HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.2 Ruas jalan nasional
1. BTS Prov.Aceh-Simpang Pangkalan Susu 27,15 2. Simpang pangkalan Susu-Tanjung Pura 29,40 3. Tanjung Pura-BTS Kota Stabat 17,13 4. Jl.Zaenal Arifin (Stabat) 1,30 5. BTS Kota Stabat-BTS Kota Binjai 10,00
Tabel 4.2 Lanjutan 10. Jln.Soekarno-Hatta(Binjai) 4,63 11. Jln. Binjai Raya(Medan) 2,58 12. BTS Kota Medan- BTS Kota Lubuk Pakam 14,03 13. Jl.Industri/Jl. Gagak Hitam(Medan) 5,16 14. Jl.Ngumban Surbakti(Medan) 3,44 15. Jln. A.H.Nasution(Medan) 5,37 16. Jln.Sisingamangaraja(Medan) 4,98 17. Jln. Medan (Lubuk Pakam) 3,04 18. BTS Kota Medan-Tembung-Lubuk Pakam 23,00 19. Jl.Pertahanan/Jl.Cemara(Medan) 1,32 20. Jln.Kolonel Bejo(Medan) 3,00
29. Jln.Yos Sudarso(Medan) 11,48
30. Akses Tol Medan-Belawan(Medan) 0,40 31. Tugu Kota Lubuk Pakam-BTS Kab.Sergai 6,16 32. BTS Kab.Deli Serdang-Perbaungan 1,80 33. Perbaungan-BTS Kab.Deli Serdang/Sei Buluh 13,20 34. BTS Kab.Deli Serdang/Sei Buluh-Sei Rampah 13,20 35. Sei Rampah-BTS Kota Tebing Tinggi 13,50 36. Jln.Yos Sudarso(Tebing Tinggi) 2,48 37. Jln.Jend.Sudirman(Tebing Tinggi) 2,74 38. Jln.Ahmad Yani(Tebing Tinggi) 1,70 39. Jln.H.M.Yamin(Tebing Tinggi) 1,50 40. BTS Kota Tebing Tinggi-Kp. Binjai 3,41 41. Jln.Sisingamangaraja(Tebing Tinggi) 1,43 42. Jln.Dipanegoro(Tebing Tinggi) 0,73 43. Jln.Sutoyo(Tebing Tinggi) 0,66 44. Jln.Imam Bonjol(Tebing Tinggi) 1,66 45. Jl.Soekarno-Hatta(Tebing Tinggi) 2,27 46. Kp.Binjai-BTS.Kab.Batubara 5,94 47. BTS.Kab.Serdang Bedagai-Tanjung Kasau 2,90 48. Tanjung kasau-Indrapura 11,25
49. Indrapura-Limapuluh 16,35
Tabel 4.2 Lanjutan
No. Nama Ruas jalan JAP(km) JKP-1(km)
50. Limapuluh-Sei Bejangkar 18,04
51. Sei Bejangkar-BTS.Kota Kisaran 14,03
52. Jln.Sudirman(Kisaran) 5,10
53. BTS.Kota Kisaran-Sp.Kawat 8,60 54. Jln.Ahmad Yani(Kisaran) 6,80
55. Sp.Kawat-Aek.Kanopan 45,60
56. Aek Kanopan-BTS Kota Rantau Prapat 66,12
57. Jln.Lingkar(R.Prapat) 9,90
63. Lawe Pakam(BTS Prov.Aceh)-Kuta Buluh 42,64
64. Kuta Buluh-BTS Kota Sidikalang 54,40
65. Jln.Ahmad Yani(Sidikalang) 1,07
66. Jln.Sisingamangaraja(Sidikalang) 2,65
67. Jln.Tiga Lingga(Sidikalang) 0,72
68. BTS Kota Sidikalang-Panji 3,62
69. Jln.Pahlawan(Sidikalang) 2,67
70. Panji-BTS Samosir 29,38
71. BTS Kab.Dairi-Dolok Sanggul 49,41
72. Dolok Sanggul- Siborongborong 28,48
