• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN KONSEP IPA

Dalam dokumen Volume XI / Nomor 02 / Agustus 2020 (Halaman 37-47)

Trihono SMP Negeri 1 Playen Email: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran penemuan terbimbing pada materi cahaya untuk digunakan dalam pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Playen. Selain itu juga mendeskripsikan peningkatan pemahaman konsep siswa sebelum dan setelah menggunakan perangkat pembelajaran. Desain penelitian yang digunakan yaitu Research and Development mengacu pada desain yang dikembangkan Thiagarajan dan Semmel dengan model 4-D: define, design, develop, dan disseminate. Pelaksanaan penelitian terdiri dari perencanaan, penyusunan draft perangkat pembelajaran, validasi dan revisi, uji coba terbatas, evaluasi dan revisi, uji coba lebih luas, evaluasi dan perbaikan menjadi produk final. Pengumpulan data dilakukan dengan lembar validasi perangkat pembelajaran penemuan terbimbing, angket, lembar observasi, dan tes. Teknik analisis menggunakan uji anakova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) perangkat pembelajaran penemuan terbimbing pada materi cahaya dapat digunakan dalam pembelajaran di SMP Negeri 1 Playen dengan kategori baik; (2) terdapat perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

Kata kunci: perangkat pembelajaran penemuan terbimbing, pemahaman konsep, keterampilan proses sains, cahaya.

Abstract: This study intents to produce a guided discovery learning instrument on light material to use in science learning in SMP Negeri 1 Playen. It also describes an increase in students’ understanding of concepts before and after using learning instrument. The research design used is Research and Development refers to the design developed by Thiagarajan and Semmel with the 4-D model: define, design, develop, and disseminate. The research consists of planning, drafting the learning instrument, validation and revision, limited trials, evaluations and revisions, wider trials, evaluations and improvements to the final product. Data was collected using a guided discovery learning instrument validation sheet, questionnaire, observation sheet, and test. The analysis technique uses anacova test. The results showed that (1) the guided discovery learning instrument on light material can be used in learning in SMP Negeri 1 Playen in good category, (2) there is a significant difference in understanding the concept of science between the experimental class and the control class.

Keywords: guided discovery learning tools, concept understanding, science process skills, light.

PENDAHULUAN

Belajar merupakan wujud aktivitas internal siswa pada saat terjadinya pembelajaran di kelas yang terarah dan

terikat pada tujuan. Aktivitas yang dimaksud yaitu aktivitas fisik dan mental siswa.

Piaget (Nasution, 2008) berpendapat bahwa seorang anak berpikir sepanjang ia berbuat.

Tanpa berbuat, anak tidak berpikir. Howard L. Kingskey yang dikutip oleh Syaiful Djamarah (2009) menyatakan belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang terjadi melalui praktik dan latihan yang teratur. Belajar merupakan suatu proses yang kontinu untuk mencapai suatu hasil atau tujuan. Belajar mencakup semua aspek internal siswa dari merespon stimulus, mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, mengolah data, menguji hasil, dan menyimpulkan.

Kenyataan di lapangan menunjukkan proses belajar-mengajar di sekolah masih memerlukan banyak perbaikan, hal ini ditandai dari prestasi belajar siswa masih di bawah standar. Rendahnya prestasi belajar siswa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain yaitu pembelajaran yang dilaksanakan masih dominan menggunakan metode tradisional (Gok dan Silay, 2008). Sabella dkk (2007) menyampaikan penyebab penguasaan fisika yang lemah karena siswa hanya mempelajari pada pola permukaan, tanpa mengembangkan keterampilan proses sains.

Penyebab lain disampaikan Kristianingsih dkk (2010), selama pembelajaran guru lebih banyak menyampaikan dengan ceramah atau penyampaian produk saja, sehingga siswa kurang terlatih mengembangkan daya berpikirnya dalam mengembangkan aplikasi konsep yang telah diterima dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mengatasi kesenjangan antara harapan dan kenyataan pendidikan Indonesia, perlu dilakukan pengembangan

pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses belajar aktif melalui kegiatan yang berorientasi pada proses sains. Liu & Chen (2010: 63) menyatakan “Constructivism is a theory about how we learn and thinking process, rather than about how student can memorize and recite a quantity of information… Therefore, constructivism means that learning involves constructing, creating, inventing, and developing one’s own knowledge and meaning”.

