HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3 Model Kebijakan Energi .1. Sistem tenaga listrik
4.3.3. Pemanfaatan daya listrik untuk PJU
Pemakaian energi untuk keperluan penerangan jalan adalah yang paling sederhana, karena pada umumnya energi listrik hanya digunakan mulai pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00. Berdasarkan pada karakteristik pemakaian
energi listrik, pada selang waktu ini merupakan penyediaan energi tertinggi dan bersifat kontinu. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam penentuan penjadwalan penyediaan energi listrik dalam pemanfaatan panel sel surya.
Pemerintah daerah dalam pengelolaan sistem penerangan jalan umum dengan sumber daya listrik konvensional harus memperhatikan hambatan dan keterbatasan yang menyebabkan tingginya biaya energi yang dibayarkan kepada PT. PLN (Persero) perusahaan penyedia tenaga listrik penerangan jalan umum yaitu :
1. Efisiensi energi pada penerangan jalan umum yang rendah. Kondisi ini menyebabkan masyarakat tidak dapat menikmati layanan pencahayaan di jalan umum pada malam hari dengan optimal.
2. Sistem penerangan jalan umum yang efisien akan dihasilkan oleh perencanaan sistem penerangan jalan umum yang memiliki efisiensi energi. Jika perencanaan sistem penerangan jalan umum tidak menghasilkan perencanaan energi yang efisien , maka bisa dipastikan bahwa sistem penerangan jalan umum yang tidak efisien energi yang akan terjadi.
3. Sistem penerangan jalan umum harus dimulai dari analisa kebutuhan.
Salah satu prinsip dari efisiensi adalah mengalokasikan sumber daya yang terbatas hanya untuk keperluan yang dibutuhkan, karenanya analisa kebutuhan menjadi prasyarat dari prinsip ini.
Beberapa pihak yang dapat dipertimbangkan terlibat dalam analisa kebutuhan penerangan jalan umum antara lain pakar tata kota, ahli pencahayaan jalan, staf ahli perencanaan, dan sangat diperlukan keterlibatan tokoh masyarakat.
Dalam upaya untuk mendapatkan data base tentang kebutuhan energi penerangan jalan umum dapat diperoleh dari pemetaan penerangan jalan umum.
Untuk memiliki database yang akurat, pemerintah daerah sebagai pengelola penerangan jalan umum dan PT.PLN (Persero) melakukan pendataan bersama tentang jumlah dan kondisi penerangan jalan umum yang ada, sehingga diperoleh data yang nyata, serta untuk mencegah perbedaan data yang timbul disebabkan oleh beberapa hal seperti, tumbuhnya penerangan jalan umum yang liar dan pencurian energi listrik lainnya serta adanya penerangan jalan umum yang tidak beroperasi dengan baik serta penerangan jalan umum yang sudah mati. Sebagai tanggung jawab pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan pencahayaan penerangan jalan umum pada waktu malam hari kepada masyarakat yang berhak mendapatkan layanan penerangan jalan karena setiap bulan masyarakat membayar pajak penerangan jalan umum.
Penerangan jalan umum adalah lampu yang dipasang pemerintah daerah untuk kepentingan umum. Sebagai dasar transaksi tenaga listrik direksi PT.PLN(Persero) mendorong pemasangan alat ukur dan pembatas daya serta panduan dalam melakukan meterisasi yang tertuang dalam SE Direksi PT.PLN(Persero) No.: 024.E/012/DIR/2002 tentang instalasi penerangan jalan dan fasilitas umum lainnya. Demikian pula, PT.PLN(Perero) mendorong pemerintah daerah sebagai kompensasi atas penerimaan pajak penerangan jalan dalam penyelenggarakan prasarana dan fasilitas penerangan jalan umum untuk mengambil alih pemeliharaan penerangan jalan umum baik dengan pengelolaan sendiri maupun dengan menunjuk pihak ketiga. Dasar hukum pajak penerangan jalan adalah peraturan pemerintah PP no. 65 tahun 2001 tentang pajak daerah dan
kemudian diimplementasikan melalui peraturan daerah tentang pajak penerangan alan yang ditetapkan pemerintah daerah tingkat II masing-masing, dengan mekanisme pemungutan sebagai berikut : pajak penerangan jalan (PPJ) dipungut oleh PT.PLN(Persero) dan hasilnya langsung diserahkan kepada pemerintah daerah terkait, dalam hal ini PT.PLN(Persero) sebagai pemungut yang diatur sesuai peraturan daerah tersebut.
