• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENYAJIAN DATA

2. Pemahaman TPS Food akan Permasalahan Kesehatan

karena prinsip saling memiliki. Masalah masyarakat Sepat adalah masalah TPS Food juga. Teutama masalah kebersihan dan kesehatan, TPS Food selalu berupaya menciptakan lingkungan kerja yang bersih dan sehat. Desa Sepat yang padat penduduk serta tanaman yang tumbuh sangat banyak, menyebabkan masyarakat kurang peduli pada kebersihan lingkungan. Akibatnya wabah demam berdarah (DB) pun sering melanda masyarakat Sepat. TPS Food berusaha menanamkan arti penting kebersihan bagi kesehatan kepada masyarakat Sepat. Agar wabah tersebut tidak meluas ke daerah lain, TPS Food bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan fogging. Pemantauan juga dilakukan TPS Food bekerja sama dengan Bidan, Kader, dan perangkat desa, yang setiap bulan rutin melakukan kunjungan ke rumah-rumah masyarakat Sepat untuk pemeriksaan jentik-jentik nyamuk. Pemahaman akan kebersihan dan kesehatan lingkungan terus ditanamkan pada masyarakat Sepat melalui penyuluhan yang dilakukan pada saat PKK, Posyandu, dan rapat rutin RT.

commit to user

Hasilnya benar-benar dirasakan masyarakat Sepat, dengan meningkatnya kondisi kesehatan masyarakat Sepat. Wabah DB yang sering melanda sudah dapat dicegah. Sebagaimana penuturan Sri Supadmi selaku Bidan desa Sepat hasil wawancara dengan peneliti (25/09/2010) berikut ini:

“Dulu sering ada DB berturut-turut melanda masyarakat Sepat dari rumah ke rumah. Tapi sekarang sudah berkurang. Kondisi kesehatan masyarakat sini juga sudah relatif baik, mereka jarang sakit. Sebagian besar masyarakat sini bekerja sebagai petani sehingga mereka setiap hari seperti berolahraga menggarap sawah gitu. Puskesmasnya pun juga mudah diakses oleh masyarakat karena lokasinya yang strategis dan tenaga medis (dokter, bidan) yang sudah mencukupi”.6

Namun, TPS Food melihat kondisi kesehatan masyarakat Sepat dari sisi yang lain. Walaupun masyarakat Sepat relatif sehat, tetapi kualitas SDM (sumber daya manusia) masyarakat Sepat tidak seperti masyarakat lain. Hal ini terlihat jelas bahwa tingkat pendidikan masyarakat Sepat rata-rata hanya sampai pada jenjang SMP. Agar mendapatkan keterangan yang lebih pasti, PR TPS Food mengadakan pertemuan dengan komunitas guru sekolah sekitar desa Sepat. Melalui pertemuan tersebut, TPS Food mendapatkan fakta bahwa anak- anak di desa Sepat tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMA, bahkan ada yang sampai SD saja. Faktor biaya menjadi faktor penting, karena memang kultur mereka adalah “jika ada uang lebih baik digunakan untuk makan sehari- hari”. Guru-guru sekitar desa Sepat juga menyatakan bahwa anak-anak sekolah yang berada di desa Sepat memiliki prestasi yang kecil di kelas, tidak seperti desa lain.

commit to user

Survey yang dilakukan TPS Food, khususnya oleh PR terhadap masyarakat Sepat menunjukkan bahwa memang kualitas SDM masyarakat Sepat, terutama anak-anak sekolah, lebih rendah dibandingkan dengan desa lain. TPS Food menangkap faktor asupan gizi masyarakat sebagai salah satu penyebab kualitas SDM yang rendah. Setelah melalui proses komunikasi dengan Puskesmas dan Bidan desa Sepat secara bertahap, PR TPS Food melakukan observasi terhadap pelaksanaan Posyandu desa Sepat. Ternyata selama ini Posyandu kekurangan sarana prasarana dan pemberian program makanan tambahan (PMT) yang jauh dari angka kecukupan gizi (AKG). PMT dari pemerintah sangat minim padahal setiap Posyandu rata-rata terdiri dari 50– 60 orang. Bidan desa pun menyatakan bahwa tingkat gizi masyarakat Sepat terutama anak-anak sekolah sangat rendah. Data yang diperoleh dari setiap pelaksanaan Posyandu, keikutsertaan masyarakat dalam Posyandu sangat minim serta berat badan balita yang rendah. Sebagaimana penuturan Sri Supadmi selaku Bidan desa Sepat hasil wawancara peneliti (25/09/2010) berikut ini:

“Dana dari Pemerintah untuk Posyandu cuma sedikit, padahal jumlah Balitanya banyak. Sementara saya jajake dulu tapi yaa tidak mewah karena tidak satu Posyandu tok sing tak openi. Kadang juga Kader yang membelikan PMT, jadi bisa gantian. Tapi terus terang kalau membebani Kader kasian. Kader itu sudah ngayai Posyandu, tidak digaji, dikon jajake meneh. Saya kalau ada uang pasti saya kasih Kader untuk PMT. Paling-paling dapatnya jajanan anak kecil. Yaa yang penting ada PMT nya, Posyandu bisa agak hidup”.7

