• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Pemanfaatan Data Satelit Inderaja untuk Pemantauan Kondis

MODIS (Moderate Resolution Image Spectrometer) adalah salah satu instrumen utama yang dibawa oleh Earth Observing System (EOS) Terra Satellite, yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration (NASA). Satelit Terra diluncurkan pada Desember 1999 dan telah disempurnakan dengan satelit Aqua

pada tahun 2002. MODIS mengorbit bumi secara polar pada ketinggian 705 km. Lebar cakupan yang pada permukaan bumi setiap putarannya sepanjang 2,330 km. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS sebanyak 36 bands (36 interval panjang gelombang), mulai dari 0.405 µm – 14.385 µm (1 µm = 1/1,000,000 meter). Keragaman karakteristik spektral yang dimiliki data MODIS memungkinkan untuk ekstraksi informasi kondisi lahan, lingkungan, dan cuaca (NASA, 2010). Kurva respon spektral beberapa obyek di permukaan bumi berdasarkan reflektansi kanal MODIS ditunjukkan pada Gambar 3 (Roswintiartiet al.,2007).

Gambar 3. Kurva pantulan spektral vegetasi, tanah dan air pada data MODIS

Dua indeks vegetasi yang paling banyak diaplikasikan dari data MODIS untuk memantau kondisi tanaman/vegetasi adalah NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan EVI (Enhanced Vegetation Index). NDVI dapat dihitung melalui rasio kanal spektral merah (Red) dan infra merah dekat (Near Infra Red/NIR). Indeks kehijauan tanaman (Greeness Index) merupakan ukuran kuantitatif yang digunakan untuk mengamati kondisi vegetasi tanaman dan aktivitas fotosintesis. Pada umumnya nilai ini dapat diperoleh dari analisis kombinasi dua atau lebih kanal spektral (Hueteet al.,2002).

Beberapa metode telah dikembangkan untuk menghitung indeks vegetasi. Indeks vegetasi yang telah dikembangkan sampai saat ini antara lain NDVI

(Normalized Difference Vegetation Index) dan SAVI (Soil Adjusted Vegetation Index) oleh Hueteet al.(1997), LSWI (Land Surface Water Index) oleh Ichokuet al. (2003). EVI merupakan indeks vegetasi yang dikembangkan dari NDVI, ARVI, dan SARVI. EVI diketahui lebih sensitif terhadap perubahan biomasa selama fase vegetatif yang lama, serta tahan terhadap efek atmosfer dan kanopi. Nilai EVI diperoleh dari nilai reflektansi kanal spektral merah, kanal infra merah dekat (NIR) dan kanal biru data MODIS. Kanal spektral biru sangat sensitif terhadap kondisi atmosfer dan digunakan untuk koreksi atmosferik (Heute et al., 1999)

Bencana kekeringan di Indonesia merupakan persoalan yang selalu terjadi dari tahun ke tahun akibat fenomena alam, seperti El-Nino, tekanan sosial-ekonomi serta perubahan penggunaan lahan. Kekeringan dapat menyebabkan berkurangnya persediaan air bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman selama musim kemarau. Bila keadaan ini terjadi, maka dapat mengakibatkan meluasnya lahan kritis yang akan berdampak terjadinya degradasi kualitas lingkungan. Kekeringan lahan juga dapat mengakibatkan penurunan atau gagalnya produksi tanaman pangan, kekurangan cadangan air minum, serta terjadinya kebakaran hutan/lahan.