J. Bruner dalam Prince & Felder (2006) menyatakan discovery learning (belajar penemuan) merupakan pendekatan yang berbasis pemeriksaan. Siswa diberi suatu pertanyaan untuk dipecahkan atau pengamatan-pengamatan untuk dijelaskan, mengarahkan dirinya sendiri untuk melengkapi tugas-tugas, menarik kesimpulan-kesimpulan yang sesuai dengan temuannya, dan “menemukan” pengetahuan konseptual berdasarkan fakta yang diinginkan di dalam proses. Piaget dalam Powell & Kalina (2009) menjelaskan bahwa fokus utama dari cognitive constructivism yaitu pengetahuan dipelajari dari individu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dari pengalaman yang dimilikinya.

Dengan bantuan struktur kognitif, siswa membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman. Struktur kognitif senantiasa selalu diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan yang selalu berubah.

Model pembelajaran guided discovery (penemuan terbimbing) merupakan pengembangan discovery learning dengan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN - Trihono

berbasis keterampilan proses sains.

Pembelajaran penemuan terbimbing memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi keaktifan kelas yang berpusat pada siswa dan memungkinkan siswa memanfaatkan berbagai sumber belajar, peran guru sebagai fasilitator dengan menciptakan proses belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan.

Penemun terbimbing merupakan salah satu bentuk dari metode pembelajaran penemuan.

Penemuan terbimbing merupakan suatu metode pembelajaran yang dirancang untuk mengajarkan konsep-konsep dan hubungan antarkonsep (Jacobsen, Eggen, Kauchak, 2009). Brunner, (Mayer, 2004) memberikan penegasan langkah pembelajaran penemuan terbimbing sebagai berikut: “...guided discovery methods, in which the student receives problems to solve but the teacher also provides hints, direction, coaching, feedback, and/or modeling to keep the student on track...”. Pendapat Brunner tersebut menyatakan bahwa dalam penemuan terbimbing siswa diberikan suatu permasalahan untuk dipecahkan dan guru memberikan petunjuk, arahan, umpan balik, serta contoh-contoh untuk membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Akinbobola dan Afolabi (2010) mengungkapkan seorang guru seharusnya selalu berusaha menerapkan pembelajaran penemuan terbimbing untuk melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mandiri, berpikir kritis, pemahaman, memecahkan masalah, dan berpikir kreatif. Dalam belajar siswa tidak hanya menggunakan

kemampuan menghafal, sehingga konsep dan prinsip-prinsip yang diperoleh mudah diingat lebih lama oleh siswa. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Mayer (2004), guided discovery is effective because it helps students meet two important criteria for active learning: (a) activating or constructing appropriate knowledge to be used for making sense of new incoming information; and (b) integrating new incoming information with an appropriate knowledge base. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa metode penemuan terbimbing efektif dalam pembelajaran karena memuat dua kriteria penting dalam pembelajaran aktif, yaitu membangun pengetahuan yang tepat untuk mempermudah pemahaman informasi baru dan menyempurnakan informasi baru dengan dasar pengetahuan yang tepat. Dengan demikian, informasi yang diperoleh peserta didik dapat tertanam dengan baik dan benar.

Pemahaman (comprehension) merupa-kan salah satu kunci dari ranah kognitif dalam pembelajaran. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat. Pemahaman merupakan prasyarat yang mutlak untuk kemampuan kognitif yang tinggi dalam menguasai yang kita pelajari. Pemahaman konsep sains merupakan segala tingkat kemampuan, keterampilan, dan kecakapan berpikir yang dimiliki siswa dalam merespon proses pembelajaran melalui berbagai macam evaluasi hasil belajar yang berpedoman pada taksonomi pencapaian ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “apakah perangkat pembelajaran penemuan terbimbing pada materi cahaya layak digunakan dalam pembelajaran IPA di SMP 1 Playen? dan apakah perangkat pembelajaran penemuan terbimbing efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep cahaya?”. Tujuan dalam penelitian ini yaitu mengkaji kelayakan perangkat pembelajaran penemuan terbimbing untuk meningkatkan pemahaman konsep dan mendeskripsikan keefektifan perangkat pembelajaran penemuan terbimbing untuk meningkatkan pemahaman konsep pada materi cahaya siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Playen.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian pengembangan yang dilakukan berupa pengembangan perangkat pembelajaran yang meliputi:

