• Tidak ada hasil yang ditemukan

perlindungan ekosistem alam

Berdasarkan wawancara dan studi literatur, diketahui bahwa terdapat sejumlah aturan adat, hukum adat dan lembaga adat di Kasepuhan yang dapat dimanfaatkan dalam perlindungan alam TNGHS (Tabel 15). Misalkan saja aturan adat terkait larangan untuk menebang pohon di dekat sumber mata air (sirah cai) dan larangan untuk membuka hutan tutupan untuk lahan garapan dan lembur/pemukiman atau pun untuk kepentingan lainnya.

Tabel 15 Pemanfaatan aturan adat, hukum adat dam lembaga adat dalam perlindungan ekosistem alam TNGHS

Kelembaga an adat

Uraian aturan adat, hukum adat dan lembaga adat

Pemanfataan Ket. Dimanfaatkan Tidak dimanfaatkan 1. Pola ruang Hutan tutupan (Leuweung Kolot)

Untuk masuk ke hutan tutupan harus meminta izin kepada tetua

adat/sesepuh terlebih dahulu.

Sepanjang menyangkut komunitas adat

-

Tidak boleh dibuka untuk kepentingan lahan garapan dan embur/pemukiman.

Sepanjang menyangkut komunitas adat

-

Tidak boleh menebang pohon, apalagi di dekat sumber mata air (sirah cai)

Sesuai aturan umum (UU, PP)

-

Hanya boleh mengambil hasil hutan bukan kayu seperti buah, daun dan akar - - Hutan titipan (Leuweung Titipan/ Cadangan)

Untuk masuk ke hutan titipan harus meminta izin kepada tetua

adat/sesepuh terlebih dahulu.

Sepanjang menyangkut komunitas adat

-

Tidak boleh memanfaatkan kayu untuk diperjualbelikan, kecuali untuk membuat rumah dan pembangunan sarana kepentingan umum

- Tidak sesuai PP 6/2007, PP 68/98 Pemanfaatan hutan titipan harus

melalui musyawarah Masyarakat Adat Kasepuhan atau jika ada

wangsit/ Ilapat Sepanjang menyangkut komunitas adat - Hutan Garapan (Leuweung sampalan)

Pemanfaatan lahan garapan berdasarkan hasil musyawarah Masyarakat Adat Kasepuhan

Sepanjang menyangkut komunitas adat

-

Tidak boleh menggarap pada lahan yang terdapat sumber mata air

Sepanjang menyangkut komunitas adat

-

Dilarang menanam tanaman yang tidak bermanfaat dan dilarang oleh agama maupun pemerintah

Sesuai aturan umum (UU, PP)

51

Lanjutan Tabel 15

Kelembaga an adat

Uraian aturan adat, hukum adat dan lembaga adat

Pemanfataan Ket. Dimanfaatkan Tidak dimanfaatkan 2. Hukum Adat Sanksi atas perusakan ekosistem alam

Sanksi pribadi: Kabendon (kualat) Sepanjang menyangkut komunitas adat

-

Sanksi umum: teguran, pengusiran, hukum Negara Sepanjang menyangkut komunitas adat - 3. Lembaga Adat Rorokan Kepamukan

Bertugas menjaga rumah Sesepuh Girang, keamanan lingkungan

Pasukan Pamhut

-

Ket: *Pengakuan aturan adat oleh unit manajemen didasarkan pada peraturan formal pemanfaatan ruang di zona inti, rimba dan tradisional yang menjadi analogi masing-masing leuweung

Tabel 15 menunjukkan bahwa pemanfaatan aturan adat Kasepuhan diadopsi oleh pengelola sepanjang menyangkut komunitas adat dan aturan tersebut sesuai dengan aturan umum perundang-undangan. Ada beberapa aturan adat yang tidak diadopsi oleh TNGHS karena sistem nilai dalam pengelolaan SDA yang masih berbeda dimana Kasepuhan menetapkan aturan adat berdasarkan perintah leluhur dan kesepakatan kolektif sementara TNGHS mengacu kepada aturan formal perundang-undangan, namun secara umum aturan yang dibuat oleh Balai TNGHS dan Kasepuhan mempunyai tujuan yang sama yaitu perlindungan ekosistem alam. Sangat baik jika ke depan TNGHS dan Kasepuhan dapat membuat kesepakatan tertulis mengenai kerjasama perlindungan ekosistem alam, misalnya melalui kegiatan: (1) monitoring bersama penerapan aturan/ hukum adat tentang perlindungan alam, dan (2) memperkuat kapasitas Kasepuhan dalam mendukung kebijakan TNGHS meminimisasi kesempatan prilaku eksploitasi hutan dari luar komunitas yang tidak bertanggungjawab (free rider).

