• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman Kristen Protestan Terhadap Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Menurut T. B. Simatupang Pancasila merupakan sebuah payung yang dapat melindungi rakyat Indonesia baik itu muslim maupun non muslim. Oleh karena itu sila Ketuhanan Yang Maha Esa terdapat dalam sila pertama dari Pancasila merupakan, suatu keputusan yang mutlak harus dapat diterima oleh setiap agama-agama yang ada di Indonesia. Maka makna yang terkandung dari sila pertama Pancasila bukanlah “Kepercayaan kepada Allah” tetapi lebih berarti kepercayaan kepada “Ide Ketuhanan”, oleh karena kata yang dipakai di sini bukan kata “Allah” tetapi lebih netral yaitu “Ketuhanan” kemudian juga ditambah Keesaan dan Kemahaan.1

Istilah Ketuhanan berasal dari ke-Tuhan-an. Menurut Prof. Poebatjaraka mengatakan bahwa Tuhan berasal dari kata “Tuha” yang berarti tua. “Tuha” ditambah dengan “an” menjadi Tuhan yang berarti yang harus dihormati dan didengar. Menurut Prof. S. Takdir Alisyahbana, bahwa Tuhan berasal dari kata Tu (h) a yang berarti

1 T. B. Simatupang, Iman Kristen dan Pancasila (Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 1984), hlm. 10.

sama dengan tuan, holy, suci, kudus, keramat.2 Sedangkan Allah dari Al Ilah berarti The God, Pencipta, Yang Maha Kuasa.3

Tuhan dalam sila Pertama, mandapat awalan-ke, akhiran-an menjadi kata sifat. Sehingga dengan demikian “Ketuhanan” itu adalah “sila”. Tuhan, Allah sendiri bukan sila ia adalah pribadi “Tuhan” itu nama jenis yang abstrak. Ketuhanan berarti Yang Ilahi, suatu kuasa Ilahi. Dengan demikian “Ketuhanan” adalah perkataan yang terbaik yang dapat memberikan kesempatan berbagai penafsiran sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.4

Istilah Ketuhanan Yang Maha Esa bukan pengertian teologis melainkan rumusan politis (kenegaraan) karena tidak dapat diartikan hanya menurut pengertian agama yang tertentu. Kita dapat mengartikan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu pengakuan atau keyakinan adanya suatu kekuasaan yang tertinggi dan abadi, yang mengatur dan menguasai segala yang ada di dunia ini. Yang Maha tinggi itu siapa? Terserah kepada agama masing-masing, dengan perkataan lain istilah Ketuhanan dipilih dengan tepat, agar supaya dapat dikonkritkan oleh setiap orang sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

Dari uraian di atas sila pertama nampak jelas kedudukan yang sama daripada semua agama yang ada di Indonesia untuk merealisasikan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan yang konkrit.

2 Ismaun, Problematika Pancasila (Bandung: Cahaya Remaja, 1959), hlm. 27.

3 Philip K. Hitti, Dunia Arab ; Sejarah Ringkas ( terj .), Usuludin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing (Bandung: Sumur Bandung , 1970 ), hlm. 32.

Yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah peleburan semua pengakuan kepercayaan semua agama-agama menjadi suatu pengakuan yang tunggal, yang merupakan pengakuan Iman kesatuan untuk seluruh warga negara Republik Indonesia melainkan tugas negara yang berdasarkan Pancasila adalah melindungi perbedaan-perbedaan agama warga negaranya. “Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan Tuhannya sendiri”.5

Dari segi nilai yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dapat disebutkan bahwa sila pertama ini merupakan dasar kerohanian dasar bermasyarakat, dalam kehidupan bernegara, berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa berarti dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara wajib memperhatikan dan menghormati petunjuk-petunjuk Tuhan Yang maha Esa, tidak dibenarkan menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah digariskan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kemudian untuk menyelenggarakan segala yang baik bagi masyarakat dan pemerintahan negara. Pada hakekatnya tidak boleh menyimpang dari jalan yang lurus untuk mencapai kebahagian rakyat dan keselamatan masyarakat.