Penerangan jalan umum dipasang, dipelihara dan dibayar rekeningnya oleh pemerintah daerah sesuai kontrak yang telah disepakati anrata PT.PLN(Persero).
Sebagai pengelolaan penerangan jalan umum sepenuhnya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah melalui dinas kebersihan dan pertamanan (DKP)
Direksi PT. PLN(Persero) juga mengeluarkan Surat Edaran Direksi PLN No. : 025.E/012/DIR/ 2002 tentang pengenaan tarif P-3 yaitu untuk golongan tarif penerangan jalan umum dan fasilitas umum lainnya, yang memberikan panduan bagi PT. PLN (Persero) di daerah dalam mengenakan tarif listrik penerangan jalan umum yang masih belum menpunyai meteran dengan formula tertentu.
Beberapa hal yang diberlakukan oleh PT.PLN(Persero) dalam menentukan pemakaian energi listrik penerangan jalan umum adalah sebagai berikut :
1. Jumlah lampu yang dipasang paralel dalam satu armature dianggap sebagai satu titik lampu dengan nilai daya sebesar penjumlahan daya semua lampu dalam satu armatur tersebut.
2. Penentuan daya yang digunakan dalam penghitungan energi listrik terpakai dengan spesifikasi lampu sebagai berikut : untuk daya lampu
pijar digunakan daya terbesar di kelasnya dan untuk lampu pelepas gas digunakan 2x daya terbesar di kelasnya.
3. Standar jam operasi per titik lampu digunakan asumsi 375 jam per bulan.
Formula ini menyebabkan jumlah pemakaian daya penerangan jalan umum oleh masyarakat yang ditanggung oleh pemerintah daerah menjadi jauh lebih besar dari konsumsi listrik sebenarnya, sehingga kondisi ini dapat meniadakan kebutuhan akan penggunaan teknologi yang efisien energi bagi PT.PLN(Persero), tetapi menjadi dasar pemikiran bagi pemerintah daerah sebagai pengelola penerangan jalan umum untuk melakukan peralihan dari pemakaian energi listrik konvensional beralih ke pemakaian energi listrik terbarukan sesuai dengan instruksi presiden Inpres, no.13 tahun 2011 tentang penghematan energi dan air untuk melaksanakan aksi penghematan energi termasuk untuk sistem penerangan jalan umu yang berarti harus mengelola penerangan jalan umum dengan baik dan menerapkan teknologi penerangan jalan umum yang efisien energi.
Dalam penentuan biaya rekening listrik oleh PT.PLN(Persero), jumlah energi terpakai adalah jumlah energi kwh dibagi dengan faktor daya. Nilai ini lebih besar dari pemakaian energi yang sebenarnya. Oleh karena itu, apabila faktor daya tidak mencapai nilai yang ditetapkan sesuai dengan standar, akan terjadi kerugian biaya pada pihak konsumen. Ketentuan tentang faktor daya ini hendaknya diatur dalan suatu ketentuan peraturan daerah agar pihak PT.PLN (Persero) dapat mempertahankan faktor daya pada sistem tenaga listrik sesuai dengan yang diamanatkan oleh peraturan daerah tersebut.
Teknologi lampu penerangan jalan umum semakin berkembang, efisien energi yang semakin tinggi, dan kualitas pencahayaan yang semakin baik.
Dalam menentukan sistem penerangan jalan umum, pemilihan teknologi lampu yang memiliki karakteristik paling sesuai dengan tujuan pengembangan sistem penerangan dapat dilakukan. Sebagai penerangan jalan di kawasan perkotaan dalam sistem penerangan jalan umum mempunyai fungsi antara lain untuk menghasilkan kekontrasan antara obyek dan permukaan jalan, sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan, meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan khususnya pada malam hari, mendukung keamanan lingkungan, memberikan keindahan lingkungan jalan. Dengan mengutamakan kriteria yang terkait dengan efisiensi energi, efisiensi energi dapat dilakukan dengan melihat nilai efikasi cahaya yaitu lumen per watt atau jumlah cahaya yang dihasilkan per satuan input daya listrik dan umur lampu (life time).
