sangat penting fungsinya yakni sebagai

pedoman atau patokan bagi badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal

membuat keputusan, mewujudkan penyelenggaraan negara yang mampu

menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung

jawab, khususnya dalam hal ini pemberian fasilitias keimigrasian berupa visa

tinggal terbatas dan izin kerja bagi Tenaga kerja Asing yang akan bekerja di

Indonesia diterapkan asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)

salahnya satunya yaitu asas kepastian hukum bagi orang asing yang kawin campur

dalam memperoleh pekerjaan di Indonesia, mengingat asas kepastian hukum

dalam Negara hukum mengutamakan landasan Peraturan perundang-undangan,

kepatutan dan keadilan dalam setiap tindakan penyelenggara negara; serta

melakukan perbuatan atau tindakan-tindakan nyata, jadi tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara termasuk tindakan yang

didasarkan pada wewenang diskresi dibatasi oleh peraturan perundang-undangan

dan asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB). Sehingga dengan telah

dimuatnya asas-asas hukum ini dalam hukum positif kita maka secara normatif

asas-asas ini dapat digunakan sebagai alasan gugatan oleh warga masyarakat

dalam membela hak-haknya terhadap tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara yang tidak layak dan tidak adil.

(45)

1.7.3. Asas Kepastian Hukum

Asas Kepastian hukum merupakan asas dalam negara hukum yang

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan

dalam setiap kebijakan Penyelenggaraan Negara. Esensi Negara Hukum terdapat

asas legalitas dan kepastian hukum, Asas Legalitas di ilhami atas pemikiran untuk

membatasi kekuasaan penguasa dengan bersaranakan hukum. Pembatasan ini

menjadi penting untuk mengimbangi kewenangan yang diberikan kepada

pemerintah untuk ikut serta/campur tangan dalam kehidupan pribadi. Pembatasan

ini bertujuan untuk mencegah penguasa melanggar hak-hak individu, sedangkan

sarana yang membatasi campur tangan Negara pada kehidupan individu diatur

dalam undang-undang16.

Dengan demikian maka dapat dikatakan undang-undang merupakan landasan

keabsahan campur tangan negara dalam kehidupan pribadi, diluar kewenangan

yang diberikan oleh undang-undang dianggap sebagai suatu pelanggaran dalam

kehidupan pribadi. Selanjutnya tujuan utama dalam asas legalitas adalah

menciptakan kepastian hukum agar pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang.

Asas kepastian hukum merupakan asas yang mengutamakan landasan peraturan

perundang-undangan, kepatutan, keadilan, dalam setiap kebijakan

penyelenggaraan Negara. Sedangkan asas legalitas merupakan asas yang selalu

dijunjung tinggi oleh setiap negara yang menyatakan dirinya sebagai Negara

(46)

hukum17, artinya setiap wewenang pemerintah atau badan-badan pemerintah harus

berdasarkan peraturan perundang-undangan. Asas kepastian hukum diberlakukan

untuk jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat maupun aparat

pemerintahan.

Terciptanya suatu kepastian hukum dalam suatu peraturan hukum apabila

dikaitkan dengan asas pembentukan peraturan Perundang-Undangan yang baik,

maka asas kepastian hukum dapat dikaitkan dengan asas kejelasan rumusan

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 huruf Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Menurut penjelasan

Pasal 5 huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, asas kejelasan rumusan

adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-Undangan harus memenuhi persyaratan

teknis penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, sistematika, pilihan kata atau

istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak

menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

Jadi dalam hal ini kepastian hukum dapat diartikan bahwa suatu aturan

hukum harus dirumuskan dan dibentuk secara jelas, sehingga dapat memberikan

kepastian bagi pemerintah dalam mengambil suatu tindakan hukum. begitu juga

dalam hal pemberian visa C317 bagi WNA yang karena penyatuan keluarga

terhadap mereka diberikan untuk melakukan pekerjaan dan/atau usaha untuk

memenuhi kebutuhan hidup dia dan/atau keluarganya. Kebijakan ini dirumuskan

secara jelas yaitu diatur dalam pasal 61 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011

Tentang Keimigrasian sehingga tidak menimbulkan suatu kekeliruan dalam

(47)

pemaknaannya atau tidak bertentangan antara Pasal yang satu dengan yang

lainnya, hal ini merupakan kebijakan pembaharuan yang menjamin Hak Asasi

Manusia (HAM), namun kita ketahui bahwa masalah ketenagakerjaan merupakan

kewenangan Menakertrans dimana Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan mewajibkan bahwa TKA harus memiliki sponsor dari

perusahaan tempat dia bekerja selaku Pemberi kerja tetapi disharmoni antara

kedua Undang-Undang tersebut dihilangkan oleh aturan baru yaitu

Permennakertrans nomor 12 Tahun 2013 Tentang TCPTKA sehingga orang asing

pelaku kawin campur dapat bekerja di Indonesia dapat memberikan suatu

kepastian hukum.