73. Siborongborong-Tarutung 19,68
74. Jln.Balige(Tarutung) 5,23
75. Jln.By Pass(Tarutung) 6,12
76. Jln.Sisingamangaraja(Tarutung) 0,86 77. BTS Kota Tarutung-BTS Kab.Tapanuli Selatan 50,07 78. Jln.D.I.Panjaitan(Tarutung) 1,46 79. Jln.Raja Johanes(Tarutung) 1,52
80. Jln.Pahae(Tarutung) 0,62
81. BTS Kab.Tapanuli Utara-Sipirok 19,11
82. Sipirok-Pal XI 21,54
83. Pal XI-BTS Kota padang Sidempuan 6,43 84. Jln.Sisingamangaraja(Padang Sidempuan) 8,95 85. BTS Kota Padang Sidempuan-BTS Kab.Madina 28,35 86. Jln.Imam Bonjol(P.Sidempuan) 10,02 87. BTS Kab.Tapanuli Selatan-Jembatan Merah 46,05 88. Jembatan Merah-Ranjau Batu(BTS Prov.Sumbar 60,24
89. BTS Prov.Aceh-Saragih-Manduamas-Barus 50,02
90. Barus-BTS Kota Sibolga 60,63
91. Jln.Oswald Siahaan(Sibolga) 1,24
92. Jln.Ade Irma Suryani(Sibolga) 0,71
93. Jln.F.L.Tobing(Sibolga) 0,43
Tabel 4.2 Lanjutan
No. Nama Ruas jalan JAP(km) JKP-1(km) 94. BTS Kota Sibolga-BTS Kab.Tapteng/Tapsel 41,76
95. Jln.Sutoyo(Sibolga) 0,56
96. Jln.Sisingamangaraja(Sibolga) 3,09
97. Jln.Horas(Sibolga) 0,79
98. BTS Kab.Tapteng/Tapsel-Batangtoru 11,52 99. Batangtoru-Rianiate-Sp.Aek Rambe 64,74
100. Sp.Aek Rambe-Singkuang 54,30
101. Singkuang-Natal 70,28
102. Natal-Simp.Gambir 27,32
103. Simp.Gambir-Manisak(BTS Prov.Sumbar) 32,02
104. BTS Kota Medan-BTS Kab.Karo 37,67
105. Jln.Jamin Ginting(Medan) 8,68
106. BTS Deli Serdang-Sp.Ujung Aji 12,70
107. Sp.Ujung Aji-BTS Kota Kabanjahe 7,06
108. Jln.jamin Ginting(Kabanjahe) 1,24
109. Jln.Veteran(Kabanjahe) 1,14
110. Jln.Mareiam Ginting(Kabanjahe) 1,83 111. Jln.Kutacane-BTS Kota Kabanjahe-Kuta Buluh 58,50 112. Jln.Kapt.Bangsi Sembiring(Kabanjahe) 0,53
113. Kabanjahe-Merek 21,98
114. Jln.Palabangun(Kabanjahe) 1,10
115. Merek-BTS Kab.Dairi 14,06
116. BTS Kab.Karo-Panji 29,81
117. BTS Prov.Aceh-BTS Kota Sidikalang 39,78
118. Jln.Runding(Sidikalang) 5,44
119. Merek-BTS Kab.Simalungun 2,67
120. BTS Kab. Karo-Saribudolok 8,59
121. Saribudolok-Tiga Runggu 14,95
122. Tiga Runggu-Tanjung Dolok 42,29
123. BTS Kota Tebing Tinggi-BTS Kab.Simalungun 19,50 124. Jln.Gatot Subroto(Tebing Tinggi) 3,98 125. BTS Kab.Serdang Bedagai-BTS Kota P.Siantar 15,01 126. Jln.Ke Medan(P.Siantar) 4,50 127. Jln.Sisingamangaraja(P.Siantar) 8,17 128. BTS Kota P.Siantar-Parapat 37,92 129. Jln. Ke Parapat(P.Siantar) 4,97