Wilhite dan Glantz (1985) dan Jeyaseelan (2003). membedakan kekeringan menjadi tiga berdasarkan faktor penyebabnya, yaitu kekeringan meteorologis, kekeringan agronomis dan kekeringan hidrologis. Kekeringan secara meteorologis terkait dengan curah hujan (presipitasi), kekeringan agronomis terkait dengan kondisi air dan kelengasan tanaman,dan kekeringan hidrologis terkait dengan ketersediaan aliran bawah permukaan dan kelengasan tanah. Kekeringan meteorologis didefinisikan sebagai ambang batas kekurangan curah hujan (presipitasi) yang melebihi jangka waktu yang ditentukan. Ambang batas dipilih, misalnya 75 persen dari presipitasi normal dan lamanya periode waktu, sebagai contoh 6 bulan, dan akan bervariasi di setiap lokasi tergantung kebutuhan atau pemanfaatannya. Kekeringan agronomis didefinisikan secara umum oleh ketersediaan air untuk mendukung pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan masuknya presipitasi normal. Tidak ada hubungan langsung antara curah hujan dengan infiltrasi ke dalam tanah. Kekeringan hidrologis didefinisikan sebagai masuknya suplai air permukaan dan bawah permukaan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi rata-rata. Mirip dengan kekeringan agronomis, tidak ada hubungan langsung antara jumlah

curah hujan dan suplai air permukaan dan bawah permukaan ke dalam waduk, reservoir, akifer, dan aliran sungai karena komponen sistem hidrologis tersebut digunakan untuk tujuan-tujuan yang lain seperti irigasi, rekreasi, pariwisata, kontrol makanan, transportasi, produksi pembangkit listrik tenaga air, suplai air minum domestik, dan perlindungan dan manajemen ekosistem dan lingkungan. Tingkat infiltrasi bervariasi tergantung dari kondisi lengas tanah sebelumnya, lereng, tipe tanah dan intensitas hujan. Karakteristik tanah juga berpengaruh terhadap kekeringan agronomis dan hidrologis. Beberapa jenis tanah mempunyai kapasitas dalam menampung air yang tinggi dibandingkan dengan yang lain. Tanah dengan karakteristik yang sulit menampung air dalam jumlah tinggi akan lebih rawan terhadap kekeringan.

Wilhite dan Glantz (1985) menjelaskan proses terjadinya kekeringan. Pada mulanya, kekeringan disebabkan oleh berkurangnya curah hujan (kekeringan meteorologis). Setelah itu kekeringan berlanjut dan berpengaruh pada penurunan kelengasan tanah (kekeringan agronomis). Pada daerah pertanian akan berdampak pada penurunan produktivitas tanaman dan pada daerah hutan akan meningkatkan dan memicu terjadinya kebakaran hutan. Lebih lanjut, kekeringan dapat berkembang dan menyebabkan terjadinya kekeringan air tanah (kekeringan hidrologis). Pada tahapan ini, tidak tersedia cukup air, air tanah untuk mensuplai air minum, irigasi, industri, dan pembangkit listrik. Pada kenyataannya kekeringan yang terjadi di lapangan berlangsung secara pararel, dimana ketiga jenis kekeringan telah terjadi pada suatu hamparan.

Kogan (2000) telah melakukan penelitian untuk deteksi kekeringan dan dampak-dampaknya menggunakan data NOAA. Metode yang digunakan adalah VCI (Vegetation Condition Index), TCI (Temperature Condition Index) dan Vegetation Health (VHI). Dari penelitian ini diketahui bahwa kekeringan dapat dideteksi 4-6 minggu sebelumnya dan dapat didelineasi lebih akurat. Dampak kekeringan terhadap produksi gandum dapat diketahui sebelumnya, dimana ini merupakan kebutuhan vital bagi perdagangan dan ketahanan pangan dunia. Daerah penelitian adalah global (seluruh dunia) dengan 25 negara contoh untuk validasi.

Thenkabail et al. (2004) melakukan penelitian untuk mendeskripsikan perkembangan sistem dan monitoring kekeringan secara near real time di wilayah Asia Baratdaya (Afghanistan, Pakistan dan India bagian Barat). Data yang digunakan adalah MODIS dan AVHRR/NOAA (Advanced Very High

Resolution Radiometer / National Oceanic and Atmospheric Agency). Metode yang digunakan adalah NDVI dan VCI (Vegetation Condition Index). Dari penelitian ini diketahui bahwa ketersediaan data MODIS dan AVHRR yang secara kontinyu dapat diperoleh akan mampu memberikan laporan tentang perkembangan kondisi kekeringan menggunakan metode NDVI dan VCI.