pengembangan buku bahan ajar siswa dan buku petunjuk pelaksanaan pembelajaran.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pengembangan atau Research and Development (R & D). Model R & D yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengadaptasi pada jenis pengembangan model 4-D yang dikembangkan oleh Thiagarajan dan Sammel (1974) yang terdiri dari 4 tahap, yaitu: define (pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan dessiminate (penyebaran).

Tahap pendefinisian merupakan tahap untuk menetapkan dan mendefinisikan prasyarat yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Penetapan prasyarat dilakukan

dengan memperhatikan dan menyesuaikan kebutuhan pembelajaran untuk siswa kelas VIII. Tahap pendefinisian mencakup lima langkah pokok, yaitu: analisis awal-akhir, analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep, dan perumusan tujuan pembelajaran. Tahap perancangan bertujuan untuk merancang draf perangkat pembelajaran dan alat evaluasinya.

Empat langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu: penyusunan tes kriteria, pemilihan media, pemilihan format, dan rancangan awal. Tahap pengembangan merupakan tahap untuk menghasilkan produk pengembangan berupa perangkat pembelajaran yang dilakukan melalui dua langkah, yaitu: validasi ahli (expert appraisal) dan uji coba pengembangan (developmental testing). Validasi ahli merupakan teknik untuk memvalidasi kelayakan perangkat pembelajaran dan instrumen-instrumen rancangan 1 (draf 1) yang telah disusun. Penilaian ahli terhadap perangkat pembelajaran mencakup antara lain: format, bahasa, ilustrasi, dan isi.

Instrumen dan perangkat pembelajaran yang telah direvisi berdasarkan saran validator, diperoleh perangkat pembelajaran revisi 1 dan selanjutnya dilakukan uji coba terbatas. Berdasarkan hasil uji coba terbatas dilakukan perbaikan menjadi perangkat pembelajaran revisi 2 yang digunakan pada uji coba lebih luas. Perangkat pembelajaran yang telah dihasilkan pada revisi 2 selanjutnya diujicobakan pada subjek penelitian yang lebih luas. Hasil uji coba lapangan digunakan untuk memperbaiki perangkat pembelajaran hingga diperoleh

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN - Trihono

perangkat yang konsisten, efektif, dan efisien. Tahap penyebaran merupakan tahap akhir dari pengembangan perangkat pembelajaran mode 4-D, yaitu tahapan penggunaan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan disosialisasikan ke guru lain di SMP 1 Playen.

Instrumen penelitian yang meliputi tes pemahaman konsep dan lembar observasi keterampilan proses sains diuji coba untuk memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas. Validitas isi (content validity) adalah validitas instrumen yang betul-betul merupakan bahan-bahan yang representatif terhadap materi pembelajaran yang diberikan. Untuk memenuhi validitas isi, materi dikonsultasikan dengan ahli, untuk menelaah konsep materi yang dirancang telah memadai atau belum sebagai instrumen.

Analisis uji validitas butir tes juga dilakukan dengan teknik correlation product moment dengan angka kasar dari Pearson yaitu dengan membandingkan skor masing-masing butir soal dengan skor total. Perhitungan validitas instrumen menggunakan program komputer SPSS 22. Kriteria yang digunakan sebagai dasar pengujian validitas butir tes yaitu indeks korelasi (rxy) dibandingkan dengan nilai rtabel dengan taraf signifikansi 5%. Jika rxy >

rtabel maka terdapat korelasi yang signifikan antara skor butir dengan skor total yang artinya butir soal yang tersebut dinyatakan valid.