130. Parapat-BTS Kab.Tobasa 10,47
131. BTS Kab.Simalungun-Silimbat 34,74 132. Silimbat-BTS Kab.Tapanuli Utara 26,65 133. BTS Kab.Tobasa-Siborongborong 9,19 134. BTS Kota Tarutung-BTS Kab.Tapanuli Tengah 36,27 135. Jln.Sisingamangaraja(Tarutung) 0,62 136. Jln. Ke Sibolga(Tarutung) 1,58 137. BTS Kab.Tapanuli Utara-BTS Kota Sibolga 21,32
Tabel 4.2 Lanjutan
No. Nama Ruas jalan JAP(km) JKP-1(km) 138. Jln.D.I.Panjaitan(Sibolga) 0,88
139. Jln.Ke Tarutung(Sibolga) 2,13
148. Sp.Kota Pinang-BTS Kab.Palu/BTS Kab.Labusel 38,44 149. BTS Kab.Paluta/BTS Kab.Labusel-Hutaimbaru 29,45
150. Hutaimbaru-Gunung Tua 13,96
151. Gunung Tua-Aek Godang 31,11
152. Aek Godang-Sp.Pal XI 12,65
153. Batangtoru-BTS Kota Padang Sidempuan 24,24 154. Jln.Jend.Sudirman/Merdeka(Padang Sidempuan) 7,26 155. BTS Kota Gunung Sitoli-Tetehosi 33,82
156. Jln.Dipanegoro(Gunung Sitoli) 2,49
157. Jln.Gomo(Gunung Sitoli) 0,89
158. Jln.Yos Sudarso(Gunung Sitoli) 2,05
159. Tetehosi-Lahusa 42,25
160. Lahusa-Teluk Dalam 28,27
161. Teluk Dalam Lolowau 55,98
162. Sp.Kayu Besar-Kuala Namu 14,50 163. Sp.Kuala Tanjung-Kuala Tanjung 16,02
164. Lima Puluh-BTS Kab.Slungun-BTS Kab.B.bara 5,75 165. BTS Kab.Slungun-BTS Kab.B.bara-Sp.Mayang 3,65
166. Sp.Mayang-Sei Mangke 2,50
167. Parapat-Pelabuhan Ajibata 2,80
168. Tomok Ambarita 5,30
169. Ambarita-Simanindo 18,30
170. Simanindo-Pangururan 19,30
171. Jln.Lingkar Luar Parapat 19,85
172. Sp.Silangit-Bandara Silangit 1,00
173. Tele-Pangururan 22,00
174. Pangururan-Nainggolan 40,00
175. Nainggolan-Onan Runggu 7,00
176. Onan Runggu-Tomok 34,00
Panjang jalan nasional di Sumatera utara adalah 2632,22 km, terdiri dari 1142 km jalan arteri primer (JAP) dan 1490,22 km jalan kolektor primer-1
(JKP-1). Panjang ruas jalan nasional ini meliputi jalan lintas barat sepanjang 419,4 km, jalan non lintas sepanjang 315,44 km, jalan lintas tengah sepanjang 501,28 km, jalan lintas timur sepanjang 652,71 km, dan jalan penghubung lintas sepanjang 743,39 km.
Panjang jalan nasional ini mengalami pertambahan sepanjang 382,56 km sehingga panjang keseluruhan jalan nasional pada tahun 2019 adalah 2632,22 km.
Ruas jalan ini berada dalam perencanaan dan pengawasan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina Marga sebagai jalan nasional metropolitan.