Dilihat dari fungsinya sebagai sumber pencahayaan, penerangan jalan umum yang paling banyak digunakan adalah tipe high pressure sodium (SON) yang menghasilkan warna kekuningan. Lampu SON memiliki umur cukup panjang 12 ribu hingga 24 ribu jam operasi dengan tingkat efisiens pencahayaan 45 – 130 lumen/watt. Teknologi SON sudah mencapai fase maturity, sehingga potensi peningkatan kinerja di masa yang akan datang tidak terlalu besar.
Teknologi lampu yang saat ini sedang berkembang di Indonesia dan mulai banyak diadopsi untuk pencahayaan jalan adalah Light Emitting Diode (LED). Tingkat efikasi lampu LED saat ini sudah mencapai 70-150 lumen/watt dan masih terus berkembang. Untuk mengakomodasi penghematan energi, sebagai lampu penerangan jalan digunakan lampu hemat energi dengan life time yang lama
dipakailah teknologi LED untuk penerangan jalan umum. Daya tahannya bisa sampai dengan 50.000 jam dengan sumber daya arus searah.
Di Indonesia, potensi untuk menggunakan PJU-LED sangat besar sehingga menarik bagi produsen lampu jalan LED untuk memasarkan produknya.
Banyaknya jenis produk PJU- LED di satu sisi memberikan banyak pilihan, namun di sisi lain dengan keterbatasan regulasi teknis atas produk PJU-LED serta keterbatasan pengetahuan teknis dan mekanisme yang terlibat dalam pembangunan PJU-LED , pemerintah sebagai regulator menyiapkan peraturan yang mendukung pembangunan PJU-LED demi tercapainya efisiensi energi sesuai inpres yang sudah dikeluarkan. Selain itu, regulasi teknis tentang kualitas pencahayaan jalan masih belum dikeluarkan. Kementerian Pekerjaan Umum masih menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7391-2008 – tentang spesifikasi penerangan jalan di kawasan perkotaan yang bersifat sukarela penerapannya, sebagai standar kualitas pencahayaan jalan yang berlaku, paling tidak dapat dijadikan sebagai syarat minimal kualitas pencahayaan jalan umum.
Standar ini merupakan penyempurnaan dan pengembangan dari spesifikasi lampu penerangan jalan kota No.12/S/BNKT/1991 yang disusun oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. Standar ini termasuk untuk penerangan jalan persimpangan jalan layang, jembatan dan jalan di bawah tanah/terowongan.
Untuk mengatasi kebutuhan tenaga listrik yang terus meningkat, pemerintah membuka kesempatan kepada semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan swasta, untuk berpartisipasi dalam pembangunan sektor ketenagalistrikan.
Mahalnya harga minyak dunia, sementara ketersediaan cadangannya didalam
negeri semakin menipis, pemerintah kemudian melaksanakan percepatan pencapaian tingkat pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan (EBT) dan bauran energi untuk penyediaan tenaga listrik dengan mendorong pemanfaatan energi surya untuk pembangkitan tenaga listrik.
Sehubungan dengan telah ditetapkannya surat keputusan Dirjen EBTKE Nomor : 979K/29/DJE/2013 tentang kuota kapasitas dan lokasi pembangkit listrik tenaga surya, pelaksanaan pembangunan akan dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia, sebagaimana telah diatur dalam peraturan menteri ESDM no.17 tahun 2013 tentang pembelian tenaga listrik oleh PT.PLN (Persero) dari pembangkit listrik tenaga surya.
Didalam proyek pembangunan PJU-LED berbasis sel surya pada ruas jalan nasional memerlukan kordinasi antara PT. PLN (Persero), pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
4.3.4. Pendekatan pengelolaan lingkungan berdasarkan sistem norma