Perhitungan reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan program

komputer SPSS 22. Nilai r yang diperoleh dinamakan rhitung. Berdasarkan pendapat ahli jika rhitung ≥ 0,70 maka instrumen tersebut reliabel. Perhitungan reliabilitas perangkat pembelajaran dilakukan dengan menggunakan percentage agreement (PA) dari Borich (1994) dengan persamaan:

dengan:

PA = Persentase kesepakatan

A = Skor yang lebih tinggi dari pengamat

B = Skor yang lebih rendah dari pengamat

Instrumen dikatakan reliabel jika PA ≥75 Setting kelas uji coba lapangan pembelajaran model penemuan terbimbing menggunakan model Pretest-Posttest Control Group Design (Sugiyono, 2014).

Untuk menguji perbedaan hasil belajar dibuat hipotesis dan untuk mengujinya digunakan analisis kovarian (anacova) dengan dua variabel sertaan.

Selain uji anakova, juga dilakukan analisis uji beda rata-rata skor (BRS) pemahaman konsep siswa. Untuk menguji perbedaan hasil belajar tersebut digunakan statistik uji-t.

Selanjutnya, untuk mengetahui sumbangan kedua variabel sertaan yang berupa keterampilan proses sains dan kemampuan awal terhadap pemahaman konsep digunakan uji regresi liner berganda.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dalam penelitian pengembangan perangkat pembelajaran penemuan terbimbing ini berupa buku bahan ajar siswa dan buku petunjuk pelaksanaan pembelajaran, data hasil validasi perangkat pembelajaran, data hasil uji coba terbatas, dan data hasil uji coba lapangan.

Analisis Data Hasil Validasi

Dalam proses pengembangan produk awal perangkat pembelajaran penemuan terbimbing, dilakukan validasi oleh dosen ahli, guru IPA SMP, dan teman sejawat.

Rerata skor deskripsi data hasil penilaian produk dari validator disajikan pada Gambar 1.

Penilaian dari dosen ahli menunjukkan perangkat yang dikembangkan berkategori baik yaitu silabus dan buku pembelajaran dengan skor di bawah 4,20. Sedangkan RPP, LKS, soal tes pemahaman konsep (TPK), dan Lembar Observasi Keterampilan proses sains (LOKPS) berkategori sangat baik dengan rerata skor di atas 4,20. Penilaian dari guru IPA perangkat yang dikembangkan berkategori baik yaitu silabus, RPP dan

LOKPS dengan skor di bawah 4,20, buku pembelajaran, LKS dan soal TPK berkategori sangat baik dengan rerata skor di atas 4,20. Penilaian dari teman sejawat perangkat yang berkategori baik yaitu silabus dan RPP, sedangkan buku pembelajaran, LKS, LOKPS dan soal TPK berkategori sangat baik karena rerata skor di atas 4,20.

Berdasarkan penilaian dosen ahli, guru IPA, dan teman sejawat menunjukkan hasil yang baik dan sangat baik, maka instrumen yang dikembangkan layak digunakan.

Uji reliabilitas perangkat pembelajaran dilakukan dengan menggunakan persentase kesepakan dua penilai (percentage agreement /PA). Hasil PA disajikan dalam Tabel 1.

Berdasarkan hasil uji reliabilitas PA pada Tabel 1, hasil PA semua perangkat pembelajaran yang meliputi: silabus dan RPP, buku pembelajaran, LKS, TPK, LOKPS, TKM dan angket sikap siswa memperoleh nilai di atas 90%. Dengan demikian semua perangkat yang dikembangkan reliabel dan layak digunakan.

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN - Trihono

Analisis Data Uji Coba Terbatas

Data hasil pretest dan posttest pemahaman konsep siswa uji coba terbatas yang dilaksanakan terhadap 12 siswa dapat diihat pada Tabel 2.

Berdasarkan data Tabel 3, gain standar yang diperoleh dari rata-rata nilai pretest ke posttest sebesar 0,47, sehingga jika dimasukkan tabel klasifikasi interpretasi nilai gain ternormalisasi 0,30 ≤ 0,47 ≤ 0,70, maka peningkatan pemahaman konsep siswa tergolong dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil rata-rata nilai pretest dan posttest terdapat peningkatan pemahaman konsep siswa sebelum dan sesudah belajar proses pembelajaran dengan penerapan perangkat pembelajaran hasil pengembangan.