Pertambahan ruas jalan ini akan membutuhkan daya listrik untuk penerangan jalan umum. Ditinjau dari fungsinya yang memberikan kenyamanan kepada pengemudi selama masa pelayanan penerangan jalan umum, beberapa hal yang menjadi pertimbangan dari fungsi dan kondisi jalan adalah
1. Lebar ruang milik jalan yang bervariasi dalam satu ruas jalan.
2. Tempat dimana kondisi lengkung horisontal (tikungan) tajam.
3. Tempat yang luas seperti persimpangan, interchange, tempat parkir, dll;
4. Jalan berpohon yang menghalangi pencahayaan.
5. Jalan dengan lebar median yang sempit, terutama untuk pemasangan lampu di bagian median.
6. Jembatan sempit/panjang, jalan layang dan jalan bawah tanah (terowongan) yang harus diterangi oleh penerangan secara kontinu.
7. Tempat dimana lingkungan jalan banyak berinterferensi dengan jalannya.
Sesuai undang-undang UU no.13 tahun 1980 tentang jalan dan peraturan pemerintah PP no.26 tahun 1985, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
Sistem jalan primer dan sekunder serta persyaratannya dan ketentuannya adalah sebagai berikut dibawah ini (Bilvia, 2003).
Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota.
Ini berarti sistem jaringan jalan primer menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut :
1. Dalam satu satuan wilayah pengembangan yang menghubungkan secara terus-menerus kota jenjang pertama, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga (kecamatan), dan kota jenjang dibawahnya sampai ke persilangan.
2. Menghubungkan kota jenjang pertama dengan kota jenjang pertama antar satuan wilayah pengembangan.
Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota, ini berarti sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder pertama, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
Berdasarkan fungsi jalan, jalan dapat dibagi atas :
1. Jalan arteri adalah jalan melayani angkutan utama dalam perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, jumlah jalan masuk dibatasi.
2. Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/
pembagian dalam perjalanan jarak sedang, dengan kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dalam perjalanan jarak dekat, dengan kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Dengan demikian, sistem jaringan jalan primer terdiri dari :
1. Jalan arteri primer yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang pertama yang terletak berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang pertama dengan kota jenjang kedua.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan arteri primer adalah a. Kecepatan rencana > 60 km/jam
b. Lebar badan jalan > 8,0 m
c. Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
d. Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai.
e. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan local, lalu lintas lokal, lalu lintas ulang alik.
f. Jalan arteri primer tidak terputus walaupun memasuki kota.
g. Tingkat kenyamanan dan keamanan yang dinyatakan dengan indeks permukaan tidak kurang dari 2.
2. Jalan kolektor primer yaitu jalan yang meghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor primer adalah a. Kecepatan rencana > 40 km/jam
b. Lebar badan jalan > 7,0 m
c. Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengani volume lalu lintas rata-rata.
d. Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki daerah kota.
e. Jalan masuk dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu.
f. indeks permukaan tidak kurang dari 2.
3. Jalan lokal primer yaitu jalan yang meghubungkan kota jenjang pertama dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga sampai persilangan.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan lokal primer yaitu a. Kecepatan rencana > 20 km/jam
b. Lebar badan jalan > 6,0 m
c. Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa.
d. indeks permukaan tidak kurang dari 1,5.
Pada sistem jaringan jalan sekunder terdiri dari :
1. Jalan arteri sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan arteri sekunder adalah
a. Kecepatan rencana > 30 km/jam b. Lebar badan jalan > 8,0 m
c. Kapasitas jalan sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
d. Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat.
e. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5.
2. Jalan kolektor sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan arteri sekunder adalah a. Kecepatan rencana > 20 km/jam
b. Lebar badan jalan > 7,0 m
c. indeks permukaan tidak kurang dari 1,5.
3. Jalan lokal sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dengan perumahan, dan seterusnya.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan lokal sekunder adalah a. Kecepatan rencana > 10 km/jam
b. Lebar badan jalan > 5,0 m
c. indeks permukaan tidak kurang dari 1.
Disampaing jenis jalan tersebut diatas, terdapat pula jalan bebas hambatan merupakan alternatif lintas jalan yang ada, dan mempunyai spesifikasi tersendiri.