Hukum adat Kasepuhan juga dimanfaatkan oleh pengelola dalam mendukung perlindungan ekosistem alam. Ada dua jenis hukum bagi warga Kasepuhan yang merusak ekosistem alam, yaitu hukum yang menyangkut dengan pribadi dan hukum yang menyangkut kepentingan umum. Hukum yang menyangkut pribadi menggunakan mekanisme sanksi ‗kabendon‘. Yaitu setiap kesalahan yang dilakukan oleh individu ditanggung oleh dirinya sendiri. Segala

bentuk pelanggaran terhadap peraturan-peraturan adat diterima sebagai kesalahan pribadi dengan mekanisme hukum tanpa melibatkan peradilan adat, melainkan diserahkan pada individu. Dalam hal ini mereka percaya bahwa bila seseorang melanggar peraturan adat maka kemalangan akan menimpa mereka sesuai dengan jenis dan tingkat pelanggarannya. Kemalangan tersebut dapat berupa sakit parah, terkena gigitan ular atau diterkam harimau. Selain itu juga ada sanksi sosial berupa pengucilan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran. Adapun dalam hal pelanggaran yang merugikan kepentingan umum diselesaikan melalui peradilan adat yang dipimpin langsung oleh sesepuh. Penentuan mekanisme sanksi ini disesuaikan dengan intensitas pelanggaran yang dilakukan seperti terlihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Mekanisme hukum adat terhadap warga yang melakukan pelanggaran dalam pemanfaatan ekosistem alam

No Intensitas Pelanggaran Sanksi

1. 1 kali Pemberian teguran I 2. 2 kali Pemberian teguran II

3. 3 kali Pengusiran dan pencabutan hak dan kewajiban sebagai Incu Putu

4. Lebih dari 3 kali Diserahkan kepada institusi hukum (kepolisian

Sumber: Wawancara dengan juru kemit Kasepuhan Ciptagelar

Selain memanfaatkan aturan-aturan adat dan hukum adat Kasepuhan, BTNGHS telah memanfaatkan salah satu perangkat adat Kesepuhan, yaitu Rorokan Kepamukan/Bebenteng/Pangkemit atau sering disebut sebagai Pasukan Kemit sebagai pasukan pengamanan hutan swakarsa (Pamhut Swakarsa). Pasukan Kemit mempunyai tugas khusus menjaga hutan adat dan seluruh hutan di Gunung Halimun secara umum beranggotakan warga kasepuhan yang tersebar di berbagai daerah. Pelaksanaan pengamanan hutan dilaksanakan secara rutin setiap minggunya, yaitu pada hari jum‘at dan hari minggu, melibatkan 200 sampai dengan 300 orang dari warga kasepuhan yang tersebar di berbagai kampung yang ditunjuk oleh Sesepuh Girang.

53

Tabel 17 Pembagian wilayah pengamanan hutan berdasarkan Blok

Nama Blok Wilayah Hutan

Blok Ciptagelar Cikarancang, Ciptagelar, Cipulus, Situmurni, Pondok Injuk, Situpangumisan

Blok Ciptarasa Datar Ciawitali, Datar Gombong, Datar Manggu

Blok Cisuren Pasir Ipis, Gunung Bodas, Gunung Batu, Kawung Gintung Blok Cicadas Batu Mangit, Batu Munaral, Cisodong

Sumber: Wawancara dengan juru kemit Kasepuhan Ciptagelar

Operasional Pamhut swakarsa ini menurut Ki Karma (Juru Kemit Kasepuhan Ciptagelar) secara umum bersifat mandiri meskipun terkadang ada bantuan pendanaan dari Balai TNGHS. Pendanaan Pamhut Swakarsa TNGHS bersumber dari anggaran DIPA 29 dengan bentuk kegiatan berupa operasi Pamhut Swakarsa dan pembinaan Pamhut Swakarsa.

Dokumen terkait