Berdasarkan data skor hasil observasi keterampilan proses sains diperoleh rata-rata 30,38, nilai tertinggi 34,17, nilai terendah 25,17, dan simpangan baku 2,05. Data hasil jika ditampilkan dalam skor skala lima diperoleh rata-rata 2,76, nilai tertinggi 3,11, nilai terendah 2,29. Secara keseluruhan keterampilan proses sains siswa mempuyai kategori baik.

Berdasarkan data Tabel 2, gain standar yang diperoleh dari rata-rata nilai pretest ke posttest sebesar 0,50, sehingga jika dimasukkan tabel klasifikasi interpretasi nilai gain ternormalisasi 0,30 ≤ 0,50 ≤ 0,70, maka peningkatan pemahaman konsep siswa tergolong dalam kategori sedang.

Dari data hasil rata-rata nilai pretest dan posttest menunjukkan terdapat peningkatan pemahaman konsep siswa sebelum dan sesudah belajar proses pembelajaran dengan penerapan perangkat pembelajaran hasil pengembangan.

Berdasarkan data skor hasil observasi keterampilan proses sains diperoleh rata-rata 31,28, nilai tertinggi 34,17, nilai terendah 29,83, dan simpangan baku 1,37. Data hasil jika ditampilkan dalam skor skala lima diperoleh rata-rata 2,84, nilai tertinggi 3,11, nilai terendah 2,71. Secara keseluruhan keterampilan proses sains siswa mempuyai kategori baik.

Analisis Data Uji Coba Lapangan

Analisis yang pertama yaitu Analisis Data Kelas Eksperimen. Data hasil penelitian diambil sebanyak 31 peserta didik.

Data hasil pretest dan posttest pemahaman konsep IPA kelas eksperimen dapat dilihat pada Tabel 3.

Analisis data uji coba lapangan yang kedua yaitu Analisis Data Kelas Kontrol.

Data hasil penelitian diambil sebanyak 31 peserta didik. Data hasil pretest dan posttest pemahaman konsep IPA kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan data Tabel 4, gain standar yang diperoleh dari rata-rata nilai pretest ke posttest sebesar 0,35, maka peningkatan pemahaman konsep siswa tergolong dalam kategori sedang.

Berdasarkan hasil rata-rata nilai pretest dan posttest siswa ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pemahaman konsep siswa sebelum dan sesudah belajar proses pembelajaran dengan penerapan model konvensional.

Berdasarkan data skor hasil observasi keterampilan proses sains diperoleh rata-rata 24,68, nilai tertinggi 28,00, nilai terendah 20,83, dan simpangan baku 1,85. Data hasil jika ditampilkan dalam skor skala lima diperoleh rata-rata 2,24, nilai tertinggi 2,55, nilai terendah 1,89. Secara keseluruhan keterampilan proses sains siswa mempuyai kategori baik.

Selanjutnya dilakukan Analisis Perbandingan Data pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol. Hasil penelitian

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah dilakukan perhitungan deskripsi normalitas dan homogenitas varians dengan menggunakan program komputer SPSS 22 pada taraf signifikansi 5%, diperoleh hasil semua variabel penelitian berdistribusi normal dan semua variabel antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen homogen.

Selanjutnya dilakukan perhitungan deskripsi linearitas dengan menggunakan program komputer SPSS 22. Hasil perhitungan deskripsi linearitas data penelitian menunjukkan semua variabel dalam penelitian memiliki signifikansi (α) lebih besar daripada signifikansi 0,05, dengan demikian semua variabel bebas linier terhadap variabel terikat.