Sebagai asas hidup bermasyarakat sila Ketuhanan Yang Maha Esa menuntut agar bangsa Indonesia dalam melaksanakan hidup bermasyarakat memperhatikan dan menghormati petunjuk-petunjuk Tuhan Yang Maha Esa, memupuk rasa kebersamaan

menuju kerukunan hidup bermasyarakat kebebasan beragama dan beribadat menurut keyakinan masing-masing agama.6

Sebagai pengaturan lebih lenjut perinsip KetuhananYang Maha Esa maka UUD 1945 menentukan dalam pasal 29 sebagai berikut: 1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa .2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Ketentuan ini menegaskan tugas negara dalam bidang hidup keagamaan, yaitu negara bertugas untuk memberikan jaminan perlindungan agar setiap penduduk yang notabenenya adalah pemeluk agama tersebut dapat secara bebas malaksanakan ajaran agama atau kepercayaannya. Negara bertugas untuk menjaga kesejahteraan bersama dalam bermasyarakat. Tugas tersebut dijalankan dengan cara menjamin kesempatan yang sama dan adil bagi setiap warga negara untuk mengamalkan konsepsinya tentang Tuhan sesuai ajaran agama yang diyakininya. Oleh karena itu sebenarnya ketentuan di atas pada sisi yang lain menunjukkan pula sejumlah hak dari warga negara Indonesia untuk:

1. Bebas memeluk agama dan kepercayaan 2. Bebas beralih agama dan kepercayaan

3. Bebas menjalankan ibadat sesuai ajaran agama/kepercayaannya

6 Ahmad Azhar Basyir, Hubungan Agama dan Pancasila (Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 1985), hlm. 10.

4. Bebas untuk mengajar atau mendidik keluarganya sesuai ajaran agama yang diyakininya.7

Jadi setiap orang bebas menganut kepercayaannya dan menyembah Tuhannya dengan tidak menganggu agama lain, apalagi memusuhi atau memerangi orang yang menganut kepercayaan yang lain dari kepercayaan golongannya atau orang yang menyembah Tuhan lain dari Tuhan yang disembah oleh golongannya.

Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pengakuan bahwa Tuhan adalah sumber kemerdekaan, oleh karena itu Tuhan sendiri membebaskan manusia dari segala penindasan yang ada dimuka bumi ini. Akan tetapi hal itu bukanlah berarti bahwa negara harus memaksakan sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi suatu pengakuan iman rasuli Kristen .

Dengan demikian sila Ketuhanan Yang Maha Esa bukan hanya sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia, tetapi juga merupakan manifestasi kepribadian bangsa Indonesia, oleh sebab itu sila pertama dalam Pancasila adalah suatu seruan terutama bagi setiap orang yang mengaku dirinya orang yang beragama, agar selalu ingat dalam tanggung jawab dan tugasnya di dalam memelihara, memupuk dan mewujudan prikemanusiaan, kebangsaan, kedaulatan rakyat dan keadilan sosial.

Setiap Rakyat Indonesia yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mengahayati ajaran-ajarannya, tentu tidak akan ragu-ragu lagi menyatakan bahwa agama merupakan ketentuan-ketentuan Tuhan Yang Maha Esa, mengandung

nilai-7 Wisnu Tri Hanggoro ( edit .), Bunga Rampai Pancasila ( Yogyakarta : Taman Pustaka Kristen, 1986 ), hlm. 51-52.

nilai luhur yang dihayati dan diamalkan oleh pemeluknya masing-masing dan merupakan faktor yang berpengaruh dalam usaha bangsa Indonesia untuk mensukseskan pembangunan bangsa.8

B. Meningkatkan Partisipasi Gereja dalam Membangun Bangsa Indonesia