4.1.3. Ketersediaan lampu penerangan jalan umum
Lampu penerangan jalan umum (PJU) adalah bagian pelengkap dari ruas jalan yang diletakkan/dipasang di kiri/kanan dan atau di tengah (dibagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun lingkungan di sekitar ruas jalan.
Sistem pencahayaan di jalan umum tidak hanya berfungsi hanya untuk memberikan penerangan. Desain suatu sistem penerangan jalan umum akan menentukan lebih lanjut bagaimana suatu sistem penerangan jalan umm akan dibangun. Sistem pencahayaan dapat berfungsi sebagai navigasi demi kenyamanan, keamanan dan keselamatan pengendara pengguna jalan. Fungsi-fungsi diatas akan mengarahkan desain sistem penerangan jalan umum yang berbeda, tetapi suatu sistem penerangan jalan umum dapat mengutamakan salah satu fungsi tersebut atau merupakan kombinasi dari beberapa atau keseluruhan fungsi tersebut.
Jika fungsi penerangan jalan umum sebagai penunjang navigasi pengguna jalan, maka kriteria pencahayaan seperti kuat cahaya, kemerataan cahaya, kesilauan, warna cahaya yang dipilih dan pengaruhnya terhadap warna obyek benda (khususnya terkait kemampuan pengguna jalan membaca rambu-rambu jalan) harus menjadi pertimbangan utama.
Tidak jauh berbeda dengan tujuan pemenuhan fungsi diatas, pemenuhan atas fungsi penerangan jalan umum sebagai sarana untuk mendukung keamanan dan keselamatan pengguna jalan akan mengarahkan pada desain sistem penerangan jalan umum yang memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan seperti misalnya: kemampuan (warna) cahaya menembus kabut, mitigasi atas
kemungkinan kegagalan sistem penerangan jalan umum, menentukan batas minimal peredupan cahaya pada batas intensitas/kuat cahaya yang masih aman bagi pengguna jalan, dan lainnya.
Jika aspek keindahan lingkungan yang diutamakan, maka kriteria yang diperhatikan lebih bersifat pada keindahan penampakan visual seperti: desain tiang yang artistik, kombinasi warna yang menarik, bentuk luminer yang antik, dan lain sebagainya.
Pencahayaan jalan umum merupakan aspek penting dalam penataan suatu daerah/kota. Penerangan jalan umum memiliki peranan sebagai pedoman navigasi pengguna jalan di malam hari, meningkatkan keamanan dan keselamatan pengguna jalan, menambah unsur estetika, dan juga dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi suatu daerah. Namun sayangnya banyak pemerintah daerah yang masih mengalami kendala dalam menyediakan fasilitas publik yang sangat penting ini terutama dalam hal perencanaan sistem PJU yang efisien energi.
Dalam pemanfaatan lampu penerangan jalan Umum, PT. PLN (Persero) menetapkan klasifikasi daya lampu dalam beberapa kelas untuk jenis teknologi lampu pijar dan lampu pelepas gas sebagai berikut:
1. Klasifikasi daya untuk lampu pijar per titik lampu: a. 25-50 watt, b. 51-100 watt, c. 101-200 watt, d. 201-300 watt, e. 301-400 watt, f. 401-500 watt, g. 501-600 watt, h. 601-700 watt, i. 701-800 watt, j. 801-900 watt, k.901-100 watt.
2. Klasifikasi daya untuk lampu pelepas gas (termasuk TL-neon) per titik : a. 10-50 watt, b. b. 51-100 watt, c. 101-250 watt, d. >500 watt.
4.1.3.1. Jenis lampu penerangan jalan umum.
Jenis lampu penerangan jalan ditinjau dari karakteristik dan penggunaannya secara umum dapat ditentukan sebagai berikut :
1. Jenis lampu tabung fluorescent tekanan rendah
Efisiensi rata-rata : 60-70 lumen/watt Daya : 18; 20;36;40 watt Pemakaian untuk : Jalan kolektor dan lokal.
2. Lampu gas mercuri tekanan tinggi (MBF/U)
Efisiensi rata-rata : 50-55 lumen/watt Daya : 125; 250; 400; 700 watt Pemakaian untuk : Jalan kolektor, local dan persimpangan.