7

commit to user

Hasil survey PR TPS Food ini disampaikan pada Manager TPS Food agar dapat ditindak lanjuti. Sudah menjadi komitmen TPS Food untuk ikut bertanggungjawab meningkatkan kualitas SDM masyarakat Sepat. Sebagaimana penuturan Tantri Kurniawati selaku staff HRD TPS Food hasil wawancara dengan peneliti (12/08/2010) berikut ini:

“Sebagai perusahaan yang menjunjung tinggi Good Corporate Governance, TPS Food menjalankan etika bisnis dengan turut serta membangun sumber daya manusia disekitar perusahaan, maka kami wujudkan dengan salah satu misi yaitu pengembangan SDM desa Sepat. Pengembangan SDM ini kami lihat dari tingkat pendidikan dan kondisi kesehatannya. Dua hal yang saling berhubungan ini yang menjadi bekal manusia dimasa depan. Kalau manusia tidak sehat sehingga pendidikan yang didapat tidak bagus maka manusia tersebut tidak akan berkembang. Pemikiran ini yang melatarbelakangi Responsibility kami sebagai sebuah tanggung jawab yang wajib kita wujudkan”.8

Responsibility TPS Food dituangkan dalam program CSR (corporate social responsibility) yang mempunyai misi utama untuk meningkatkan SDM masyarakat Sepat, mulai dari perbaikan gizi sejak dini dan peningkatan jenjang pendidikan. TPS Food ingin berupaya untuk mengembangkan masyarakat agar dapat memperbaiki taraf hidupnya baik dibidang kesehatan, pendidikan, maupun kesejahteraan ekonomi. TPS Food berharap untuk ke depannya, masyarakat Sepat sudah memiliki SDM yang berkualitas sehingga dapat membantu dan mengembangkan TPS Food dengan menjadi karyawan tetap.

Tahap awal yang diambil TPS Food sebelum melaksanakan program CSR yaitu dengan mengklasifikasi sasaran CSR. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan desa di kecamatan Masaran, kabupaten Sragen, yang letaknya

commit to user

dekat, jauh, dan paling jauh dengan TPS Food yang disebut dengan “Ring”. TPS Food mengklasifikasikannya menjadi tiga Ring, yaitu

a. Ring I: desa yang letaknya dekat dengan TPS Food, yaitu desa Sepat

meliputi satu kebayanan (Sepat, Gandu, Tekikrejo, Jatirejo, dan Selorejo).

b. Ring II: desa yang letaknya jauh dengan TPS Food, yaitu desa Wonorejo, Nglelangan, Ndawungan, dan Pucuk.

c. Ring III: desa yang letaknya paling jauh dengan TPS Food, yaitu desa Tembok Rejo, Krebet, Mojoroto, dan Bendungan.

TPS Food lebih mengkhususkan program CSR-nya untuk masyarakat Ring I. Sebagaimana penuturan Rohmad selaku PR TPS Food hasil wawancara dengan peneliti (14/08/2010) berikut ini:

“Ring I adalah yang paling utama karena benar-benar daerah yang mengelilingi TPS Food. Kalau kita membangun yang jauh dulu sedangkan yang terdekat masih tidak bagus, percuma saja. Jadi benar- benar Ring I ini adalah wilayah sekitar TPS yang kita perbaiki dulu, baru kemudian melebar ke Ring II-III. Program yang sifatnya spesifik kita konsentrasi dan fokus pada Ring I, Ring II – III benar-benar program yang sifatnya umum”.9

Setelah TPS Food menetapkan sasaran utamanya, selanjutnya strategi yang ditempuh PR TPS Food dengan berkomunikasi secara face to face pada stakeholders yang menghasilkan rumuskan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan Posyandu tidak maksimal, kader Posyandu tidak berperan aktif, fasilitas yang dimiliki Posyandu tidak memadai, serta balita-balita yang ada di Posyandu tidak mendapat makanan pendamping (PMT) sehingga angka kecukupan gizinya (AKG) tidak terpenuhi.

commit to user

b. Kondisi masyarakat Ring I yang tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi sehingga banyak masyarakat Ring I yang menjadi pengangguran. Anak-anak sekolah di wilayah Ring I kurang berprestasi. Kedua hal tersebut yang melatarbelakangi perumusan kebijakan CSR TPS Food bertema Pendidikan dan Kesehatan.

Survey dan observasi yang dilakukan PR TPS Food berikut proses komunikasi dengan stakeholders merupakan sebuah bentuk fact finding yang digunakan untuk merencanakan strategi komunikasi dalam program CSR TPS Food. Perencanaan strategi komunikasi ini dapat membantu terwujudnya harapan dari masing-masing pihak, baik dari TPS Food dan masyarakat Sepat dapat terpenuhi, sehingga hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan dengan masyarakat dapat diwujudkan. Perusahaan dapat memahami apa sebetulnya yang dibutuhkan masyarakat. Karena merasa terpenuhi kebutuhannya, masyarakat pun senantiasa bersikap positif terhadap perusahaan sehingga dapat membantu tercapainya tujuan perusahaan.

B.Perencanaan Strategi Komunikasi Program CSR TPS Food SEHATI