Selanjutnya hasil uji anakova satu jalur dua kovariat pada taraf signifikansi 0,05 dengan menggunakan program SPSS 22, disajikan pada Tabel 5.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai signifikansi besarnya 0,002 lebih kecil daripada α = 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi kesimpulannya, setelah dikendalikan oleh kovariabel kemampuan awal dan keterampilan proses sains, terdapat perbedaan yang signifikan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN - Trihono

Tabel 5

Ringkasan Uji Anakova Hasil Penelitian

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan, dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran model penemuan terbimbing yang meliputi silabus, RPP, buku bahan ajar, LKS, lembar observasi, dan instrumen penilaian tes pemahaman konsep yang dikembangkan secara keseluruhan baik dan layak digunakan dalam pembelajaran IPA. Dengan mengendalikan kovariabel keterampilan proses sains dan kemampuan awal terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan pemahaman konsep IPA antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Kemampuan pemahaman konsep IPA kelas eksperimen secara signifikan lebih tinggi daripada kelas kontrol. Terdapat kontribusi yang signifikan kovariabel keterampilan proses sains dan kemampuan awal terhadap kemampuan pemahaman konsep IPA.

DAFTAR RUJUKAN

Akinbobola, A.O & Afolabi, F.O. 2010.

“Constructivist Practices Through Guided Discovery Approach: The Effect On students’ Cognitive Achievement in Nigerian Senior secondary School Physics”. Eurasian Journal of Physics and Chemistry Education 2(1): 16 – 25.

Djamarah, Syaiuful, 2009. Psikologi Belajar.

Jakarta: Rineka Cipta.

kemampuan pemahaman konsep antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

Selanjutnya untuk mengetahui bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman konsep kelompok kontrol, dilakukan analisis uji beda rata-rata skor menggunakan uji-t. Rangkuman hasil uji-t disajikan pada Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa nilai t > . Hal ini berarti bahwa dengan melibatkan variabel kemampuan awal dan keterampilan proses sains, pemahaman konsep kelas eksperimen secara signifikan lebih tinggi daripada kelas kontrol. Uji regresi linier berganda pada taraf signifikansi 0,05 dengan menggunakan program komputer SPSS 22, diperoleh regresi = 0,452. Koefisien determinasi = 0,204; ini berarti bahwa sebesar 20,4% kemampuan pemahaman konsep dapat dijelaskan oleh variabel kemampuan awal dan keterampilan proses sains, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang lain.

Berdasarkan Tabel 7 nilai signifikansi 0,041 lebih rendah dari 0,05, hal ini berarti terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Gary D, Borich. 1994. Observation Skills for Effective Teaching. USA: Merrill, an imprint of Macmillan Publishing Company.

Gok, T. & Silay, I. 2008. “Effect of Problem Solving Strategy Teaching on the Problem-Solving Atitude of Cooperating Learning Group in Physics Education”. Journal of Theory and Practice in Education, 4 (2):253-266 (Online).

Jacobsen, David A, dkk. 2009. Method for Teaching, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kristianingsih, D.D., Sukiswo, & Khanafiah, S. 2010. “Peningkatan Hasil Belajar Siswa melalui Model Pembelajaran Inkuiri dengan Metode Pictorial Riddle pada Pokok Bahasan alat-alat Optik di SMP”. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6:10-13

Liu, C.C & Chen, I. J. C. 2010. ”Evolution of constructivism”. Contemporary Issues in Education Research, 3 (4): 63-66.

Mayer, Richard E. 2004. “Should There Be a Three-Strikes Rule Against Pure Discovery Learning”. American Psychologist Vol. 59, No.1: 14-19 Powell, K. C & Kalina, C. J. 2009.

“Cognitive and Social Constructivism:

Developing Tools for an Effective Classroom”. Academic Research Library, 130 (2):241-250.

Prince, M. J. & Felder, R. M. 2006.

“Inductive Teaching and Learning Methods: Definitions, Comparisons, and Research Bases”. Journal of Engineering Education, 95 (2):123-138.

Sabella M, & Redish E. 2007. “Knowledge Activation and Organization in Physics Problem-solving”. American Journal of Physic, Volume 75, Issue 11:1017-1029.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Alfabeta.

Thiagarajan, Dorothy and Melvvyn I. Sammel. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children. Minneapolis:

Indiana University.

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN - Trihono

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Dalam dokumen Volume XI / Nomor 02 / Agustus 2020 (Halaman 37-47)