Guo et al. (2004) melakukan penelitian untuk menginvestigasi efisiensi kombinasi penggunaan data penginderaan jauh dan data klimatologi untuk analisis kekeringan. Penelitian dilakukan diCanadian Prairie Ecozonedi Provinsi Alberta, Saskatchewan, dan Manitoba, Kanada. Data yang digunakan adalah MODIS dan data Klimatologi dari stasiun lapangan. Metode yang digunakan adalah NDVI, EVI dan juga menggunakan panjang gelombang sinar merah (Red) dan infra merah tengah (Mid Infra Red / MIR). Dari penelitian ini diketahui bahwa indeks vegetasi dari data MODIS secara efekttif dapat digunakan untuk mengetahui kondisi kekeringan, terutama EVI.

Guoet al.(2007) melakukan penelitian untuk mengetahui kekeringan pada daerah padang rumput menggunakan data MODIS. Penelitian dilakukan di dataran luas di bagian tengah negara Amerika Serikat (The Central Great Plains of the United States). Data yang digunakan adalah MODIS time series 2001- 2005. Metode yang digunakan adalah NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan NDWI (Normalized Difference Water Index). Dari penelitian ini diketahui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara NDVI dan NDWI dengan kondisi kekeringan. Analisis juga menyingkap bahwa kombinasi informasi dari data kanal visible, near infrared dan short wave infrared mampu memperbaiki sensivitas terhadap kekeringan. Oleh sebab itu, dari penelitian ini mengajukan variabel NDDI (Normalized Difference Drought Index) yang memiliki respon lebih kuat pada kondisi kekeringan musim kemarau dibandingkan metode NDVI dan NDWI yang lebih sederhana.

Anderson et al. (2007) melakukan penelitian untuk mengukur kemampuan MODIS NDVI, EVI (Enhanced Vegetation Index) dan NDWI untuk mendeteksi kekeringan tahun 2005 di Amazonia. Penelitian dilakukan di Kawasan hutan Amazon (Amazonia). Data yang digunakan adalah MODIS, TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission), dan Liputan Lahan. Metode yang digunakan adalah analisis NDVI, EVI dan NDWI dari MODIS dan analisis curah hujan dari TRMM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter NDWI dan EVI memiliki sensitivitas dan konsistensi untuk mendeteksi kekeringan secara seri-temporal.

NDVI menunjukkan variabilitas yang tinggi dan juga sulit dalam interpretasi. Bulan-bulan kritis dalam seri data NDWI dan EVI bertepatan dengan bulan-bulan dimana kekurangan air lebih tinggi yang dihitung berdasarkan data TRMM. EVI juga menunjukkan kemampuan untuk mendeteksi perubahan struktur kanopi. Metode ini sangat baik untuk digunakan dalam analisis spasial luasan dampak- dampak kekeringan pada vegetasi.

Parida dan Oinam (2008) melakukan penelitian untuk memantau kondisi kekeringan vegetasi/pertanian menggunakan parameter TDVI (Temperature Vegetation Dryness Index). Penelitian dilakukan di Gujarat dan Assam (Negara bagian India) dan Visayas (wilayah barat Filipina). Analisis dilakukan dengan menggunakan metode TDVI dari data MODIS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data MODIS dapat mendeteksi dan memonitor kondisi kekeringan berdasarkan kriteria nilai TVDI > 0.8. Klasifikasi kekeringan pertanian ditentukan berdasarkan metode TVDI oleh Sanhold et al. (2002). Metode TDVI sangat berguna untuk identifikasi kekeringan menggunakan satelit secara langsung dalam periode harian.

Dokumen terkait