1.7.4. Teori Kewenangan

Kewenangan memiliki kedudukan yang penting dalam menjalankan roda

pemerintahan, dimana didalam kewenangan mengandung hak dan kewajiban

dalam suatu hubungan hukum publik.

Secara teoritis pemerintah memperoleh kewenangan dari tiga sumber yaitu,

atribusi, delegasi dan mandat.

Menurut Philipus M. Hadjon dalam tulisannya yang berjudul ”Tentang

Wewenang Pemerintah (Bestuursbevoegheid)” membedakan cara administrasi

negara (pemerintah) untuk mendapatkan kewenangan menjadi 3 yaitu secara

atribusi, delegasi (sub delegasi), ataupun mandat.18

(48)

a). Atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada undang-undang dalam arti materiil. Atribusi ini

dikatakan juga sebagai suatu cara normal untuk memperoleh wewenang

pemerintahan. Mengenai kewenangan yang didapat melalui atribusi oleh

organ pemerintah adalah kewenangan asli, karena kewenangan itu diperoleh

langsung dari peraturan perundang-undangan yang melibatkan peran serta

rakyat sebagai pemegang asli kewenangan seperti UUD 1945, undang-undang

maupun peraturan daerah.

b). Delegasi adalah penyerahan kewennagan untuk membuat suatu keputusan

oleh pejabat pemerintahan kepada pihak lain. Dalam penyerahan kewenangan

ini terjadi perpindahan tanggung jawab dari yang memberi delegasi

(delegans) kepada penerima delegasi (delegetaris).

c). Mandat adalah suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan itu

bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan

atas nama pejabat yang melimpahkan kewenangan atau memberi mandat.

Dalam mandat, tanggung jawab tidak berpindah kepada penerima mandat,

sehingga semua akibat hukum yang timbul dari keputusan yang dikeluarkan

penerima mandat menjadi tanggung jawab pemberi mandat.

Dalam relevansinya dengan penelitian ini teori kewenangan diisyaratkan

harus bertumpu pada kewenangan yang sah, tanpa kewenangan yang sah maka

pejabat ataupun badan usaha negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan,

(49)

yang kawin campur dalam rangka penyatuan keluarga merupakan kewenangan

atribusi, kewenangan asli diperoleh langsung dari peraturan perundang-undangan

yaitu UU nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian, dimana dalam hal ini

Kewenangan atribusi ada pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusian RI

yaitu kewenangan asli dalam memberikan izin Keimigrasian yaitu Visa

Kunjungan dan Visa Tinggal Terbatas, kemudian adanya pendelegasian kepada

Pejabat Dinas Luar Negeri di Perwakilan Republik Indonesia. Untuk selanjutnya

Pelaksanaannya didaerah dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian

Hukum Dan Hak Asasi Manusia merupakan bentuk sebagian urusan pemerintahan

pusat yang dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan

Hak Asasi Manusia, kemudian pelaksanaan pemberian izin tinggal di lakukan oleh

Kepala Divisi Keimigrasian yang diberikan Mandat Untuk Menandatangani

persetujuan pemberian Perpanjangan Izin Keimigrasian Atas nama Kepala Kantor

Wilayah Kementerian Hukum dan HAM. Sedangkan untuk pemberian izin kerja

kepada TKA adalah kewenangan atribusi dari Kementerian Tenaga Kerja dan

Transmigrasi dalam pemberian izin mempekerjakan TKA yang merupakan

kewenangan yang diperoleh dari peraturan perundangan yaitu

undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Mengenai pelimpahan wewenang pemerintahan dalam bentuk delegasi,

Philipus M. Hadjon memberikan pendapat bahwa delegasi harus memuat

syarat-syarat sebagai berikut:19

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Rumput laut yang telah direndam pada pupuk organik dan telah diaklimatiasi di tambak kemudian dilakukan perbanyakan pada waring berukuran 3x3x1 m yang ditancapkan

Kemudian dalam perkembangannya$ pada Perusahaan Negara (PN I sampai dengan 7III. Kemudian dalam perkembangannya$ pada tahun )261 aspek operasional Pelabuhan dikoordinasikan oleh

Ikan kuniran betina mencapai matang gonad pertama kali pada ukuran 124 mm dan jantan pada ukuran 120 mm, maka sangat baik jika penangkapan dilakukan terhadap ikan-ikan

7) apabila sudah selesai pewarnaan, seluruh rambut diuraikan kebelakang dengan menggunakan sikat cat rambut, biarkan kira- kira 30-40 menit sesuai dengan keadaan rambut. 8)

Penelitian ini menggunakan metode analisis sitiran dengan obyek penelitian daftar kepustakaan dari artikel dalam tiga jurnal kesehatan yang terbit tahun 2009, yaitu:

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan.Baurdon Wiersma test,

Tim Asesor menemui pimpinan unit pengelola program studi, yang didampingi oleh pimpinan program studi dan tim penyusun borang akreditasi, untuk memperkenalkan diri,