3. Lampu gas sodium tekanan rendah (SOX)
Efisiensi rata-rata : 100-200 lumen/watt Daya : 90 ; 180 watt
Pemakaian untuk : Jalan kolektor, local dan
persimpangan, penyeberangan, terowongan, tempat
peristirahatan.
4. Lampu gas sodium tekanan tinggi (SON)
Efisiensi rata-rata : 110 lumen/watt Daya : 150; 250; 400 watt
Pemakaian untuk : Jalan Tol, Arteri, kolektor, persimpangan luas, interchange.
4.1.3.2.
Penerangan jalan umum pada ruas jalan ini adalah sebagai berikut : PJU 2x400 Watt. Berdasarkan SNI 7391 tahun 2008, tabel 4.3 menunjukkan jarak antar tiang lampu penerangan berdasarkan tipikal distribusi pencahayaan dan klasifikasi lampu.
Tabel 4.4 Lanjutan
Jenis Tinggi Lebar jalan (m) Tingkat Lampu Lampu Pencahayaan (m) 6 7 8 9 10 11 (lux) 150 W SON 8 48 47 45 43 41 39 10,0 250 W MBF/U
100 W SON 8 28 26 23 - - - 10,0 250 W SON 10 - - 55 53 50 47 10,0 400 W MBF/U
250 W SON 10 36 35 33 32 30 28 20,0 400 W MBF/U
400 W SON 12 - - 39 38 37 36 30,0
4.1.3.3. Tipikal Lampu.
Gambar 4.1 menunjukkan tipikal lampu berdasarkan pemilihan letak pada jalan satu arah sebagai berikut :
(b) (c) Di kiri/kanan Di kiri dan kanan Di kiri dan kanan Jalan berselang seling berhadapan Gambar 4.1 Tipikal lampu pada jalur satu arah
Untuk tipikal lampu berdasarkan pemilihan letak pada jalan dua arah ditunjukkan pada gambar 4.2 sebagai berikut :
(a) (b)
Tipikal 2 lampu 1 tiang Tipikal lampu di tengah jalan berselang seling
Gambar 4.2 Tipikal lampu pada jalur dua arah 4.1.3.4. Karakteristik jalan dan fungsi.
Beberapa hal yang diperhatikan dalam menentukan suatu sistem penerangan jalan umum adalah sebagai berikut :
1. Volume lalu-lintas, baik kendaraan maupun lingkungan yang bersinggungan seperti pejalan kaki, pengayuh sepeda, dll;
2. Tipikal potongan melintang jalan, situasi (lay-out) jalan dan persimpangan jalan;
3. Geometri jalan, seperti alinyemen horisontal, alinyemen vertikal, dll;
4. Tekstur perkerasan dan jenis perkerasan yang mempengaruhi pantulan cahaya lampu penerangan;
5. Pemilihan jenis dan kualitas sumber cahaya/lampu, data fotometrik lampu dan lokasi sumber listrik;
6. Tingkat kebutuhan, biaya operasi, biaya pemeliharaan, dan lain-lain, agar perencanaan sistem lampu penerangan efektif dan ekonomis;
7. Rencana jangka panjang pengembangan jalan dan pengembangan daerah sekitarnya.
4.1.4 Pertumbuhan konsumsi energi listrik di Provinsi Sumatera Utara Pertumbuhan Konsumsi energi listrik di Provinsi Sumatera Utara (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2015) dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5 Pemakaian energi listrik dan susut (gwh), 2009-2013 Wilayah Sumatera Utara
No. Tahun Energi listrik (gwh)
Pemakaian energi Susut saluran distribusi
1. 2009 6096,90 665,23
2. 2010 6636,29 766,11
3. 2011 7194,09 766,35
4. 2012 7809,32 841,75
5. 2013 7917,24 1150,32
4.1.5 Konsumsi energi listrik di Provinsi Sumatera Utara